"Layla, kau kenapa? Manyun terus? Kau kan sudah punya Papa. Kenapa masih cemberut?" Pertanyaan itu terlontar dari bibir Leo, Cucu dari Tuan Oktav, penasihat keluarga Jazvier. Anak laki-laki itu diperintah oleh Kakeknya menemani Layla, baik di sekolah, maupun di mansion. Dan mereka saat ini bermain dekat sungai. Leo memperhatikan Layla yang tidak cerewet seperti biasanya, bahkan pertanyaan Leo pun juga tidak dijawab. "Layla," panggil Leo lagi, anak laki-laki itu menekan pipi bulat Layla dengan jari telunjuknya. "Batraimu lobath hah? Kok diam saja? Aku pergi nih!" "Jangan! Jangan pergi!" Layla menarik lengan Leo. "Kalau Leo pergi, Layla adukan ke Opa, biar Leo dipecat jadi bodyguard-nya Layla!" Anak laki-laki kecil itu merotasikan kedua matanya. "Ya, memang lebih baik dipecat saja," lirih Leo. "Itu... Leo, Papanya Layla mau pergi. Mama sedih kalau Papa pergi," ujar Layla. "Sedih kenapa? Papaku juga pulang pergi setiap bulan, Mamaku biasa saja." Leo membeo. "TAPI INI BEDA!" teria
"Besok pagi kita pergi berburu ya, Paman. Aku sama Kakek masih menginap di sini sampai dua hari." Nathan tersenyum tipis pada Aaron. Anak itu baru saja pulang dari rumah Aaron setelah sejak siang ia berada di sana."Iya, besok Paman temani." Aaron melambaikan tangannya pada Nathan. "Kudanil pulang sana! Anak nakal!" teriak Layla dari dalam ia mengintip di jendela. Nathan menoleh, lalu membuang muka dan segera pergi. Anak laki-laki itu membiarkan Layla yang mengejeknya. Setelah Nathan pergi, baru Aaron masuk ke dalam rumah dan sang putri pun berlari memeluk tubuh Aaron dengan erat. "Papa, kudanil nakal. Tadi bilang Layla kayak anak kucing, terus Layla cengeng katanya. Papa jangan temenan sama kudanil, jangan pokoknya!" seru Layla memeluk leher Papanya erat-erat. "Nyatanya? Layla nakal tidak?" tanya Aaron. "Huum, tapi cuma sedikit kok, tidak banyak. Layla cengengnya juga sedikit," jawabnya dengan bibir cemberut. Aaron terkikik geli, ia menurunkan Layla dan anak itu seketika berl
Hari ini ada pesta di kediaman besar keluarga Jazvier, seperti biasa kalau keluarga itu mengadakan pesta tahunan. Dan tahun-tahun sebelumnya Valia tidak pernah ikut. Tapi berbeda dengan pesta hari ini. Valia pergi ke mansion bersama dengan Aaron. Digandeng dengan hangat tangan Valia oleh Aaron seolah menunjukkan inilah wanitanya. "Valia, kenapa baru muncul? Kemarin ke mana, Sayang? Jangan bilang sakit, ya?" tanya Rosalia dan Caroline menatap Valia yang berdiri di samping Aaron. "Tante Nadine melarang Valia ke sini," jawab Aaron sebelum Valia berucap. Di sana, Caroline langsung berdecak. Wanita itu menarik lengan Valia dan diajaknya berkenalan dengan para tamunya, dan jelas saja Layla juga ada di sana. Anak itu sedang mengejar Nathaniel. Caroline membawa Valia mendekati seorang wanita setengah baya yang duduk di sofa bersama suaminya dan juga Rodrick. "Sarah, perkenalkan ini Cucu menantuku yang akan menikah tiga hari lagi," ujar Caroline pada wanita itu. Seketika, wanita cantik
Pesta malam ini berlangsung meriah, di mansion Keluarga Jazvier sangat-sangat ramai dengan para tamunya. Di sana, Layla paling heboh melihat para tamu yang berdatangan. Gadis kecil itu berlari kabur dari pengawasan Rosalia, ia hendak pulang menjemput Mama dan Papanya. Namun tiba-tiba saja, Layla terjatuh di dekat taman. "Aduhhh... Heum, sakit," cicitnya langsung duduk di atas rumput dan mengusap lututnya. "Hei, kau tidak papa nak?" Seorang laki-laki mendekati Layla dan menolongnya. "Sakit Paman, ini luka." Layla menunjukkan lututnya yang terluka pada laki-laki itu. "Tapi tidak papa, Layla itu kuat kok!"Laki-laki itu tersenyum. Sejenak dia terpaku menatap wajah Layla, ada sesosok yang tersirat di wajah anak yang kini berdiri tersenyum manis di hadapannya. Rambutnya cokelat sama dengan manik matanya, pipi gembil bulat putih dan merona merah muda, mata lebar indah, dan bibir tipis, hidung mungil dan dia cantik, sangat cantik hingga membuat laki-laki itu ingin memeluknya. "Avalia,"
Setelah pesta selesai, Layla dibujuk-bujuk oleh Jeselin hingga luluh, anak itu meminta untuk tidur bersama dengan Oma-nya di mansion. Valia bersama Aaron kembali ke rumah. Setelah mengganti pakaiannya, Valia beralih mendekati Aaron yang juga baru saja mengganti pakaiannya. Tiba-tiba Valia memeluk tubuh Aaron dari belakang. "Dia memelukku," ujar Valia lirih. "Dan dia sebenarnya harus dihukum," jawab Aaron, ia membalikkan badannya beralih memeluk Valia. "Atau, Sayangku ini yang harus aku hukum, karena berani berpelukan dengan laki-laki lain di depanku, Suamimu." "Eum... Masih kurang satu hari lagi," lirih Valia terkekeh. Aaron ikut tersenyum, ia menundukkan kepalanya dan mengecup kening Valia. "Kau tidak cemburu, Aaron?" tanya Valia mendongak menatap wajah Aaron.Laki-laki itu menyipitkan kedua matanya. "Sangat. Aku sangat cemburu," jawab Aaron. Masih dengan mendekap erat tubuh Valia, Aaron membawa gadis itu berjalan mendekati ranjang. Mereka berdua berbaring di sana, Valia men
"Sekarang, aku menjadi seorang istri. Wanita yang hanya demiliki oleh Aaron, seumur hidupnya. " Valia berdiri di depan cermin, ia tersenyum haru menatap pantulan dirinya dengan balutan gaun pengantin mewah, make up natural, dan hair piece kain putih beserta mahkota kecil yang membuat dirinya semakin cantik. Usai mereka meresmikan pernikahan mereka pagi tadi, Valia kembali ke kamarnya. Ia melangkah berdiri di depan jendela di dalam kamar hotel megah milik keluarga Jazvier. Air matanya tiba-tiba menetes, meskipun tidak merusak riasan wajahnya sama sekali. Jemari gadis itu menyentuh kaca jendela besar dan Valia menangis. "Ma, Pa, Valia... Valia sekarang sudah menikah. Valia sekarang sudah menjadi seorang istri dan seorang Mama. Papa dan Mama, doakan Valia selalu, semoga kalian tenang di surga." Valia meremas gaun pengantinnya dan naik turun dadanya. Di luar, banyak sekali tamu yang datang, dan hanya Valia yang bersembunyi. Pintu kamar pun terbuka, Aaron yang sejak tadi bingung menc
"Sshhhttt... Sebentar ya Sayang, jangan menangis. Susu stroberinya sebentar lagi datang." Valia mengusap punggung kecil Layla dan mondar-mandir di depan kamar hotelnya. Tangisan Layla terdengar lirih, namun ia masih merengek-rengek menyembunyikan wajahnya dalam ceruk leher sang Mama. Dari ujung lorong, Valia melihat Aaron berjalan cepat ke arahnya dan membawa botol milik Layla. "Loh, tadi yang membawa botolnya-" "Dia bertemu denganku di bawah, Sayang. Ini masih hangat." Aaron menyerahkan sebotol susu stroberi itu pada Valia. Layla menoleh dan menatap Papanya dengan ekspresi sedih bercampur mengantuk sebelum dia mengulurkan kedua tangannya. "Huwaa... Papa!" rengeknya. "Hei, anak pintar kenapa menangis? Kenapa Sayang? Ini ayo minum susu stroberinya punya Layla, bobo saja sambil gendong Papa, hem?" Aaron menggendong Layla dan menggantikan Valia.Putri kecilnya itu mengangguk dan diam menutup kedua matanya seraya memeluk botol miliknya. Valia seketika merasa lega, mereka masuk ke
Hari sudah pagi, Valia dan Aaron baru saja sampai di mansion. Semua orang di sana kini memanggil Valia dengan panggilan Nyonya Aaron, itu sangat menggelitik dan manis. Mereka semua tengah berkumpul di rumah Rodrick, sang Kakek mengajak mereka semua sarapan bersama pagi ini. "Layla, sudah tidak marah lagi?" tanya Peter pada Cucunya. "Tidak Opa, Layla sudah tidak marah. Papa sekarang dipeluk Layla!" seru anak itu memeluk Aaron dengan erat dan duduk dipangkuannya. "Hem... Manjanya!" sahut Rosalia terkekeh gemas. Mereka semua menoleh ke arah Victor dan Selin yang kini muncul, Selin duduk tepat di hadapan Valia dan Aaron. "Kalian berdua baru sampai?" tanya Caroline menatap Victor. "Iya Oma, semalam... Semalam aku mabuk," jawab Victor. "Astaga, Victor..." Tatapan Victor tertuju pada Valia yang tengah mengambilkan sarapan untuk Aaron dan Layla. Gadis itu sangat cantik pagi ini, dia juga terlihat merias sedikit wajahnya dan memakai lipstik merah muda yang cantik. Rambut panjangnya t