Edgar dan Lolita mencapai klimaksnya bersamaan. Karena Edgar lupa membeli pengaman. Dia mengeluarkan cairannya di luar.Lolita memeluk Edgar sangat erat sampai Edgar bisa merasakan payudara gadis itu menekan dada bidangnya."Om kita lakukan lagi di kamarku," pinta Lolita yang langsung disanggupi oleh Edgar.Edgar menggendong Lolita dan menghempaskan tubuh Lolita pelan ke atas kasur. Saat Edgar hendak merangkak pelan ke atas Lolita. Lolita bergeleng, menghentikannya.Alis Edgar tertaut bingung. "Ada apa?"Lolita menahan senyumnya. Dia kemudian berbisik, "Aku ingin mencoba gaya baru, Om."Edgar menarik satu alisnya ke atas. "Gaya baru? Memangnya gaya-gaya bercinta yang kau tahu apa saja, Lolita?" tanyanya meremehkan Lolita. Namun, setelah gadis itu menempelkan bibir berbisik ke telinganya. Edgar membulatkan kedua mata terkejut."Kau tahu semua itu dari mana, Lolita?""Dari internet, Om. Aku penasaran, jadi aku ingin mencobanya," jawab Lolita tersenyum malu, semakin membuatnya menggemask
Satu bulan berlalu dengan begitu cepat. Hubungan Edgar dan Lolita semakin dekat, tanpa gangguan. Nola harus berangkat ke Los Angeles untuk memenuhi panggilan penting pimpinan agensi model tempatnya bernaung. Sementara, Jones sedang disibukkan dengan pekerjaannya.Edgar baru saja melakukan rapat dengan beberapa investor. Dia memutuskan untuk mulai melaksanakan proyek terbarunya. Setelah produknya lumayan diminati masyarakat, meski tidak sesukses produk yang telah dicuri idenya oleh perusahaan Angel Corp. Tapi, itu tetap berhasil membuka kesempatan perusahaan Beauty Corp untuk semakin melebarkan sayapnya."Tuan, hadiah ini saya taruh di mana?" tanya Franklin membawa kotak kado berukuran sangat besar. Di dalam kotak itu terdapat boneka beruang raksasa."Taruh di sana dulu," balas Edgar menunjuk ke arah pojok ruangan kerjanya. Dia lalu bergumam sambil mengusap dagunya penuh pertimbangan."Boneka sudah. Kue tart chocolate sudah. Kado yang lainnya sudah. Tiket nonton sudah. Kurang ….""Kura
Lolita terpekik saat melihat seisi kamarnya dipenuhi oleh kado pemberian Edgar. Di sana terdapat buket bunga raksasa, kotak kado berukuran besar yang tak dia tahu apa isinya. Lalu, terdapat juga buket uang, ponsel baru, tas, sepatu, dan alat make up lengkap."Om, ini terlalu banyak. Uang Om pasti habis banyak untuk membeli ini semua kan? Harusnya Om lebih berhemat." Lolita bertanya dengan mulut yang masih menganga.Edgar membalasnya dengan enteng. "Ini tidak seberapa. Uangku tidak akan pernah habis hanya untuk membeli hadiahmu."Lolita menelan ludahnya dengan susah payah. Benar, kata Edgar. Uang pria itu tidak akan pernah habis hanya karena dipakai untuk membeli hadiah-hadiah ini. Karena uang Edgar sangat banyak sampai tak terhitung.Franklin berdeham pelan. Kedua orang di depannya itu sama sekali tak mengindahkan keberadaannya. Dia melepaskan bagian kepala beruang agar dia bisa bernapas lebih leluasa. Berada di dalam kostum tebal ini membuatnya gerah."Ehem …."Lolita dan Edgar spont
"Om, mau mengajakku ke mana?" tanya Lolita menahan tarikan Edgar di tangannya."Aku ingin mengajakmu jalan-jalan. Hari ini aku tidak bekerja karena hari ini begitu spesial," balas Edgar mengulas senyumnya.Lolita bergeleng pelan. "Daripada jalan-jalan, aku lebih ingin pergi ke makam mommyku, Om. Aku sudah lama tak menjenguknya."Genggaman Edgar di tangan Lolita mengendur. Dia mengangguk sambil tersenyum lembut. "Baiklah. Jika itu keinginanmu. Aku akan mengantarkanmu, Lolita. Tapi, sebelumnya kita pergi ke toko bunga."Lolita balas mengangguk. "Aku akan bersiap-siap, Om. Om tunggu saja di ruang tamu. Aku tidak akan lama. Aku cuma perlu mengganti pakaianku dengan pakaian yang lebih hangat.""Baiklah." Edgar keluar dari kamar Lolita dengan menutup pintu pelan.Lolita membuka lemarinya lebar-lebar. Berkat Edgar, dia jadi memiliki banyak pilihan pakaian. Dia meraih jaket, dan celana panjang, lalu sweter dengan gambar hati di bagian tengahnya. Dia segera mengganti pakaiannya, tidak ingin E
Sepulangnya dari pantai dan setelah puas menikmati sunset. Lolita dan Edgar sekarang berendam di dalam bathtub. Edgar menyesap sampanye di gelasnya. Dia lalu meletakkannya kembali ke tepi bathtub."Rasanya apa enak, Om?" tanya Lolita penasaran terhadap sampanye yang Edgar minum.Edgar tersenyum kecil, mengambil lagi gelasnya, lalu menyodorkannya pada Lolita. "Kau mau mencobanya?" Lolita bergeleng cepat. "Kalau daddyku tahu aku minum sampanye. Dia bisa memarahiku.""Baiklah. Kalau kau tidak ingin mencobanya. Lagi pula kau juga masih di bawah umur," tukas Edgar menghabiskan sampanyenya dalam satu kali tegukan.Lolita mengangguk mengiyakan. Meski, sebenarnya dia ingin sekali mencoba sampanyenya sedikit. Tapi, apa boleh buat, sampanyenya sudah Edgar habiskan."Lolita …." panggil Edgar memainkan jarinya di atas punggung telanjang Lolita. "Iya, Om. Ada apa?" balas Lolita bertanya."Sebentar lagi perusahaanku akan melakukan liburan ke Hawaii. Aku harus ikut bersama Franklin sebagai penang
"Om …." Lolita mengguncang tubuh Edgar pelan. Pria itu tidur di kamarnya semalam dan terus memeluk tubuhnya erat. Bahkan saat sudah menjelang pagi, pria itu tidak melepaskan pelukannya sama sekali."Om, tidak kerja? Sekarang sudah jam enam pagi," ucap Lolita pelan. Dia ingin menatap Edgar yang ada di belakangnya, tapi dia kesulitan. Karena kepala Edgar tersuruk di punggungnya."Hmmm …." Bukannya bangun, Edgar justru mengeratkan pelukannya di tubuh Lolita."Sebentar saja. Biarkan aku memelukmu lebih lama lagi, Lolita," ucap Edgar membuat Lolita berhenti membangunkan pria itu.Lolita akan membiarkan Edgar memeluknya lebih lama lagi. Sampai pria itu puas. Karena sebentar lagi, Edgar akan berangkat ke Hawaii, meninggalkannya sendirian.Kurang beberapa hari lagi. Jadi, Lolita ingin menghabiskan waktu bersama Edgar lebih lama dari biasanya.Lolita bergerak pelan, membalikkan tubuhnya agar bisa menatap wajah Edgar lebih dekat. Dia tersenyum melihat Edgar yang masih memejamkan kedua matanya.
"Om, kalau sudah sampai di Hawaii, hubungi aku ya," tukas Lolita berulang kali sebelum Edgar berangkat. "Iya, Lolita," balas Edgar tersenyum sambil mengusap lembut punca rambut Lolita. Lolita mengangguk. Dia memberikan pelukan erat sekali lagi. Edgar kemudian menggiring kopernya, melambaikan sebelah tangan untuk Lolita. "Aku tidak akan lama. Hanya dua hari di sana, dan aku akan segera kembali," ucap Edgar sebelum akhirnya dia menghilang ditelan pintu apartemen yang tertutup kembali. Lolita mendesah sedih. Dua hari? Dua hari pun akan terasa sangat lama tanpa kehadiran Edgar di sini. Lolita menjatuhkan tubuhnya ke sofa. Tak bersemangat di pagi ini. Dia melirik ponsel yang ada di meja, beralih melihat televisi yang belum dia nyalakan. Selama dua hari, Lolita akan mengalihkan perhatiannya pada yang lain. Dia harus menyibukkan dirinya agar tidak sedih selama ditinggal Edgar berlibur. Lolita segera bangkit dari sofa, membawa langkahnya menuju televisi. Dia akan menyalakan televisi s
Nola kesal. Kenapa juga dia harus bertemu pria menyebalkan itu di sini?Pria itu adalah karyawan yang pernah memotretnya diam-diam saat Nola berada di depan ruangan kerja Edgar. Dan yang ponselnya sudah Nola banting."Kenapa kau ada di sini, huh? Kau pasti sedang menguntitku kan?" tanya Nola menunjuk ke arah si pria penuh tuduhan.Si pria bangun dari posisinya, membersihkan celana pendeknya yang kotor, dan berucap santai. "Sepertinya kau yang mengikutiku, Nona. Aku sudah berada di sini sedari tadi. Dan, kau baru saja tiba di sini."Nola benar-benar geram. "Sialan! Mana mungkin aku mengikutimu, huh?! Memangnya kau siapa, huh?!"Si pria menatap jengkel Nola, lalu berbalik pergi tanpa membantu Nola bangun terlebih dahulu. Dia sebenarnya salah satu dari banyaknya fans Nola. Tapi, karena sikap wanita itu yang angkuh dan arogan. Serta sudah merusak ponselnya. Dia jadi membenci wanita itu. Dia menyobek poster Nola yang memenuhi dinding kamarnya. Memutuskan untuk berhenti menjadi fans Nola sa
"Winter!""Ya, Mom," balas Winter berlari ke arah Lolita yang duduk di sofa ruang tamu.Winter sekarang sudah remaja. Tingginya bahkan sudah melebihi tinggi Lolita. Senyumnya teramat manis, dan memiliki mata biru yang indah yang dia turunkan dari Edgar."Ada apa, Mom?" tanya Winter saat sudah berdiri di hadapan ibunya.Lolita saat ini sedang hamil tua. Dan dia sedang ingin makan sesuatu. "Felix ingin makan kue coklat. Bisakah kau membelikannya, Winter?"Winter memutar matanya malas. Dia lalu menatap perut ibunya yang sudah besar. "Bukan Felix yang ingin, tapi Mommy kan?"Lolita terkekeh pelan. "Kau tahu saja. Anggap saja yang ingin Felix. Kau harus membelikannya sekarang. Adikmu ini akan menendang-nendang kalau tidak segera dituruti permintaannya.""Baiklah. Aku pergi dulu, Mom." Winter berpamitan keluar pada Lolita setelah menerima uang dari Lolita. Karena Edgar masih belum pulang kerja, jadi dirinya yang bertugas menjaga ibunya yang hamil.Winter naik ke mobilnya yang menjadi hadiah
Edgar dan Lolita kini sudah sampai di New York. Mereka akan meninggalkan bandara dan pergi menuju apartemen Jones untuk menjemput Winter."Tidak terasa satu minggu sudah berlalu. Aku sangat merindukan Winterku. Dia juga pasti akan merindukan Daddynya ini," tukas Edgar menghela napas lega sambil menggiring kopernya.Lolita mengangguk pelan. "Aku sudah tak sabar memeluk Winter lagi. Semoga dia tidak marah pada kita karena sudah meninggalkannya cukup lama."Edgar mengedikkan kedua bahunya samar. "Dia tidak akan marah. Aku sudah menyiapkan banyak mainan untuknya. Dan lagi pula Winter kan suka pria tampan. Sudah pasti dia tidak marah, dan justru senang karena tinggal bersama Jones dan Franklin."Lolita mengerucutkan bibirnya. "Tetap saja. Bagaimana kalau dia justru bertanya kita pergi ke mana? Dan kita melakukan apa selama kita pergi? Apa yang harus aku jawab, My Husband?"Edgar mengulas senyum. "Bilang saja kalau kita sedang ada urusan pekerjaan. Kita mencari uang untuk membelikan mainan
Sudah lima hari Winter dan Boy tinggal di apartemen Jones. Kedua anak kecil ini selalu saja berbuat ulah, membuat Jones serta Franklin jadi kehabisan stok kesabarannya. Tapi, Jones dan Franklin berusaha untuk tetap menekan amarahnya setiap kali menghadapi dua bocah ajaib itu.Untung saja Winter dan Boy sudah menjadi lebih akrab. Jones dan Franklin jadi tidak perlu harus menemani mereka bermain. Yah, walau kadang kali Winter masih suka usil sampai membuat Boy menangis. Jones mendesah pelan. Dia dipusingkan oleh urusan perusahaan, ditambah dia juga harus mengurus Winter dan Boy. Kurang dua hari lagi, orang tua kedua bocah itu akan kembali. Dan di saat itu tiba, Jones akan tidur seharian untuk menukar tidurnya yang akhir-akhir ini selalu terganggu."Papa Kuda," panggil Winter berlari ke arah Jones yang baru saja mengistirahatkan tubuhnya di sofa.Jones yang awalnya membaringkan punggungnya ke sofa, segera menegakkan punggungnya kembali saat Winter sudah sampai di depannya. "Ya, Winter.
Sore harinya. Edgar dan Lolita menikmati sunset di pantai. Mereka duduk di pinggir pantai sambil menyesap minuman mereka.Edgar melingkarkan sebelah tangannya di pinggang Lolita. "Sunsetnya sangat cantik ya, My Lovely."Lolita mengangguk mengiyakan. "Iya, My Husband.""Secantik kau," balas Edgar membuat Lolita tersipu."My Husband bisa aja." Lolita mencubit lengan Edgar pelan.Edgar lalu mendekatkan wajahnya ke telinga Lolita, lalu berbisik, "Nanti malam aku mau lagi, My Lovely."Lolita mengernyit tak paham. "Mau apa?""Mau bercinta lagi denganmu," jawab Edgar mengulas senyumnya.Lolita bergeleng pelan. "My Husband, aku masih lelah. Tidak bisakah kita undur besok malam saja? Kita kan masih lama di Hawaii.""Baiklah. Aku akan menahannya, Lolita." Edgar menampakkan wajah kecewa.Lolita merasa gemas dengan Edgar yang seperti itu. Dia mencium bibir Edgar singkat dan tersenyum. "Begitu dong, sekali-sekali My Husband mau menurut."***Menjelang malam, Jones dan Franklin sibuk dengan balita
"Ahh …. My Husband. Lagi. Lakukan lagi. Ini sangat nikmat." Lolita memejamkan kedua matanya saat Edgar menggenjot dirinya.Edgar semakin bersemangat. Dia sudah mencapai klimaksnya sampai dua kali, tapi dia tidak mengalami kelelahan sama sekali, dia justru semakin semangat dan semakin cepat menggerakkan miliknya pada milik Lolita. Sampai dia mencapai klimaksnya lagi bersamaan dengan Lolita."Thanks, My Lovely. Aku benar-benar senang bisa bercinta lagi denganmu." Edgar tersenyum, kemudian mencium bibir Lolita. Lolita balas tersenyum saat Edgar sudah melepaskan ciumannya. ***Nola dan Robert berjalan cepat dan tergesa-gesa karena takut terlambat jadwal penerbangannya ke Bali. Nola menggendong Boy yang sedang tertidur, sedang Robert membawa dua tas besar berisi semua keperluan Boy, termasuk mainan milik Boy. "Jones!" panggil Nola memencet bel apartemen Jones. Dia hendak memecet lagi saat Jones tak kunjung menyahut dari dalam, tapi diurungkan oleh kedatangan Franklin.Franklin mengerutk
Waktu berjalan begitu cepat, dan saat yang paling ditunggu-tunggu Edgar akhirnya datang juga. Honeymoonnya dengan Lolita.Lolita yang awalnya ingin menunggu Winter berusia tiga tahun dulu, barulah dia dan Edgar akan pergi honeymoon. Memundurnya lagi satu tahun, karena dia begitu sibuk merawat Winter. Dan sekarang, tepatnya hari ini Lolita dan Edgar memutuskan akan pergi honeymoon ke Hawaii setelah sempat tertunda.Minggu lalu mereka baru saja merayakan ulang tahun Winter yang ke empat tahun. Mereka juga sudah memberitahukan rencana berlibur mereka pada Winter, tapi tidak mengatakan kalau sebenarnya yang mereka akan lakukan adalah honeymoon. Winter mengiyakannya, meski dengan syarat Edgar harus membelikan banyak mainan baru untuknya saat pulang nanti. Tentu, itu permintaan yang sangat gampang bagi Edgar. Dia langsung menyanggupi permintaan Winter dengan enteng.Kini Lolita dan Edgar pergi bersama Winter kecil ke apartemen Jones."Jones," panggil Edgar saat dia sudah sampai di depan apa
"Tidak!" tolak Edgar dengan satu kata yang tegas, singkat, dan tak terbantahkan saat Jones meminta izin padanya untuk membawa Winter selama satu hari.Jones mendengus kecewa. "Satu jam saja kalau begitu," ucapnya memelas.Edgar sekali lagi bergeleng. "Aku tidak akan mengizinkan kau membawa Winterku, Jones. Kau hanya boleh melihatnya di apartemenku seperti sekarang ini."Jones mendengus sekali lagi. "Baiklah. Benar kata Roy, kau lebih posesif."Edgar berkacak pinggang. "Kau baru tahu, huh?""Tidak. Aku sudah tahu dari dulu," balas Jones datar. Dia lalu mendekati Winter lagi."Winter, ini Om Jones," ucap Jones tersenyum lebar. Dia melambaikan tangan pada Winter, berharap bayi mungil itu melihat ke arahnya dan tersenyum untuknya.Edgar bergeleng pelan mendapati apa yang Jones lakukan. Dia berderap ke samping Jones. "Winter baru saja lahir, pandangannya masih kurang jelas. Jadi, kau tak perlu berharap Winter bisa membalas senyummu itu."Jones mengangguk paham. "Iya. Aku akan menunggu dia
Delapan bulan berlalu. Nola dan Robert kini sedang berada di rumah sakit, menanti kelahiran bayi mereka. Jones menunggu dengan tak sabaran bersama Franklin di ruang tunggu.Semenjak berita Gio dan keluarga Brown ditangkap karena kasus penyelundupan narkoba, Jones merasa tenang karena keadaan perusahaannya menjadi lebih baik dan lebih kondusif.Jones menoleh pada Franklin yang sibuk bermain dengan ponselnya. "Bagaimana? Apa Lolita juga akan melahirkan?" Franklin menurunkan ponselnya dari pandangannya. "Lolita masih melakukan pemeriksaan di rumah sakit. Dokter memperkirakan Lolita akan melahirkan besok pagi."Jones mengangguk paham. Dia spontan menatap pintu ruangan di mana Nola ditangani, karena tiba-tiba suara bayi menangis terdengar dari arah sana."Aku akan benar-benar dipanggil Om setelah ini," tukas Jones tersenyum.Robert keluar dari ruangan dengan senyum bahagianya. Dia menutup pintu ruangan kembali dan langsung berlari ke arah Jones."Tuan Jones, Tuan Franklin. Boy sudah lahir
"Apa yang sudah kau lakukan selama ini, Gio? Kenapa kau lengah, huh? Apa kau tahu semua orang-orang Daddy dipecat secara tidak terhormat oleh Jones?"Gio membulatkan matanya saat mendengar ucapan ayahnya. Dia sedikit berbisik agar Jones dan Valen tidak mendengar perkataannya. "Bagaimana bisa hal itu terjadi, Dad? Setahuku Jones akhir-akhir ini lebih sering menghabiskan waktunya bersama wanita-wanitanya. Dia bahkan tidak pernah pergi ke perusahaan selama aku mengikutinya.""Kau bodoh! Jadi, pekerjaanmu hanya mengikutinya saja?!" Suara ayah Gio membalas dengan suara yang keras. "Huh … aku menyesal sudah memilihmu, Gio. Aku harusnya menyerahkan semuanya pada anak kakakku, dan bukan kau. Kau hanya beban bagi keluarga Brown."Gio menggigit bibir bawahnya keras-keras. Dia menurunkan ponselnya dari telinganya setelah ayahnya memutuskan telepon sepihak. Dia mengepalkan kedua tangannya sambil terus berpikir, bagaimana bisa Jones melakukan itu? Bagaimana pria yang tahunya hanya bersenang-senang