Setelah meninggalkan Jessy, Terry melesat menuju bangunan bercat biru untuk memberi salah satu penjaganya pelajaran yang berharga. Sepatu pantofel yang bergesekan dengan tanah memberi bunyi khas tersendiri, membuat siapapun yang mendengarnya akan merinding. Karena suara sepatu yang dihasilkan oleh Terry terdengar seperti seruling kematian.Berlebihan memang, tapi itu adalah fakta. Siapapun yang mendengar suara derap kaki yang cepat yang dihasilkan oleh ketua Mafia itu maka hidupnya akan segera berakhir.Saat mencapai perbatasan antara mansion dengan bangunan bercat biru yang dibatasi oleh pagar besi tinggi dengan kabel di tiap sisinya, Terry bisa melihat jika salah satu anak buah sekaligus sahabatnya, Daniel tengah meninju pria berambut keriting tanpa belas kasihan.Dengan tergesa, Terry segera menghampiri Daniel yang masih asyik meninju wajah pria itu. Sepertinya Daniel masih tak menyadari keberadaannya. Maka dari itu, Terry menepuk bahu milik pria itu, hingga membuat Daniel menoleh
Daniel tersentak kaget saat Terry mengatakan pertanyaan itu padanya. Mimik wajahnya menjadi gugup selama beberapa detik, lalu normal seperti semula seolah ekspresi barusan hanyalah kesalahan saja. Daniel menatap Terry sedatar tembok dengan suaranya yang sedingin es, namun masih tetap dalam batas sopan yang bisa Terry toleransi."Sepertinya anda salah paham," ujar Daniel dengan nada setenang air."Salah paham?"Ya, anda salah paham," sahut Daniel menegaskan ucapannya. Tangannya dimasukkan kedalam saku celana panjang yang ia kenakan, lalu menatap sang ketua Mafia dengan tatapan datar."Saya tak memiliki perasaan lebih pada nona Jessy. Saya memukul anak buah anda semata mata karena ini merupakan salah satu kewajiban saya untuk melindungi nona Jessy saja,"Terry tersenyum mengejek, sangsi dengan perkataan yang Daniel katakan. Sang ketua Mafia segera berjalan mendekati Daniel sehingga jarak diantara keduanya hanya tersisa satu jengkal saja. Kedua pria dewasa itu saling berhadapan satu sama
Jessy tersentak kaget saat mendengar pertanyaan yang Terry lontarkan padanya. Pertanyaan itu memang pertanyaan biasa, tapi nada suara yang Terry gunakan saat menanyakan hal itu itulah yang menjadi masalah. Pria itu menggunakan nada tinggi, seolah tak suka dengan keputusan yang telah Jessy buat. Sedikitnya, Jessy kaget bercampur takut dengan Terry. Akan tetapi, ia menepis rasa itu dan kembali mengeluarkan suaranya untuk memberi pendapat."Iya, Bunny akan tinggal bersamaku di ruangan pintu coklat muda itu. Anda tak keberatan kan?"Terry memijat pelipisnya dengan perlahan sambil menutup mata mendengar permintaan Jessy. Pria itu bukannya tidak mau membiarkan makhluk kecil berbulu itu ada di ruangan tempat tahanannya akan tinggal. Tapi masalahnya, ia tak suka ada hewan di mansionnya."Tidak, aku tak suka ada hewan di mansionku," ujar Terry dengan nada datar, membuat Jessy cemberut dengan melipat bibirnya kedalam.Gadis itu berhenti berjalan sambil mendekap kelinci coklat yang ada dalam pa
Jessy terdiam mendengar alasan ketiga yang Taehyun katakan padanya. Wajahnya terbengong dan pikirannya terasa kosong saat itu juga. Tanpa terasa, semburat kemerahan tercetak jelas di wajah bonekanya."Jadi...anda takut saya terlalu memperhatikan kelinci itu daripada anda sendiri?" Tanya Jessy menegaskan ucapan Terry, takut dirinya salah sangka yang berujung pada kekecewaan besar karena salah menafsirkan perkataan Terry. Terry menganggukkan kepalanya dengan cepat."Hm," balas Terry singkat dengan nada tak peduli. Jessy menggaruk pipinya yang tak terasa gatal sembari melihat kearah lain, enggan bertatapan dengan mata coklat Terry."Tapi perhatian apa yang anda maksud? Tolong jangan buat saya salah paham karena pengertian dari perhatian itu sendiri sangat luas," sahut Jessy mengemukakan pendapatnya. Gadis itu menatap Terry dengan wajah bingung, sembari menunggu jawaban dari sang ketua Mafia yang tampaknya termenung karena pertanyaan spontannya itu."Kau pikir saja sendiri," balas Terry s
Jessy tersentak kaget saat Taehyun mengalihkan pembicaraan dengan hal yang tak berkaitan dengan pembicaraan sebelumnya. Gadis itu mengernyitkan dahi, namun begitu sadar pertanyaan itu arahnya kemana, ia meneguk ludah paksa sembari tersenyum canggung."Eh? Kenapa jadi membahas itu, tuan? Bukannya kita sedang membahas Bunny dan sikap anda pada saya?"Terry menyipitkan mata cokelatnya dan menatap Jessy dengan tatapan mengintimidasi, seraya menyelidik milik wajah Jessy yang berubah drastis. Setidaknya, Terry bisa melihat bibir Jessy yang terlihat kaku saat tersenyum ataupun nada gagap yang dikeluarkan oleh gadis itu."Kita memang sedang membahas kelinci cokelatmu itu. Tapi aku penasaran mengapa tiba tiba laci kamarmu kau kunci. Apa aku salah bertanya seperti itu? Atau mungkin kau menyembunyikan sesuatu dariku?" Tanya Terry bertubi tubi dengan nada menuntut, meminta Jessy untuk bicara dan menjelaskan semuanya.Jebakan. Jessy melihat pertanyaan itu adalah umpan untuk membuatnya bicara. Sang
"Bau alkohol pada tubuh anda itu melekat dengan kuat sekali. Apa anda tak merasakannya sedikitpun?" Tanya Jessy sambil menutup hidungnya menggunakan tangan setelah sebelumnya membilas mulutnya menggunakan air. Sebelah tangannya ia gunakan untuk menjepit hidung, dan tangan lainnya digunakan untuk menahan Bunny yang akan melompat ke bathtub.Terry berdiri dan mulai mengendus tubuhnya sendiri, dimulai dari ketika sampai tangan. Pria itu menatap Jessy sambil tertawa kecil saat mengetahui bau yang dimaksud oleh boneka kesayangannya itu."Ini bukan bau alkohol, boneka kecil," ujar Terry pelan sambil membuka bajunya hingga menampilkan tubuh bagian atasnya yang begitu kekar dan berotot. Bahu yang begitu lebar cocok untuk bersandar, otot lengan yang kuat ditambah dengan otot perut berbentuk 6 kotak yang menggoda kaum hawa. Selain itu, terdapat tato berbentuk macan berwarna hitam di punggung pria itu, membuat Terry terlihat makin seksi dan jantan disaat yang bersamaan."Huwaa kenapa anda membu
"membunuh? Apa maksud anda?"Wajah Jessy berubah menjadi pucat pasi saat mendengar kata mengerikan itu lolos begitu saja dari mulut Terry dengan begitu mudah. Tubuh gadis itu membeku sejenak dengan detak jantung yang seolah berhenti berdetak saat itu itu juga. Pupil mata itu terlihat mengecil dengan raut wajah terkejut yang begitu kentara di wajah bonekanya.Terry menyeringai melihat boneka kecilnya terdiam. Raut wajah ketakutan itu adalah hal yang paling ia sukai dari Jessy. Saat bibir Terry hendak menyentuh bibir milik Jessy, gadis itu menghalangi bibirnya dengan telapak tangan. Hal ini membuat Terry mencium telapak tangan milik Jessy. Pria itu menatap tajam gadis dalam dekapannya karena berani mengganggu hal menyenangkan yang akan ia lakukan. Cengkraman tangan Terry pada dagu Jessy sedikit ditekankan, membuat ringisan kesakitan lolos dari mulut Jessy."Kau berani sekali ya mengganggu kegiatanku, boneka kecil. Apa kau ingin bernasib sama seperti gadis yang sudah kubunuh tadi pagi?"
"White Tiger?"Jessy mengulang perkataan yang Terry ucapkan barusan. Mata gadis itu membulat dengan dahi mengernyit. Mata hijau miliknya melirik ke arah kiri atas, berusaha mengingat nama itu. Bukannya apa, tapi Jessy pernah mendengar nama kelompok itu beberapa kali. "Iya, White Tiger. Itu adalah kelompok Mafia yang menguasai daerah Los Angeles," jawab Terry santai sambil menyilangkan kakinya. Pria itu tampak tak kedinginan ataupun canggung saat bertelanjang dada di hadapan Jessy yang notebene adalah seorang perempuan. Malah, Terry suka melihat rona kemerahan yang tercipta di pipi Jessy akibat ulah nakalnya itu. "Kau pernah mendengar sesuatu tentang kelompok itu?""Pernah. Tapi aku tak yakin apakah kelompok yang kudengar ini sama dengan yang kau maksud, Tuan," ujar Jessy sambil tersenyum tipis dengan nada canggung yang begitu manis. Jemari mungilnya bertautan satu sama lain sambil mengalihkan tatapannya pada Bunny yang masih anteng berada dalam pangkuannya.Terry tertawa tertahan me