***
Hari berganti ....
Nadin mengunjungi Mr J bersama Aris dan Marsha.
Setelah berada di dalam kamar Me J. Aris tak berani masuk. Ia hanya menunggu di luar pintu.
"Eyang," lirih Marsha memeluk Mr J yang terbaring lemah.
"Cucu, Eyang." Mr J meraih tangan kecil itu.
Nadin mendekat, hatinya bersedih melihat sang Ayah terbaring lemah. Namun, ia juga tetap kesal padanya.
"Nadin, sini Nak!"
"Kenapa Daddy? Aku tak bisa berlama-lama di sini," ucap Nadin menyembunyikan kesedihannya.
"Daddy cuma mau menyerahkan aset-aset berharga padamu. Ambilah Perusahaan itu, Nak. Kelola dengan baik. Sedangkan rumah ini, Daddy serahkan pada Nani," papar Mr J.
Nadin tersenyum senang, begitupun Aris yang sedari tadi menguping di depan.
Akhirnya perusahaan itu kembali lagi ke tangan Aris.
"Terima kasih, Daddy." Nadin memeluk Mr J.
Nani dan Bayu yang berada di sana juga, merasa bahagia. Mereka tak pernah merasa iri.
***Nani dan Nadin pulang ke rumah Mr J. Keduanya saling menguatkan. Namun, Nadin tak tahu, jika Nani terluka karena Bayu.Samapai di depan rumah, Bayu sudah menunggu dengan perasaan cemas."Nani, kamu dari mana?" tanya Aris meraih lengan Nani lembut.Baju Nani basah kuyup, pandangannya kosong.Nani melangkah ke dalam tanpa menjawab pertanyaan Bayu. Nadin curiga jika Nani disakiti oleh Bayu."Sini!" Nadin menarik Bayu."Ada apa? Di mana kamu menenmukan Nani?""Jangan berpura-pura di hadapanku! Katakan apa yang sudah kau lakukan padanya?" Nadin menatap tajam.Bayu menggeleng tak mengerti. Ia tak melakukan apa-apa. Namun, seketika Bayu teringat tentang ucapannya ketika menatap photo Nadin tadi."Apa Nani mendengar?" tanya Bayu dalam hati."Kenapa kau diam!" bentak Nadin.Nani yang mendengar teriakan Nadin, ia keluar lagi setelah selesai berganti baju."Nadin, Mas Bayu tidak salah. Su
***Bulan berganti tahun ....Kini usia Arya memasuki 15 tahun. Arya tumbuh jadi remaja yang sangat tampan dan tangguh.Marcel sudah sakit-sakitan. Bahkan hari ini semua telah berkumpul."Do, jaga keluargamu dengan baik. Papi sudah saatnya beristirahat dengan tenang," ujar Marcel.Aldo berlinangan air mata, begitupun Shella. Wajah Marcel sangat pucat. Ia menarik napas panjang, detik berikutnya tangan itu terkulai lemah."Pi!" teriak Aldo histeris."Ikhlaskan, Mas." Ayu memeluk Aldo."Opa! Jangan tinggalkan Arya!"Shella menjadi sesak menerima kenyataan sang suami telah tiada, ia pun pingsan. Namun, saat diperiksa, denyut nadi Shella juga sudah tak ada.Aldo dan Ayu sangat beduka, mereka kehilangan kedua orang tua sekaligus.Waktu berjalan. Pemakaman pun selesai.Ayu dan Aldo kembali dengan perasaan hampa.Arya yang menginjak usia remaja, kini ia sudah diajarkan tentang mengurus per
***Arya menoleh ke belakang, dan menatap Marsha tengah menunduk. Tiba-tiba ada perasaan iba di hati Arya.Detik berikutnya, Arya melanjutkan langkahnya menuju kelas."Aku bukan anak penjahat," gumam Marsha berlinangan air mata.Di sisi lain, Ayu mendapat musuh baru. Seorang pria seumuran dengannya menghadang jalan Ayu."Serahkan semua isi tasmu!" ucap Miky tukang palak yang kejam."Kalau saya tidak mau?" tanya Ayu dengan sorot mata menantang."Kau akan menyesal.""Saya tidak takut."Miky memecahkan kaca mobil dengan tabgan kosong. Tubuhnya kebal, pecahan kaca tak melukai kulitnya.Ayu tak gentar. Ia turun dengan tangan bergetar menahan amarah.Serahkan!" hardik Miky lagi.Ayu menggeleng pelan, Miky ingin merampas. Namun, Ayu menepis tangan Miky."Jangan harap bisa merampok saya!" bentak Ayu.Miky mulai kesal. Ia mencengkram tangan Ayu dengan keras."Lepas! Atau tanganmu in
***Ayu bersorak bangga, mendapati putra tampannya berhasil melumpuhkan Miky yang kebal.Sementara Miky terus meringis kesakitan. Matanya penuh darah. Anak panah Arya menancap tepat di bola mata Miky."Tolong! Saya mohon, tolong saya. Saya berjanji akan mengabdi pada kalian," ucap Miky."Tidak akan!" hardik Arya.Ayu tersenyum getir melihat sikap keras kepala anaknya. Namun, Ayu merasa iba pada Miky."Sayang, masuklah!" perintah Ayu."Baik, Bunda." Arya menurut."Pak Samsul, bawa dia ke dalam mobil. Kita ke rumah sakit sekarang!""Siap, Nyonya."Miky masuk ke dalam mobil, Ayu dan yang lain menuju rumah sakit."Bun, kenapa harus menolong penjahat ini," ujar Arya kesal."Dia sudah mengakui kesalahannya dan meminta maaf, sayang. Kita harus memberinya kesempatan. Lagi pula, Bunda tidak terluka," papar Ayu.Arya mengerti, sedangkan Miky terus meringis kesakitan. Selama ini ia kebal, dan tak pernah
***Hari berbilang bulan, bahkan bulan berganti tahun. Arya semakin tumbuh menjadi pria dewasa yang tampan. Kini Arya sudah mengambil alih Marcel Group. Namun, Ayu tetap mengawasi.Sedangkan Marsha, masuk dalam perguruan tinggi luar negeri. Nadin sengaja menjatuhkan Marsha dari kota ini.Sejak saat itu, Arya dan Marsha tak pernah bertemu sama sekali."Arya, Perusahaan yang di pusat kota ingin mengunjungi kita hari ini. Persiapkan semua berkasnya!" perintah Ayu."Baik, Bunda."Aris giat mengurus perusahaan. Sementara ingatan tentang Marsha mulai pudar.Akan tetapi Marsha di negeri orang masih memikirkan Arya. Ia enggan membuka diri pada lawan jenisnya di sana. Setiap jam pulang kampus, Marsha langsung kembali ke tempat tinggal yang disediakan Nadin.***Aldo semakin lemah, dan mulai sakit-sakitan. Ayu merawatnya di rumah. Ayu hanya sesekali saja ke kantor untuk mengecek keadaan."Mas, sebaiknya kita berobat ke
***Waktu yang ditunggu telah tiba. Arya datang ke Amerika untuk melihat kondisi sang Ayah dan Bundanya.Marsha menyambut dengan antusias. Ia bahagia, setelah sekian tahun. Akhirnya kini ia bisa bertemu Arya kembali.Tepat pukul 5 sore. Arya sampai di rumah sakit tempat Aldo dirawat."Bunda, Arya sangat rindu," ucap Arya memeluk Ayu."Bunda juga rindu kamu, Nak." Ayu membalas pelukan Arya.Marsha sedari tadi menahan debaran di dadanya."Marsha," lirih Arya pula.Marsha salah tingkah. Lututnya gemetar ketika ditatap oleh sosok Arya yang semakin terlihat tampan."Arya, apa kabar?" tanya Marsha gugup."Aku tidak baik-baik saja selama ditinggal Bundaku."Arya menoleh ke arah Ayu lagi. Detik berikutnya ia memeluk Aldo penuh kerinduan.***Hari berikutnya. Marsha mengajak Arya jalan-jalan setelah usai memeriksa Aldo.Kini Marsha dan Arya telah bersantai di sebuh tempat wisata."Apa
***Waktu berjalan ....Arya sudah sampai kembali ke Indonesia. Orang yang pertama ingin ia temui tentunya Jasmin.Arya menaruh barangnya di rumah, kemudian langsung ke kantor menemui Jasmin.Sampai di sana, Jasmin menyambut dengan senyuman tulusnya."Hey, Jasmin! Bagaimana? Semua berjalan lancar?" tanya Arya."Iya, Pak. Semua lancar. Sykurlah Pak Arya sudah kembali."Arya dan Jasmin menobrol di kantin. Keduanya akrab dalam waktu yang singkat.Perasaan Jasmin semakin dalam. Namun, ia tak berani memperlihatkannya.Sedangkan Arya, ia masih bingun dengan hatinya. Ia berpikir mencintai Marsha, tapi kenapa saat berada dekat dengan Jasmin, ia malah lebih tenang ketimbang berada di sisi Marsha.Entahlah ....Arya mungkin ingin memadu istri nantinya.***Di sisi lain, keadaan Aldo semakin membaik. Marsha setia menemani Ayu setiap hari.Bahkan besok lusa dokter telah membolehkan Ayu dan Aldo untuk
***Marsha pulang bersama Nadin. Sepenjang perjalanan Nadin mendiamkan Marsha."Ma, maafkan Marsha. Kita ke rumah sakit dulu, ya."Nadin tetap bergeming. Pandangannya kosong ke depan. Ia masih menyetir mobil walau luka di lengannya terus mengalir.Marsha ingin menyentuh luka itu dengan tisu, tapi Nadin menepis.Hati Marsha terasa pilu melihat sang Mama bersikap demikian.Sampai di rumah, Aris langsung mengobati luka Nadin. Marsha hanya bisa menatap penuh iba."Apa lagi yang terjadi?" tanya Aris."Aku sudah kehabisan rasa sabar untuk mendidik putrimu ini, Mas! Sekarang terserah pada Marsha saja. Aku sudah tak peduli," ujar Nadin.Air mata Marsha berjatuhan. Namun, perasaannya pada Arya sangatlah dalam."Marsha, masuklah ke dalam kamarmu!" perintah Aris.Marsha menurut, ia pun berlalu.***Hari berikutnya, Jasmin sedikit menghindari Arya. Ia tak mau semakin larut pada rasa yang tak mungkin terbalaskan itu.Jam pulang kerja, biasanya Arya mengantarkan Jasmin. Namun, hari ini Jasmin pulan