Jangan Memandang Remeh Orang Lain"Sudah bisa berangkat nyonya?" tanya Aldo."Iya Aldo, ayo kita pergi," ucap Devanka. Mobil melaju, siap menerobos padatnya kota Jakarta, menuju ke mall terbesar di kota ini, terbesar dan terlengkap, milik keluarga Hamzah, keluarganya."Aldo, Nori, nanti kalian ikut turun dan menemani aku belanja ya," ucap Devanka."Siap nyonya, saya dengan siap sedia akan menemani nyonya ke manapun nyonya pergi," ucap Nori."Nyonya tenang saja, Nori cukup berpengalaman untuk urusan belanja, nyonya bisa mengandalkannya," ucap Aldo."Dia bertugas bagian belanja bulanan, dia cukup memahami nyonya," lanjut Aldo."Wah bagus sekali, dulu aku juga pernah bekerja di supermarket di mall Hamzah, hanya sebentar," ucap Devanka."Benarkah nyonya, saya setiap bulan mengunjungi supermarket di Mall Hamzah," ucap Nori."Iya nyonya, selesei belanja Nori akan berkeiling mall, tapi dia memakai baju dinas jadi tidak ada yang mempersilahkan dia masuk," ucap Aldo seraya tertawa."Iya Aldo k
Kecantikan AlamiDevanka, Nori dan Aldo sampai di depan gerbang rumah, gerbang besi tinggi dan megah itu. Kedua satpam membukakan pintu gerbang untuk mereka, mobil melaju masuk. Nori segera turun dari mobil dan membukakan pintu mobil untuk Devanka. "Terimakasih Nori, tolong kau bagikan yang tadi kita beli untuk semua orang, bingkisan untuk kakek biar aku yang bawa," ucap Devanka."Baik nyonya," ucap Nori. Aldo turun dari mobil dan membawakan barang belanjaan Devanka yang begitu banyaknya, sangat banyak sekali dan jika di total mungkin ada beberapa milyar yang dihabiskan dalam sekali waktu. Nori terlihat membawa beberapa kantong plastik yang berisi makanan."Hei kalian, sini," panggil Nori pada kedua satpam. Mereka berdua buru buru mendekat dan Nori memberikan satu kantong yang berisi kotak makanan kepada mereka."Terimakasih nyonya Devanka," ucap kedua satpam."Sama sama, semoga kalian suka ya," ucap Devanka, lalu dia masuk ke dalam rumah dengan membawa bingkisan untuk kakek Hamzah.
Ciuman BergairahDevanka tampil begitu cantik, berjalan dengan anggun di sisi Reynold, memasuki gedung hotel yang menjadi tempat pertemuan penting. Pertemuan untuk para pengusaha muda, semua berkumpul, pengusaha sukses dibawah usia tiga puluh lima tahun.Reynold terlihat melonggarkan sikunya, memberi ruang untuk Devanka menyelipkan tagannya. Isyarat itu diterima oleh Devanka dan Devankapun menyelipkan tangannya di antara siku dan pinggang Reynold, menggenggam tangan Reynold begitu erat, begitupun Reynold, terlihat menjaga Devanka dalam setiap langkah.Banyak orang berkumpul di sana, para pengusaha sukses, beserta pasangannya masing masing. Reynold terlihat berbincang dengan beberapa orang, beberapa kali mengenalkan Devanka sebagai istrinya. Mereka terlihat bahagia, menebarkan senyum merekah disepanjang perjumpaan dengan orang di sekitar."Oh jadi itu istri Reynold Hamzah dari Hamzah grup," ucap salah seorang wanita kepada wanita lain seraya memandang sinis ke arah Devanka yang berdiri
Kenyataan pahit yang manisMonalisa masuk ke dalam apartemennya, melempar kantong plastik yang baru saja didapatnya dari apotik. Dia terlihat duduk di kursi, menengadahkan kepalanya lalu mengerang kesal."Aku harap apa yang aku perkirakan tidak pernah terjadi," gumam Monalisa. Dia terlihat beranjak dari posisi duduknya, berdiri meraih kantong plastik yang dilemparnya ke atas tempat tidur. Sejenak Monalisa memandang ke arah kantong plastik itu."Apa aku berani?" Gumam Monalisa. Dia terlihat menarik nafas panjang sebelum memilih untuk melangkahkan kaki ke arah kamar mandi. Di depan pintu kamar mandi dia sempat berdiri sejenak, menarik nafas panjang untuk kesekian kalinya, lalu masuk ke dalam kamar mandi.Monalisa mengeluarkan pregnancy test atau alat tes kehamilan dari dalam kantong plastik putih itu. Dengan hati hati mulai menggunakannya, memberikan sedikit air urin atau air kencing ke bagian cekung yang ada di alat tes kehamilan itu. Dia meletakkan alat itu di atas tempat mencuci tang
Keputusan MonalisaMonalisa melangkahkan kaki masuk ke dalam gedung kantor Reynold. Dengan yakin dan senyum kemenangan yang siap menjadi pengiring. Langkahnya ringan, begitu tenang dan penuh keyakinan tinggi, sepertinya akan ada prahara yang terjadi."Maria, saya ingin bertemu Reynold," ucap Monalisa pada Maria, resepsionis yang kadang juga merangkap menjadi asisten kepercayaan Reynold. "No-nona Monalisa," ucap Maria gugup. "Saya konfirmasikan dulu kepada sekretaris Pete," ucap Maria."Kenapa harus konfirmasi, saya langsung saja masuk," ucap Monalisa yang terlihat bersiap untuk melangkahkan kaki menuju ke ruangan Reynold."Maaf nona, tidak bisa seperti itu, saya harus menanyakan dulu apakah tuan muda berkenan untuk menemui nona," ucap Melodi asisten sekretaris Pete yang tiba tiba menghadang Monalisa."Nona Melodi, nona Monalisa memaksa masuk tanpa harus konfirmasi lebih dulu," ucap Maria. Mendengar itu Melodi memberi isyarat akan mengambil alih menangani Monalisa yang mereka tahu me
Kebingungan ReynoldReynold keluar dari ruangannya, dengan wajah sedikit masam, seperti ada hal besar yang sedang mengganggu fikirannya."Tuan muda, ada masalah apa? sepertinya ada hal yang begitu mengganggu fikiran tuan muda," tanya sekretaris Pete."Ti-tidak paman, aku hanya sedikit lelah," ucap Reynold yang masih menyembunyikan mengenai kehamilan Monalisa. Reynold tahu, sekretaris Pete adalah paman Devanka, dia tidak bisa seenaknya menceritakan hal itu, begitu sensitif, walaupun dia tahu, sekretaris Pete selalu memiliki ide ide cemerlang dalam menyeleseikan setiap masalahnya."Aku tidak bisa cerita dengan paman Pete, dia paman Devanka, apa yang harus aku lakukan," gumam Reynold dalam hati."Paman, apa paman akan langsung pulang? tanya Reynold yang sepertinya hanya berbasa basi."Iya tuan muda, saya akan langsung pulang," jawab sekretaris Pete."Ya sudah paman, aku juga akan langsung pulang," ucap Reynold yang mulai terlihat berjalan menuju ke arah mobilnya.Di depan lobby sudah ada
Keberanian ReynoldPagi hari di kediaman keluarga Hamzah.Reynold sudah berada di dalam mobil, melambaikan tangan ke arah Devanka. Mobil melaju dengan mulusnya, bersiap mengarungi jalanan ibu kota, ke kantor megah yang berada di pusat kota."Tuan, bagaimana, apakah tuan muda sudah memberitahu nyonya?" tanya Aldo."Aku tidak memiliki keberanian Aldo," ucap Reynold."Sebaiknya tuan muda segera menyampaikannya sebelum nyonya mengetahuinya dari orang lain," ucap Aldo."Ya, yang kau katakan itu memang benar, aku akan mencari waktu yang tepat," ucap Reynold."Aku memutuskan untuk memberitahu paman Pete," lanjut Reynold."Saya rasa paman Pete orang yang bijaksana dan memiliki pemikiran terbuka tuan," ucap Aldo. "Iya, aku rasa begitu, sebelum memberi tahu Devanka aku akan meminta pertimbangan paman Pete," ucap Reynold. ****Di kantor Reynold, tepat di ruangannya. Reynold menatap layar laptop namun fikirannya tidak berada di sana. "Tuan muda," sapa sekretaris Pete."Tuan," ucap sekretaris
Tangis DevankaJam menunjukkan pukul 15.00, tidak biasanya Reynold pulang lebih awal. Reynold masuk ke dalam kamarnya dan mendapati Devanka sedang duduk di atas tempat tidurnya seraya melihat hasil foto foto pernikahan mereka."Rey?" ucap Devanka ketika melihat Reynold masuk ke dalam kamar."Kau sudah pulang? Kau rindu padaku ya," ucap Devanka seraya tersenyum."I-iya, ucap Reynold gugup. Reynold terlihat berjalan menuju ke arah Devanka, duduk di sampingnya, tanpa aba aba memeluk Devanka dengan erat, begitu erat, hingga Devanka menyadari ada hal yang sepertinya tidak biasa."Ada apa Rey?" tanya Devanka mulai khawatir. Reynold masih belum mengatakan apapun, dia memeluk Devanka dengan begitu erat. Devanka berusaha memberikan pelukan penerimaan, penenangan dan berusaha membuat Reynold nyaman."Ada masalah?" tanya Devanka lirih. Reynold terlihat melepas pelukan itu, lalu menatap tajam ke arah Devanka, tepat di matanya."Dev, ada hal penting yang ingin aku sampaikan," ucap Reynold terdeng
Semuanya MembaikSatu tahun berlalu, sepertinya semuanya membaik. Aron sudah sehat, menjadi anak yang ceria, namun dia tetap harus mendapatkan terapy untuk tumbuh kembangnya. Benturan di kepala ketika kecelakaan yang dia alamai setahun yang lalu menyisakan masalah yang harus diseleseikan, tubuhnya harus banyak dilatih supaya bisa tumbuh dengan normal, namun semuanya bisa diatasi, dia tumbuh dengan baik. Aron memiliki sumber daya, dia menjadi putra tertua Reynold Hamzah.Tuan Domani mendapatkan hukumannya, sesuai dengan kejahatan yang dia lakukan. Dia akan lama berada di penjara, lebih dari sepuluh tahun. Dia dan istrinya memutuskan untuk berhenti memperjuangkan Aron, menyerahkan Aron pada tangan yang tepat. "Ayah pulang," ucap Reynold ketika masuk ke dalam kamar anak anaknya. Di sana terlihat Aron sedang bermain dengan perawat Susi, sedangkan Arion, putra keduanya yang berusia lima bulan berada di gendongan Devanka. Mendengar suaminya datang, Devanka memberi isyarat kepada Reynold un
Tabir Rencana PembunuhanTuan Domani masuk ke dalam kamarnya, dia mulai duduk di tempat tidur. Dia terlihat menghela nafas panjang, lalu mulai menangis sejadi jadinya, dia tidak menyangka apa yang direncanakannya justru menyebabkan penyesalan yang mendalam. Tuan Domani mengingat waktu ketika dia bertemu dengan dua orang kepercayaannya.Di ruang kunjungan penjara, terlihat tuan Domani sedang menemui pengunjung yang merupakan dua orang anak buahnya, anak buah kepercayaannya."Semua sudah siap tuan, kami akan melaksanakan semua perintah tuan," ucap salah seorang. "Baiklah, lakukan dengan baik, saya tidak ingin ada kesalahan sekecil apapun," ucap tuan Domani. "Baik tuan, kami akan mulai mengintainya, dan ketika ada kesempatan, kami akan segera melaksanakan rencana itu," ucap orang yang lain. Dua orang dengan pakaian serba hitam itu terlihat begitu serius dan menakutkan. Sepertinya ada rencana jahat yang serang mereka rencanakan. Satu jam sebelumnya, tuan Domani sudah bertemu dengan asi
Tersandung RasaDevanka dan Reynold sudah berada di rumah sakit tempat pembacaan hasil tes DNA, di sana sudah ada cukup banyak wartawan, perwakilan dari rumah sakit, dan beberapa orang yang memiliki kepentingan. Dari pintu terlihat seorang wanita yang tidak asing bagi Reynold."Kenapa dia ada di sini," bisik Reynold seraya melihat ke arah wanita bertubuh tambun itu. Terlihat elegan, berkelas dengan dress warna putih, membuat penampilannya menarik walaupun berbobot lebih dari delapan puluh kilogram."Siapa Rey?" tanya Devanka."Dia," ucap Reynold seraya melihat ke arah wanita itu. Devanka mengarahkan matanya, terlihat mengerutkan dahi, lalu dia menyakini bahwa belum pernah melihat wanita itu sebelumnya. "Dia nyonya Domani, istri dari presdir Domani. Untuk apa dia datang, dia juga di temani pengacara," ucap Reynold."Apa jangan jangan," ucap Reynold terhenti ketika melihat seseorang mulai berbicara dari alat pengeras suara.Salah seorang perwakilan dari rumah sakit terlihat sudah menai
Upacara PemakamanSemua orang mengantar kepergian Monalisa, dengan tatapan kesedihan, hati yang lara, menyakitkan, seorang ibu harus meninggalkan anaknya yang masih berusia tiga bulan bulan. Bayi kecil itu bahkan belum mengenal ibunya dengan baik, belum belajar memanggilnya, mengenali suaranya dengan jelas, belum meraba raba wajahnya, banyak hal yang belum dilakukan dan itu sangat menyayat hati.Semua orang memakai pakaian serba hitam, menandakan hati yang sedang kelam. Devanka terus menangis, menempel di dada suaminya, mencari perlindungan dari rasa sakit kehilangan. Monalisa di makamkan di area pemakaman elit untuk kelas atas, yang memiliki harga hampir setengah miliar per kaplingnya. Tuan besar Hamzah mengatur semua upacara pemakaman dan Monalisa mendapatkan penghormatan terakhirnya dengan layak.Di dalam penjara, ayah Monalisa menatap tembok, menyembunyikan kepedihannya. Dari punggungnya terlihat bahwa dia sedang menangis, tersedu sedu, seorang pria yang sangar akhirnya bisa tumba
Cinta MembaraJaksa Putri sampai di rumah sakit, dia dan Evo segera berlari masuk. Di depan pintu unit gawat darurat ada tuan muda Reynold, inspektur Yusuf, sekretaris Pete dan juga beberapa anak buah dari inspektur Yusuf.Langkah Evo terhenti, dia terdiam sejenak."Itu inspektur Yusuf?" tanya Evo."I-iya, kau mengenalnya? tanya jaksa Putri."Ayo kita segera mendekat ke sana," ucap Evo yang kemudian melanjutkan langkahnya mendekat ke arah ruang unit gawat darurat."Selamat malam," sapa jaksa Putri pada semua orang yang ada di sana."Oh, jaksa Putri, kau juga ada di sini?" tanya inspektur Yusuf."Jaksa Putri menangani kasus Monalisa," ucap sekretaris Pete."Oh begitu rupanya, bagaimana kelanjutan kasusnya?" tanya inspektur Yusuf."Hasil tes DNA akan diumumkan besok pagi, kasus ini mendekati akhir," ucap inspektur Yusuf."Walaupun dia sudah tidak ada, kau harus menuntaskan kasusnya, hingga selesei," pinta inspektur Yusuf."Ti-tidak ada?" tanya jaksa Putri yang belum mengerti dengan situ
Debaran Hati Sang JaksaTiba tiba seolah awan mendung berkumpul di langit, sunyi sepi, dengan hembusan angin dingin. Sebentar lagi badai kepedihan akan menerjang. Kabar duka ini sungguh sangat mengerikan.Devanka terhuyung, pandangannya gelap, lalu tidak sadarkan diri."Rey," bisiknya setelah tersadar dan dia mendapati dirinya sudah berada di sebuah ruang perawatan."Dev, kau sudah siuman," bisik Reynold seraya mendekat ke arah Devanka, menggenggam tangannya lalu memeluknya erat untuk sekedar menyalurkan perasaan."Aku sungguh tidak menyangka Monalisa akan seperti ini," ucap Devanka, lalu dia kembali menangis. "Tenanglah," bisik Reynold. "Ada Aron yang harus kau pikirkan, kau harus bangkit dan kuatkan hatimu," bisik Reynold."Anak sekecil itu Rey, dia harus kehilangan ibunya," ucap Devanka dalam tangis."Rey, kakek sudah meminta orang untuk menyiapkan prosesi pemakaman, kita urus saja," ucap kakek Hamzah seraya memegang bahu Reynold."Baik kek," ucap Reynold. Devanka melepaskan pel
Sebuah KehilanganReynold dan Devanka masuk ke dalam rumah sakit. Mereka terlihat gugup, mencari keberadaan Monalisa juga Aron."Nur, hubungi Aldo dan sekretaris Pete, minta mereka menghubungi inspektur Yusuf untuk mengurus masalah ini," pinta Reynold pada pengawal Nur."Baik tuan," ucap pengawal Nur yang kemudian segera menjalankan perintah tuan mudanya itu.Beberapa saat kemudian, Aldo dan sekretaris Pete sudah ada di gurun hijau, bersama dengan inspektur Yusuf dan tim investigasi. "Ini semua rekaman kamera pengawas yang ada di tempat ini, mereka benar benar sudah merencanakannya," ucap inspektur Yusuf yang terlihat mengecek hasil tangkapan kamera pengawas yang dia kumpulkan."Mereka mensabotase kamera pengawas, semuanya," ucap inspektur Yusuf. Mendengar hal itu, Sekretaris Pete terlihat berpikir."Bagaimana dengan kamera dashboard? mobil antik tuan besar Hamzah di pajang di gedung ini, berhadapan langsung dengan lapangan golf. Mobil itu dilengkapi kamera dashboard yang selalu meny
Tragedi Pesta LampionDevaka terlihat begitu cantik, dengan gaun berwarna putih, transparan di bagian lengan dan punggung. Perutnya yang sudah terlihat lebih menonjol membuat penampilannya semakin menawan, ibu hamil yang mempesona. Kehamilannya memasuki usia tiga bulan, kehamilan yang sehat dan di dambakan hampir semua orang, karna Devanka sama sekali tidak merasa repot, mual muntah berlebihan, sakit di sana sini, dia tidak merasakan itu semua, perasaannya hanya sangat bahagia, menerima kehamilannya dengan perasaan luar biasa."Kau cantik," ucap Reynold."Terimakasih, apa tidak terlihat gendut? sepertinya berat badanku naik," ucap Devanka."Tidak dan tidak menjadi masalah, kau harus banyak makan, supaya kehamilanmu sehat," ucap Reynold yang terlihat memeluk Devanka dari belakang, tepat di depan cermin besar yang ada di kamarnya. "Semoga kau tidak melihat wanita lain setelah melihatku bertambah berat badan," ucap Devanka seraya tersenyum."Tidak mungkin, aku hanya jatuh cinta padamu,"
Kasih Tulus Devanka pada AronDevanka dengan telaten mengurus Aron, terlihat seperti tidak merasa lelah sedikitpun. Monalisa melihat ketulusan itu, rasa kasih dan sayang itu, apa mungkin dia selama ini sangat keterlaluan pada Devanka, seperti duri di dalam daging, seperti bayangan buruk, seperti musuh dalam selimut, hatinya tidak benar benar tulus. Dia ingat ketika Miki atau lebih dikenal dengan Mike membuatnya jatuh dari tebing, walaupun bukan dia secara langsung, namun orang suruhan itu berhasil membuat Devanka dan Reynold melewati hari hari sulit di kota kecil.Devanka berusaha membuat Aron tersenyum, dengan senyumnya, ekspresi lucu wajahnya, nada suara lucunya, terlihat seperti seorang ibu yang sedang bermain dengan anaknya. Monalisa masih menatapnya dengan segala pandangan rasa, dia mulai merasa Devanka lebih pantas menjadi ibu Aron daripada dirinya."Ada apa?" tanya Devanka yang ternyata mengamati Monalisa sedari tadi."Ti-tidak, Aron beruntung memilikimu," ucap Monalisa."Apa