Samantha menangis cukup lama, hingga memakan waktu setengah jam lebih. Sinar matahari semakin tinggi menyinari ketiga gadis yang tengah berbagi rasa sakit itu. Setelah bercerita mengenai apa yang sudah ia pendam selama ini, Samantha merasa lebih baik daripada sebelumnya. Perasaannya jauh lebih baik dan kepalanya terasa lebih ringan. Ia lega bisa bercerita pada Jessy dan Jane."Maaf mengganggu waktu kalian bertiga. Tapi nona Jessy harus segera pergi ke gedung biru itu sebelum tuan Terry pulang," ujar Daniel yang baru datang menginterupsi ketiganya. Bau nikotin menguar pekat dari tubuh pria itu, membuat Jessy sedikit tak nyaman. Akan tetapi, Jessy berusaha mengabaikannya karena takut Daniel tersinggung jika ia tegur.Samantha tersentak kaget mendengar perkataan dari Daniel. Gadis berambut mint itu baru sadar jika ia sudah membuang waktu gadis Tawanan Terry yang baru. Ia menatap Jessy tak enak sambil menundukkan kepala."Nona boneka, maaf membuang waktumu. ayo kita lanjutkan perjalanan
Terry yang saat ini sedang membahas bisnis terbaru bersama dengan Jake dan juga Archer sedikit terganggu dengan dentingan notifikasi yang berasal dari ponselnya.Dengan malas, ia mengambil benda itu dan melihat siapa yang berani mengganggu konsentrasinya. Ternyata pesan itu berasal dari Daniel, kawan sekaligus pengawal yang ia tugaskan untuk menjaga Jessy."Dari siapa?" Tanya Jake dengan nada penasaran saat Terry mengambil ponsel dari atas meja, mengabaikan pembicaraan yang mereka lakukan sebelumnya. Tak biasanya Terry akan mengambil ponselnya ditengah rapat yang ia lakukan."Dari Daniel," ujar Terry singkat. Pria itu membaca pesan yang dikirim oleh sahabatnya. Betapa kagetnya Terry saat membaca pesan itu. Rahangnya mengetat dan dengan mata melotot yang siap memberikan aura membunuh yang begitu kental."Hey dude, ada masalah apa?" Tanya Archer yang menyadari ada hawa gelap yang tercipta dari tubuh Terry. Pria berambut cepak itu bergidik ngeri saat melihat Taehyun yang menggenggam gel
"Siapa dia yang kau maksud, Yuki?"Jessy bisa melihat jika Yuki terdiam saat ia melontarkan pertanyaan itu. Wajah Yuki nampak cemas dan panik, dengan tubuh yang terus bergerak gelisah.Selain itu, mata Yuki tak mau bertatapan dengannya, membuat Jessy semakin yakin jika ada yang salah disini. Jessy ingin menekan Yuki agar berterus terang padanya. Hanya saja, ia mengurungkan niatnya itu agar tak terjadi perselisihan dengan sahabat barunya."Ada apa?""Nona boneka, maaf aku tidak bisa memberi tahumu soal itu," ujar Yuki sambil melipat bibirnya, sesekali juga menggigit pipi dalamnya menghindari kontak mata dengan Jessy."Kenapa? Apa pertanyaanmu terlalu sensitif?""Iya, itu benar. Pertanyaanmu terlalu sensitif ketika ditanyakan di tempat ini," sambar Samantha yang datang bersama dengan Jane. Yuki menghela napas lega melihat kedatangan gadis berambut mint itu, mengucapkan terima kasih tanpa suara karena sudah menyelamatkannya dari pertanyaan yang Jessy lontarkan.Jessy memiringkan kepala
Jessy membulatkan mata tak percaya saat mendengar ucapan yang terlontar dari mulut Yuki. Samantha dan Daniel dulunya adalah sepasang kekasih ? Tapi kenapa Samantha malah berakhir ditempat ini? Apa yang terjadi diantara mereka berdua?Gadis itu ingin menanyakan hal ini pada Samantha. Akan tetapi, keraguan menyelimuti dirinya. Ia takut pertanyaan ini terlalu sensitif untuk Samantha. Lidah gadis itu terasa kelu, bingung harus bereaksi apa."A-ah ada lagi yang kau ingin tanyakan, nona boneka? Aku takut membuang waktumu karena kau harus segera kembali ke mansion utama sebelum tuan Terry pulang dan menghabisi kita semua karena membuatmu pulang terlambat," Samantha mengalihkan topik tanpa menanggapi perkataan Yuki barusan. Dalam hal ini, Samantha tak menampik fakta yang baru saja Yuki beberkan pada Jessy dan Jane. Jessy jadi beranggapan jika yang dikatakan Yuki benar adanya. Ini akan jadi informasi yang berguna bagi rencana Jessy."Tentu saja! Kalau begitu aku akan mulai dari yang paling me
Jessy membalikkan badannya dengan kaku, dan menemukan seorang pria berbadan kekar dengan setelan jas berwarna Dongker yang membalut tubuh atletisnya. Tatapan pria itu begitu tajam dan mengintimidasi, membuat nyali Jessy ciut seketika. Orang itu adalah Terry, si ketua Mafia yang menawannya sejak kemarin."Eh, tuan Terry? Kenapa anda ada disini?" Tanya gadis itu balik berusaha membuat suaranya agar tak gugup, tanpa menjawab pertanyaan yang Terry ajukan sebelumnya. Jessy melirik ke arah teman temannya yang berada di balik semak semak yang cukup besar, memastikan jika mereka tak terlihat oleh pria di depannya."Seharusnya aku yang bertanya padamu. Kenapa kau ada ditempat ini?" Tanya Terry dengan nada tajam dan dingin seperti biasa. Mata cokelat milik pria itu memindai Jessy dari atas sampai bawah dengan seksama dengan wajah datar nan dingin.Jessy meneguk ludahnya paksa, memalingkan tatapannya ke arah lain, enggan bertatapan dengan sang ketua Mafia yang kini tengah menunggu jawabannya. Ga
Setelah meninggalkan Jessy, Terry melesat menuju bangunan bercat biru untuk memberi salah satu penjaganya pelajaran yang berharga. Sepatu pantofel yang bergesekan dengan tanah memberi bunyi khas tersendiri, membuat siapapun yang mendengarnya akan merinding. Karena suara sepatu yang dihasilkan oleh Terry terdengar seperti seruling kematian.Berlebihan memang, tapi itu adalah fakta. Siapapun yang mendengar suara derap kaki yang cepat yang dihasilkan oleh ketua Mafia itu maka hidupnya akan segera berakhir.Saat mencapai perbatasan antara mansion dengan bangunan bercat biru yang dibatasi oleh pagar besi tinggi dengan kabel di tiap sisinya, Terry bisa melihat jika salah satu anak buah sekaligus sahabatnya, Daniel tengah meninju pria berambut keriting tanpa belas kasihan.Dengan tergesa, Terry segera menghampiri Daniel yang masih asyik meninju wajah pria itu. Sepertinya Daniel masih tak menyadari keberadaannya. Maka dari itu, Terry menepuk bahu milik pria itu, hingga membuat Daniel menoleh
Daniel tersentak kaget saat Terry mengatakan pertanyaan itu padanya. Mimik wajahnya menjadi gugup selama beberapa detik, lalu normal seperti semula seolah ekspresi barusan hanyalah kesalahan saja. Daniel menatap Terry sedatar tembok dengan suaranya yang sedingin es, namun masih tetap dalam batas sopan yang bisa Terry toleransi."Sepertinya anda salah paham," ujar Daniel dengan nada setenang air."Salah paham?"Ya, anda salah paham," sahut Daniel menegaskan ucapannya. Tangannya dimasukkan kedalam saku celana panjang yang ia kenakan, lalu menatap sang ketua Mafia dengan tatapan datar."Saya tak memiliki perasaan lebih pada nona Jessy. Saya memukul anak buah anda semata mata karena ini merupakan salah satu kewajiban saya untuk melindungi nona Jessy saja,"Terry tersenyum mengejek, sangsi dengan perkataan yang Daniel katakan. Sang ketua Mafia segera berjalan mendekati Daniel sehingga jarak diantara keduanya hanya tersisa satu jengkal saja. Kedua pria dewasa itu saling berhadapan satu sama
Jessy tersentak kaget saat mendengar pertanyaan yang Terry lontarkan padanya. Pertanyaan itu memang pertanyaan biasa, tapi nada suara yang Terry gunakan saat menanyakan hal itu itulah yang menjadi masalah. Pria itu menggunakan nada tinggi, seolah tak suka dengan keputusan yang telah Jessy buat. Sedikitnya, Jessy kaget bercampur takut dengan Terry. Akan tetapi, ia menepis rasa itu dan kembali mengeluarkan suaranya untuk memberi pendapat."Iya, Bunny akan tinggal bersamaku di ruangan pintu coklat muda itu. Anda tak keberatan kan?"Terry memijat pelipisnya dengan perlahan sambil menutup mata mendengar permintaan Jessy. Pria itu bukannya tidak mau membiarkan makhluk kecil berbulu itu ada di ruangan tempat tahanannya akan tinggal. Tapi masalahnya, ia tak suka ada hewan di mansionnya."Tidak, aku tak suka ada hewan di mansionku," ujar Terry dengan nada datar, membuat Jessy cemberut dengan melipat bibirnya kedalam.Gadis itu berhenti berjalan sambil mendekap kelinci coklat yang ada dalam pa