Edgar pergi ke toilet dengan menggeram kesal. Dia tadi melihat Lolita duduk bersama Jones, dan keduanya terlihat dekat. Sialan!Dia mengumpat beberapa kali untuk melampiaskan kekesalannya. Awalnya Edgar berniat memberikan kesempatan pada Lolita, sesuai saran yang Franklin berikan. Tapi, setelah melihatnya bersama Jones di acara eksklusif ini, dia jadi enggan. Kemarahan Edgar semakin memuncak. Dia tidak akan dan tidak ingin melihat Lolita lagi!Edgar kembali duduk di kursi terdepan, berusaha untuk tetap tenang saat acara dimulai. Dia mengarahkan pandangan lurus ke depan ketika model mulai keluar satu per satu dengan berjalan elegan memperagakan busana. Dengan tema beauty gold. Lolita tak henti-hentinya kagum melihat model bertubuh semampai yang berjalan di depannya. Dia menyukai fashion, dan dia tidak menyangka bisa melihat fashion show secara langsung. Karena biasanya dia hanya bisa melihatnya lewat video.Sekarang waktunya Nola keluar. Dia berjalan dengan sangat elegan, dia menjad
Lolita bergeleng saat Jones menawarkan makan malam di restoran, sebelum pria itu mengantarkannya pulang."Aku tidak mau. Kita langsung pulang saja," jawab Lolita mengarahkan pandangan ke luar jendela mobil.Dia masih kesal mengingat apa yang baru saja dia lihat. Edgar begitu mesra mencium Nola. Dia tidak tahu hubungan Edgar dan Nola, tapi dia tidak bisa membohongi dirinya. Kalau Lolita cemburu.Yah, walau cemburu pun Lolita tidak berhak. Karena dia bukanlah kekasih Edgar, dia hanyalah anak dari sahabat pria itu. Memikirkannya membuat hati Lolita semakin perih. Ternyata selama ini, hanya dia yang menginginkan sebuah hubungan yang jelas dengan Edgar. Sementara Edgar? Lolita tidak tahu, apa pria itu juga menginginkan hal yang sama.Cekalan tangan Jones di setir mengerat. Dia ikut kesal. Sedari tadi Lolita tak mengacuhkannya. Padahal, dia sudah bersikap seramah mungkin. Sebenarnya Jones hanya tertarik pada Lolita, dan tidak menyukai gadis itu. Tujuan utama dia mendekati Lolita adalah, di
Nola mengentak-entakkan kedua kakinya dengan kesal. Dia gagal membuat Edgar tidur bersamanya. Tadi saat di club, dia memberikan banyak sampanye untuk Edgar. Dia terus menuangkannya ke dalam gelas pria itu.Tapi, ketika Nola izin pergi ke toilet sebentar. Dia tidak melihat lagi keberadaan Edgar di club di saat dia kembali. Nola mencoba mencari Edgar di seluruh penjuru club, dan dia baru menyadari saat mobil Edgar sudah tidak ada di parkiran. Pria itu pulang lebih dulu, meninggalkan Nola sendirian.Padahal Nola yakin dia akan berhasil dengan rencananya. Tapi, ternyata dia gagal. Dia sekarang harus naik taksi untuk pulang karena dia tadi diantarkan oleh Edgar, sementara mobilnya dia tinggal di depan gedung, tempat fashion show tadi diselenggarakan.Nola tersenyum kecut pada sang sopir yang terus menatapnya saat Nola membayarkan ongkos. Nola segera pergi, tak mengabaikan sang sopir yang berceloteh memuji kecantikannya.Dia sudah terbiasa dipuji. Bahkan, pujian-pujian itu sudah tak tera
Lolita membuka kedua matanya dan menggosoknya pelan dengan punggung tangan. Seperti kemarin, hari ini pun dia tidak bersemangat untuk memulai aktivitasnya. Tanpa Edgar, hidup Lolita seperti ada yang kurang.Lolita turun dari tempat tidur, melangkah dengan malas menuju ke kamar mandi. "Huh … sampai kapan akan seperti ini terus? Aku merindukan Om Edgar," gumamnya sedih.Dia membenamkan dirinya dalam bathtub. Sekelebat bayangan bagaimana Edgar berciuman panas dengannya saat di bawah pancuran shower memenuhi kepala Lolita. Semakin membuatnya jengkel."Haruskah aku menemui Om Edgar ke perusahaannya?"***Edgar merasa lebih segar dan dia bisa berpikir lebih jernih setelah mandi. Dia sudah mengganti pakaiannya dengan setelan jas formal. Ketika dia keluar dari kamar mandi yang ada di dalam ruangannya, dia menemukan Franklin duduk tenang di sofa."Kebetulan kau sudah datang, Franklin," tukas Edgar membawa dirinya menuju Franklin. Dia ikut mendudukan tubuhnya di sofa di samping Franklin."Aku
Edgar berhasil mencekal tangan Lolita. Dengan napas yang terengah-engah, dia mencoba menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi padanya dan Nola barusan."Lolita, kau salah paham. Itu tidak seperti yang kau lihat," ucap Edgar berharap Lolita mau mendengarkannya."Salah lihat? Jelas-jelas tadi Om berciuman dengan Nola. Nola bahkan setengah telanjang. Semuanya jelas, Om," balas Lolita terisak."Dia memancingku ….""Cukup, Om!" teriak Lolita tak mau mendengarkan penjelasan Edgar lagi. Dia sudah terlampau sakit hati."Lolita, maafkan aku." Edgar hendak mengejar Lolita lagi saat gadis itu melepaskan tangannya dan pergi meninggalkannya. Tapi, kakinya tidak bisa melangkah, seakan terpaku pada tanah di bawahnya. Membeku di tempatnya berdiri.Edgar tidak berhak memaksa Lolita agar gadis itu mau mendengarkan penjelasannya, memberikan kesempatan padanya. Dia saja tidak memberikan kesempatan untuk Lolita saat gadis itu meminta hal yang sama sebelumnya.Edgar mendengus kasar. Dia mengacak rambutnya
Edgar membawa lima kotak coklat untuk dia berikan pada Lolita. Dia mencoba mengintip ke dalam kamar Lolita. Gadis itu terlihat masih terjaga sambil bermain ponsel di atas kasur."Lolita," panggil Edgar pada Lolita.Lolita langsung terjingkat dari posisinya. Dia bangkit duduk dan menatap Edgar, sedikit terpaku.Apa orang yang sedang jatuh cinta akan sebodoh ini? Hati Lolita yang sudah terluka tadi, menjadi bahagia kembali saat melihat Edgar pulang.Tapi, Lolita akan bersikap seakan-akan dia masih marah. Dia ingin Edgar merasa bersalah sehingga pria itu tak mengulangi kesalahan yang sama."Kenapa Om ke sini? Bukannya menginap di rumah Nola," tukas Lolita bersedekap sambil membuang muka.Edgar bergerak pelan menghampiri Lolita. Dia meletakkan lima kotak coklat di atas kasur tepat di samping gadis itu."Apa ini? Om mau mencoba menyogokku dengan coklat-coklat ini, huh?"Edgar menarik napas panjang. "Maafkan aku, Lolita."Lolita melirik ke arah coklat pemberian Edgar. Coklat favoritnya. Dia
Di sebuah cafe, Nola menyandarkan punggungnya pada kursi empuk sambil menyesap ice chocolatenya. Dia mengulas senyum saat Jones datang."Ada apa lagi?" tanya Jones, menjatuhkan tubuhnya ke kursi dengan kesal."Aku sedang bekerja. Jadi, jangan menggangguku," sambung Jones penuh penekanan."Kau sedang sibuk. Tapi, kau tetap mau datang saat aku telepon. Kau memang teman yang baik," tukas Nola meletakkan ice chocolatenya kembali ke meja. Dia kemudian mengambil ponselnya untuk dijadikan cermin sambil memperbaiki lipstiknya.Jones nyaris menggeram. "Itu karena kau selalu merengek kalau aku tidak segera datang."Nola mengerucutkan bibirnya. "Aku tidak akan menyerah, Jones. Aku akan tetap berjuang demi Edgarku."Jones mengusap wajahnya kasar penuh dengan emosi. "Edgar lagi Edgar lagi. Kenapa orang di sekitarku semuanya selalu tergila-gila pada si bajingan itu?""Ya, karena dia tampan dan kaya," jawab Nola enteng. "Meski, pria di depanku ini juga tampan dan kaya. Tapi, yang aku inginkan tetap
Edgar dan Lolita mencapai klimaksnya bersamaan. Karena Edgar lupa membeli pengaman. Dia mengeluarkan cairannya di luar.Lolita memeluk Edgar sangat erat sampai Edgar bisa merasakan payudara gadis itu menekan dada bidangnya."Om kita lakukan lagi di kamarku," pinta Lolita yang langsung disanggupi oleh Edgar.Edgar menggendong Lolita dan menghempaskan tubuh Lolita pelan ke atas kasur. Saat Edgar hendak merangkak pelan ke atas Lolita. Lolita bergeleng, menghentikannya.Alis Edgar tertaut bingung. "Ada apa?"Lolita menahan senyumnya. Dia kemudian berbisik, "Aku ingin mencoba gaya baru, Om."Edgar menarik satu alisnya ke atas. "Gaya baru? Memangnya gaya-gaya bercinta yang kau tahu apa saja, Lolita?" tanyanya meremehkan Lolita. Namun, setelah gadis itu menempelkan bibir berbisik ke telinganya. Edgar membulatkan kedua mata terkejut."Kau tahu semua itu dari mana, Lolita?""Dari internet, Om. Aku penasaran, jadi aku ingin mencobanya," jawab Lolita tersenyum malu, semakin membuatnya menggemask
"Winter!""Ya, Mom," balas Winter berlari ke arah Lolita yang duduk di sofa ruang tamu.Winter sekarang sudah remaja. Tingginya bahkan sudah melebihi tinggi Lolita. Senyumnya teramat manis, dan memiliki mata biru yang indah yang dia turunkan dari Edgar."Ada apa, Mom?" tanya Winter saat sudah berdiri di hadapan ibunya.Lolita saat ini sedang hamil tua. Dan dia sedang ingin makan sesuatu. "Felix ingin makan kue coklat. Bisakah kau membelikannya, Winter?"Winter memutar matanya malas. Dia lalu menatap perut ibunya yang sudah besar. "Bukan Felix yang ingin, tapi Mommy kan?"Lolita terkekeh pelan. "Kau tahu saja. Anggap saja yang ingin Felix. Kau harus membelikannya sekarang. Adikmu ini akan menendang-nendang kalau tidak segera dituruti permintaannya.""Baiklah. Aku pergi dulu, Mom." Winter berpamitan keluar pada Lolita setelah menerima uang dari Lolita. Karena Edgar masih belum pulang kerja, jadi dirinya yang bertugas menjaga ibunya yang hamil.Winter naik ke mobilnya yang menjadi hadiah
Edgar dan Lolita kini sudah sampai di New York. Mereka akan meninggalkan bandara dan pergi menuju apartemen Jones untuk menjemput Winter."Tidak terasa satu minggu sudah berlalu. Aku sangat merindukan Winterku. Dia juga pasti akan merindukan Daddynya ini," tukas Edgar menghela napas lega sambil menggiring kopernya.Lolita mengangguk pelan. "Aku sudah tak sabar memeluk Winter lagi. Semoga dia tidak marah pada kita karena sudah meninggalkannya cukup lama."Edgar mengedikkan kedua bahunya samar. "Dia tidak akan marah. Aku sudah menyiapkan banyak mainan untuknya. Dan lagi pula Winter kan suka pria tampan. Sudah pasti dia tidak marah, dan justru senang karena tinggal bersama Jones dan Franklin."Lolita mengerucutkan bibirnya. "Tetap saja. Bagaimana kalau dia justru bertanya kita pergi ke mana? Dan kita melakukan apa selama kita pergi? Apa yang harus aku jawab, My Husband?"Edgar mengulas senyum. "Bilang saja kalau kita sedang ada urusan pekerjaan. Kita mencari uang untuk membelikan mainan
Sudah lima hari Winter dan Boy tinggal di apartemen Jones. Kedua anak kecil ini selalu saja berbuat ulah, membuat Jones serta Franklin jadi kehabisan stok kesabarannya. Tapi, Jones dan Franklin berusaha untuk tetap menekan amarahnya setiap kali menghadapi dua bocah ajaib itu.Untung saja Winter dan Boy sudah menjadi lebih akrab. Jones dan Franklin jadi tidak perlu harus menemani mereka bermain. Yah, walau kadang kali Winter masih suka usil sampai membuat Boy menangis. Jones mendesah pelan. Dia dipusingkan oleh urusan perusahaan, ditambah dia juga harus mengurus Winter dan Boy. Kurang dua hari lagi, orang tua kedua bocah itu akan kembali. Dan di saat itu tiba, Jones akan tidur seharian untuk menukar tidurnya yang akhir-akhir ini selalu terganggu."Papa Kuda," panggil Winter berlari ke arah Jones yang baru saja mengistirahatkan tubuhnya di sofa.Jones yang awalnya membaringkan punggungnya ke sofa, segera menegakkan punggungnya kembali saat Winter sudah sampai di depannya. "Ya, Winter.
Sore harinya. Edgar dan Lolita menikmati sunset di pantai. Mereka duduk di pinggir pantai sambil menyesap minuman mereka.Edgar melingkarkan sebelah tangannya di pinggang Lolita. "Sunsetnya sangat cantik ya, My Lovely."Lolita mengangguk mengiyakan. "Iya, My Husband.""Secantik kau," balas Edgar membuat Lolita tersipu."My Husband bisa aja." Lolita mencubit lengan Edgar pelan.Edgar lalu mendekatkan wajahnya ke telinga Lolita, lalu berbisik, "Nanti malam aku mau lagi, My Lovely."Lolita mengernyit tak paham. "Mau apa?""Mau bercinta lagi denganmu," jawab Edgar mengulas senyumnya.Lolita bergeleng pelan. "My Husband, aku masih lelah. Tidak bisakah kita undur besok malam saja? Kita kan masih lama di Hawaii.""Baiklah. Aku akan menahannya, Lolita." Edgar menampakkan wajah kecewa.Lolita merasa gemas dengan Edgar yang seperti itu. Dia mencium bibir Edgar singkat dan tersenyum. "Begitu dong, sekali-sekali My Husband mau menurut."***Menjelang malam, Jones dan Franklin sibuk dengan balita
"Ahh …. My Husband. Lagi. Lakukan lagi. Ini sangat nikmat." Lolita memejamkan kedua matanya saat Edgar menggenjot dirinya.Edgar semakin bersemangat. Dia sudah mencapai klimaksnya sampai dua kali, tapi dia tidak mengalami kelelahan sama sekali, dia justru semakin semangat dan semakin cepat menggerakkan miliknya pada milik Lolita. Sampai dia mencapai klimaksnya lagi bersamaan dengan Lolita."Thanks, My Lovely. Aku benar-benar senang bisa bercinta lagi denganmu." Edgar tersenyum, kemudian mencium bibir Lolita. Lolita balas tersenyum saat Edgar sudah melepaskan ciumannya. ***Nola dan Robert berjalan cepat dan tergesa-gesa karena takut terlambat jadwal penerbangannya ke Bali. Nola menggendong Boy yang sedang tertidur, sedang Robert membawa dua tas besar berisi semua keperluan Boy, termasuk mainan milik Boy. "Jones!" panggil Nola memencet bel apartemen Jones. Dia hendak memecet lagi saat Jones tak kunjung menyahut dari dalam, tapi diurungkan oleh kedatangan Franklin.Franklin mengerutk
Waktu berjalan begitu cepat, dan saat yang paling ditunggu-tunggu Edgar akhirnya datang juga. Honeymoonnya dengan Lolita.Lolita yang awalnya ingin menunggu Winter berusia tiga tahun dulu, barulah dia dan Edgar akan pergi honeymoon. Memundurnya lagi satu tahun, karena dia begitu sibuk merawat Winter. Dan sekarang, tepatnya hari ini Lolita dan Edgar memutuskan akan pergi honeymoon ke Hawaii setelah sempat tertunda.Minggu lalu mereka baru saja merayakan ulang tahun Winter yang ke empat tahun. Mereka juga sudah memberitahukan rencana berlibur mereka pada Winter, tapi tidak mengatakan kalau sebenarnya yang mereka akan lakukan adalah honeymoon. Winter mengiyakannya, meski dengan syarat Edgar harus membelikan banyak mainan baru untuknya saat pulang nanti. Tentu, itu permintaan yang sangat gampang bagi Edgar. Dia langsung menyanggupi permintaan Winter dengan enteng.Kini Lolita dan Edgar pergi bersama Winter kecil ke apartemen Jones."Jones," panggil Edgar saat dia sudah sampai di depan apa
"Tidak!" tolak Edgar dengan satu kata yang tegas, singkat, dan tak terbantahkan saat Jones meminta izin padanya untuk membawa Winter selama satu hari.Jones mendengus kecewa. "Satu jam saja kalau begitu," ucapnya memelas.Edgar sekali lagi bergeleng. "Aku tidak akan mengizinkan kau membawa Winterku, Jones. Kau hanya boleh melihatnya di apartemenku seperti sekarang ini."Jones mendengus sekali lagi. "Baiklah. Benar kata Roy, kau lebih posesif."Edgar berkacak pinggang. "Kau baru tahu, huh?""Tidak. Aku sudah tahu dari dulu," balas Jones datar. Dia lalu mendekati Winter lagi."Winter, ini Om Jones," ucap Jones tersenyum lebar. Dia melambaikan tangan pada Winter, berharap bayi mungil itu melihat ke arahnya dan tersenyum untuknya.Edgar bergeleng pelan mendapati apa yang Jones lakukan. Dia berderap ke samping Jones. "Winter baru saja lahir, pandangannya masih kurang jelas. Jadi, kau tak perlu berharap Winter bisa membalas senyummu itu."Jones mengangguk paham. "Iya. Aku akan menunggu dia
Delapan bulan berlalu. Nola dan Robert kini sedang berada di rumah sakit, menanti kelahiran bayi mereka. Jones menunggu dengan tak sabaran bersama Franklin di ruang tunggu.Semenjak berita Gio dan keluarga Brown ditangkap karena kasus penyelundupan narkoba, Jones merasa tenang karena keadaan perusahaannya menjadi lebih baik dan lebih kondusif.Jones menoleh pada Franklin yang sibuk bermain dengan ponselnya. "Bagaimana? Apa Lolita juga akan melahirkan?" Franklin menurunkan ponselnya dari pandangannya. "Lolita masih melakukan pemeriksaan di rumah sakit. Dokter memperkirakan Lolita akan melahirkan besok pagi."Jones mengangguk paham. Dia spontan menatap pintu ruangan di mana Nola ditangani, karena tiba-tiba suara bayi menangis terdengar dari arah sana."Aku akan benar-benar dipanggil Om setelah ini," tukas Jones tersenyum.Robert keluar dari ruangan dengan senyum bahagianya. Dia menutup pintu ruangan kembali dan langsung berlari ke arah Jones."Tuan Jones, Tuan Franklin. Boy sudah lahir
"Apa yang sudah kau lakukan selama ini, Gio? Kenapa kau lengah, huh? Apa kau tahu semua orang-orang Daddy dipecat secara tidak terhormat oleh Jones?"Gio membulatkan matanya saat mendengar ucapan ayahnya. Dia sedikit berbisik agar Jones dan Valen tidak mendengar perkataannya. "Bagaimana bisa hal itu terjadi, Dad? Setahuku Jones akhir-akhir ini lebih sering menghabiskan waktunya bersama wanita-wanitanya. Dia bahkan tidak pernah pergi ke perusahaan selama aku mengikutinya.""Kau bodoh! Jadi, pekerjaanmu hanya mengikutinya saja?!" Suara ayah Gio membalas dengan suara yang keras. "Huh … aku menyesal sudah memilihmu, Gio. Aku harusnya menyerahkan semuanya pada anak kakakku, dan bukan kau. Kau hanya beban bagi keluarga Brown."Gio menggigit bibir bawahnya keras-keras. Dia menurunkan ponselnya dari telinganya setelah ayahnya memutuskan telepon sepihak. Dia mengepalkan kedua tangannya sambil terus berpikir, bagaimana bisa Jones melakukan itu? Bagaimana pria yang tahunya hanya bersenang-senang