Share

Bab 40

Author: Louisa
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

“Awal bulan. Saatnya belanja, Pak.”

Jemari Edgar berhenti bergerak di atas keyboard.

Benar, sekarang sudah masuk awal bulan. Harusnya Edgar pergi ke pusat perbelanjaan untuk membeli pakaian, sepatu, dan jam tangan baru. Biasanya ditemani seorang gebetan atau pacar.

“Jam berapa sekarang?” tanya Edgar.

“Setengah lima, Pak,” jawab Mila sambil melirik jam tangannya. “Mau pergi sekarang? Perlu saya teleponkan Maya atau Alicia untuk menemani Pak Edgar belanja?”

“Nggak perlu, Mil. Saya bisa belanja sendiri.”

“Sendiri? Tanpa siapa-siapa?”

Edgar mengangguk dengan yakin.

Mila tercenang, tak menyangka kalau atasannya yang terkenal playboy itu mau pergi ke pusat perbelanjaan seorang diri. Padahal, biasanya selalu ada perempuan yang mau menemani dengan sukarela.

“Kalau kamu mau pulang duluan, silakan. Saya ngecek laporan perkembangan proyek dulu, habis itu langsung keluar,” kata Edgar.

Mila menyipitkan mata, menatap Edgar dengan penuh curiga. “Pak Edgar sekarang nggak suka perempuan lagi?
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP
Comments (3)
goodnovel comment avatar
Larchorchid
Aku biasanya tepat waktu bacanya. seharian malah rapat. Baru sempet baca tapi manis banget ...
goodnovel comment avatar
Meti
Indira mulai ada rasa nih.... Mas Edgar ayo maju terus ...
goodnovel comment avatar
Novita Sari
ngaku ngomong suka gak salah lho mas edgar
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Gadis Rahasia Sang Pewaris   Bab 41

    Pagi ini Indira memakai kemeja putih dan rok hitam. Rambutnya diikat rapi, wajahnya dipoles dengan makeup tipis agar terlihat lebih fresh. Tak lupa, gadis itu juga memakai parfum agar wangi. Jantungnya berdebar-debar, antusias sekali karena hari ini resmi bekerja sebagai intern di sebuah perusahaan farmasi. Meskipun statusnya hanya intern dengan masa kontrak tiga bulan, tetap saja Indira senang. Paling tidak, pengalaman magang selama tiga bulan itu bisa dimasukkan ke dalam curriculum vitae, sehingga dapat menjadi poin plus ketika Indira hendak mencari pekerjaan full time nantinya. Ketika memandang standing mirror, tatapan Indira terpaku pada kalung yang melingkar dengan manis di lehernya. Tangannya perlahan bergerak, mengusap bandul kalungnya dengan lembut. Lalu, menyembunyikannya di balik kemeja, agar tidak terlalu mencolok. Setelah memastikan penampilannya benar-benar rapi dari ujung kepala sampai ujung kaki, barulah Indira berjalan meninggalkan kamar. Sambil membawa tas yang tel

  • Gadis Rahasia Sang Pewaris   Bab 42

    Hari pertama bekerja, Indira diajari tentang bagaimana cara mengatur letak dokumen, membuat surat, melakukan entry data, mengatur arsip, serta menyusun jadwal meeting. Tak bisa dipukungkiri kalau Indira sedikit gugup, khawatir akan melakukan kesalahan yang membuat para seniornya marah. Untungnya, Indira mampu beradaptasi dengan cukup baik. Meskipun masih agak canggung tiap kali diminta mengerjakan sesuatu. Tepat pukul empat sore, Indira diperbolehkan untuk pulang. Besok harus berangkat sedikit lebih pagi untuk menyiapkan stok ATK. Tentu saja Indira bersedia, malah lebih bagus berangkat sejak pagi-pagi buta karena bisa menghindari Edgar dan Ezra. Indira meninggalkan ruang administrasi sambil menenteng tasnya. Langkahnya berhenti di depan lobi, hendak mengeluarkan ponsel untuk memesan ojek. Tapi, tiba-tiba Edgar mengirim pesan. [Mas Edgar : jangan pulang sendiri. Saya jemput di depan kantor]Indira menghela napas, lalu menyimpan kembali ponselnya ke dalam tas. Tatapannya tertuju ke

  • Gadis Rahasia Sang Pewaris   Bab 43

    Indira menyeduh secangkir kopi, kemudian berjalan menuju halaman belakang. Memandang kolam renang yang airnya terlihat tenang, permukaannya sedikit berkilau saat terkena lampu taman. Angin berembus, menerbangkan helaian-helaian rambut Indira. Gadis itu duduk di atas rerumputan, lalu menyesap kopinya yang masih sedikit panas. Ketika menengadah, yang dijumpai adalah bulan sabit. Cantik sekali saat tak tertutupi awan. Tenggelam di dalam lamunan, memikirkan peristiwa-peristiwa menyakitkan yang pernah terjadi dalam hidupnya. Momen-momen bahagia bisa dihitung dengan jari, sisanya merupakan pil pahit yang harus Indira telan bulat-bulat. “Kenapa duduk di sini sendirian?”Suara Edgar seketika membuyarkan lamunan Indira. Indira menoleh, menjumpai Edgar yang sudah berdiri di belakangnya sambil memegang secangkir teh hijau yang masih mengepul. “Mas Edgar? Belum tidur?” tanya Indira. Edgar terkekeh pelan, kemudian duduk di samping Indira. “Baru jam sepuluh,” gumam Edgar, tatapannya tertuju

  • Gadis Rahasia Sang Pewaris   Bab 44

    Indira tahu kalau tak ada yang gartis di dunia ini. Tiap-tiap kebaikan yang ia terima dari orang lain, pasti ada harga yang harus dibayar. Entah itu dengan uang, tenaga, atau yang lainnya. Maksudnya, mana mungkin ada manusia yang benar-benar tulus membantu tanpa mengharapkan imbalan apa pun?Indira sepenuhnya menyadari bahwa Papa Danu menawarkan tempat tinggal dan makanan karena ada maksud tersembunyi. Bukan hanya semata-mata ingin membantu, tapi karena ingin menjadikan Indira sebagai menantu. Indira belum ingin menikah. Usianya baru duapuluh tahun. Statusnya masih mahasiswi. Masih memiliki banyak sekali mimpi yang ingin diraih. Ya, memang benar bahwa menikah bukanlah akhir dari segalanya. Indira tetap bisa berjuang meraih impiannya meskipun sudah ada cincin yang melingkar di jari manisnya. Tapi, tetap saja rasanya berbeda. Ketika seorang perempuan telah menikah, maka prioritasnya akan berubah drastis. Tiap hari harus memperhatikan suami, menyiapkan makanan untuk suami, melayani s

  • Gadis Rahasia Sang Pewaris   Bab 45

    Indira memandang kebaya berwarna putih dan kain jarik yang tergantung di depan lemari. Menjadi pengingat bahwa dirinya benar-benar akan segera melepas masa lajang, untuk menikah dengan Edgar. Indira bahkan sudah tak memiliki sisa energi untuk menangis atau meratapi nasib. Pernikahan telah diatur sedemikian rupa, bahkan saat ini ruang tengah sedang dihias dengan berbagai bunga karena besok pagi akan dijadikan sebagai tempat akad. Sekarang hari Sabtu, secara otomatis semua anggota keluarga berada di rumah. Indira bahkan enggan menginjakkan kakinya di luar kamar, karena tak mau bertemu dan mengobrol dengan siapa pun. Ia membutuhkan sedikit waktu untuk menyendiri, berusaha untuk berpikir positif di tengah situasi sulit yang menjepitnya. Haruskah Indira kabur dari rumah? Pergi sejauh-jauhnya demi membatalkan pernikahan. Tapi, pasti usahanya akan sia-sia. Papa Danu bisa dengan mudah menemukan Indira, meskipun bersembunyi di tempat yang paling terpencil sekali pun. Indira menyentuh kal

  • Gadis Rahasia Sang Pewaris   Bab 46

    Pernikahan adalah momen yang sangat sakral. Dua manusia disatukan dalam sebuah ikatan suci, saling berjanji untuk menerima dan mengasihi sampai maut memisahkan. Tapi, pernikahan tanpa didasari oleh cinta ternyata terasa berat luar biasa. Indira termenung, menatap pantulan wajahnya pada cermin. Wajahnya sudah dirias, tubuhnya dibalut dengan kebaya dan kain batik, rambutnya berhias aksesoris. Sebentar lagi, gadis itu akan resmi melepas masa lajangnya. Indira menyentuh dadanya sendiri, kemudian mengalihkan pandangan ke arah jendela. Tak kuasa melihat penampilannya sendiri. Otaknya berkabut, penuh dengan bayang-bayang mengerikan. Bagaimana jika nantinya kehidupan Indira berubah seratus delapan puluh derajat? Bagaimana jika rasa cinta tak kunjung hadir di dalam dada, hingga tiap detik yang dihabiskan bersama Edgar terasa sangat menyiksa? Bagaimana jika suatu saat nanti Indira justru ingin menyerah dan mengakhiri segalanya? Selama beberapa saat, gadis itu memejamkan mata. Berusaha seku

  • Gadis Rahasia Sang Pewaris   Bab 47

    Edgar sering bergonta-ganti pacar, bahkan make out dengan perempuan yang baru ditemui juga bukan hal yang asing. Tak pernah sekali pun laki-laki itu menerima penolakan, terlebih jika bicara soal ciuman. Banyak perempuan yang mengakui kalau Edgar adalah seorang good kisser. Punya cara yang paling seductive untuk merayu lawan jenisnya. Sayangnya, segala pesona yang melekat dalam diri laki-laki itu sama sekali tak membuat istrinya terpikat. Mereka emang tidur di ranjang yang sama, tapi ada tumpukan bantal yang dijadikan sebagai tembok pembatas. Ranjang king size itu seolah dibagi menjadi dua wilayah, tak boleh saling melewatu batas. Indira meringkuk, tidur dalam posisi memunggungi Edgar. Sebuah selimut tebal menutupi tubuhnya dari ujung kaki sampai sebatas leher. Indira tak mengatakan apa-apa, hanya berpura-pura memejamkan mata karena tidak mau diajak bicara. Indira tahu kalau bersetubuh adalah hal yang wajar dilakukan oleh sepasang suami istri. Dan, bukan suatu kesalahan apabila Edg

  • Gadis Rahasia Sang Pewaris   Bab 48

    Semua orang di kantor menyadari kalau hari ini Edgar memakai cincin. Cincin kawin yang melingkar di jari manis itu sengaja tak dilepas, tapi Edgar juga tak bisa menjelaskan secara gamblang kalau dirinya sudah menikah. Indira meminta agar pernikahan dirahasiakan terlebih dulu, sehingga tidak menimbulkan gosip. Sebagai sekretaris yang selalu mengikuti Edgar ke mana-mana, tentu saja Mila bingung. Ini pertama kalinya perempuan itu melihat sang atasan memakai cincin di jari manis. “Pak Edgar sudah bertunangan?” tanya Mila. Edgar yang sedang menata gambar bangunan di whiteboard langsung tertawa. “Kenapa tiba-tiba tanya soal itu?”“Ini pertama kalinya saya lihat Pak Edgar memakai cincin di jari manis.” “Ada yang aneh? Laki-laki nggak boleh memakai cincin?” Mila tersenyum, lalu menganggukkan kepala. Meskipun Edgar tidak memberi jawaban yang jelas, tapi Mila bisa menebak kalau atasannya sudah bertunangan atau malah diam-diam menikah dengan seseorang. Edgar fokus menatap whiteboard, samb

Latest chapter

  • Gadis Rahasia Sang Pewaris   Bab 111

    Setelah duabelas hari lamanya dirawat di NICU, akhirnya hari ini Kavi diperbolehkan untuk pulang. Duabelas hari belakangan Indira selalu overthinking, tak bisa tidur dengan nyenyak saat malam hari karena mengingat putranya yang masih di rumah sakit. Yang bisa Indira lakukan setiap harinya hanyalah berdoa, seraya memulihkan kondisi fisiknya. Rasanya masih seperti mimpi saat akhirnya Indira bisa memeluk Kavi. Bayi laki-laki itu masih sangat kecil dan rapuh, membuat Indira berselimut rasa takut ketika menggendongnya. Tapi, Indira cukup lega karena bisa menjaga dan merawat Kavi dalam jarak dekat. Kebahagiaan yang hadir di dalam hati Indira tak dapat diterjemahkan ke dalam kata-kata, terlebih saat mendengar suara tangisan Kavi. Meskipun lahir lebih cepat dari perkiraan, tapi Kavi cukup kuat dan mampu bertahan.“Mau pulang sekarang?” tanya Edgar. Indira menganggukkan kepala, “ayo pulang, Mas.” Mereka sama-sama tersenyum, kemudian berjalan meninggalkan NICU. Saling bersisian, sesekali b

  • Gadis Rahasia Sang Pewaris   Bab 110

    Saat pertama kali melihat Kavi di NICU, Indira meneteskan air mata. Sebab bayinya begitu kecil, lemah, bahkan suara tangisannya juga tak terlalu keras. Lahir sebelum waktunya membuat berat badan Kavi hanya satu koma enam kilogram, perlu dirawat di inkubator dan mendapat pemantauan khusus dari dokter. Indira merasa bersalah, apalagi produksi ASI-nya tidak lancar. Hanya bisa memompa sebanyak sepuluh mililiter setiap harinya. Entah karena efek stress atau karena faktor lainnya. Setelah empat hari lamanya dirawat di rumah sakit, akhirnya Indira diperbolehkan untuk pulang. Agar fokus menjalani pemulihan di rumah. Sayangnya, Kavi belum bisa pulang karena masih memerlukan perawatan di NICU. Indira sedih bukan main, seperti ada bagian dari hatinya yang dicabik-cabik. Ia telah melahirkan dan resmi menjadi seorang ibu, tapi belum bisa memeluk dan menjaga putranya selama duapuluh empat jam. Hal-hal negatif mulai bermunculan di dalam kepala Indira, seketika menghadirkan rasa cemas yang sulit d

  • Gadis Rahasia Sang Pewaris   Bab 109

    Indira menatap punggung tangannya yang ditancapi jarum infus. Ia sudah dipindahkan ke kamar rawat, efek anastesi telah hilang sehingga nyeri di luka jahitan mulai terasa. Tubuhnya lemas, tak ada energi yang tersisa untuk sekadar bergerak. Indira tak menyangka kalau melahirkan ternyata sesakit itu. Yang lebih parah, hati Indira masih berselimut cemas lantaran bayinya harus dirawat di NICU. Saat ini waktu menunjukkan pukul setengah enam pagi. Matahari belum sepenuhnya naik, kamar rawat terasa cukup dingin karena AC yang dinyalakan. Kamar berselimut keheningan, hanya terdengar suara jarum jam yang cukup lantang. Indira mengerjapkan mata, menatap ke arah Edgar yang sedang tidur di atas sofa. Laki-laki itu tampaknya kelelahan karena tadi malam begadang, menemani Indira yang overthinking dan kesakitan. Operasi memang sudah selesai, tak ada pendarahan atau komplikasi. Tapi, tetap saja Indira belum bisa bernapas lega karena belum melihat seperti apa kondisi putranya. Indira menghela napa

  • Gadis Rahasia Sang Pewaris   Bab 108

    Indira mulai merasakan celana dalamnya basah ketika berada di dalam mobil, hingga akhirnya ada cairan yang mengalir di pahanya. Jantung Indira berdegup kencang, rasa gugup dan panik memenuhi rongga dadanya. Kandungannya baru memasuki usia tigapuluh dua minggu, HPL-nya masih dua bulan lagi. Edgar juga sama paniknya dengan Indira, terus menambah kecepatan mobilnya agar segera tiba di rumah sakit. Edgar mencoba untuk tetap tenang, menepis semua hal-hal negatif yang mulai bermunculan di dalam kepala. “Tahan, ya. Sebentar lagi kita sampai rumah sakit,” ucap Edgar. Indira meringis sambil menyentuh perutnya sendiri. Saking kalutnya, perempuan itu sampai tak dapat mengucapkan sepatah kata. Setibanya di rumah sakit, Edgar langsung menggendong Indira menuju IGD. Perawat lekas memanggil residen obgyn untuk melakukan pemeriksaan awal, agar selanjutnya bisa diskusi dengan konsulen mengenai tindakan yang harus diambil. Dan, dari hasil pemeriksaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa

  • Gadis Rahasia Sang Pewaris   Bab 107

    Indira menarik napas dalam-dalam, lalu mengembuskannya secara perlahan. Momen yang ditunggu-tunggu akhirnya datang, tapi entah bagaimana Indira malah gugup luar biasa. “Jangan nervous, Ndi. Pasti lancar, kok,” ucap Kiran sambil menyerahkan sebotol air mineral. Indira duduk di atas kursi, menerima sebotol air yang disodorkan oleh Kiran. Saat ini mereka berada di depan ruang sidang, menunggu dosen pembimbing dan penguji datang. Jadwal sidangnya pukul setengah sembilan, tapi Indira sengaja berangkat ke kampus sejak pukul tujuh untuk membaca ulang catatan-catatan penting yang telah dibuat. Perempuan itu mengenakan baju hitam-putih, seperti kandidat karyawan yang akan melakukan tahapan interview. Perutnya tak bisa lagi ditutupi dengan blazer, sehingga siapa pun yang melihat pasti langsung tahu kalau Indira Kalani sedang berbadan dua. Kandungannya sudah berusia tujuh bulan, gerakan si bayi semakin aktif. Bahkan ketika Indira sedang gugup, si bayi menendang-nendang dengan cukup kuat. Se

  • Gadis Rahasia Sang Pewaris   Bab 106

    Saat kandungannya semakin membesar, Indira makin sulit menutupi baby bumpnya. Hari ini ia harus berangkat ke kampus untuk bimbingan, tapi agak ragu kalau harus muncul di kampus dengan perut besarnya. Bagaimana kalau ia kembali menjadi pusat perhatian? Bagaimana kalau ada rumor aneh yang berkembang di antara teman-teman satu angkatan? Indira sudah mencoba untuk menutupi perutnya dengan sweater dan jaket. Tapi, usahanya terbuang sia-sia karena baby bumpnya tetap terlihat dengan jelas. Awalnya Indira berniat untuk membatalkan jadwal bimbingan. Tapi, sedetik kemudian perempuan itu mengingat bahwa menyelesaikan skripsi sebelum melahirkan adalah prioritas yang harus diutamakan. Maka, akhirnya Indira berangkat ke kampus bersama Pak Rahmat. Tiba di pelataran parkir pada pukul sembilan pagi, masih ada sisa waktu satu jam sampai bimbingan dimulai. Yeah, Indira datang lebih awal karena khawatir terjebak macet, tapi ternyata jalanan cukup senggang pagi ini. Indira turun dari mobil dengan tote

  • Gadis Rahasia Sang Pewaris   Bab 105

    Indira berhasil melewati trimester pertama kehamilan yang terasa sangat berat. Saat mulai masuk trimester kedua, morning sicknessnya mulai berkurang. Indira bisa menelan lebih banyak makanan, bahkan bisa mengonsumsi telur dan ayam yang tadinya dapat memancing rasa mual. Sebuah hal yang patut disyukuri, meskipun tubuhnya jadi mudah lelah karena perutnya yang kian membesar. Perkuliahan semester genap telah berakhir. Indira bisa sedikit bersantai karena semester depan tak ada jadwal kelas yang tersisa, hanya perlu fokus mengerjakan skripsinya. Sesekali datang ke kampus untuk bimbingan. Setidaknya, Indira tidak perlu terus berkeliaran di kampus dengan perut besarnya (yang pastinya akan menjadi pusat perhatian). Minggu lalu, Indira sudah melakukan USG. Menurut penjelasan dokter, bayi yang ada di dalam kandungan Indira diprediksi berjenis kelamin laki-laki. Tentu saja Edgar sangat bahagia, sebab sebentar lagi akan ada versi kecil dari dirinya. Hari ini Edgar mengajak Indira ke baby shop

  • Gadis Rahasia Sang Pewaris   Bab 104

    Indira bahagia menyambut kepulangan Papa Danu dan Ezra. Rumah tak lagi terasa sepi dan kosong. Saat siang hari, Indira bisa mengobrol dengan Papa Danu atau Ezra, sehingga tak perlu termenung seorang diri di dalam kamar dan merebahkan tubuh di atas ranjang. Saat ini Indira sedang berada di attic room, menemani Ezra yang sedang melukis. Edgar pasti mengomel panjang lebar kalau mengetahuinya, tapi Indira tak peduli. Lebih baik mengobrol dengan Ezra daripada hanya merebahkan tubuh di atas ranjang seperti orang yang sedang sakit parah. “Jujur, aku kaget waktu tahu kamu positif hamil. I mean, dulu kamu pernah bilang soal rencana nunda momongan,” ucap Ezra sambil menggerakkan kuasnya di atas palet. Indira tersenyum tipis, kemudian berkata, “kehamilan yang nggak direncanakan, Mas. Saya juga kaget banget waktu lihat dua garis di atas testpack, sampai nangis. Karena saya merasa belum siap punya anak, masih mau menikmati masa muda dan ngejar impian.” “I see. Pasti berat banget, ya?”“Iya, a

  • Gadis Rahasia Sang Pewaris   Bab 103

    Sebelum positif hamil, Indira sempat berencana untuk mengikuti program paid internship lagi. Untuk mengisi libur semester, sekaligus mencari pengalaman dan ilmu. Tapi, akhirnya rencana itu dibatalkan. Indira memutuskan untuk fokus memanfaatkan waktu luangnya untuk mengerjakan skripsi, plus memperdalam pengetahuannya tentang parenting. Indira berusaha menyingkirkan ambisinya. Toh, liburan semester kemarin ia sudah sempat menjadi intern selama tiga bulan. Meskipun ilmu yang didapatkan belum seberapa, setidaknya Indira sudah paham bagaimana sebuah perusahaan bekerja. Indira berdiri di depan standing mirror sambil mengusap perutnya sendiri. Baby bumpnya semakin terlihat. Apabila jalan-jalan di tempat umum, orang-orang pasti langsung tahu kalau Indira sedang berbadan dua. Perempuan itu mengembuskan napas, kemudian mengusap perutnya dengan lembut. Seolah sedang berkomunikasi dengan janin kecil yang ada di dalam sana. Beberapa saat kemudian, Edgar keluar dari kamar mandi. Langsung membuk

DMCA.com Protection Status