"Om, kalau sudah sampai di Hawaii, hubungi aku ya," tukas Lolita berulang kali sebelum Edgar berangkat. "Iya, Lolita," balas Edgar tersenyum sambil mengusap lembut punca rambut Lolita. Lolita mengangguk. Dia memberikan pelukan erat sekali lagi. Edgar kemudian menggiring kopernya, melambaikan sebelah tangan untuk Lolita. "Aku tidak akan lama. Hanya dua hari di sana, dan aku akan segera kembali," ucap Edgar sebelum akhirnya dia menghilang ditelan pintu apartemen yang tertutup kembali. Lolita mendesah sedih. Dua hari? Dua hari pun akan terasa sangat lama tanpa kehadiran Edgar di sini. Lolita menjatuhkan tubuhnya ke sofa. Tak bersemangat di pagi ini. Dia melirik ponsel yang ada di meja, beralih melihat televisi yang belum dia nyalakan. Selama dua hari, Lolita akan mengalihkan perhatiannya pada yang lain. Dia harus menyibukkan dirinya agar tidak sedih selama ditinggal Edgar berlibur. Lolita segera bangkit dari sofa, membawa langkahnya menuju televisi. Dia akan menyalakan televisi s
Nola kesal. Kenapa juga dia harus bertemu pria menyebalkan itu di sini?Pria itu adalah karyawan yang pernah memotretnya diam-diam saat Nola berada di depan ruangan kerja Edgar. Dan yang ponselnya sudah Nola banting."Kenapa kau ada di sini, huh? Kau pasti sedang menguntitku kan?" tanya Nola menunjuk ke arah si pria penuh tuduhan.Si pria bangun dari posisinya, membersihkan celana pendeknya yang kotor, dan berucap santai. "Sepertinya kau yang mengikutiku, Nona. Aku sudah berada di sini sedari tadi. Dan, kau baru saja tiba di sini."Nola benar-benar geram. "Sialan! Mana mungkin aku mengikutimu, huh?! Memangnya kau siapa, huh?!"Si pria menatap jengkel Nola, lalu berbalik pergi tanpa membantu Nola bangun terlebih dahulu. Dia sebenarnya salah satu dari banyaknya fans Nola. Tapi, karena sikap wanita itu yang angkuh dan arogan. Serta sudah merusak ponselnya. Dia jadi membenci wanita itu. Dia menyobek poster Nola yang memenuhi dinding kamarnya. Memutuskan untuk berhenti menjadi fans Nola sa
Nola tak akan membiarkan hari ini terlewatkan begitu saja. Kemarin dia telah gagal menemui Edgar. Hari ini dia tidak boleh mengalami kegagalan lagi.Dengan langkah cepat, dia membawa dirinya menuju kamar Edgar. Tapi, pria itu ternyata sudah keluar dari kamar. Dia mencoba mencari Edgar di sekeliling hotel. Pria itu tetap tidak dia temukan."Huh …. Ke mana dia sekarang?" desis Nola kesal. Dua orang karyawan perusahaan Beauty Corp baru saja keluar dari hotel dan berbincang seru."Kita akan puas bermain di pantai sekarang," tukas seorang pada yang lain."Aku sudah membawa pakaian renang. Semua sudah berkumpul di pantai kan? Hanya kita saja yang tertinggal," balas temannya.Nola menorehkan senyuman di bibirnya. Ternyata sekarang jadwal perusahaan Edgar pergi ke pantai. Pria itu juga pasti ada di sana sekarang.Dengan penuh semangat dia kembali ke kamarnya, mengambil pakaian renangnya dan perlengkapan yang lain. Lalu, Nola mengikuti dari belakang dua orang tadi.Mereka jalan kaki untuk menu
"Sial!""Aku hanya ingin membantumu, Edgar. Kau pasti tersiksa sekarang," tukas Nola meraba batang Edgar yang sudah membesar dan teracung.Edgar yang masih berada di bawah obat perangsang mendesah saat kejantanannya disentuh. Rasa panas berdesir di seluruh tubuhnya."Sial!" Sekali lagi Edgar mengumpat."Berhenti, Nola! Sialan, berhenti!" sentak Edgar yang kemudian mendesah karena Nola mengocok miliknya. "Ahh …. Sialan kau, Nola."Nola tersenyum miring. "Aku tidak akan membiarkanmu begitu saja, setelah menolakku, Edgar. Kau harus tetap jadi milikku. Bagaimanapun caranya."Edgar mengerutkan dahinya saat Nola bergerak semakin dekat. Dia merasakan payudara gadis itu di dadanya. Lalu, Nola bergerak membuka celananya di dalam bathtub. Edgar berusaha sekuat tenaga untuk mengendalikan dirinya, meski sangat sulit. Obat perangsang yang dia telan sepertinya memiliki dosis yang tinggi. Sampai membuat Edgar nyaris kehilangan kesadarannya."Nola! Jangan lakukan …." Ucapan Edgar terpotong oleh cium
Setelah tiba di pinggir sungai. Lolita dan Jones turun dari mobil. Mereka berdiri di pinggir sungai sambil menikmati semilir angin yang bertiup menerpa wajah mereka.Rambut hitam Lolita beterbangan bebas karena tertiup angin. Dia mengerjapkan mata berulang kali karena matanya terkena helaian rambutnya. Dia mengambil tali rambut yang ada di saku celananya dan segera memakainya.Jones hanya menatap air sungai yang terlihat tenang di depannya. Dia mulai tenggelam dalam ingatannya.Hampir tiga puluh menit berlalu, tidak terjadi percakapan di antara Lolita dan Jones. Lolita hanya diam menunggu Jones yang masih terpaku pada sungai.Lalu, tiba-tiba Jones berucap, "Lolita, apa kau punya sesuatu di masa lalu yang membuatmu menyesal sampai sekarang?"Lolita memalingkan wajah pada Jones yang ada di sampingnya. Dia bergeleng pelan. "Tidak ada."Jones mendesah berat. "Aku ada," ucapnya mengaku, meski Lolita tak sedang menanyakan."Apa itu?"Jones tak langsung menjawab. Dia membiarkan dirinya menat
Edgar baru saja sampai di New York, dan dia langsung menyuruh Franklin mengantarkannya ke apartemen. Dia sudah tidak bisa menahan dirinya, ingin sekali segera memeluk Lolita.Untuk sementara, dia akan melupakan apa yang telah terjadi padanya saat bersama Nola di Hawaii. Dia tidak ingin waktunya dengan Lolita terganggu hanya karena dia memikirkan hal itu. Edgar akan memendam masalahnya itu dari Lolita. Menyimpannya sebagai rahasia."Tuan, sudah sampai di apartemen Anda," ucap Franklin menyadarkan Edgar dari lamunan.Edgar tersadar, dia segera turun dari mobil, lalu mengambil kopernya di bagasi. Dia tersenyum pada Franklin, sebelum dia melangkah menuju unit apartemennya."Thanks, Franklin. Kau bisa langsung pulang dan mengistirahatkan tubuhmu. Kau pasti juga sangat lelah."Franklin mengangguk. "Baik, Tuan. Kalau begitu saya pergi sekarang," ucapnya menundukkan kepalanya singkat, memberikan salam. Setelahnya dia melajukan mobilnya meninggalkan apartemen tuannya.Edgar menarik napas panj
Nola enggan untuk pulang, meski Edgar sudah satu hari meninggalkan Hawaii. Kini Nola sedang berada di pantai, menghabiskan waktunya untuk bersenang-senang terlebih dahulu, sebelum akhirnya dia fokus melakukan rencananya.Nola telah disusul oleh teman prianya yang juga seorang fotografer.Nola ingin temannya itu mengabadikan momennya di Hawaii. Dia melepaskan bikininya hingga dia telanjang bulat di pantai. Apa yang dia lakukan itu membuat pengunjung pantai melihat dirinya, tak ingin menyia-nyiakan pemandangan indah itu.Tak terkecuali Robert yang sedang berjemur tak jauh dari Nola berada. Dia bahkan sampai tersedak minumannya sendiri."Uhukk … uhukk …." Robert terbatuk-batuk. Lalu menatap tubuh telanjang Nola tanpa berkedip.Wanita itu memang sangat cantik. Sangat cantik. Robert tidak bisa mengingkari hal itu. Meski, dia masih menaruh kebencian pada Nola, atas semua yang terjadi di antara mereka berdua. Tapi, Robert tak bisa mengalihkan pandangannya dari Nola sekarang. Dia tidak ingin
Nola mengerjapkan kedua mata saat sinar matahari yang masuk lewat jendela menyilaukannya. Dia tersentak melihat kamar hotel yang dia tempati terlihat asing. Ini bukan kamar tempatnya menginap."Ughh …." Nola memegang kepalanya yang terasa sakit. Berdenyut-denyut."Di mana aku?" tanyanya lirih. Dia kemudian semakin terkejut saat melihat dirinya telanjang bulat di balik selimut yang membelitnya. Dia mengedarkan sekali lagi pandangan ke sekeliling. Kamar ini bukan kamar yang spesial di hotel ini. Dia tidak mendapatkan petunjuk siapa orang yang menginap di kamar ini. Semua barang sudah tidak ada. Hanya tertinggal dress dan pakaian dalam Nola yang berserakan di lantai. Lalu, ada selembar kertas di sisi meja."Terima kasih untuk malam yang sangat panas, Nola," ucap Nola membaca surat itu. Dia mengerutkan keningnya, berpikir siapa pria beruntung yang bisa melewatkan malam bersamanya. Dari semua pria yang dia pikirkan, dia menginginkan Edgar. Tapi, sepertinya itu tidak mungkin. Karena dia sud
"Winter!""Ya, Mom," balas Winter berlari ke arah Lolita yang duduk di sofa ruang tamu.Winter sekarang sudah remaja. Tingginya bahkan sudah melebihi tinggi Lolita. Senyumnya teramat manis, dan memiliki mata biru yang indah yang dia turunkan dari Edgar."Ada apa, Mom?" tanya Winter saat sudah berdiri di hadapan ibunya.Lolita saat ini sedang hamil tua. Dan dia sedang ingin makan sesuatu. "Felix ingin makan kue coklat. Bisakah kau membelikannya, Winter?"Winter memutar matanya malas. Dia lalu menatap perut ibunya yang sudah besar. "Bukan Felix yang ingin, tapi Mommy kan?"Lolita terkekeh pelan. "Kau tahu saja. Anggap saja yang ingin Felix. Kau harus membelikannya sekarang. Adikmu ini akan menendang-nendang kalau tidak segera dituruti permintaannya.""Baiklah. Aku pergi dulu, Mom." Winter berpamitan keluar pada Lolita setelah menerima uang dari Lolita. Karena Edgar masih belum pulang kerja, jadi dirinya yang bertugas menjaga ibunya yang hamil.Winter naik ke mobilnya yang menjadi hadiah
Edgar dan Lolita kini sudah sampai di New York. Mereka akan meninggalkan bandara dan pergi menuju apartemen Jones untuk menjemput Winter."Tidak terasa satu minggu sudah berlalu. Aku sangat merindukan Winterku. Dia juga pasti akan merindukan Daddynya ini," tukas Edgar menghela napas lega sambil menggiring kopernya.Lolita mengangguk pelan. "Aku sudah tak sabar memeluk Winter lagi. Semoga dia tidak marah pada kita karena sudah meninggalkannya cukup lama."Edgar mengedikkan kedua bahunya samar. "Dia tidak akan marah. Aku sudah menyiapkan banyak mainan untuknya. Dan lagi pula Winter kan suka pria tampan. Sudah pasti dia tidak marah, dan justru senang karena tinggal bersama Jones dan Franklin."Lolita mengerucutkan bibirnya. "Tetap saja. Bagaimana kalau dia justru bertanya kita pergi ke mana? Dan kita melakukan apa selama kita pergi? Apa yang harus aku jawab, My Husband?"Edgar mengulas senyum. "Bilang saja kalau kita sedang ada urusan pekerjaan. Kita mencari uang untuk membelikan mainan
Sudah lima hari Winter dan Boy tinggal di apartemen Jones. Kedua anak kecil ini selalu saja berbuat ulah, membuat Jones serta Franklin jadi kehabisan stok kesabarannya. Tapi, Jones dan Franklin berusaha untuk tetap menekan amarahnya setiap kali menghadapi dua bocah ajaib itu.Untung saja Winter dan Boy sudah menjadi lebih akrab. Jones dan Franklin jadi tidak perlu harus menemani mereka bermain. Yah, walau kadang kali Winter masih suka usil sampai membuat Boy menangis. Jones mendesah pelan. Dia dipusingkan oleh urusan perusahaan, ditambah dia juga harus mengurus Winter dan Boy. Kurang dua hari lagi, orang tua kedua bocah itu akan kembali. Dan di saat itu tiba, Jones akan tidur seharian untuk menukar tidurnya yang akhir-akhir ini selalu terganggu."Papa Kuda," panggil Winter berlari ke arah Jones yang baru saja mengistirahatkan tubuhnya di sofa.Jones yang awalnya membaringkan punggungnya ke sofa, segera menegakkan punggungnya kembali saat Winter sudah sampai di depannya. "Ya, Winter.
Sore harinya. Edgar dan Lolita menikmati sunset di pantai. Mereka duduk di pinggir pantai sambil menyesap minuman mereka.Edgar melingkarkan sebelah tangannya di pinggang Lolita. "Sunsetnya sangat cantik ya, My Lovely."Lolita mengangguk mengiyakan. "Iya, My Husband.""Secantik kau," balas Edgar membuat Lolita tersipu."My Husband bisa aja." Lolita mencubit lengan Edgar pelan.Edgar lalu mendekatkan wajahnya ke telinga Lolita, lalu berbisik, "Nanti malam aku mau lagi, My Lovely."Lolita mengernyit tak paham. "Mau apa?""Mau bercinta lagi denganmu," jawab Edgar mengulas senyumnya.Lolita bergeleng pelan. "My Husband, aku masih lelah. Tidak bisakah kita undur besok malam saja? Kita kan masih lama di Hawaii.""Baiklah. Aku akan menahannya, Lolita." Edgar menampakkan wajah kecewa.Lolita merasa gemas dengan Edgar yang seperti itu. Dia mencium bibir Edgar singkat dan tersenyum. "Begitu dong, sekali-sekali My Husband mau menurut."***Menjelang malam, Jones dan Franklin sibuk dengan balita
"Ahh …. My Husband. Lagi. Lakukan lagi. Ini sangat nikmat." Lolita memejamkan kedua matanya saat Edgar menggenjot dirinya.Edgar semakin bersemangat. Dia sudah mencapai klimaksnya sampai dua kali, tapi dia tidak mengalami kelelahan sama sekali, dia justru semakin semangat dan semakin cepat menggerakkan miliknya pada milik Lolita. Sampai dia mencapai klimaksnya lagi bersamaan dengan Lolita."Thanks, My Lovely. Aku benar-benar senang bisa bercinta lagi denganmu." Edgar tersenyum, kemudian mencium bibir Lolita. Lolita balas tersenyum saat Edgar sudah melepaskan ciumannya. ***Nola dan Robert berjalan cepat dan tergesa-gesa karena takut terlambat jadwal penerbangannya ke Bali. Nola menggendong Boy yang sedang tertidur, sedang Robert membawa dua tas besar berisi semua keperluan Boy, termasuk mainan milik Boy. "Jones!" panggil Nola memencet bel apartemen Jones. Dia hendak memecet lagi saat Jones tak kunjung menyahut dari dalam, tapi diurungkan oleh kedatangan Franklin.Franklin mengerutk
Waktu berjalan begitu cepat, dan saat yang paling ditunggu-tunggu Edgar akhirnya datang juga. Honeymoonnya dengan Lolita.Lolita yang awalnya ingin menunggu Winter berusia tiga tahun dulu, barulah dia dan Edgar akan pergi honeymoon. Memundurnya lagi satu tahun, karena dia begitu sibuk merawat Winter. Dan sekarang, tepatnya hari ini Lolita dan Edgar memutuskan akan pergi honeymoon ke Hawaii setelah sempat tertunda.Minggu lalu mereka baru saja merayakan ulang tahun Winter yang ke empat tahun. Mereka juga sudah memberitahukan rencana berlibur mereka pada Winter, tapi tidak mengatakan kalau sebenarnya yang mereka akan lakukan adalah honeymoon. Winter mengiyakannya, meski dengan syarat Edgar harus membelikan banyak mainan baru untuknya saat pulang nanti. Tentu, itu permintaan yang sangat gampang bagi Edgar. Dia langsung menyanggupi permintaan Winter dengan enteng.Kini Lolita dan Edgar pergi bersama Winter kecil ke apartemen Jones."Jones," panggil Edgar saat dia sudah sampai di depan apa
"Tidak!" tolak Edgar dengan satu kata yang tegas, singkat, dan tak terbantahkan saat Jones meminta izin padanya untuk membawa Winter selama satu hari.Jones mendengus kecewa. "Satu jam saja kalau begitu," ucapnya memelas.Edgar sekali lagi bergeleng. "Aku tidak akan mengizinkan kau membawa Winterku, Jones. Kau hanya boleh melihatnya di apartemenku seperti sekarang ini."Jones mendengus sekali lagi. "Baiklah. Benar kata Roy, kau lebih posesif."Edgar berkacak pinggang. "Kau baru tahu, huh?""Tidak. Aku sudah tahu dari dulu," balas Jones datar. Dia lalu mendekati Winter lagi."Winter, ini Om Jones," ucap Jones tersenyum lebar. Dia melambaikan tangan pada Winter, berharap bayi mungil itu melihat ke arahnya dan tersenyum untuknya.Edgar bergeleng pelan mendapati apa yang Jones lakukan. Dia berderap ke samping Jones. "Winter baru saja lahir, pandangannya masih kurang jelas. Jadi, kau tak perlu berharap Winter bisa membalas senyummu itu."Jones mengangguk paham. "Iya. Aku akan menunggu dia
Delapan bulan berlalu. Nola dan Robert kini sedang berada di rumah sakit, menanti kelahiran bayi mereka. Jones menunggu dengan tak sabaran bersama Franklin di ruang tunggu.Semenjak berita Gio dan keluarga Brown ditangkap karena kasus penyelundupan narkoba, Jones merasa tenang karena keadaan perusahaannya menjadi lebih baik dan lebih kondusif.Jones menoleh pada Franklin yang sibuk bermain dengan ponselnya. "Bagaimana? Apa Lolita juga akan melahirkan?" Franklin menurunkan ponselnya dari pandangannya. "Lolita masih melakukan pemeriksaan di rumah sakit. Dokter memperkirakan Lolita akan melahirkan besok pagi."Jones mengangguk paham. Dia spontan menatap pintu ruangan di mana Nola ditangani, karena tiba-tiba suara bayi menangis terdengar dari arah sana."Aku akan benar-benar dipanggil Om setelah ini," tukas Jones tersenyum.Robert keluar dari ruangan dengan senyum bahagianya. Dia menutup pintu ruangan kembali dan langsung berlari ke arah Jones."Tuan Jones, Tuan Franklin. Boy sudah lahir
"Apa yang sudah kau lakukan selama ini, Gio? Kenapa kau lengah, huh? Apa kau tahu semua orang-orang Daddy dipecat secara tidak terhormat oleh Jones?"Gio membulatkan matanya saat mendengar ucapan ayahnya. Dia sedikit berbisik agar Jones dan Valen tidak mendengar perkataannya. "Bagaimana bisa hal itu terjadi, Dad? Setahuku Jones akhir-akhir ini lebih sering menghabiskan waktunya bersama wanita-wanitanya. Dia bahkan tidak pernah pergi ke perusahaan selama aku mengikutinya.""Kau bodoh! Jadi, pekerjaanmu hanya mengikutinya saja?!" Suara ayah Gio membalas dengan suara yang keras. "Huh … aku menyesal sudah memilihmu, Gio. Aku harusnya menyerahkan semuanya pada anak kakakku, dan bukan kau. Kau hanya beban bagi keluarga Brown."Gio menggigit bibir bawahnya keras-keras. Dia menurunkan ponselnya dari telinganya setelah ayahnya memutuskan telepon sepihak. Dia mengepalkan kedua tangannya sambil terus berpikir, bagaimana bisa Jones melakukan itu? Bagaimana pria yang tahunya hanya bersenang-senang