Roy melepaskan ciumannya dari Sahara. Menatap mata gadis itu, seraya mengusap bagian bawah bibirnya sendiri. “Oke, aku keluar dulu.”
Ciuman itu cukup membuat Roy meremang. Beberapa saat yang lalu, ingin rasanya dia mengangkat Sahara dan mendudukkannya ke atas meja. Menuntaskan satu quickie mungkin bisa mendongkrak mood-nya pagi itu. Roy keluar ruangan dengan senyuman nakal atas pikirannya tersebut.
“Pak,” sapa Irma di luar pintu.
“Oh, kamu masih menunggu. Kupikir kamu langsung menuju ruang rapat,” ucap Roy melanjutkan langkahnya.
“Saya mau menyampaikan ini.” Irma menjajari langkah Roy sambil menyodorkan kertas.
Roy membaca kertas itu dengan teliti, lalu tersenyum. “Panggil legal staff ke ruang rapat. Minta mereka mengurus pendirian empat perusahaan baru. Aku semakin tak sabar,” ujar Roy, menuju ruang ra
Roy merasa wajah Sahara sedikit berbeda dengan saat dia tinggalkan tadi. Saat berangkat tadi, gadis itu memang masih cemberut. Tapi kekesalannya hanya tersisa sedikit. Namun kini mata indah itu kembali memandangnya dengan kilat amarah. Apa sesulit ini memiliki seorang istri? Roy mengatur mimik wajahnya seramah mungkin. Sedikit mengisyaratkan pada Sahara kalau mereka sedang berada di depan para rekan bisnisnya. Tak ingin semua pria di hadapannya berjabat tangan dengan Sahara, Roy langsung berpamitan. "Baiklah, karena hari ini kita semua pasti sama sibuknya. Saya pamit untuk berangkat lebih dulu. Pagi tadi saya sudah menjanjikan sesuatu pada istri saya. Dan kalian pasti tahu, kalau aku tak mau menerima akibat amarahnya.ā Roy terkekeh. Semua pria yang berada di sana mengangguk setuju. Roy mengangguk dan mendahului para rekan bisnisnya. Irma bersama dua orang legal staff menaiki lift utama untuk mengantarkan semua tamu
Di belahan dunia lain. Thomas terbangun dari tidurnya karena suara telepon. Telepon dari Edward yang tidak pernah melihat jam saat menelepon. Masih sangat pagi. āBerita yang kau sampaikan harus penting,ā geram Thomas di telepon. āSangat penting,ā sahut Edward di seberang. āAku sudah rapat bersama dengan para petinggi perusahaanmu di Indonesia. Spencer Hotel & Apartemen sepertinya collapse. Sangat berat untuk bertahan. Ada dua perusahaan yang awalnya menawarkan untuk proses akuisisi. Aku sudah cukup lega. Tapi dua perusahaan itu tiba-tiba membatalkan. Katanya hotel itu terlalu ketinggalan zaman dan manajemennya buruk. Dan kau tak mau melakukan penyuntikan menambah investasi,ā jelas Edward. āBagaimana aku mau menambah investasi ke sana kalau aku tidak bisa memasuki negara itu?ā geram Thomas. āAda satu perusahaan yang menawarkan untuk membeli hotel itu. Tapi harganya sangat rendah.
āPak, Bu Irma baru saja mengirim email dan memberitahu kalau empat perusahaan baru sudah berdiri. Kita juga sudah memasukkan penawaran sesuai angka yang Bapak berikan.ā Novan berbicara di depan pintu mobil yang baru dibukanya untuk Roy. āIrma selalu cekatan,ā sahut Roy sedikit tercenung. āMalam nanti kita pasti sudah menerima berita. Aku akan memainkan pion catur dari rumah. Aku masuk ke dalam dulu, Novan. Terima kasih kabar baiknya.ā Roy menggandeng Sahara masuk ke lobi mall. āOm yakin mau nonton?ā tanya Sahara sedikit tak yakin. āKenapa? Kamu mau kita pulang saja dan bercumbu? Aku memang lebih suka hal itu,ā jawab Roy tersenyum. Sahara berdecak. Roy tertawa, lalu memeluk pinggang Sahara. āHari ini aku akan menemanimu ke mana pun. Aku sedang menebus kesalahanku. Aku juga mau sepulang dari sini, kita singgah di toko bunga dan meletakkan buket di makam pengasuhm
Di Indonesia sudah malam hari. Roy menggunakan piyama suteranya dan duduk menyilangkan tangan di depan dada. Sebuah kursi besi yang ditempatinya sesekali berputar saat pikirannya sedang berkerja. Rencana untuk mengambil alih hotel milik keluarga Spencer sudah disusunnya selama tiga tahun terakhir. Di masa kejayaannya, hotel itu adalah hotel bintang lima terbesar di lokasi emas dekat pantai. Dulunya orang memerlukan waktu jauh-jauh hari untuk bisa mendapatkan kamar di hotel yang bertuliskan nama Spencer sangat besar di puncaknya itu. Selama menjalankan rencananya, Roy memasukkan orang-orangnya untuk menggantikan manajemen lama, satu-persatu. Posisi pertama yang menjadi targetnya saat itu adalah bagian personalia. Thomas yang tidak pernah lagi berani menginjak Indonesia, lengah akan kontrolnya pada hotel itu. Di lain sisi, Roy memang tidak tahu siapa-siapa saja yang dikirim oleh Thomas untuk mengawasi perusahaannya.
Sudah pukul sepuluh malam. Harusnya Sahara sudah makan, pikir Roy. Gadis itu masih merajuk dan tololnya, dia juga lupa menanyakan soal makan malam karena terlalu antusias menghadapi Thomas. Dia lagi-lagi mengabaikan Sahara. Oh, tidak. Ini bukan mengabaikan, batinnya. Lebih tepatnya menunda untuk mempedulikan gadis itu. Apa Sahara sudah tidur? Kenapa pesannya belum juga dibalas? Roy turun dari ruang kerjanya dan menyeberang ruangan menuju tangga kamar Sahara. Pintu kamar gadis itu tertutup. āSahara,ā panggil Roy. Dia mengetuk dua kali. Tak ada sahutan. Kemarin-kemarin rasanya dia biasa-biasa saja saat menerobos masuk ke sana. Entah kenapa sekarang dia merasa sedikit lancang, kalau melakukan hal itu. Roy mendekatkan telinganya ke pintu dan tak mendengar apa pun dari dalam. Dia memutar handle dan mendorong pintu kamar. Ternyata kosong. āRara,ā panggil Roy, menjengukkan kepalanya ke dala
āSekarang ā¦ aku sudah boleh menciummu?ā Roy menyentuhkan hidung mereka. Sahara memalingkan wajahnya untuk kembali menatap dua potong brownies. Dari sudut matanya, dia bisa melihat kalau Roy belum memalingkan wajah. āAku ngantuk, mau tidur.ā Sahara menggeser duduknya, namun belum beranjak. āOh, mengantuk?ā Roy menatap Sahara dengan tatapan kecewa. Ternyata sulit sekali menjinakkan gadis itu. Dia kembali menghela napas dan melempar pandangan ke seberang dapur. Di sana tergantung lukisan murah yang dibelinya dari seorang pelukis jalanan di Italia. Sahara kembali mencuri pandang pada Roy. Membiarkan tatapannya naik perlahan-lahan dari kerah piyama dan berhenti di rahang tegas yang ditutupi bayangan gelap bekas bercukur. Beberapa waktu lalu, dia mengingat penampilan Roy yang sangat keras dengan sorot mata yang menatapnya sinis. Malam itu, dia menangkap profil Roy di ba
āSebelumnya aku mau bicara,ā kata Sahara. Ini lebih buruk daripada kata-kata manis. Bagi Roy, lebih berbahaya saat wanita ingin bicara. Entah kenapa itu membuat kuduk lebih meremang ketimbang ditodongkan sebuah senjata di mulutnya. Kenapa wanita tidak bisa membiarkan tindakan saja yang bicara? Andai saja dia bisa mengatakan hal itu pada Sahara. Oh, tidak. Dia tak boleh mengacaukan suasana. Dia sedang menggendong gadis itu menuju kamarnya. āApa yang mau dibicarakan?ā tanya Roy. Mereka telah tiba di kaki tangga. Sahara menyelipkan segumpal rambutnya ke belakang telinga. Dia merasakan detak jantung Roy di dekat telinganya. Suara napas laki-laki itu menghela kasar ketika mulai menaiki tangga. āAku bertanya sekali lagi, apa yang ingin kamu katakan? Apa kamu mau mengakui kalau sekarang sudah mencintaiku?ā tanya Roy. āKamu mungkin bisa berbohong dengan berkali-kali mengatakan
āRara, kamu terlalu cantik sampai menyakitkan hatiku. Dan sekarang, sepertinya aku sudah menyakiti diriku sendiri.ā Roy membelai pipi Sahara. āKamu sangat wangi ā¦.ā Mata Roy terpejam, membenamkan jarinya semakin dalam. Sahara mengerang dan menelengkan kepalanya. Menelan ludah dengan susah payah. Sekarang dia malah terlena dan menikmati tiap sentuhan Roy. Tak sadar Sahara merintih. Jemari Roy menyusur semakin dalam dan menemukan celahnya untuk masuk. Membelai kelembutan miliknya yang sudah membengkak. Masuk satu inci, kemudian semakin dalam. Sahara merasakan sensasi yang penuh di dalam dirinya. Ibu jari Roy menemukan titik sensitif di sana, lalu mengitarinya dengan nakal. Belaian pada bagian terkecil itu dalam waktu singkat membuat Sahara bergerak gaduh. Dia menggerakkan pinggulnya menyambut tiap gerakan jari Roy. Dia semakin menyukai cara telapak tangan Roy menyentuh ringan kewanitaannya. āKamu menyukainya?ā tanya Roy dengan lembut. āKam
Suatu tempat di Pulau Bali. Roy baru saja menginjak usia empat puluh tujuh tahun saat itu. Matahari baru saja melorot dari puncak kepala saat Roy baru saja tiba dari Jakarta setelah hari terakhir rapat evaluasi tahunan. Pagi tadi dia mengunjungi kantor hanya untuk menutup agenda tahunan itu dengan sebuah pidato singkat, lalu kembali terburu-buru menuju airport untuk pulang ke rumah. Siang itu Novan melepasnya di airport dengan senyum simpul berkata, āSenang bisa melihat Anda dalam balutan jas setelah sekian lama. Saya benar-benar merindukan pemandangan ini.ā Roy ikut memandang tubuhnya dari atas ke bawah. Memang benar. Dia sendiri terkadang merindukan saat-saat menyimpul dasinya dengan simetris dan meletakkan penjepit emas di bagian tengah. āAku juga merindukan saat-saat harus berdandan rapi dan mentereng hanya untuk ke rapat harian. Tapi setelah lima hari di kota ini, aku lebih merindukan anak istriku,ā sahut Roy tersenyum tipis. āAnda lebih santai dan terlihat lebih bahagia,ā u
Roy mendorong paha Sahara agar membuka untuk dirinya. Lalu jemarinya tiba lebih dulu di bawah sana.Sahara memejamkan mata. Jemari Roy menuntunnya untuk terus membuka diri. Dia menikmati bagaimana jari Roy mengusapnya, menekannya dan membuatnya seakan terbang sejenak. Sahara menggeliat. Lalu tubuhnya menegang sejenak saat merasakan puncak kemaskulinan Roy mengusapnya. Mulut Sahara setengah ternganga menantikan dan tak lama lenguhan halus meluncur keluar dari bibirnya. Roy masuk perlahan, mendorong dan mengisi tubuhnya perlahan-lahan. āMmmm,ā lirih Sahara, menarik napas dan semakin melengkungkan tubuh untuk menerima Roy sepenuhnya.Telinga Sahara bisa mendengar napas Roy yang keras dan kasar. Seakan Roy merasakan kenikmatan yang sangat kuat hingga pria itu terlihat seperti kesakitan.Sahara memekik tertahan ketika jemari Roy kembali terjulur dan memijat di mana tempat mereka bersatu. Dia memang ingin disentuh di bagian itu. Sahara merintih. Tak lama serbuan kenikmatan itu berkumpul da
Dari ruang kerjanya di lantai satu, Roy tak lagi mendengar suara-suara dari luar. Ia baru saja membongkar lemari besinya dan mengambil beberapa lembar foto yang disukainya.āAkhirnya aku bisa meletakkan ini dalam pigura. Sungguh, aku baru sadar kalau aku sudah jatuh cinta padamu saat itu.ā Roy memandang pigura foto berukuran jumbo yang baru saja disisipkannya foto Sahara. Foto ketika Sahara berulang tahun ketujuh belas sedang memeluk sebuket baby breath mengenakan blouse berwarna kuning. Dua hal yang paling disukai Roy sampai sekarang. Sahara mengenakan pakaian berwarna kuning dan tersenyum memeluk buket bunganya.Roy kembali memasukkan semua isi lemari besinya, lalu keluar ruangan itu dengan empat buah foto di tangannya. Tujuannya selanjutnya adalah kamar tidur. Sahara mungkin sudah terlelap kembali dan akan bangun tengah malam nanti. Dia akan memeluk istrinya seraya menunggu kantuk.āLagi banyak pekerjaan, ya?ā Sahara langsung menoleh saat pintu kamar terbuka.āAku sengaja meningga
āAku kira sudah tidur,ā ucap Roy, membungkuk di atas pipi Sahara dan menenggelamkan hidungnya. āJangan basa-basi. Kamu pasti tahu kalau aku sedang menunggu. Aku ngantuk, tapi mau tidur nanggung,ā ucap Sahara, meletakkan telapak tangan kirinya ke pipi Roy. āBaiklah, aku mandi sekarang. Minggu depan aku sudah bersiap menyambut tangis bayi yang ingin menyusu di tengah malam.ā Roy meninggalkan Sahara di ranjang dan pergi ke ruang ganti. Saat melintasi kamar dengan balutan bath robe, dia sengaja mengerling Sahara yang mengerjapkan matanya terkantuk-kantuk. Saat keran air menyala, Sahara mengeratkan pelukannya pada guling. Pandangannya cermat memperhatikan siluet tubuh Roy di balik dinding kaca yang beruap. Bahu yang lebar, lengan yang berisi dan pinggul yang kecil. Roy memang sangat seksi, pikirnya. Di tambah dengan lembaran rambut keperakan yang muncul di antara sisiran rambut Roy yang rapi. Rambut perak itu seakan disusun untuk memberi warna kedewasaan baru pada diri Roy. āSudah tidu
āKenapa dia jadi berubah begitu? Biasanya dia ramah denganku. Ramah dan santai. Sering cerita macam-macam soal pengalamannya kuliah di luar negeri. Tapi ā¦ tapi tadi terlalu kaku,ā Sahara menoleh ke belakang tempat di mana seorang pria muda yang baru menyapanya dengan sebutan āNyonya Smithā menghilang. āKarena dia sudah memahami di mana posisinya sekarang. Bisa jadi ayahnya sudah menceritakan padanya bahwa mereka butuh untuk tetap bekerja sama dengan perusahaanku. Ini kelasmu, kan?ā Roy menghentikan langkahnya di depan kelas yang bahkan Sahara juga lupa.Sahara menghentikan langkahnya di depan ruangan yang memang kelasnya. Di ruangan itu tak ada dua gadis yang dicarinya. Hanya ada teman yang tak bisa dikatakan benar-benar teman.āMencari teman-temanmu? Mereka ada di kafetaria,ā seru seorang gadis dari kursinya. Sahara tidak terlalu sering bicara dengan gadis itu. Dan gadis itu pun jarang bicara dengan siapa pun. āHamil anak pertama? Kamu makin cantik, Ra.ā Sahara sedikit terkesima. B
āApa aku harus mengantarmu?" Roy meraih jas di tiang besi dan memakainya. āKamu tidak boleh berangkat sendirian,ā sambungnya.Sahara tak langsung menjawab pertanyaan suaminya karena masih sibuk mematut tubuh pada cermin besar di sudut kamar. Tangannya mengusap perut berkali-kali. Hal yang membuat bentuk kehamilannya terlihat jelas.āPerutku besar banget. Ya, Tuhan ā¦ kapan lagi aku bisa langsing,ā gumam Sahara. Kali ini tangannya berada di bawah perut seakan menopang kehamilannya yang dalam waktu dua minggu lagi akan segera berakhir.āOke, kalau begitu aku akan mengantarmu. Ayo, kita turun sekarang. Jangan bicarakan lagi soal kapan akan kembali langsing.ā Sahara memandang Roy dari pantulan cermin dengan mulut mencebik. Sahara sudah cukup lama tidak datang ke kampusnya. Rini mengurus soal pembelajaran jarak jauhnya dengan baik sekali. Namun, untuk pengambilan nilai di akhir semester Sahara mengatakan ingin datang ke kampus menemui dua temannya. Dan dengan usia kehamilan yang bisa membu
Resepsi pernikahan Herbert dan Letta dilaksanakan di taman sebuah resor pinggiran kota. Roy mendanai lebih dari setengah biaya yang dikeluarkan untuk resepsi itu. Walau dia dengan tegas mengatakan akan menanggung semua, tampaknya Herbert dan Letta berusaha keras untuk meyakinkannya bahwa mereka juga punya tabungan. Malam itu Roy meminta staf khususnya untuk menjadi supir dan ajudan pribadi sebagai pengganti Novan dan Herbert. Dua orang babysitter turut menyertai langkah mereka saat memasuki venue. Sabina dan Elara melangkah ceria dengan gaun berwarna sama dengan Sahara, dalam genggaman tangan masing-masing pengasuhnya.āCantik sekali dekorasinya,ā ucap Sahara.āKamu sedang memuji wanita yang membuatmu cemburu,ā kata Roy mengingatkan.āAku tidak terlalu buta melihat kelebihan orang lain meskipun aku tak menyukainya. Aku hanya mencoba realistis,ā bisik Sahara.āRealistis,ā ulang Roy.āKalau aku tidak realistis, mungkin aku akan berpindah kamar saat mengetahui kalau wanita itu pernah ti
Novan melambatkan laju mobil saat tiba di jalan yang kanan-kirinya dipenuhi pohon jati. Mereka hampir tiba di gerbang besi tinggi. Setidaknya dia harus memberi waktu kepada atasannya untuk berpakaian dengan benar sebelum turun dari mobil nanti.Tiba di depan teras samping, Novan bahkan tak perlu turun untuk membukakan pintu mobil. Roy langsung keluar dan berjalan tergesa sambil memeluk Sahara yang terkikik-kikik dengan buket bunga dalam dekapannya. Keduanya langsung menuju anak tangga terbawah.āSeperti sepasang remaja jatuh cinta,ā gumam Novan, lanjut melajukan mobil ke bagian belakang rumah.Langkah kaki Roy dan Sahara melambat di anak tangga paling atas. Keduanya kembali berciuman cukup lama. Sahara yang sedang mendekap bunga, membuka satu-persatu sepatunya tanpa melepaskan bibir dari pagutan Roy. Tubuh Sahara membelakangi pintu kamar dengan langkah kakinya yang mundur merangsek mendekati kamar yang dituju Roy.Malam itu, Sahara bahkan lupa dengan mualnya. Lupa bahwa biasanya pukul
Tak salah lagi kalau malam itu menjadi perjalanan pulang dari suatu tempat ke rumah yang terasa paling singkat dirasa Roy dan Sahara. Novan ternyata tak sampai menjemput atasannya ke dalam. Roy dan Sahara berada di depan lift lantai mezanin. āTidak menunggu sampai selesai, Sir?ā tanya Novan saat beradu pandang dari pintu lift yang terbuka. āAcara selanjutnya kuserahkan pada Herbert. Aku menjamin kalau Letta tak akan berani menolak lamaran itu. Letta pasti cukup sadar bahwa Herbert dipinjamkan nyaris seisi gedung hanya untuk melamarnya,ā Roy memeluk pinggang Sahara dan membawa wanita itu masuk ke dalam lift. Novan mengangkat bahu. Benar juga. Saat atasan calon pengantin meminjamkan gedung untuk prosesi kebahagiaan mereka, apa salah satunya akan bertingkah? Mustahil, pikir Novan. Dia yang tadi keluar sejenak untuk menahan tombol lift, masuk kembali untuk membawa Roy dan Sahara kembali ke basement. Mobil yang ditumpangi mereka baru meninggalkan basement gedung. Roy mengatakan pada Nov