Jessy mendongak menatap Kai yang saat ini tengah menatapnya dengan tatapan intens. Gadis itu bisa melihat ada raut wajah tak biasa yang tercetak di wajah tampan Kai. Sulit untuk dijelaskan, hanya saja, Jessy tetap merasa ada yang janggal walau ia sendiri tak tahu apa itu."Apa tehnya kurang enak hingga kau tak meminumnya?"Pertanyaan yang Kai lontarkan memang pertanyaan biasa yang para tuan rumah layangkan pada tamunya. Nada bicaranya juga terlihat tidak memiliki perbedaan yang berarti. Kai masih bertanya dengan nada lembut pada Jessy. Pria itu bahkan tersenyum lebar sambil menatap teh yang ia pegang. Akan tetapi, ada hawa gelap yang bisa Jessy rasakan dari tubuh pria itu, membuatnya bergidik ngeri."Aku menunggu tehnya dingin," balas Jessy seadanya sambil memasang senyuman canggung yang tampak begitu aneh untuk dilihat.Senyuman itu terlihat dipaksakan, dengan tidak adanya kerutan yang terbentuk di sudut mata. Selain itu, tangan Jessy terlihat sedikit bergetar ketika tengah memegang
"Jangan pura pura tidak tahu, Emily. Aku tahu semua pergerakan dirimu. Kau pikir aku sebodoh itu untuk bisa dikelabui?" Tanya Terry dengan nada kesal.Pria berambut pirang itu mengambil rokok dari dalam saku celananya lalu segera menyalakan benda itu, menghisapnya dengan dalam, menghembuskannya dengan perlahan sehingga menghasilkan asap berwarna putih yang cukup jelas di tengah malam seperti sekarang.Terry melirik Emily yang tampak mematung dengan perkataannya. Kulit wajah kekasihnya terlihat pucat disertai dengan matanya yang membulat sempurna seolah akan keluar dari tempatnya. "Darimana kau mendapat omong kosong itu? Apa kau punya bukti jika aku pergi bersama dengan Kai?" Terry tertawa kecil setelah mendengar pertanyaan yang Emily lontarkan. Bibirnya membentuk senyuman miring disertai dengan alisnya yang terlihat naik. Pria itu hampir saja menyemburkan tawanya andaikata ia tak ingat image yang sudah dibangun selama ini. Jadi yang bisa Terry lakukan sekarang adalah hanya diam mem
"Apa gadis yang kau maksud adalah... Emily?"Orang yang merupakan saingan dari kelompok Black Panther itu menganggukkan kepala. Pria yang saat ini memakai kacamata hitam dengan masker itu mendekati Terry dengan langkah perlahan, ingin mendekati Terry dan memberi tahu tentang perilaku Emily lebih banyak pada pria itu. Hanya saja, semua tak sesuai dengan harapannya.Terry tentu langsung memasang raut wajah siaga, begitu pula dengan Daniel. Mereka takut apabila orang itu menyerang disaat mereka lengah. Hal ini membuat pria dengan kacamata itu menghela napas kesal."Kenapa kalian begitu takut padaku?""Aku hanya takut kau menyerang kami disaat kami lemah seperti sekarang. Terlebih, untuk apa orang dari pihak musuh memberitahu hal ini? Bukankah kau harusnya senang ketika musuhmu mendapat musibah?"Pria berkacamata hitam itu menghela napas, lalu menggelengkan kepala, tanda tak setuju dengan apa yang dilontarkan oleh Terry. Pria itu mengangkat tangannya ke atas-seperti posisi orang yang men
"Aku masih bisa percaya jika Emily akan membantu Jessy untuk melarikan diri dariku agar ia tak memiliki saingan,"Terry menjeda sejenak perkataan ya sambil menatap pria berkacamata itu dengan tatapan tak percaya. Raut wajah kaget disertai dengan mata membulat dengan helaan napas kasar keluar dari mulut pria berambut pirang itu."Tapi... untuk apa ia melukaimu? Emily yang ku kenal adalah wanita yang sangat baik. Dia cantik dan anggun walaupun sedikit menyebalkan," sambung Terry.Daniel memutar mata malas mendengar ocehan yang keluar dari mulut Terry. Perkataan Pria itu seperti omong kosong yang terdengar menggelikan di telinganya. Daniel tak menyangka jika sahabatnya ini sudah ditipu habis habisan oleh kekasihnya yang sinting itu."Dia baik? Kau tak salah bicara?" Tanya Daniel dengan nada mencemooh, membuat Terry mendelikan matanya dengan tajam ke arah pria itu. Dalam sekejap, suasananya di taman itu terasa sedikit panas. Tatapan mata tajam Terry sedikitnya membuat Daniel gentar.Pria
Jake dan Archer tiba di bandara Roma setelah melakukan perjalanan yang panjang disertai dengan beberapa insiden sebelum datang ke negeri menara Pisa ini.Keduanya memberhentikan taksi dan lewat dan segera menaiki taksi itu. Tujuan mereka berdua saat ini adalah tempat dimana keberadaan Jessy saat ini yang cukup jauh dari bandara, karena Jessy berada di lingkar luar kota Roma.Jake menggerutu kecil karena dirinya harus berjibaku dengan tugas yang Terry berikan tanpa jeda istirahat sedikitpun. Sedangkan Archer sendiri lebih memilih tidur didalam mobil untuk mengistirahatkan tubuhnya yang terasa lelah.Pria berambut cepak itu lebih memilih untuk mengistirahatkan badannya saja daripada menggerutu seperti Jake. Arche berpikir jika kegiatan yang Jake lakukan adalah kegiatan yang sia sia.Jake memutar mata malas melihat Archer yang malah tidur daripada mengkhawatirkan tugas yang mereka emban. Pria dengan aksen Australia itu membuka buku berwarna pink feminim sekali lagi untuk memastikan semua
Jane mendongakkan kepalanya mendengar suara berat itu. Di depannya, terdapat Kai yang saat ini tengah menatapnya dengan tatapan tajam disertai dengan darah yang mengucur deras dari kepalanya.Gadis berambut ikal itu bergidik ngeri melihat keadaan Kai yang cukup mengerikan terlihat di hadapannya. Gadis itu tak menyangka jika aksinya memukul kepala Kai untuk bisa melarikan diri busa berakibat seperti sekarang."Bagaimana kau bisa kemari?" Tanya Jane dengan raut wajah tak percaya.****Setelah Jane memukul kepala bagian belakang milik Kai, pria itu terjatuh ke tanah. Bagian dahinya bahkan membentur batu hingga memiliki luka sobek yang cukup dalam karena batu itu cukup tajam. Kai melenguh kesakitan sembari meringis.Mata ambernya berkunang kunang dengan rasa pusing yang mendera kepalanya. Pandangannya hampir saja menggelap jika ia tak menguatkan dirinya. Air hujan yang jatuh ke bumi seolah menjadi alarm sekaligus penyadar jika dirinya masih memiliki misi yang belum tuntas. Sayup sayup, Ka
"Terry, tolong kau angkat panggilan ponselku, aku sedang fokus menyetir," ujar Daniel yang kini sedang fokus menyetir sambil mengebut agar bisa segera mencapai lokasi tempat Jessy dan Jane berada saat ini. Terry mengangguk lalu segera mengambil ponsel milik Daniel dan melihat layar ponsel itu. Ini nomor tak dikenal karena tak ada nama kontak di atasnya. Terry melirik Daniel sebentar karena ragu harus menjawab panggilan itu atau tidak."Kenapa tidak diangkat? Dering ponsel itu memekakan telingaku, sialan!" Daniel berkata dengan nada membentak.Pasalnya, dering panggilan dari ponselnya membuatnya sulit berkonsentrasi saat ia tengah membawa mobil yang ia kendarai dengan kecepatan 100 km/jam di jalan yang sunyi ini. Mobil itu melesat dengan cepat menyusuri jalan kota Roma yang sebetulnya sudah tak asing di mata Daniel."Ini dari nomor tidak dikenal. Kau yakin menyuruhku mengangkatnya?" Tanya Terry memastikan.Meskipun ia adalah sahabat sekaligus "atasan" dari Daniel, Terry tetaplah pria
Jessy dan Jane yang saat ini di mobil taksi terlihat menghela napas saat melihat dua orang pria yang tak di kenal malah beradu mulut dengan Kai.Samar samar, Jessy mendengar percakapan diantara ketiga orang itu tentang pengkhianatan, dan juga tentang pelaku yang memanfaatkan Kai demi kepentingannya sendiri. Jessy juga bisa mendengar ucapan Kai jika "orang itu" adalah dalang dari semua kesalahan yang beruntun ini."Apa "orang itu" adalah orang yang sama dengan orang yang menahan para wanita "mainan" di gedung biru di mansion milik tuan Terry?" Tanya Jane dengan nada pelan.Jessy menolehkan kepalanya pada Jane dan menatap lekat gadis berambut ikal itu. Mulut Jessy seolah terkunci dan suaranya tercekat di kerongkongan, terasa sulit untuk mengeluarkan sepatah katapun.Gadis itu juga memikirkan hal yang sama dengan apa yang Jane katakan barusan. Jika memang "orang itu" adalah dalang dari semua ini, maka "orang itu" memiliki kemampuan untuk memanipulasi kelompok dengan mengumpulkan massa ya