Lolita tersenyum saat melihat Edgar duduk bersebrangan dengan dirinya dan tampak begitu lahap memakan sandwich buatannya."Ini terasa lebih enak, Lolita," puji Edgar menghabiskan sandwich dalam waktu singkat.Lolita terkekeh pelan. "Tentu, akan terasa lebih enak. Karena selama ini lidah Om terus dihantam bubur."Edgar balas tersenyum lembut. "Oh ya, Lolita. Apa kau sudah punya rencana untuk membuat nama anak kita?"Lolita mengerutkan dahinya. "Aku ada rencana sih. Tapi, kan kita belum tahu bayi kita perempuan atau laki-laki, Om."Edgar mencondongkan tubuhnya sedikit ke depan ke arah Lolita. "Bagaimana kalau kita membuatnya sekarang? Dua nama. Satu untuk bayi perempuan. Satunya untuk bayi laki-laki. Ini untuk berjaga-jaga."Lolita mengangguk mengiyakan. "Baiklah. Jadi, Om ingin menyumbang nama apa?"Edgar berpikir sejenak. "Kalau dihitung dari waktunya. Delapan bulan ke depan. Kau sepertinya akan melahirkan di musim dingin, Lolita. Jadi, aku akan menyumbangkan dua nama. Winter untuk pe
Gio terus menatap ke arah Jones sambil menyesap minumannya. Dia tadi pergi ke club karena orang suruhannya memberitahu kalau Jones akan pergi ke club bersama wanitanya. Gio mengamati setiap gerak-gerik Jones, untuk mencari tahu kelemahan pria itu yang bisa dia serang.Gio mengulas senyum tipis. Selain pemabuk, playboy, dan suka bermain wanita, Jones tak memiliki kelebihan yang lain. Bahkan mata-mata milik Gio yang bekerja di perusahaan Jones mengatakan kalau atasannya itu begitu santai saat di perusahaan. Jones sering meninggalkan perusahaannya hanya untuk hal yang sepele seperti bertemu dengan temannya atau wanitanya."Ternyata Jones pria rendahan, tapi kenapa Valen bisa jatuh cinta pada pria berengsek seperti Jones, huh?" desis Gio mencengkeram gelasnya sangat keras sampai otot di punggung tangannya timbul.Jones mencondongkan tubuhnya ke arah Jasmine. Dia tersenyum melihat wanita itu."Pipimu selalu merah saat di dekatku. Itu sangat menggemaskan."Jasmine semakin tersipu malu. Jant
"Jadi, bagaimana hasilnya?" tanya Edgar duduk santai di sofa. Dia langsung memberikan pertanyaan begitu Jones memasuki apartemennya.Jones mendudukkan tubuhnya di sofa terlebih dahulu, baru dia berucap menjawab pertanyaan yang Edgar lontarkan padanya."Sesuai yang diharapkan, Edgar. Gio mengikutiku ke mana pun aku pergi. Dia tak menyadari kalau aku sudah mempersiapkan jebakan untuknya tanpa sepengetahuannya."Edgar tersenyum puas. "Selicik-liciknya Gio, kau lebih licik, Jones."Jones mengangguk bangga. Meski, kata-kata licik kadang menjurus ke hal yang negatif, tapi dia tetap bangga pada dirinya. Di dalam dunia bisnis memang harus dituntut untuk memiliki kecerdikan, dan kadang kelicikan juga dibutuhkan. Dunia bisnis bisa saja kejam, dan tak berbelas kasihan pada siapa pun.Lolita yang melihat Edgar dan Jones begitu seru berbincang, memilih pergi ke dapur untuk mengambilkan minuman dan camilan. Dia kembali pada Edgar sambil membawa dua kaleng minuman soda, dan camilan gurih yang dia si
Nola menatap Valen. "Jadi dia memang seburuk itu?" tanyanya pada Valen setelah mendengar cerita tentang Gio dari Valen. "Iya. Maka dari itu, aku langsung menerima tawaran darimu. Yah, meski alasan lainnya aku juga suka dengan Jones," balas Valen mengedikkan kedua bahunya samar. Nola mengangguk paham. *** Jones menatap ponselnya sekilas sebelum dia masuk ke dalam mobil untuk bertemu dengan Tinna di depan gedung bioskop. Wanita itu memilih untuk mengendarai mobilnya sendiri daripada dijemput oleh Jones. Mereka berjanji akan bertemu lima menit lagi. Jones mempercepat laju mobilnya agar segera sampai di gedung bioskop, dia harus tiba lebih dulu daripada Tinna, agar dia bisa memastikan kondisi sekitarnya sebelum dia dan Tinna melakukan akting mereka. Dia menghela napas lega saat tiba di gedung bioskop. Dia belum mendapati Tinna di sana. Tapi, Gio sudah berada di gedung bioskop sambil memakai masker agar menyamarkan identitasnya. Jones mengulas senyumnya samar. Percuma Gio menggunakan
Setelah selesai menonton film, Jones dan Tinna keluar dari gedung bioskop dengan bergandengan tangan mesra. Gio yang awalnya bersantai di bangku mobilnya, segera menegakkan punggungnya dan terus mengamati Jones dan Tinna yang berpelukan, lalu berpisah ke mobil mereka masing-masing.Jones mendesah pelan. Ternyata Tinna tidak bisa makan malam bersamanya. Wanita itu baru saja menerima telepon dari keluarganya, dan dia diminta pergi ke rumah sakit untuk menjenguk saudaranya yang baru saja melahirkan. Sedang, tidak ada satu pun keluarganya yang bisa datang ke rumah sakit. Jadi, Tinnalah yang disuruh pergi.Jones tersenyum tipis. Dua wanita yang sudah dia kencani, ternyata tak seburuk pikirannya. Jasmine dan Tinna memiliki kepribadian yang berbeda, tapi kedua wanita itu sama baiknya. Jones, jadi penasaran dengan wanita bernama Valen. Seperti apa dia, sampai Gio cinta mati pada wanita itu.Dia kemudian masuk ke dalam mobil. Dan kembali pulang ke apartemen.Jones mengulas senyum saat Gio berh
"Kau mau pesan apa, Valen?" tanya Jones sambil tersenyum ramah.Valen menyisipkan rambut coklat gelombangnya ke telinga, lalu menjawab dengan suara lembut. "Aku ingin ice matcha dan cake matcha, Jones."Jones mengangguk. Dia menatap seorang pelayan yang berdiri di sampingnya. "Aku pesan dua ice matcha, dan dua cake matcha. Thanks."Si pelayan membungkuk. "Baik, Tuan," jawabnya segera menyiapkan pesanan Jones.Jones melihat kepergian si pelayan, dia kembali mengarahkan pandangannya kepada Valen. "Jadi apa kesibukanmu akhir-akhir ini, Valen? Kau sedang mengikuti fashion week?"Valen bergeleng pelan. "Untuk sementara ini aku mengambil waktu istirahat selama satu bulan, lalu aku baru kembali mengikuti fashion week. Aku sedang merasa bosan sekarang. Tidak ada yang benar-benar ingin aku lakukan. Apa kau juga pernah mengalami masa jenuh itu, Jones?"Jones mengedikkan kedua bahunya samar. "Ya. Aku pernah. Dan semua orang pernah mengalami masa jenuh seperti yang kau rasakan, Valen.""Lalu, apa
"Apa yang sudah kau lakukan selama ini, Gio? Kenapa kau lengah, huh? Apa kau tahu semua orang-orang Daddy dipecat secara tidak terhormat oleh Jones?"Gio membulatkan matanya saat mendengar ucapan ayahnya. Dia sedikit berbisik agar Jones dan Valen tidak mendengar perkataannya. "Bagaimana bisa hal itu terjadi, Dad? Setahuku Jones akhir-akhir ini lebih sering menghabiskan waktunya bersama wanita-wanitanya. Dia bahkan tidak pernah pergi ke perusahaan selama aku mengikutinya.""Kau bodoh! Jadi, pekerjaanmu hanya mengikutinya saja?!" Suara ayah Gio membalas dengan suara yang keras. "Huh … aku menyesal sudah memilihmu, Gio. Aku harusnya menyerahkan semuanya pada anak kakakku, dan bukan kau. Kau hanya beban bagi keluarga Brown."Gio menggigit bibir bawahnya keras-keras. Dia menurunkan ponselnya dari telinganya setelah ayahnya memutuskan telepon sepihak. Dia mengepalkan kedua tangannya sambil terus berpikir, bagaimana bisa Jones melakukan itu? Bagaimana pria yang tahunya hanya bersenang-senang
Delapan bulan berlalu. Nola dan Robert kini sedang berada di rumah sakit, menanti kelahiran bayi mereka. Jones menunggu dengan tak sabaran bersama Franklin di ruang tunggu.Semenjak berita Gio dan keluarga Brown ditangkap karena kasus penyelundupan narkoba, Jones merasa tenang karena keadaan perusahaannya menjadi lebih baik dan lebih kondusif.Jones menoleh pada Franklin yang sibuk bermain dengan ponselnya. "Bagaimana? Apa Lolita juga akan melahirkan?" Franklin menurunkan ponselnya dari pandangannya. "Lolita masih melakukan pemeriksaan di rumah sakit. Dokter memperkirakan Lolita akan melahirkan besok pagi."Jones mengangguk paham. Dia spontan menatap pintu ruangan di mana Nola ditangani, karena tiba-tiba suara bayi menangis terdengar dari arah sana."Aku akan benar-benar dipanggil Om setelah ini," tukas Jones tersenyum.Robert keluar dari ruangan dengan senyum bahagianya. Dia menutup pintu ruangan kembali dan langsung berlari ke arah Jones."Tuan Jones, Tuan Franklin. Boy sudah lahir