Jones keluar dari rumah sakit bersama dengan Franklin."Jadi, bisa dikatakan Gio dulu adalah adik kelasku saat masih sekolah? Dia satu kelas denganmu, tapi kau tidak dekat dengannya?" tanya Jones saat dia berderap ke area parkir rumah sakit menuju mobilnya.Franklin mengangguk membenarkan. "Iya. Mungkin, kau tidak menyadarinya. Karena dia bukan siswa yang populer saat itu. Hanya saja dia sudah memiliki sifat liciknya sejak dulu. Aku ingat dia pernah membuat temanku yang lain dihukum karena terkena fitnah dari Gio. Padahal Giolah yang melakukannya."Jones mengangguk paham. Dia terdiam sebentar, membuka pintu mobil saat sudah sampai di samping mobilnya, lalu masuk ke dalamnya.Setelah berada di dalam mobil dan Franklin juga sudah duduk di sisinya, Jones kembali berucap. "Gio benar-benar licik. Tapi, dia tidak tahu kalau aku juga licik," tandasnya dengan sebuah senyuman di bibirnya.Franklin mengangguk setuju. "Ya. Kau juga licik, Jones.""Setelah ini kau akan pergi ke mana?" tanya Frank
Dengan sedikit canggung Jasmine mendekatkan wajahnya dan menunggu Jones menciumnya. Jones melirik ke samping. Tepat sekali pria bernama Gio itu sedang berada di cafe yang sama dengannya. Dia memang belum pernah bertemu dengan Gio secara langsung, tapi dia tahu wajahnya karena Franklin pernah memperlihatkan album kenangan sekolah milik adiknya itu padanya. Gio cukup berubah banyak. Style pakaian, dan rambutnya berubah, dan lebih cenderung meniru Jones. Entahlah, pria itu benar-benar meniru Jones atau hanya kebetulan mirip. Tapi, Franklin pernah bercerita kalau perempuan yang Gio sukai justru menyukai Jones. Ya, Jones jadi bisa sedikit menyimpulkan tentang Gio lewat cerita yang Franklin sampaikan padanya.Jones mengulas senyum tipis. Dia bisa menangkap lewat sudut matanya kalau Gio sedang melihat ke arahnya.Dengan gerakan pelan Jones mendekati Jasmine. Dia meletakkan sebelah tangannya ke leher wanita itu, lalu mencium bibir Jasmine panjang. Dia lalu melumatnya dan memperdalam ciumanny
Edgar tak berhenti tersenyum saat dia sudah diperbolehkan pulang oleh Dokter yang baru saja memeriksa keadaannya. Kini hanya ada dirinya dan Lolita di kamar rawat.Dia dibantu Lolita membereskan semua barang-barangnya. Sebelum semuanya dia bawa pulang."Roy tadi bilang kalau kau akan pulang denganku naik taksi, Lolita," tukas Edgar pada Lolita.Lolita mengangguk. "Iya, Om."Edgar belum diperbolehkan menyetir sendiri, mobilnya juga ada di parkiran apartemennya. Jadi, dia memilih untuk naik taksi saat pulang nanti. Namun, tak dia duga Jones tiba-tiba muncul dari ambang pintu mengejutkannya."Kau membuatku kaget saja, Jones Sialan!" Edgar memberikan tatapan tajamnya ke arah Jones.Jones terkekeh. "Maafkan aku, Edgar. Aku terlalu bersemangat karena kau sudah dibolehkan pulang hari ini."Edgar mengerutkan dahinya. "Dari mana kau tahu kalau aku sudah boleh pulang sekarang?"Jones mengangkat satu tangannya, dan mengarahkan telapak tangannya itu kepada Edgar. "Aku membacanya lewat tanganku."
Lolita tersenyum saat melihat Edgar duduk bersebrangan dengan dirinya dan tampak begitu lahap memakan sandwich buatannya."Ini terasa lebih enak, Lolita," puji Edgar menghabiskan sandwich dalam waktu singkat.Lolita terkekeh pelan. "Tentu, akan terasa lebih enak. Karena selama ini lidah Om terus dihantam bubur."Edgar balas tersenyum lembut. "Oh ya, Lolita. Apa kau sudah punya rencana untuk membuat nama anak kita?"Lolita mengerutkan dahinya. "Aku ada rencana sih. Tapi, kan kita belum tahu bayi kita perempuan atau laki-laki, Om."Edgar mencondongkan tubuhnya sedikit ke depan ke arah Lolita. "Bagaimana kalau kita membuatnya sekarang? Dua nama. Satu untuk bayi perempuan. Satunya untuk bayi laki-laki. Ini untuk berjaga-jaga."Lolita mengangguk mengiyakan. "Baiklah. Jadi, Om ingin menyumbang nama apa?"Edgar berpikir sejenak. "Kalau dihitung dari waktunya. Delapan bulan ke depan. Kau sepertinya akan melahirkan di musim dingin, Lolita. Jadi, aku akan menyumbangkan dua nama. Winter untuk pe
Gio terus menatap ke arah Jones sambil menyesap minumannya. Dia tadi pergi ke club karena orang suruhannya memberitahu kalau Jones akan pergi ke club bersama wanitanya. Gio mengamati setiap gerak-gerik Jones, untuk mencari tahu kelemahan pria itu yang bisa dia serang.Gio mengulas senyum tipis. Selain pemabuk, playboy, dan suka bermain wanita, Jones tak memiliki kelebihan yang lain. Bahkan mata-mata milik Gio yang bekerja di perusahaan Jones mengatakan kalau atasannya itu begitu santai saat di perusahaan. Jones sering meninggalkan perusahaannya hanya untuk hal yang sepele seperti bertemu dengan temannya atau wanitanya."Ternyata Jones pria rendahan, tapi kenapa Valen bisa jatuh cinta pada pria berengsek seperti Jones, huh?" desis Gio mencengkeram gelasnya sangat keras sampai otot di punggung tangannya timbul.Jones mencondongkan tubuhnya ke arah Jasmine. Dia tersenyum melihat wanita itu."Pipimu selalu merah saat di dekatku. Itu sangat menggemaskan."Jasmine semakin tersipu malu. Jant
"Jadi, bagaimana hasilnya?" tanya Edgar duduk santai di sofa. Dia langsung memberikan pertanyaan begitu Jones memasuki apartemennya.Jones mendudukkan tubuhnya di sofa terlebih dahulu, baru dia berucap menjawab pertanyaan yang Edgar lontarkan padanya."Sesuai yang diharapkan, Edgar. Gio mengikutiku ke mana pun aku pergi. Dia tak menyadari kalau aku sudah mempersiapkan jebakan untuknya tanpa sepengetahuannya."Edgar tersenyum puas. "Selicik-liciknya Gio, kau lebih licik, Jones."Jones mengangguk bangga. Meski, kata-kata licik kadang menjurus ke hal yang negatif, tapi dia tetap bangga pada dirinya. Di dalam dunia bisnis memang harus dituntut untuk memiliki kecerdikan, dan kadang kelicikan juga dibutuhkan. Dunia bisnis bisa saja kejam, dan tak berbelas kasihan pada siapa pun.Lolita yang melihat Edgar dan Jones begitu seru berbincang, memilih pergi ke dapur untuk mengambilkan minuman dan camilan. Dia kembali pada Edgar sambil membawa dua kaleng minuman soda, dan camilan gurih yang dia si
Nola menatap Valen. "Jadi dia memang seburuk itu?" tanyanya pada Valen setelah mendengar cerita tentang Gio dari Valen. "Iya. Maka dari itu, aku langsung menerima tawaran darimu. Yah, meski alasan lainnya aku juga suka dengan Jones," balas Valen mengedikkan kedua bahunya samar. Nola mengangguk paham. *** Jones menatap ponselnya sekilas sebelum dia masuk ke dalam mobil untuk bertemu dengan Tinna di depan gedung bioskop. Wanita itu memilih untuk mengendarai mobilnya sendiri daripada dijemput oleh Jones. Mereka berjanji akan bertemu lima menit lagi. Jones mempercepat laju mobilnya agar segera sampai di gedung bioskop, dia harus tiba lebih dulu daripada Tinna, agar dia bisa memastikan kondisi sekitarnya sebelum dia dan Tinna melakukan akting mereka. Dia menghela napas lega saat tiba di gedung bioskop. Dia belum mendapati Tinna di sana. Tapi, Gio sudah berada di gedung bioskop sambil memakai masker agar menyamarkan identitasnya. Jones mengulas senyumnya samar. Percuma Gio menggunakan
Setelah selesai menonton film, Jones dan Tinna keluar dari gedung bioskop dengan bergandengan tangan mesra. Gio yang awalnya bersantai di bangku mobilnya, segera menegakkan punggungnya dan terus mengamati Jones dan Tinna yang berpelukan, lalu berpisah ke mobil mereka masing-masing.Jones mendesah pelan. Ternyata Tinna tidak bisa makan malam bersamanya. Wanita itu baru saja menerima telepon dari keluarganya, dan dia diminta pergi ke rumah sakit untuk menjenguk saudaranya yang baru saja melahirkan. Sedang, tidak ada satu pun keluarganya yang bisa datang ke rumah sakit. Jadi, Tinnalah yang disuruh pergi.Jones tersenyum tipis. Dua wanita yang sudah dia kencani, ternyata tak seburuk pikirannya. Jasmine dan Tinna memiliki kepribadian yang berbeda, tapi kedua wanita itu sama baiknya. Jones, jadi penasaran dengan wanita bernama Valen. Seperti apa dia, sampai Gio cinta mati pada wanita itu.Dia kemudian masuk ke dalam mobil. Dan kembali pulang ke apartemen.Jones mengulas senyum saat Gio berh