Malam hari,Mahen dan Arleta sudah berada di meja makan, di susul Bas yang baru datang. Ketiganya makan malam dengan khidmat, tidak ada obrolan apapun diantara mereka. Hingga beberapa saat lamanya.“Oh, Iya tuan. Ini pesanan anda tadi.” ucap Bas ketika makan malam sudah selesai.Bas menaruh paper bag yang ada di kursi ke atas meja makan.“Cepat juga kau.” sahut Mahen, lalu mengambil paper bag itu.Mahen mengeluarkan isinya, sebuah ponsel keluaran terbaru Arleta sampai tercengang melihatnya. Seumur-umur Arleta baru melihat barang mewah seperti itu.Mahen menoleh pada Arleta, lalu menyodorkan ponsel itu pada Arleta.“Ini untukmu.” Arleta membuka matanya lebar, terkejut dengan apa yang diucapkan Mahen.“Hah! Maksud tuan?”“Ini untukmu. Apa kamu tidak dengar?”“Saya dengar, tapi ini terlalu mahal tuan, saya tidak mau hutang saya tambah banyak.” jawab Arleta jujur dengan apa yang ada di pikirannya.Mahen menghela nafas panjang, tidak menyangka jika Arleta akan berpikir sejauh itu.“Ini
Keesokan hari mereka kembali pulang ke kota, sesuai yang dikatakan Mahen semalam jika dia sudah menemukan apartemen untuk tempat tinggal Arleta.Arleta sempat menolak dan kekeh ingin kembali ke rumah ayahnya saja, tetapi Mahen juga menolak keras permintaan Arleta.Setelah melewati perdebatan sengit akhirnya Arleta mengalah dan setuju untuk tinggal di apartemen baru.Pagi-pagi sekali Bas sudah melajukan mobilnya menembus dinginnya jalanan perdesaan. Sedangkan Arleta di tampak masih mengantuk dan kembali tertidur. Mahen,Dia sibuk dengan ponselnya. Entah apa yang sedang Mahen lihat.Hampir tiga jam lamanya mereka melakukan perjalanan, mereka sampai melewatkan sarapan pagi.Sebenarnya Mahen sudah menyuruh Bas menepi sebentar untuk mencari makan, namun Bas menolak.“Nanti saja jika sudah sampai di kota tuan. Kita harus kejar waktu, siang ini ada meeting penting.” jelas Bas.Setelah itu tidak ada lagi percakapan diantara mereka. Sampai akhirnya mereka tiba di kota.Bas berhenti di seb
Tring!Ponsel Arleta berbunyi, Arleta yang baru saja keluar dari kamar mandi hanya meliriknya saja tanpa berniat ingin melihatnya lebih dulu.Arleta lebih memilih berpakaian terlebih dulu, jika tidak dia tidak yakin kalau pria yang sedang duduk di atas tempat tidur itu tidak mengulang aktifitas panas mereka lagi.Ya. Mahen saat ini sedang duduk bersandar di tempat tidur, setelah tadi menghabiskan waktu sorenya dengan berolahraga panas bersama Arleta.Selesai berpakaian Arleta berjalan menghampiri Mahen.“Tuan anda mau mandi?” tanya Arleta.Mahen yang sedang bermain ponsel mendongak menatap Arleta.“Hem. Tapi sekali lagi ya, baru aku mandi.” sahut Mahen dengan menaik turunkan alis.Arleta melotot.” Tidak mau! Yang tadi saja baru selesai, aku lelah. Lapar!” tolak Arleta.Mahen menarik lengan Arleta, sehingga wanita itu terjatuh dalam pangkuannya.“Janji kali ini hanya sebentar.” “Tidak! Mana mungkin kamu bermain sebentar! Nanti malam saja, aku beneran lelah.” ucap Arleta dengan m
Mahendra segera memeriksa ponselnya sesuai perintah Arleta, Sedetik kemudian Mahen mengernyitkan keningnya, karena tidak ada notif salah kirim seperti yang Arleta katakan.Kembali Mahen menoleh menatap Arleta dengan bingung.” Tidak ada.” sahutnya.“Masa tidak ada, coba lihat ini.” Arleta menunjukan ponselnya, dalam layar terpampang jelas notif bank atas nama pria itu.Mahen menepuk keningnya sendiri.”Kamu ini, itu memang untukmu. Jadi tidak ada acara salah kirim.” jelas Mahen.Arleta terkejut.”Hah! Untukku? Buat apa? Uang yang kemarin tuan kasih saja belum terpakai sedikitpun.” tanya nya dengan polos.‘Astaga nih cewek, dikasih banyak duit malah bertanya untuk apa?’“Mana aku tahu, terserah kamu mau diapakan uang itu. Mulai saat ini jangan lagi bertanya hal konyol seperti tadi. Aku mentransfer sejumlah uang ke rekening mu, setelah kamu bekerja. ” sahut Mahen dengan terkekeh kecil.Arleta diam sebentar, lalu mengangguk kecil, ketika sudah mengerti dengan arti ‘bekerja’ yang diucapkan
Lagi-lagi Arleta terpaksa harus berbohong.” Aku bekerja sebagai asisten rumah tangga, dan tidur di dalam. Makanya aku tidak pernah pulang.” sahut Arleta dengan seulas senyum agar temannya ini percaya.“Wah! Bagus dong. Aku senang mendengarnya.”“Oh, iya. Kamu ada ponsel gak? Boleh aku minta nomornya?” tanya Rina.Dret!Dert!Baru saja Arleta akan menjawab tidak, ponselnya malah berbunyi. Jika sudah begini kan dia tidak mungkin bisa berbohong.“Ada. Em..sebentar ya, aku angkat telpon dulu.” sahut Arleta.Rina mengangguk,Arleta sedikit bergeser menjauh dari Rina setelah itu barulah Arleta mengangkat panggilan dari Mahen.“Iya tuan.” sahut Arleta ketika telepon sudah terhubung.“Kamu dimana?” “Aku ada di rumah ayah tuan, ada apa?” tanya Arleta heran, bukankah tadi pagi Arleta sudah pamit?“Untuk apa kau kesana. Bukankah kau bilang ingin berbelanja bahan untuk bikin kue, kenapa malah kesana.” protes Mahen.“Iya tuan, sekalian jalan….”“Pulang cepat! Atau aku batal memberimu izin!” titah
Dengan langkah gontai Arleta berjalan keluar dari apartemen, tak terasa air matanya jatuh begitu saja. Ada rasa berat meninggalkan pria yang beberapa bulan ini bersama dengannya, menyelamatkan hidupnya dari kemiskinan.Arleta merasa dia orang yang paling bodoh telah menyia-nyiakan orang sebaik Mahen, walau mungkin caranya salah tapi bagi Arleta Mahen sudah seperti dewa penolongnya.Tapi sekarang dewa penolongnya sudah kecewa dengannya akibat ulah Arleta sendiri. Arleta berdiri di depan pintu menatap beberapa lama, sungguh berat rasanya pergi dari sini. Tapi apa mau dikata semua sudah berakhir sekarang.Dengan dada yang kian sesak Arleta, Arleta menguatkan dirinya.‘’Selamat tinggal tuan, maaf aku telah mengecewakanmu.’’ ucap Arleta dengan lirih. Arleta berbalik lalu melangkah pergi dari sana, dengan menyeret koper kecil berisi beberapa potong pakaian miliknya.Ya, Arleta memang tidak membawa semua pakaian yang diberikan Mahen untuknya, dia hanya membawa beberapa potong pakaian yang
“Tuan Mahen!’’ buru-buru Bas mengangkat panggilan itu sebelum panggilan kembali mati.‘’Tuan anda dimana? Aku seharian mencarimu.’’tanya Bas setelah panggilan terhubung.‘’Maaf, apa anda bisa menjemput tuan yang punya ponsel ini? Beliau mabuk berat dan membuat kerusuhan disini.’’ ucap seorang wanita dari seberang sana.Bas benar-benar terkejut ketika mendengar sahutan dari seberang sana ternyata seorang wanita, dan lebih terkejut sekaligus cemas ketika mendengar kabar yang wanita itu sampaikan. ‘’ Saya kesana sekarang! Kirim lokasinya cepat!’’ ‘’ Baik tuan saya kirim sekarang.’’ sahut si wanita.Setelah itu panggilan terputus.Tring!Bas segera mengecek ponselnya begitu pesan masuk dari nomor Mahen.‘’Milenial Club!’’‘’Astaga! Kenapa tuan bisa berada di klub sejauh ini, pantas saja aku tidak menemukannya walau sudah berkeliling kota.’’ Milenia Club adalah sebuah Club malam yang cukup terkenal di kota X yang jaraknya lumayan jauh dari tempat Bas berada saat ini. Namun itu tidak
Mahen mengerjapkan mata perlahan, sinar matahari pagi yang masuk lewat celah jendela mengganggu tidurnya.Masih antar sadar dan tidak, Mahen menelisik ruangan tempatnya saat ini berada. Ruangan bernuansa merah membuat pria itu mengernyit bingung.‘Dimana ini?’ Entah Mahen lupa bagaimana bisa dia berada di ruangan yang sangat cerah ini, berbeda dengan kamar miliknya yang bernuansa serba putih dan terkesan lebih kalem.“Aw!” Mahen memekik, kepalanya masih terasa sangat berat ketika dibawa untuk bangun. Matanya kembali menelisik setiap sudut ruangan.“Bas.” Dia mengernyit merasa bingung, bagaimana bisa ada Bas juga di sana.Mahen memaksakan untuk turun, perlahan kakinya melangkah menghampiri Bas.“Bas.” Mahen mengguncang tangan Bas pelan.Bas yang ketika tidur sangat sensitif terhadap gerakan atau pun suara, seketika matanya langsung terbuka.“Tuan!” ucapnya kaget. Lalu bergeser mengubah posisinya duduk, memberi ruang untuk Mahen duduk.Mahen pun duduk di sebelah Bas, dengan memiji