Tabir Rencana PembunuhanTuan Domani masuk ke dalam kamarnya, dia mulai duduk di tempat tidur. Dia terlihat menghela nafas panjang, lalu mulai menangis sejadi jadinya, dia tidak menyangka apa yang direncanakannya justru menyebabkan penyesalan yang mendalam. Tuan Domani mengingat waktu ketika dia bertemu dengan dua orang kepercayaannya.Di ruang kunjungan penjara, terlihat tuan Domani sedang menemui pengunjung yang merupakan dua orang anak buahnya, anak buah kepercayaannya."Semua sudah siap tuan, kami akan melaksanakan semua perintah tuan," ucap salah seorang. "Baiklah, lakukan dengan baik, saya tidak ingin ada kesalahan sekecil apapun," ucap tuan Domani. "Baik tuan, kami akan mulai mengintainya, dan ketika ada kesempatan, kami akan segera melaksanakan rencana itu," ucap orang yang lain. Dua orang dengan pakaian serba hitam itu terlihat begitu serius dan menakutkan. Sepertinya ada rencana jahat yang serang mereka rencanakan. Satu jam sebelumnya, tuan Domani sudah bertemu dengan asi
Semuanya MembaikSatu tahun berlalu, sepertinya semuanya membaik. Aron sudah sehat, menjadi anak yang ceria, namun dia tetap harus mendapatkan terapy untuk tumbuh kembangnya. Benturan di kepala ketika kecelakaan yang dia alamai setahun yang lalu menyisakan masalah yang harus diseleseikan, tubuhnya harus banyak dilatih supaya bisa tumbuh dengan normal, namun semuanya bisa diatasi, dia tumbuh dengan baik. Aron memiliki sumber daya, dia menjadi putra tertua Reynold Hamzah.Tuan Domani mendapatkan hukumannya, sesuai dengan kejahatan yang dia lakukan. Dia akan lama berada di penjara, lebih dari sepuluh tahun. Dia dan istrinya memutuskan untuk berhenti memperjuangkan Aron, menyerahkan Aron pada tangan yang tepat. "Ayah pulang," ucap Reynold ketika masuk ke dalam kamar anak anaknya. Di sana terlihat Aron sedang bermain dengan perawat Susi, sedangkan Arion, putra keduanya yang berusia lima bulan berada di gendongan Devanka. Mendengar suaminya datang, Devanka memberi isyarat kepada Reynold un
Devanka berjalan dengan santai, menerobos gelapnya malam yang diiringi semilir angin. Sesekali bulu kuduknya berdiri, antara takut atau hanya sekedar karena hembusan angin malam.Biasanya dia tidak pernah pulang selarut ini, hari ini adalah hari yang cukup sial untuknya, karena dia harus lembur tanpa pemberitahuan sebelumnya.Biasanya ketika dia lembur, ada sang ayah yang dengan setia menjemputnya, walau hanya dengan berjalan kaki.Kali ini dia tidak bisa menghubungi ayahnya, ponselnya kehabisan daya dan dia harus lembur di gudang penyimpanan yang letaknya 100 meter dari supermarket tempatnya bekerja.Devanka bekerja di sebuah supermarket ternama di Jakarta, sebuah kota besar yang sangat megah namun kejahatan juga c
Setelah peristiwa itu Devanka membasuh seluruh tubuh dengan air yang keluar dari shower di kamar mandinya. Dia berkali kali menuang sabun dan menggosok tubuh mulusnya itu. Devanka masih mengingat betul ketika pria tua itu menyeret dan membanting tubuhnya ke lantai. Hati dan pikirannya penuh dengan rasa ketakutan yang semakin lama semakin menguasai diri, ketakutakan yang tidak mampu tergambarkan, dia benar benar berada pada titik tertakut di dalam hidupnya. Tidak ada yang terjadi dengan Devanka, namun peristiwa itu memberinya trauma dan ketakutan terse
Satu perawan"Ah, uh, oh, lanjutkan, itu enak sekali," erangan lembut terdengar begitu menggoda. Terlihat Monalisa menggelinjang sejadi jadinya ketika Reynold memainkan lidah di lekuk lehernya. Reynold terlihat begitu lihai, memainkan lidah yang mulai menyusuri lekuk leher Monalisa hingga sesekali naik ke atas telinga dan menciuminya hingga basah. Monalisa begitu menikmati permainan lidah Reynold, tubuhnya menggelinjang dan sesekali terdengar erangan nikmat keluar dari mulutnya seolah ingin membuat Reynold semakin terbakar, hingga terdengar suara pintu diketuk dengan begitu keras.
Sekretaris Pete terlihat berjalan bersama seorang gadis, memasuki gedung perkantoran salah satu milik Hamzah Grup, yaitu tempat yang menjadi kantor tuan muda Reynold. Dengan yakin sekretaris Pete meminta gadis itu untuk masuk ke ruangan tuan muda Reynold. Reynold terlihat mengamati gadis itu dengan seksama. Gadis itu adalah gadis pertama yang dibawa oleh sekretaris Pete di masa pencarian gadis perawan selama lima puluh hari.Gadis lugu dengan penampilan apa adanya. Dari gaya berpakaiannya, sepertinya sekretaris Pete menemukan gadis itu di pinggiran kota. Cukup lama Reynold mengamati gadis yang berusia sekitar sembilan bela
Sekretaris Pete terkejut ketika memasuki ruang kamar kakek Hamzah. Kondisinya sangat berbeda jauh dibandingkan dengan beberapa hari lalu. Kakek Hamzah berdiri dengan tegap, memakai setelan jas putih dengan tongkat andalannya yang dia gunakanan untuk membantunya berdiri lebih seimbang.Rambutnya memang sedikit memutih dan dia sama sekali tidak berniat untuk memolesnya dengan cat warna walau hanya untuk sekedar membuatnya lebih terlihat muda. Usiaya hampir delapan puluh tahun, namun pancaran ketampanananya tidak luntur sedikitpun.Wajahnya berkharisma, teduh dan enak dipandang. Ketampanan yang sudah mendarah daging, mungkin R
Kantor tuan muda Reynold terlihat begitu ramai, ada beberapa orang berdiri di pojok ruang tunggu dan beberapa diantaranya bergerombol di beberapa sudut."Sekretaris Pete!" teriak seorang kariawan wanita yang melihat sekretaris Pete berjalan cepat menuju ke arah ruangannya. "Iya Maria, ada apa?" tanya sekretaris Pete pada wanita muda yang merupakan seorang resepsionis yang bekerja di gedung E, tempat di mana tuan muda Reynold berkantor. "To-tolong saya, beberapa gadis di luar ingin bertemu dengan tuan muda, saya tidak mengizinkanya karena mereka belum membuat janji." Mendengar itu, sekretaris Pete terlihat mengerutkan dahi."Baiklah, coba aku lihat mereka dulu." ucap sekretaris Pete, lalu di
Semuanya MembaikSatu tahun berlalu, sepertinya semuanya membaik. Aron sudah sehat, menjadi anak yang ceria, namun dia tetap harus mendapatkan terapy untuk tumbuh kembangnya. Benturan di kepala ketika kecelakaan yang dia alamai setahun yang lalu menyisakan masalah yang harus diseleseikan, tubuhnya harus banyak dilatih supaya bisa tumbuh dengan normal, namun semuanya bisa diatasi, dia tumbuh dengan baik. Aron memiliki sumber daya, dia menjadi putra tertua Reynold Hamzah.Tuan Domani mendapatkan hukumannya, sesuai dengan kejahatan yang dia lakukan. Dia akan lama berada di penjara, lebih dari sepuluh tahun. Dia dan istrinya memutuskan untuk berhenti memperjuangkan Aron, menyerahkan Aron pada tangan yang tepat. "Ayah pulang," ucap Reynold ketika masuk ke dalam kamar anak anaknya. Di sana terlihat Aron sedang bermain dengan perawat Susi, sedangkan Arion, putra keduanya yang berusia lima bulan berada di gendongan Devanka. Mendengar suaminya datang, Devanka memberi isyarat kepada Reynold un
Tabir Rencana PembunuhanTuan Domani masuk ke dalam kamarnya, dia mulai duduk di tempat tidur. Dia terlihat menghela nafas panjang, lalu mulai menangis sejadi jadinya, dia tidak menyangka apa yang direncanakannya justru menyebabkan penyesalan yang mendalam. Tuan Domani mengingat waktu ketika dia bertemu dengan dua orang kepercayaannya.Di ruang kunjungan penjara, terlihat tuan Domani sedang menemui pengunjung yang merupakan dua orang anak buahnya, anak buah kepercayaannya."Semua sudah siap tuan, kami akan melaksanakan semua perintah tuan," ucap salah seorang. "Baiklah, lakukan dengan baik, saya tidak ingin ada kesalahan sekecil apapun," ucap tuan Domani. "Baik tuan, kami akan mulai mengintainya, dan ketika ada kesempatan, kami akan segera melaksanakan rencana itu," ucap orang yang lain. Dua orang dengan pakaian serba hitam itu terlihat begitu serius dan menakutkan. Sepertinya ada rencana jahat yang serang mereka rencanakan. Satu jam sebelumnya, tuan Domani sudah bertemu dengan asi
Tersandung RasaDevanka dan Reynold sudah berada di rumah sakit tempat pembacaan hasil tes DNA, di sana sudah ada cukup banyak wartawan, perwakilan dari rumah sakit, dan beberapa orang yang memiliki kepentingan. Dari pintu terlihat seorang wanita yang tidak asing bagi Reynold."Kenapa dia ada di sini," bisik Reynold seraya melihat ke arah wanita bertubuh tambun itu. Terlihat elegan, berkelas dengan dress warna putih, membuat penampilannya menarik walaupun berbobot lebih dari delapan puluh kilogram."Siapa Rey?" tanya Devanka."Dia," ucap Reynold seraya melihat ke arah wanita itu. Devanka mengarahkan matanya, terlihat mengerutkan dahi, lalu dia menyakini bahwa belum pernah melihat wanita itu sebelumnya. "Dia nyonya Domani, istri dari presdir Domani. Untuk apa dia datang, dia juga di temani pengacara," ucap Reynold."Apa jangan jangan," ucap Reynold terhenti ketika melihat seseorang mulai berbicara dari alat pengeras suara.Salah seorang perwakilan dari rumah sakit terlihat sudah menai
Upacara PemakamanSemua orang mengantar kepergian Monalisa, dengan tatapan kesedihan, hati yang lara, menyakitkan, seorang ibu harus meninggalkan anaknya yang masih berusia tiga bulan bulan. Bayi kecil itu bahkan belum mengenal ibunya dengan baik, belum belajar memanggilnya, mengenali suaranya dengan jelas, belum meraba raba wajahnya, banyak hal yang belum dilakukan dan itu sangat menyayat hati.Semua orang memakai pakaian serba hitam, menandakan hati yang sedang kelam. Devanka terus menangis, menempel di dada suaminya, mencari perlindungan dari rasa sakit kehilangan. Monalisa di makamkan di area pemakaman elit untuk kelas atas, yang memiliki harga hampir setengah miliar per kaplingnya. Tuan besar Hamzah mengatur semua upacara pemakaman dan Monalisa mendapatkan penghormatan terakhirnya dengan layak.Di dalam penjara, ayah Monalisa menatap tembok, menyembunyikan kepedihannya. Dari punggungnya terlihat bahwa dia sedang menangis, tersedu sedu, seorang pria yang sangar akhirnya bisa tumba
Cinta MembaraJaksa Putri sampai di rumah sakit, dia dan Evo segera berlari masuk. Di depan pintu unit gawat darurat ada tuan muda Reynold, inspektur Yusuf, sekretaris Pete dan juga beberapa anak buah dari inspektur Yusuf.Langkah Evo terhenti, dia terdiam sejenak."Itu inspektur Yusuf?" tanya Evo."I-iya, kau mengenalnya? tanya jaksa Putri."Ayo kita segera mendekat ke sana," ucap Evo yang kemudian melanjutkan langkahnya mendekat ke arah ruang unit gawat darurat."Selamat malam," sapa jaksa Putri pada semua orang yang ada di sana."Oh, jaksa Putri, kau juga ada di sini?" tanya inspektur Yusuf."Jaksa Putri menangani kasus Monalisa," ucap sekretaris Pete."Oh begitu rupanya, bagaimana kelanjutan kasusnya?" tanya inspektur Yusuf."Hasil tes DNA akan diumumkan besok pagi, kasus ini mendekati akhir," ucap inspektur Yusuf."Walaupun dia sudah tidak ada, kau harus menuntaskan kasusnya, hingga selesei," pinta inspektur Yusuf."Ti-tidak ada?" tanya jaksa Putri yang belum mengerti dengan situ
Debaran Hati Sang JaksaTiba tiba seolah awan mendung berkumpul di langit, sunyi sepi, dengan hembusan angin dingin. Sebentar lagi badai kepedihan akan menerjang. Kabar duka ini sungguh sangat mengerikan.Devanka terhuyung, pandangannya gelap, lalu tidak sadarkan diri."Rey," bisiknya setelah tersadar dan dia mendapati dirinya sudah berada di sebuah ruang perawatan."Dev, kau sudah siuman," bisik Reynold seraya mendekat ke arah Devanka, menggenggam tangannya lalu memeluknya erat untuk sekedar menyalurkan perasaan."Aku sungguh tidak menyangka Monalisa akan seperti ini," ucap Devanka, lalu dia kembali menangis. "Tenanglah," bisik Reynold. "Ada Aron yang harus kau pikirkan, kau harus bangkit dan kuatkan hatimu," bisik Reynold."Anak sekecil itu Rey, dia harus kehilangan ibunya," ucap Devanka dalam tangis."Rey, kakek sudah meminta orang untuk menyiapkan prosesi pemakaman, kita urus saja," ucap kakek Hamzah seraya memegang bahu Reynold."Baik kek," ucap Reynold. Devanka melepaskan pel
Sebuah KehilanganReynold dan Devanka masuk ke dalam rumah sakit. Mereka terlihat gugup, mencari keberadaan Monalisa juga Aron."Nur, hubungi Aldo dan sekretaris Pete, minta mereka menghubungi inspektur Yusuf untuk mengurus masalah ini," pinta Reynold pada pengawal Nur."Baik tuan," ucap pengawal Nur yang kemudian segera menjalankan perintah tuan mudanya itu.Beberapa saat kemudian, Aldo dan sekretaris Pete sudah ada di gurun hijau, bersama dengan inspektur Yusuf dan tim investigasi. "Ini semua rekaman kamera pengawas yang ada di tempat ini, mereka benar benar sudah merencanakannya," ucap inspektur Yusuf yang terlihat mengecek hasil tangkapan kamera pengawas yang dia kumpulkan."Mereka mensabotase kamera pengawas, semuanya," ucap inspektur Yusuf. Mendengar hal itu, Sekretaris Pete terlihat berpikir."Bagaimana dengan kamera dashboard? mobil antik tuan besar Hamzah di pajang di gedung ini, berhadapan langsung dengan lapangan golf. Mobil itu dilengkapi kamera dashboard yang selalu meny
Tragedi Pesta LampionDevaka terlihat begitu cantik, dengan gaun berwarna putih, transparan di bagian lengan dan punggung. Perutnya yang sudah terlihat lebih menonjol membuat penampilannya semakin menawan, ibu hamil yang mempesona. Kehamilannya memasuki usia tiga bulan, kehamilan yang sehat dan di dambakan hampir semua orang, karna Devanka sama sekali tidak merasa repot, mual muntah berlebihan, sakit di sana sini, dia tidak merasakan itu semua, perasaannya hanya sangat bahagia, menerima kehamilannya dengan perasaan luar biasa."Kau cantik," ucap Reynold."Terimakasih, apa tidak terlihat gendut? sepertinya berat badanku naik," ucap Devanka."Tidak dan tidak menjadi masalah, kau harus banyak makan, supaya kehamilanmu sehat," ucap Reynold yang terlihat memeluk Devanka dari belakang, tepat di depan cermin besar yang ada di kamarnya. "Semoga kau tidak melihat wanita lain setelah melihatku bertambah berat badan," ucap Devanka seraya tersenyum."Tidak mungkin, aku hanya jatuh cinta padamu,"
Kasih Tulus Devanka pada AronDevanka dengan telaten mengurus Aron, terlihat seperti tidak merasa lelah sedikitpun. Monalisa melihat ketulusan itu, rasa kasih dan sayang itu, apa mungkin dia selama ini sangat keterlaluan pada Devanka, seperti duri di dalam daging, seperti bayangan buruk, seperti musuh dalam selimut, hatinya tidak benar benar tulus. Dia ingat ketika Miki atau lebih dikenal dengan Mike membuatnya jatuh dari tebing, walaupun bukan dia secara langsung, namun orang suruhan itu berhasil membuat Devanka dan Reynold melewati hari hari sulit di kota kecil.Devanka berusaha membuat Aron tersenyum, dengan senyumnya, ekspresi lucu wajahnya, nada suara lucunya, terlihat seperti seorang ibu yang sedang bermain dengan anaknya. Monalisa masih menatapnya dengan segala pandangan rasa, dia mulai merasa Devanka lebih pantas menjadi ibu Aron daripada dirinya."Ada apa?" tanya Devanka yang ternyata mengamati Monalisa sedari tadi."Ti-tidak, Aron beruntung memilikimu," ucap Monalisa."Apa