"Daniel aku minta tolong padamu untuk mengurus semua rencana yang sudah kita rencanakan. Tolong atur sebaik mungkin agar rencana ini tidak gagal," perintah Terry setelah acara pertemuan antar para ketua mafia selesai. Daniel yang mendengarnya menganggukkan kepala dengan wajah datar andalannya."Kau bisa menyerahkannya padaku, Terry."Daniel dan Terry berpisah di lorong hotel. Pria dengan rambut pirang itu melangkahkan kakinya dengan lebar menuju ke kamarnya. Dalam hati ia sudah bisa memikirkan beberapa skenario yang akan ia lakukan untuk menghukum Jessy karena sudah berbuat nakal dan membuatnya sakit kepala dengan tingkah ajaib gadis itu.Membayangkannya saja sudah membuat Terry senang bukan main. Tulang pipinya terlihat naik dan matanya menyipit mirip bulan sabit, terlihat tampan dan manusiawi jika pria itu tengah tersenyum lebar. Terry bersenandung kecil selama perjalanan. Tak henti hentinya, suara berat nan merdu itu melantunkan lagu kesukaannya. "Boneka kecil aku datang," panggil
"Apa maksudmu aku berbeda dengan Jessy? Kami sama sama perempuan, Terry!" Teriak Emily kehabisan kesabaran tepat di depan wajah Terry.Terry menutup telinganya ketika mendengar teriakan yang terdengar memekakan itu. Matanya menutup disertai dengan raut wajah kesal yang tercetak jelas di wajah tampannya."Tentu saja kau berbeda dengan Jessy. Kau pergi ke luar negeri bersama dengan Kai, sedangkan dia sendirian di negeri asing ini, Emily,""Tunggu, darimana kau tahu hal itu, Terry?"..."Tuan Kai, terima kasih atas bantuanmu. Akan tetapi sepertinya aku harus menolaknya,"Senyuman yang tercetak di bibir milik Kai lenyap seketika ketika mendengar penolakan itu. Rahangnya mengetat disertai dengan tatapan matanya yang menajam, membuat Jessy dan Jane bergidik ketakutan melihatnya. Kepribadian kau langsung berubah dalam beberapa detik, membuat Jessy dan Jane saling bertukar pandangan satu sama lain. Apakah ini adalah orang yang menawarkan mereka bantuan beberapa detik yang lalu? Mengapa sif
Jessy menghela napas mendengar pertanyaan yang terlontar dari mulut Jane. Gadis berwajah boneka itu kebingungan harus menjelaskan kecurigaannya tentang pria bermata amber itu pada sahabatnya. Saat mendengar tawaran yang diberikan oleh Kai, sejujurnya perasaan Jessy sudah tak enak. Terlebih cara pria itu menatap tubuhnya seperti elang yang tengah mengunci mangsa, membuat Jessy bergidik ketakutan.Melihat Jessy yang terdiam sekarang membuat Jane merasa ada sesuatu yang tak beres. Ia menatap mata hijau milik jessy dengan intens, mencari celah untuk mengetahui apa yang mengganggu gadis berwajah boneka itu."Jessy? Kenapa kau tak menjawab pertanyaanku? Jebakan apa yang kau maksud?" Panggil Jane ketika Jessy malah terdiam begitu saja tanpa mau membuka mulut, membuat Jane penasaran setengah mati."Kecilkan suaramu. Aku tak mau ada yang mendengar hal ini," bisik. Jessy sembari mencuri curi pandangan pada Kai yang saat ini tengah sibuk menggoda para wanita berbaju seksi yang kemungkinan besar
Selama perjalanan menuju "ke rumah" milik Kai, Jessy tak henti hentinya melihat ke arah jendela dengan hati yang cemas. Pikiran gadis itu kalut luar biasa karena bersama dengan orang asing yang ia curigai memiliki niat terselubung. Jessy sampai menggigit kukunya untuk melampiaskan rasa tak karuan yang kini melanda hatinya.Kai yang melihat tindakan Jessy tentu saja sedikit heran. Dari kaca yang berada di atasnya, ia bisa melihat raut gelisah bercampur takut yang tergambar di wajah cantik Jessy yang begitu mempesona. Hal ini berbanding terbalik dengan Jane yang tampak lebih santai sambil duduk dengan tenang sambil memejamkan matanya."Jessy? Apa ada yang mengganggumu?"Akhirnya Kai memilih untuk membuat suara di tengah keheningan yang menyergap ketiganya. Hal ini membuat atensi Jessy pada jendela mobil yang tengah melihat jalanan kota Roma teralihkan. Gadis itu segera memusatkan perhatiannya pada Kai yang mengajaknya bicara. Jane sendiri bahkan sampai membuka mata mendengar pertanyaan
Jessy mendongak menatap Kai yang saat ini tengah menatapnya dengan tatapan intens. Gadis itu bisa melihat ada raut wajah tak biasa yang tercetak di wajah tampan Kai. Sulit untuk dijelaskan, hanya saja, Jessy tetap merasa ada yang janggal walau ia sendiri tak tahu apa itu."Apa tehnya kurang enak hingga kau tak meminumnya?"Pertanyaan yang Kai lontarkan memang pertanyaan biasa yang para tuan rumah layangkan pada tamunya. Nada bicaranya juga terlihat tidak memiliki perbedaan yang berarti. Kai masih bertanya dengan nada lembut pada Jessy. Pria itu bahkan tersenyum lebar sambil menatap teh yang ia pegang. Akan tetapi, ada hawa gelap yang bisa Jessy rasakan dari tubuh pria itu, membuatnya bergidik ngeri."Aku menunggu tehnya dingin," balas Jessy seadanya sambil memasang senyuman canggung yang tampak begitu aneh untuk dilihat.Senyuman itu terlihat dipaksakan, dengan tidak adanya kerutan yang terbentuk di sudut mata. Selain itu, tangan Jessy terlihat sedikit bergetar ketika tengah memegang
"Jangan pura pura tidak tahu, Emily. Aku tahu semua pergerakan dirimu. Kau pikir aku sebodoh itu untuk bisa dikelabui?" Tanya Terry dengan nada kesal.Pria berambut pirang itu mengambil rokok dari dalam saku celananya lalu segera menyalakan benda itu, menghisapnya dengan dalam, menghembuskannya dengan perlahan sehingga menghasilkan asap berwarna putih yang cukup jelas di tengah malam seperti sekarang.Terry melirik Emily yang tampak mematung dengan perkataannya. Kulit wajah kekasihnya terlihat pucat disertai dengan matanya yang membulat sempurna seolah akan keluar dari tempatnya. "Darimana kau mendapat omong kosong itu? Apa kau punya bukti jika aku pergi bersama dengan Kai?" Terry tertawa kecil setelah mendengar pertanyaan yang Emily lontarkan. Bibirnya membentuk senyuman miring disertai dengan alisnya yang terlihat naik. Pria itu hampir saja menyemburkan tawanya andaikata ia tak ingat image yang sudah dibangun selama ini. Jadi yang bisa Terry lakukan sekarang adalah hanya diam mem
"Apa gadis yang kau maksud adalah... Emily?"Orang yang merupakan saingan dari kelompok Black Panther itu menganggukkan kepala. Pria yang saat ini memakai kacamata hitam dengan masker itu mendekati Terry dengan langkah perlahan, ingin mendekati Terry dan memberi tahu tentang perilaku Emily lebih banyak pada pria itu. Hanya saja, semua tak sesuai dengan harapannya.Terry tentu langsung memasang raut wajah siaga, begitu pula dengan Daniel. Mereka takut apabila orang itu menyerang disaat mereka lengah. Hal ini membuat pria dengan kacamata itu menghela napas kesal."Kenapa kalian begitu takut padaku?""Aku hanya takut kau menyerang kami disaat kami lemah seperti sekarang. Terlebih, untuk apa orang dari pihak musuh memberitahu hal ini? Bukankah kau harusnya senang ketika musuhmu mendapat musibah?"Pria berkacamata hitam itu menghela napas, lalu menggelengkan kepala, tanda tak setuju dengan apa yang dilontarkan oleh Terry. Pria itu mengangkat tangannya ke atas-seperti posisi orang yang men
"Aku masih bisa percaya jika Emily akan membantu Jessy untuk melarikan diri dariku agar ia tak memiliki saingan,"Terry menjeda sejenak perkataan ya sambil menatap pria berkacamata itu dengan tatapan tak percaya. Raut wajah kaget disertai dengan mata membulat dengan helaan napas kasar keluar dari mulut pria berambut pirang itu."Tapi... untuk apa ia melukaimu? Emily yang ku kenal adalah wanita yang sangat baik. Dia cantik dan anggun walaupun sedikit menyebalkan," sambung Terry.Daniel memutar mata malas mendengar ocehan yang keluar dari mulut Terry. Perkataan Pria itu seperti omong kosong yang terdengar menggelikan di telinganya. Daniel tak menyangka jika sahabatnya ini sudah ditipu habis habisan oleh kekasihnya yang sinting itu."Dia baik? Kau tak salah bicara?" Tanya Daniel dengan nada mencemooh, membuat Terry mendelikan matanya dengan tajam ke arah pria itu. Dalam sekejap, suasananya di taman itu terasa sedikit panas. Tatapan mata tajam Terry sedikitnya membuat Daniel gentar.Pria
Jessy menolehkan kepalanya pada sumber suara, yakni Terry yang saat ini menatap tajam ke arahnya. Jessy merasa ciut dan ketakutan melihatnya, hingga ia memeluk Alfred kembali dengan sangat erat sembari menyembunyikan wajahnya. Gadis itu merasa terintimidasi dengan tatapan Terry yang terlihat sangat mematikan."Jessy, aku sedang bicara padamu. Tolong lihat aku,"Terry berkata dengan nada tegas dan juga dominan, membuat jiwa submissive Jessy keluar begitu saja. Jessy membalikkan tubuhnya hingga kini berhadapan dengan pria berambut pirang itu.Gadis itu menundukkan kepalanya hingga poni miliknya yang sudah memanjang menutupi wajahnya. Gadis itu memegang erat ujung baju yang ia kenakan, pertanda jika tengah takut dan juga gugup. Terry menghela napas kasar lalu mengangkat dagu Jessy dengan jari telunjuknya agar gadis itu bisa bertatapan dengannya.Tatapan keduanya bertemu. Mata doe hijau milik Jessy yang saat ini memerah karena sedang menangis kini bertatapan dengan manik coklat milik Terr
"Apa ini semacam taruhan?" Terry menggelengkan kepalanya, lalu segera mendekati Jessy yang saat ini tengah memiringkan kepalanya, tak mengerti dengan pembicaraan diantara dua pria berbeda generasi itu.Begitu sampai di hadapan Jessy, Terry meletakkan salah satu tangannya di perut milik gadis itu, lalu mengusapnya dengan cara melingkar. Pria itu memejamkan mata seolah menikmati kegiatan yang ia lakukan.Jessy tentu saja kaget mendapat perlakuan lembut seperti itu. Terry memang baik padanya, tapi dia pasti selalu memiliki niat terselubung. Makanya ia curiga jika Terry tengah merencanakan sesuatu padanya.Akan tetapi, sekalipun Jesy tengah mencurigai Terry, Jessy tak menepis tangan milik Terry dari perutnya dan membiarkan Terry berbuat sesukanya, selama masih berada di batas wajar. Entah kenapa, ada rasa senang yang hinggap di hatinya. Seperti ada kupu kupu yang berterbangan dalam perutnya, menimbulkan sensasi menyenangkan yang tak diketahui sebabnya. Apakah ia senang dengan usapan itu
"Apa maksudmu jika Jessy tengah hamil?" Alfred kini menatap Terry dengan tatapan tajam.Pria bermata hijau itu tak terima jika Terry mengatakan hal yang tidak tidak pada Jessy yang baru saja siuman. Terry tersenyum, lalu menolehkan kepalanya pada Jessy yang saat ini menatapnya penuh kebingungan.Mata gadis itu tampak mengerjap lucu dengan bibir mengerucut lucu karena tak mengerti alasan Terry malah membahas "hal itu". Kepalanya terlihat dimiringkan yang membuat Jessy tampak begitu menggemaskan. Terry tertawa kecil melihat tingkah Jessy yang begitu menghibur dirinya. Setelah itu, Terry memusatkan kembali perhatiannya pada Alfred yang menunggu jawabannya. Percakapan diantara keduanya tampak begitu intens seolah ini adalah meja perang (meja debat)."Kurasa anda tak terlalu bodoh untuk mengerti arti ucapan saya, tuan," ujar Terry dengan senyuman tipis yang terpatri di wajah tampannya.Nada suara setenang air itu sedikitnya mengusik hati Alfred. Apa pria di depannya itu tak merasa bersala
Terry kini sudah tiba di depan rumah sakit yang kabarnya tempat Jessy dirawat. Pria berambut pirang itu segera turun dari mobil dan melangkah dengan gagah menuju ke depan gerbang rumah sakit, diikuti oleh para anggotanya yang lain yang mengikuti dari belakang.Saat berada di depan gerbang, langkah Terry harus terhenti karena seorang pria berpakaian serba merah dengan aksen lambang harimau putih mencegahnya masuk. Terry menatap tajam orang itu dengan mata cokelatnya, karena perjalanannya harus tertunda. Ini sama artinya dengan membuang waktunya yang berharga untuk mencari Jessy."Mengapa aku dihentikan seperti ini, heh?""Maaf, Tuan. Tapi anda tak diizinkan masuk ke wilayah ini," ujar pria yang tengah mengenakan kacamata itu dengan suara berat.Terry tersenyum miring. Ia yang tak terima dengan perkataan itu langsung merogoh saku celananya dan menodongkan pistol tepat di dahi pria itu. Bisa dilihat jika salah satu anak buah dari kelompok White Tiger yang berhadapan dengannya meneguk lu
Alfred menghela napas melihat reaksi yang Jessy berikan padanya. Gadis itu tak merasa senang ataupun gembira dengan berita ini, tapi malah menunjukkan sikap ketidak percayaan dan juga ragu.Hal ini tentu saja menggores hari Alfred. Wajah pria itu tampak menyendu dengan alis mata yang terlihat turun. Raut wajah Alfred terlihat murung dengan tubuh terkulai lemas seolah tak memiliki tenaga.Jessy menggaruk pipinya yang tak terasa gatal, bingung harus melakukan apa di situasi sekarang ini. Rasa canggung menyergap keduanya, membuat Jessy tampak tak nyaman. Tangan mungilnya dengan ragu menyentuh wajah Alfred yang kini tengah melihat ke tanah. Merasakan sentuhan kecil dan halus itu, Alfred mendongakkan kepala, kembali menatap wajah Jessy dengan tatapan sedih. Bibir pria itu terlihat terkunci dengan mata sayu yang membuat kondisi Alfred terlihat begitu menyedihkan."Apa bisa anda jelaskan lagi padaku apa yang anda katakan sebelumnya?" Tanya Jessy dengan nada sehalus sutera sembari mengusap
"Ayah yang menculik anak Alfred?" Tanya Terry lagi memastikan, takut jika ia salah mendengar."Benar, tuan. Selain itu, ayah anda hampir melecehkan Rosemary saat wanita itu tengah mengandung. Maka dari itu, tuan Alfred murka besar dan berakibat memusuhi kelompok Black Panther sampai sekarang," jawab Adiaz lagi yang membuat Terry tampak tercengang.Pria itu hampir saja menjatuhkan ponselnya ke bawah andai tak diraih oleh Daniel. Dengan sigap, tangan milik pria berdarah Korea itu menangkap ponsel yang saat ini masih tersambung.Ia ingin tahu mengapa sedari dulu kelompok White Tiger selalu membuat masalah dengan kelompok Black Panther. Tak mungkin jika hanya alasan itu saja yang menjadi pemicunya."Lalu, apa ada hal lain yang ingin kau laporkan pada kami?""Ada. Kelompok Black Panther yang waktu itu dipimpin oleh ayah anda adalah pengacau sekaligus pengkhianat di masa lalu saat kelompok White Tiger masih berjaya. Tuan Barbara membuat fitnah bahwa kelompok White Tiger adalah kelompok yan
Setelah menempuh perjalanan selama kurang lebih tiga jam untuk pergi ke Las Vegas menggunakan pesawat, Terry segera memerintahkan anak buahnya yang berada disana untuk segera menjemputnya dan beberapa orang yang ia bawa dari Washington, termasuk Daniel.Selama menunggu kira kira setengah jam, mobil yang di pesan oleh Terry pun datang. Ia dan Daniel langsung masuk ke dalam mobil itu, sementara para anak buahnya yang lain menaiki mobil yang berbeda. Mobil pun meninggalkan kawasan bandara menuju rumah sakit tempat Jessy di rawat."Kau yakin jika Jessy ada disana? Bisa saja ini adalah trik murahan yang digunakan oleh kelompok White Tiger untuk mengecoh kita semua," Terry yang sedang memeriksa beberapa file yang masuk di ponselnya pun menolehkan kepala pada sang lawan bicara. Dirinya tertegun dalam sesaat.Benar juga, karena panik dan merasa senang karena Jessy telah ditemukan membuatnya membuat keputusan bodoh dengan langsung datang ke Las Vegas tanpa mencari tahu terlebih dahulu apakah
"Hah? Apa maksud anda?" Tanya Jessy yang saat ini tengah membulatkan mata mendengar fakta yang baru saja ia dengar.Janet Fransisca? Rasanya ia pernah mendengar nama itu sebelumnya. Keningnya berkerut dalam mencoba mengingat nama itu. Matanya ya menyipit lucu dengan ekspresi yang begitu menggemaskan.Akan tetapi, seberapa keras usaha Jessy untuk mengingatnya, ingatan itu tak muncul di kepalanya. Jessy mengerang kesal sekaligus frustrasi karena tak bisa mengingat informasi yang terbilang cukup penting untuk keadaan sekarang.Gadis itu menatap Alfred dengan tatapan polos miliknya karena ia tak mengingat nama yang terasa familiar itu, seolah meminta bantuan pada Alfred. Alfred terkekeh pelan, lalu menyendokkan satu sendok bubur pada mulut Jessy yang terbuka agar gadis itu bisa makan.Jessy tentu saja kesal karena Alfred memasukan makanan ke dalam mulutnya tanpa permisi. Dengan terpaksa, gadis itu pun menelan bubur yang disodorkan tanpa mengunyahnya karena bubur yang ia makan sangatlah lem
"Terry," panggil Daniel yang baru saja masuk ke ruangan milik sang pria berambut pirang yang kini tengah berkutat dengan laptopnya. Terry tampak begitu serius, terlihat dari keningnya yang berkerut dalam dan beberapa kali mengeluarkan umpatan kecil yang tak jelas.Mendengar ada yang memanggil namanya, Terry menolehkan kepala pada sumber suara, mengabaikan sejenak laptop yang ada di depannya dan memusatkan seluruh atensinya pada Daniel yang saat ini tengah memasang wajah lelah.Wajah pria berdarah Korea itu tampak sangat berantakan, dengan kantung mata hitam yang melingkar jelas di wajahnya. Selain itu, wajah Daniel tampak begitu kusam, menandakan jika ia kurang istirahat selama beberapa hari terakhir."Ada apa Daniel?" Tanya Terry singkat, padat dan jelas dengan nada suara dinginnya.Daniel menghela napas panjang, lalu menyodorkan sebuah file yang berisi tentang beberapa kerja sama yang harus Terry periksa. Bagaimanapun, Terry adalah orang yang berkuasa disini. "Ada beberapa kerja sa