Mahendra segera memeriksa ponselnya sesuai perintah Arleta, Sedetik kemudian Mahen mengernyitkan keningnya, karena tidak ada notif salah kirim seperti yang Arleta katakan.Kembali Mahen menoleh menatap Arleta dengan bingung.” Tidak ada.” sahutnya.“Masa tidak ada, coba lihat ini.” Arleta menunjukan ponselnya, dalam layar terpampang jelas notif bank atas nama pria itu.Mahen menepuk keningnya sendiri.”Kamu ini, itu memang untukmu. Jadi tidak ada acara salah kirim.” jelas Mahen.Arleta terkejut.”Hah! Untukku? Buat apa? Uang yang kemarin tuan kasih saja belum terpakai sedikitpun.” tanya nya dengan polos.‘Astaga nih cewek, dikasih banyak duit malah bertanya untuk apa?’“Mana aku tahu, terserah kamu mau diapakan uang itu. Mulai saat ini jangan lagi bertanya hal konyol seperti tadi. Aku mentransfer sejumlah uang ke rekening mu, setelah kamu bekerja. ” sahut Mahen dengan terkekeh kecil.Arleta diam sebentar, lalu mengangguk kecil, ketika sudah mengerti dengan arti ‘bekerja’ yang diucapkan
Lagi-lagi Arleta terpaksa harus berbohong.” Aku bekerja sebagai asisten rumah tangga, dan tidur di dalam. Makanya aku tidak pernah pulang.” sahut Arleta dengan seulas senyum agar temannya ini percaya.“Wah! Bagus dong. Aku senang mendengarnya.”“Oh, iya. Kamu ada ponsel gak? Boleh aku minta nomornya?” tanya Rina.Dret!Dert!Baru saja Arleta akan menjawab tidak, ponselnya malah berbunyi. Jika sudah begini kan dia tidak mungkin bisa berbohong.“Ada. Em..sebentar ya, aku angkat telpon dulu.” sahut Arleta.Rina mengangguk,Arleta sedikit bergeser menjauh dari Rina setelah itu barulah Arleta mengangkat panggilan dari Mahen.“Iya tuan.” sahut Arleta ketika telepon sudah terhubung.“Kamu dimana?” “Aku ada di rumah ayah tuan, ada apa?” tanya Arleta heran, bukankah tadi pagi Arleta sudah pamit?“Untuk apa kau kesana. Bukankah kau bilang ingin berbelanja bahan untuk bikin kue, kenapa malah kesana.” protes Mahen.“Iya tuan, sekalian jalan….”“Pulang cepat! Atau aku batal memberimu izin!” titah
Dengan langkah gontai Arleta berjalan keluar dari apartemen, tak terasa air matanya jatuh begitu saja. Ada rasa berat meninggalkan pria yang beberapa bulan ini bersama dengannya, menyelamatkan hidupnya dari kemiskinan.Arleta merasa dia orang yang paling bodoh telah menyia-nyiakan orang sebaik Mahen, walau mungkin caranya salah tapi bagi Arleta Mahen sudah seperti dewa penolongnya.Tapi sekarang dewa penolongnya sudah kecewa dengannya akibat ulah Arleta sendiri. Arleta berdiri di depan pintu menatap beberapa lama, sungguh berat rasanya pergi dari sini. Tapi apa mau dikata semua sudah berakhir sekarang.Dengan dada yang kian sesak Arleta, Arleta menguatkan dirinya.‘’Selamat tinggal tuan, maaf aku telah mengecewakanmu.’’ ucap Arleta dengan lirih. Arleta berbalik lalu melangkah pergi dari sana, dengan menyeret koper kecil berisi beberapa potong pakaian miliknya.Ya, Arleta memang tidak membawa semua pakaian yang diberikan Mahen untuknya, dia hanya membawa beberapa potong pakaian yang
“Tuan Mahen!’’ buru-buru Bas mengangkat panggilan itu sebelum panggilan kembali mati.‘’Tuan anda dimana? Aku seharian mencarimu.’’tanya Bas setelah panggilan terhubung.‘’Maaf, apa anda bisa menjemput tuan yang punya ponsel ini? Beliau mabuk berat dan membuat kerusuhan disini.’’ ucap seorang wanita dari seberang sana.Bas benar-benar terkejut ketika mendengar sahutan dari seberang sana ternyata seorang wanita, dan lebih terkejut sekaligus cemas ketika mendengar kabar yang wanita itu sampaikan. ‘’ Saya kesana sekarang! Kirim lokasinya cepat!’’ ‘’ Baik tuan saya kirim sekarang.’’ sahut si wanita.Setelah itu panggilan terputus.Tring!Bas segera mengecek ponselnya begitu pesan masuk dari nomor Mahen.‘’Milenial Club!’’‘’Astaga! Kenapa tuan bisa berada di klub sejauh ini, pantas saja aku tidak menemukannya walau sudah berkeliling kota.’’ Milenia Club adalah sebuah Club malam yang cukup terkenal di kota X yang jaraknya lumayan jauh dari tempat Bas berada saat ini. Namun itu tidak
Mahen mengerjapkan mata perlahan, sinar matahari pagi yang masuk lewat celah jendela mengganggu tidurnya.Masih antar sadar dan tidak, Mahen menelisik ruangan tempatnya saat ini berada. Ruangan bernuansa merah membuat pria itu mengernyit bingung.‘Dimana ini?’ Entah Mahen lupa bagaimana bisa dia berada di ruangan yang sangat cerah ini, berbeda dengan kamar miliknya yang bernuansa serba putih dan terkesan lebih kalem.“Aw!” Mahen memekik, kepalanya masih terasa sangat berat ketika dibawa untuk bangun. Matanya kembali menelisik setiap sudut ruangan.“Bas.” Dia mengernyit merasa bingung, bagaimana bisa ada Bas juga di sana.Mahen memaksakan untuk turun, perlahan kakinya melangkah menghampiri Bas.“Bas.” Mahen mengguncang tangan Bas pelan.Bas yang ketika tidur sangat sensitif terhadap gerakan atau pun suara, seketika matanya langsung terbuka.“Tuan!” ucapnya kaget. Lalu bergeser mengubah posisinya duduk, memberi ruang untuk Mahen duduk.Mahen pun duduk di sebelah Bas, dengan memiji
Mahen menjatuhkan surat yang baru saja dia baca, Tanpa bicara apapun Mahen langsung bangun lalu menyambar kunci mobil Bas yang tergeletak di sofa.“Tuan! Anda mau kemana?” Bas berlari menyusul Mahen ang sudah berjalan keluar terlebih dulu.Mahen terus melangkah tanpa memperdulikan teriakan Bas. Bas mencoba menyusul namun sayang Mahen susah lebih dulu menaiki mobilnya dan tancap gas.“Akh!” “Kamu pergi kemana Arleta!” “Berani kau pergi! Tanpa seijin dariku!”“Kamu pikir, kamu bisa menghindar dan pergi dariku? Hahaha…kamu salah Arleta! Kamu salah!”“Kemanapun kamu pergi, aku pasti akan menemukanmu!” Mahen terus berteriak sendiri. Ada sebuah penyesalan dalam dirinya. Jika waktu bisa diputar kembali Mahen tidak akan mengatakan hal yang mungkin bisa menyakiti hati Arleta.Entah kenapa, Mahen bisa merasa gila seperti ini. Saat mengetahui jika Arleta memilih pergi darinya.Padahal jika Mahen mau, mencari ganti sepuluh wanita yang lebih dari Arleta pun Mahen bisa!Tapi tidak!Mahen
“Maksud kamu, bicara seperti itu pada mama apa, mama tidak mengerti?” tanya Sonia dengan wajah di buat se sendu mungkin.“Sudahlah ma! Aku tahu maksud kedatangan mama kesini untuk apa.”“Mahen cape ma. Mau istirahat.” Mahen berbalik lalu melangkah masuk ke dalam kamar, lalu menguncinya dari dalam.“Mahendra tunggu! Mama ingin bicara!” Sonia mencoba membuka pintu kamar, namun tidak bisa.“Mahen! Buka!” teriaknya terus menggedor pintu.Merasa tidak ada respon, Sonya berbalik, lalu menatap Bas dengan sinis.“Asisten tak berguna!” sinisnya.Membuat Bas membulatkan matanya seketika mendengar ucapan Sonia.‘Eh! Kena juga’ Sonia melangkah keluar apartemen dengan menghentakan kaki saking kesalnya.Di dalam kamar,Mahendra duduk merenung di atas tempat tidur, pikirannya sedang kacau sekarang. Mahen sengaja tidak ingin berlama-lama bicara dengan mamanya. Dia tidak ingin semakin emosi dan melontarkan kata-kata kasar nanti.Pertengkarannya dengan Arleta berawal dari ulah Sonia, yang menganca
Dua hari telah berlalu Bas dan anak buahnya gencar mencari keberadaan Alana. Mulai dari perkotaan sampai ke pelosok pun semua mereka datangi.Bahkan anak buah Bas sampai berinisiatif untuk membuat selebaran dengan bermodalkan foto yang diberikan Bas pada mereka.Entah dari jam berapa mereka berkeliling tanpa rasa lelah demi menemukan Alana.‘’Permisi, apa kalian pernah bertemu dengan wanita ini?’’ tanya salah satu anak buah Bas pada seorang pejalan kaki, dengan menunjukan selebaran berisi foto Alana.Kali ini mereka menyasar daerah padat penduduk di pinggiran kota.Wanita itu menggeleng,” Maaf saya tidak pernah bertemu dengannya,’’ sahut si wanita.‘’Oh. Baiklah, terimakasih.’’Wanita itu menganggukan kepala sebagai jawaban setelah itu kembali melanjutkan perjalanan. Begitu pula dengan anak buah Bas.Terik matahari tidak lantas membuat mereka menyerah. Saat dua anak buah Bas sedang beristirahat di warung pinggiran jalan.‘’Bagaimana jika kita tidak menemukan wanita itu hari ini? P