Keesokan harinya, Belinda terbangun dengan tubuh yang kaku dan sakit karena tidur di sofa yang tidak nyaman semalaman. Dia merasa kelelahan dan putus asa, namun, di balik mata lelahnya, terdapat keberanian yang baru muncul.
Belinda melirik ke arah Luca yang masih tertidur. Tanpa ragu, Belinda bangkit dari sofa dan menuju ke kamar ibunya yang masih tinggal di mansion tersebut. Wajahnya pucat dan mata berkaca-kaca, mencerminkan kesedihan yang mendalam.
Belinda mengedor pintu kamar ibunya dengan suara keras.
"Ibu, aku tidak bisa melanjutkan ini. Aku tahu kita adalah keluarga Mafia dan kita harus mematuhi aturan dan tradisi, tapi ini bukan hidup yang aku inginkan. Aku ingin mencari kebahagiaanku sendiri."
Ibu Belinda, seorang wanita kuat dengan raut wajah yang tegas, keluar dari kamar dengan wajah masih mengantuk, sangat terkejut lalu melihat putrinya dengan tatapan pedih. Dia menyadari bahwa Belinda bukanlah gadis lemah yang terlihat dari luar.
"Belin
"A-aku tidak tahu, Kakek. Mari kita lihat apa dulu yang mereka rencanakan," jawab Luca dengan tatapan lesu dan pasrah. Sementara di keluarga Gonzales, Tom dipanggil menghadap. "Katakan kepadaku, siapa yang berada di dalam hati Luca sehingga dia sungguh berani dan menolak putriku yang cantik ini. Tom memikirkan sejenak lalu menjawab, "Sarah." "Sarah? Temukan gadis itu!" Tom tertawa lalu menjawab dengan polos. "Kami hampir menemukannya. Berikan waktu seminggu lagi." "Kamu punya 3 hari! Dihitung dari detik ini! Pergi!" Suara Gonzales menggema dan membuat Tom segera mundur bersama beberapa anak buahnya. "Gila! Aku sudah mencari selama setengah tahun lebih dan belum juga menemukannya. Kakek tua itu memang sudah keluar dari otaknya!" geram Tom sambil melangkah kasar keluar dari sarang mafia itu. "Kalian! Segera mencari ke kota itu. Ada rumah sakit yang pernah menerima Sarah. Cari sampai ketemu. Sepertinya kalian teledor sehingga tidak dapat menemukannya!" Perintah Tom kepada bawahann
Sarah merasa tidak nyaman dengan keberadaan Tom. Karena itu dia tahu bahwa dia harus mencari jalan keluar dari masalah ini, tetapi dia juga tahu bahwa dia harus berhati-hati agar tidak menarik perhatian yang lebih banyak."Kalian tinggalkan alamat untukku atau silakan pergi. Aku tidak begitu mengenal Luca. Dia bukan seseorang yang penting bagiku," ucap Sarah dengan ketus.Melihat gelagat tidak baik dari Tom yang tidak juga bersedia memberikan alamat keberadaan Luca, maka Sarah sudah mulai bisa menebak bahwa yang ada di depannya ini bukan seseorang yang baik.Sarah segera berlari kecil ke dapur dan menggendong Deon."Daniel, aku permisi. Ada keperluan mendadak."Segera setelah mengatakan demikian, Sarah segera mencari Emma dan mereka mengambil kapal pertama lalu meninggalkan kota.Di tengah tekanan yang semakin meningkat, Sarah harus mencari cara untuk melindungi dirinya sendiri dan menjaga rahasianya tetap aman. Masalah yang lebih besar dan
Emma mendorong tubuh Sarah yang masih enggan meninggalkannya."Aku akan mencoba menahan mereka sebisa mungkin. Cepat, jangan pikirkan aku, lakukan ini demi Deon dan kehidupanmu!""PERGI!"Emma merasa adrenalin memuncak di dalam dirinya saat dia melihat keberanian Sarah, namun dia juga menyadari bahwa mereka harus berpikir dengan bijak untuk melindungi Deon dan diri mereka sendiri.Sarah menatap Emma dengan terkejut karena Emma mengusirnya dengan suara keras, tetapi dalam matanya terpancar rasa terima kasih dan keputusasaan.Dia merasa dilema antara melindungi Deon dan bertahan di sisi Emma, yang sudah seperti Ibunya sendiri.Namun, dia tahu bahwa Emma benar. Menyadari bahwa waktu mereka terbatas, dia mencium kening Emma dengan cepat, "Aku tidak akan melupakanmu, Emma. Berhati-hatilah di sana."Tanpa ragu lagi, Sarah memutuskan untuk mengikuti saran Emma. Dia menggendong Deon dan berlari menjauh dari pantai, meninggalkan Emma yang bers
Di atas kapal yang berayun lembut di atas ombak, Sarah terusik oleh mimpi buruk yang terus menghantuinya. Ketika matahari tenggelam di ufuk, membawa ketenangan kepada laut yang tak berujung, pikiran Sarah terbawa ke peristiwa mengerikan yang dia alami di hutan bersama Luca."Luca ... Luca ... jangan tinggalkan aku!" pekik Sarah.Dalam mimpi-mimpinya, dia merasakan angin malam yang dingin menyapu wajahnya saat dia berjuang melepaskan diri dari cengkeraman bawahan Luca.Dia merasa ketakutan yang mendalam merayapi tubuhnya, setiap detik terasa seperti seabad dalam kegelapan yang tak berujung. Ingatan akan rasa takut dan teror itu membuat tubuhnya merasa panas dan demam mulai merayap di dalamnya.Sarah mulai memimpikan bagaimana pria berpakaian militer itu memerintahkan bawahannya untuk melenyapkan saksi.Sarah kembali merasakan kengerian pada saat tubuhnya dilempar dan menghantam batang pohon sebelum mencapai dasar jurang."Arghhh!" Tubuh nyata
Luca berdiri tegak di depan gubuk tua yang sudah terbakar itu dan berkacak pinggang, matanya memandang abu yang tersisa dengan kebencian yang dalam.Malam indah itu, di mana dia dan Sarah berpelukan satu sama lain, tetap menjadi kenangan pahit dalam benaknya. Dia tahu bahwa Sarah tidak mungkin menghilang begitu saja. Pasti ada jejak, petunjuk, atau sisa-sisa yang bisa membawa mereka ke arahnya.Dengan tatapan dingin, Luca memberi perintah tegas kepada para anak buahnya yang setia, "Kalian cari semua jejak, mulai dari sini hingga ke jurang, bila perlu. Tidak boleh berhenti sampai kalian menemukan petunjuk apa pun."Para anak buahnya mengangguk tunduk, merasakan keputusan yang mendalam dalam perintah Luca. Mereka tahu bahwa kekejaman Luca tidak memiliki batas ketika menyangkut tentang Sarah, gadis yang sudah berkorban segalanya untuk majikan mereka.Mereka bergegas menjalankan perintahnya, meninggalkan gubuk tua berabu yang penuh kenangan itu untuk me
Marco, sambil menyeka darah di bibirnya, mencoba membela diri, "Bos, ini yang kami temukan. Kami mencari dengan sekuat tenaga kami, tetapi inilah satu-satunya petunjuk yang ada."Luca meraih ponsel yang hancur dengan hati penuh amarah dan darah yang mengalir kencang.Memegangnya dengan erat dan mata berkaca-kaca."Sudah hancur total, Bos," ucap Marco dengan gemetaran.Namun, kata-kata Marco malah memicu kemarahan Luca lebih lanjut. Dengan suara menggertak, Luca mengancam, "Jika kau tidak bisa menunjukkan petunjuk yang lebih konkrit, aku akan melemparkanmu dari atas jurang ini! Kau akan mengalami hal yang sama seperti yang Sarah alami!"Marco dan beberapa anak buah di belakangnya mundur serentak dan merasa gentar.Marco menelan ludah, merasakan nafas kematian menghampirinya. Dalam kepanikan, dia mencoba merangkai pikirannya untuk mencari petunjuk lain yang mungkin ada, tetapi ketakutan dan stres membuatnya sulit berkonsentrasi."A-aku
Kota New York di mana Sarah tinggal saat ini, matahari mulai bersembunyi di balik cakrawala. Gedung-gedung pencakar langit, lampu-lampu kota mulai menyala satu per satu, menciptakan panorama gemerlap yang memukau."Luca Bulger Castelo," gumam Sarah sekali lagi.Restoran dan bar mewah mulai dipenuhi oleh pengunjung yang mencari pengalaman kuliner yang istimewa, sementara gedung teater mempersiapkan diri untuk pertunjukan malam yang spektakuler.Sore menjelang malam di kota New York seperti itu adalah waktu ketika energi kreatif dan kehidupan bermuara menjadi satu. Suasana hiruk pikuk, kegembiraan, dan antusiasme mengisi udara, menciptakan pengalaman yang tak terlupakan bagi siapa pun yang berada di tengah-tengahnya.Namun, tidak halnya dengan keadaan Sarah saat ini. Wanita itu seperti tidak menghiraukan suara apa pun yang lewat di telinganya, termasuk panggilan dari sang kakaknya, Timothy."Sarah?!" Timothy memangil sekali lagi dengan suara lebih ke
Luca, seorang pemimpin yang bijaksana, segera merencanakan langkah-langkah selanjutnya dengan cepat dan hati-hati. Dia tahu bahwa mereka harus bertindak dengan bijaksana agar tidak mengundang perhatian penduduk kota. Pasukannya yang terlatih dengan baik siap mengikuti perintahnya."Pelan, kita tidak boleh menimbulkan kecurigaan apa pun!" perintah Luca kepada para anak buah di belakangnya.Mereka memasuki kota dengan hati-hati, mencoba tidak menimbulkan kebisingan atau mencurigakan siapa pun. Kota kecil itu tenang, penduduknya seolah-olah tidak menyadari kehadiran mereka. Luca memutuskan untuk mencari informasi tentang tujuan sebenarnya dari musuh mereka yang misterius ini.Hari sudah mulai pagi. Marco melirik ke jam tangannya."Bos, sudah jam 6. Kita boleh istirahat sebentar? Kita butuh sarapan juga," ucap Marco memberanikan diri sambil memegang perutnya."Baik, kita ke warung itu dan makan!"Luca mendahului masuk ke sebuah warung dan duduk
Taman yang indah, hijau dan luas tempat pernikahan Luca dan Sarah akan dilaksanakan.“Bunga ini seharusnya diletakkan disana,” ucap Bunga menunjuk ke arah panggung. Pemain musik dan penyanyi sudah disiapkan dan sedang mengalunkan beberapa lagu mellow .Acara akan dilakukan dengan mewah tanpa kehadiran pemuka agama. Karena Castello pasti tidak bersedia hadir untuk merestui pernikahan mereka. Castello masih menentang dengan keras pernikahan Luca. Castello masih merasa terganggu dengan masa lalunya terhadap Kanya. Cinta pertama yang tidak dapat dimilikinya.“Meja untuk menandatangani Akte pernikahan sudah dihias dengan indah,” ucap Bunga kepada Bob.“Baik, terimakasih, Sayang,” jawab Bob sambil memberikan kecupan kecil di kening Bunga kemudian ia beralih sibuk mengurus hal yang lain.Segala jenis makanan yang menggugah selera sudah disusun rapi disepanjang taman.“Bikin lapar,” gumam Bunga sambil
Tidak ada yang tahu bahwa Luca pulang untuk menyelesaikan semuanya. Dia berada di rumah saat ini dan Sarah berada dalam pelukannya“Luca,” sapa Sarah dengan suara kecil.“Hmm…” Terlihat Luca sudah mulai mengantuk. Sarah terdiam tidak ingin melanjutkan pertanyaan yang ingin diutarakannya. Melihat Luca yang sudah pasti lelah bekerja sepanjang harinya.Tapi Sarah tidak dapat terlelap sama sekali walau sudah membalikkan tubuhnya beberapa kali untuk mendapatkan posisi nyaman.Akhirnya Sarah bergerak menuju ke dapur untuk mencari makanan yang bisa menahan rasa laparnya.Luca yang memang sudah tertidur tapi merasa pergerakkan tidak nyaman sang istri akhirnya dengan malas berdiri untuk menyusul istrinya karena khawatir. Memikirkan istrinya sedang hamil tua.Luca menatap Sarah dari jauh. “Malam – malam cari makanan, jangan bilang itu bawaan Rahim,” celutuk Luca ringan.“Mas…&r
“Akan kuhabiskan istrinya kalau dia tidak menepati janjinya untuk melamar dan menikah denganku,” gumam Aninda dalam hati.Wisnu tidak mengerti sedang berhadapan dengan adik mafia yang kejam. Alfredo terkenal dengan kekejamannya dan Aninda terkenal dengan sifat egoisnya. Tidak ada yang tidak bisa dia miliki.Kesabarannnya menunggu Luca sudah cukup lama. Ini adalah saat yang tepat untuk memiliki Luca seutuhnya, Aninda membathin hingga terlelap.Mereka tertidur dengan posisi saling memalingkan tubuhnya secara berlawanan seperti sepasang suami istri yang sedang bertengkar.Drttt. Drt… pagi sekali ponsel Wisnu sudah berbunyi panggilan dari Luca yang membangunkannya. Wisnu meraih ponselnya dengan malas sambil diliriknya Aninda yang masih terlelap disampingnya.“Ya,…” sapa Wisnu sambil menguap.“Apakah dia sudah menandatangani kontrak?” tanya Luca.“Belum,” jawab Wisnu singkat.
“Lapor Tuan, Sir Louis meminta izin bertemu,” sapa seorang asisten Castello dengan sopan.Sir Louise adalah seorang pebisnis di bagian fashion yang sudah memiliki nama di dunia.“Iya, persilahkan masuk saja.”Tak lama kemudian Sir Louis masuk ke dalam ruangan kerja Castello.“Apa kabar, Sir Louis?” sapa Castello kemudian mereka saling berpelukan dengan ramah.“Mohon maaf sebelumnya atas kelancangan saya. Kedatangan saya ke Indonesia adalah karena saya ingin mengadakan event di Bali. Saya ingin menghadirkan produk dari Luca Coorperation. Tapi sudah seminggu ini Luca tidak menjawab email saya. Saya ragu apakah ada hal yang terjadi dengan sahabat saya itu,” tanya Sir Louis.“Tidak…, tidak ada yang terjadi. Luca kuutus ke San Fransisco untuk menyelesaikan sesuatu proyek. Itu saja, nothing special. Mungkin dia sedang sibuk sehingga tidak sengaja mengabaikan Anda. Tapi tidak usah k
Aninda sudah sampai di lobby bawah hotel.“Mas Luca, Aninda sudah dibawah. Mas sudah siap atau Aninda ke atas menunggu?” sapa Aninda melalui ponselnya.“Mas turun aja, tunggu disana,” ucap Leo sambil mengikat dasinya.Melya membantu membetulkan dasi Wisnu yang masih tidak rapi karena terburu – buru.“Mas pergi kencan dulu ya,” ucap Wisnu kemudian memberikan ciuman ke bibir Melya dan perut Melya.“Mas balik malam ini?” tanya Melya penuh harap.“Entahlah, tidak usah menunggu. Mas tidak tahu apa yang akan Mas alami hari ini. Kamu tidur saja, besok kita sarapan bersama ,ok?” ucap Wisnu kemudian menghilang di balik pintu.Wisnu keluar dari lift dan langsung dipeluk oleh Aninda dengan erat.Wisnu masih kebingungan tapi kemudian terpana dengan kecantikan Aninda yang berdiri di depannya saat ini dengan pakaian seksi yang menonjolkan semua lekuk tubuhnya dan belahan terbu
“Dia? Dia siapa?” tanya Wisnu dengan polos.“Sarah dan Aninda…”“Uhh, Mas memilih tidak menjawab. Untuk saat ini masih kamu istriku. Itu saja. Yang lain nanti kuurus, diamlah, biarkan Mas tidur sebentar,” jawab Wisnu sambil memejamkan matanya yang memang sangat mengantuk.Sementara di tempat lain, Luca sedang mengadakan rapat dengan beberapa bawahannya untuk menganalisa semua langkah yang harus dilakukan dalam mendapatkan proyek di San Fransisco. Tidak akan mudah untuk menantang Alfredo Augusta yang sudah menguasai hampir 90% bisnis di San Fransisco.Alfredo tidak akan segan – segan menggunakan jasa kotor untuk menghabisi lawannya. Dengan menguasai adiknya Aninda Augusta, maka setidaknya 50 % saham perusahaan akan menjadi milik bersama, sehingga Luca dapat memperoleh peluang kerjasama bukan menjatuhkan Alfredo.Keinginan Luca adalah menjatuhkan Castello, sang ayah. Maka kerjasama dengan Alfredo adala
Kalau hanya seorang Sarah, Melya tidak takut untuk menghadapinya, tapi dia masih punya kepala untuk memikirkan hal yang membuat ia tidak berani menyentuh cucu Mafia Castello.Akhirnya Melya menyimpan kembali ponselnya dan membatalkan niatnya untuk mengancam Luca. Padahal tadi ia berniat mengancam supaya Luca menuruti dan tidur bersamanya malam ini. Ternyata ambisinya gagal. Melya hanya bisa menelan ludah.Sesampainya di dalam kamar, Luca membaringkan tubuhnya yang lelah. Kemudian ia mencoba untuk menghubungi Sarah kembali. Berharap panggilan sudah diterima dan bisa melakukan video call sejenak untuk melepas kerinduan.….“Halo,” terdengar suara Sarah yang merdu menyapanya. Betapa hati Luca menjadi sangat lega dan terhibur.“Hallo Sarah, bagaimana kabarmu? Saya mencoba menghubungi dari semenjak tiba di sini,” sapa Luca dengan semua perasaan rindunya.“Saya pergi berbelanja kebutuhan rumah dan lupa me
“Hmm,” jawab Melya dengan singkat tanda mengerti.Mobil dibawa sampai ke restaurant mewah di pertengahan San Fransisco yang indah. Luca keluar duluan disusul dengan Aninda.Luca mengandeng tangan Aninda sampai ke restaurant yang sudah dibooking sehingga hanya tinggal mereka sebagai pengujung eksklusif.Makan malam disajikan. Mereka sungguh menikmati makan malam yang lezat dengan mengabaikan keberadaan Melya yang berjarak dua meter dari posisi mereka.Selesai makan malam, Luca dan Aninda berdansa ringan sejenak. Mereka saling berpelukan dan bercengkrama. Sesekali Aninda tertawa ringan dan membisikkan sesuatu di telinga Luca.“Aninda menginginkanmu Luca,” bisiknya halus di telinga Luca saat Luca mengengamnya erat dalam dansanya.Musik yang halus seolah sudah diatur demikian oleh Luca sehingga menciptakan suasana penuh keromantisan.“Saya sudah mempunyai istri,” jawab Luca dengan sopan sambil tersenyum
"Semua perhiasan yang diberikan oleh Nyonya mendiang hilang, astaga ... bagaimana ini bisa terjadi?"“Dia menolak kalung pemberianku tadi, bukan dia… siapa yang mengikuti kita tadi ya?” tanya Pelayan tua kepada dirinya sendiri dengan bingung.s“Pelayan kecil, ada seorang pelayan kecil yang mengikuti kami tadi…” teriak Pelayan tua setelah mengingat – ingat.“Panggil dia sekarang juga !!!” teriak Castello kepada bawahannya yang dari tadi tidak berani masuk ke dalam kamar mereka.“Periksa CCTV,” lanjut Castello.Tak lama kemudian, pelayan bernama Heidi diseret pengawal Castello untuk berlutut di hadapan Pelayan tua dan Castello dengan lutut gemetaran.“Katakan apa yang sudah kamu lihat?” teriak Castello.“Saya tidak melihat apa – apa Tuan.”“Bukan saya yang mengambil Tuan, Tuan boleh memeriksa kamar saya,” jawab Heidi deng