***
Hari berbilang bulan, bahkan bulan berganti tahun. Arya semakin tumbuh menjadi pria dewasa yang tampan. Kini Arya sudah mengambil alih Marcel Group. Namun, Ayu tetap mengawasi.
Sedangkan Marsha, masuk dalam perguruan tinggi luar negeri. Nadin sengaja menjatuhkan Marsha dari kota ini.
Sejak saat itu, Arya dan Marsha tak pernah bertemu sama sekali.
"Arya, Perusahaan yang di pusat kota ingin mengunjungi kita hari ini. Persiapkan semua berkasnya!" perintah Ayu."Baik, Bunda."
Aris giat mengurus perusahaan. Sementara ingatan tentang Marsha mulai pudar.
Akan tetapi Marsha di negeri orang masih memikirkan Arya. Ia enggan membuka diri pada lawan jenisnya di sana. Setiap jam pulang kampus, Marsha langsung kembali ke tempat tinggal yang disediakan Nadin.
***
Aldo semakin lemah, dan mulai sakit-sakitan. Ayu merawatnya di rumah. Ayu hanya sesekali saja ke kantor untuk mengecek keadaan."Mas, sebaiknya kita berobat ke
***Waktu yang ditunggu telah tiba. Arya datang ke Amerika untuk melihat kondisi sang Ayah dan Bundanya.Marsha menyambut dengan antusias. Ia bahagia, setelah sekian tahun. Akhirnya kini ia bisa bertemu Arya kembali.Tepat pukul 5 sore. Arya sampai di rumah sakit tempat Aldo dirawat."Bunda, Arya sangat rindu," ucap Arya memeluk Ayu."Bunda juga rindu kamu, Nak." Ayu membalas pelukan Arya.Marsha sedari tadi menahan debaran di dadanya."Marsha," lirih Arya pula.Marsha salah tingkah. Lututnya gemetar ketika ditatap oleh sosok Arya yang semakin terlihat tampan."Arya, apa kabar?" tanya Marsha gugup."Aku tidak baik-baik saja selama ditinggal Bundaku."Arya menoleh ke arah Ayu lagi. Detik berikutnya ia memeluk Aldo penuh kerinduan.***Hari berikutnya. Marsha mengajak Arya jalan-jalan setelah usai memeriksa Aldo.Kini Marsha dan Arya telah bersantai di sebuh tempat wisata."Apa
***Waktu berjalan ....Arya sudah sampai kembali ke Indonesia. Orang yang pertama ingin ia temui tentunya Jasmin.Arya menaruh barangnya di rumah, kemudian langsung ke kantor menemui Jasmin.Sampai di sana, Jasmin menyambut dengan senyuman tulusnya."Hey, Jasmin! Bagaimana? Semua berjalan lancar?" tanya Arya."Iya, Pak. Semua lancar. Sykurlah Pak Arya sudah kembali."Arya dan Jasmin menobrol di kantin. Keduanya akrab dalam waktu yang singkat.Perasaan Jasmin semakin dalam. Namun, ia tak berani memperlihatkannya.Sedangkan Arya, ia masih bingun dengan hatinya. Ia berpikir mencintai Marsha, tapi kenapa saat berada dekat dengan Jasmin, ia malah lebih tenang ketimbang berada di sisi Marsha.Entahlah ....Arya mungkin ingin memadu istri nantinya.***Di sisi lain, keadaan Aldo semakin membaik. Marsha setia menemani Ayu setiap hari.Bahkan besok lusa dokter telah membolehkan Ayu dan Aldo untuk
***Marsha pulang bersama Nadin. Sepenjang perjalanan Nadin mendiamkan Marsha."Ma, maafkan Marsha. Kita ke rumah sakit dulu, ya."Nadin tetap bergeming. Pandangannya kosong ke depan. Ia masih menyetir mobil walau luka di lengannya terus mengalir.Marsha ingin menyentuh luka itu dengan tisu, tapi Nadin menepis.Hati Marsha terasa pilu melihat sang Mama bersikap demikian.Sampai di rumah, Aris langsung mengobati luka Nadin. Marsha hanya bisa menatap penuh iba."Apa lagi yang terjadi?" tanya Aris."Aku sudah kehabisan rasa sabar untuk mendidik putrimu ini, Mas! Sekarang terserah pada Marsha saja. Aku sudah tak peduli," ujar Nadin.Air mata Marsha berjatuhan. Namun, perasaannya pada Arya sangatlah dalam."Marsha, masuklah ke dalam kamarmu!" perintah Aris.Marsha menurut, ia pun berlalu.***Hari berikutnya, Jasmin sedikit menghindari Arya. Ia tak mau semakin larut pada rasa yang tak mungkin terbalaskan itu.Jam pulang kerja, biasanya Arya mengantarkan Jasmin. Namun, hari ini Jasmin pulan
***Sore ini Arya dan Jasmin pulang bersama. Ia masih membahas tentang kejadian aneh yang dialami Arya."Sebaiknya kita ceritakan pada Ayah dan Bunda," ujar Arya."Saya setuju, Pak. Takutnya mereka telah melakukan sesuatu," sahut Jasmin.Setelah sampai di depan rumah, Arya mengajak Jasmin masuk ke dalam.Ayu dan Aldo tengah bersantai di ruangan tengah."Sayang," lirih Ayu."Bunda, Arya ingin menceritakan sesuatu.""Tentang apa? Kenapa wajahmu tampak cemas?" tanya Ayu khawatir.Arya mejelaskan dengan detail. Bahkan Jasmin pun membantu menerangkan semuanya.Ayu dan Aldo jadi saling tatap. Mereka sama cemasnya seperti Arya dan Jasmin."Kita akan cari tahu," ujar Aldo."Jangan khawatir, sayang. Bunda dan Ayah akan selalu bersamamu," sambung Ayu pula.Arya sedikit lega. Kini ia mengantarkan Jasmin pulang.***Hari berikutnya ....Marsha mengirim photo ke aplikasi hijau di ponsel Ayu.Saat Ayu membukanya, ia sangat terkejut."Mas, lihat ini!" Ayu menyerahkan ponselnya pada Aldo."Keterlalua
***Kini Aris dan Jasmin pulang lagi ke rumah. Ia tak menemukan keberadaan Nadin dan Marsha."Mereka tak ada di rumahnya, Bun." Arya berkata sambil mengepalkan tangannya."Biarkan saja. Mereka pasti pergi bersembunyi," sahut Ayu.Saat luka Ayu sudah diobati, dirinya langsung meminta pulang ke rumah. Sementara Nadin dan Marsha sedang berada di sebuah Apartemen. Marsha sangat cemas. Rasa bersalah menyelinap dalam hatinya."Kenapa Mama menyakiti Tante Ayu? tanya Marsha."Mama tidak akan rela jika ada orang lain yang akan menyakitimu." Nadin masih geram.Marsha terharu, ia baru sadar. Cinta sang Mama yang lebih tulus padanya.Kini Marsha memeluk erat tubuh Nadin. Keduanya larut dalam dendam yang kian membara."Mama berjanji akan membalaskan rasa sakit hatimu terhadap Arya!"Marsha mengangguk sembari mengusap air mata.***Sedangkan perasaan Arya semakin hari semakin nyata pada Jasmin."Bapak ingin bicara soal apa?" tanya Jasmin saat Arya mengajaknya makan di luar."Mungkin ini terdengar
***Hari berlalu ....Arya dan Jasmin sudah bisa pulang ke rumah masing-masing.Aldo mengirim pelayan untuk mengurus Jasmin di tempat kediamannya, sebagai rasa simpati.Sedangkan Arya masih terpaku bimbang. Dipikirannya tersirat sebuah gadis. Namun, Arya tak tahu pasti siapa gadis itu.Ayu dan Aldo masih mencaritahu keberadaan Nadin, dan Marsha."Cari sampai dapat!" perintah Ayu pada para utusannya."Siap, Nyonya besar."Sepuluh orang berpencar mencari Nadin. Ayu tak akan tenang sebelum menemukan sang pembuat rusuh.Tak butuh waktu lama, pelacak profesional yang Ayu bayar telah mendapat informasi tentang keberadaan Nadin dan Marsha.Mereka bersembunyi di sebuah Apartemen mewah yang takkan terduga oleh pihak Ayu. Bahkan mereka menggunakan identitas palsu."Saya akan mengantar Nyonya dan Tuan ke sana," ucap pesuruh Ayu."Tidak perlu melibatkan suami saya, biarkan saja saya ke sana sendirian. Antarkan saya ke tempat itu, kemdian silakan pergi!"Orang bayaran Ayu mengangguk tanpa berani b
***"Baiklah, saya tidak akan menghakimi kalian. Tetapi tetap saja ada harga yang harus dibayar," ujar Ayu dengan tatapan datar.Menengadah wajah Nadin menatap Ayu. Rasa lega di hatinye sedikit ada."Katakanlah, apa yang harus aku lakukan?" tanya Nadin."Silakan tentukan, satu dari kalian berdua harus berada di dalam penjara. Saya masih berbaik hati untuk menghukum salah satu saja."Nadin bangkit, dan meraih tangan Ayu dengan lembut. "Terima kasih, biar aku saja. Lepaskan Marsha, dan maafkanlah dia!""Baik."Suasana jadi riuh dengan tangisan Marsha. "Mama, jangan korbankan diri demi Marsha! Biar Marsha saja yang menanggungnya," papar Marsha histeris.Entah kenapa, Arya tak tega melihat tangisan pilu itu. Wanita yang terlintas dibenanaknya memang belum jelas siapa. Namun, Arya berpikir, mungkinkah itu Marsha.***Waktu berjalan ....Nadin sudah berada dalam sel tahanan. Aris tak merasa sedih sama sekali. Hanya Marsha yang masih uring-uringan memikirkan nasib sang Mama.Sementara di si
***"Mak siapa gerangan laki-kali ini?" tanya Turiah sembari membersihkan luka Aldo."Entahlah, Riah. Coba periksa saku celananya. Mungkin ada dompet, siapa tahu terdapat kartu identitas pemuda ini di sana."Turiah menuruti perintah Mbok Isah.Ternyata benar, ada dompet yang masih utuh di dalam saku celana belekang Aldo. Kartu ATM, uang tunai, bahkan kartu identitas lengkap di dalamnya.Turiah tersenyum, dari apa yang ia dapatkan tersirat jelas bahwa pria yang tak dikenalnya itu adalah berasal dari keluarga terpandang.Namun, bukan karena itu Turiah jatuh hati, melainkan ketampanan Aldo yang sangat ia kagumi."Mak, namanya Aldo Wijaya Suningrat. Dia keluarga Sultan Mak." Turiah bersemangat membaca nama Aldo."Kalau begitu, Bapak akan melapor ke petugas daerah. Jangan sampai kita bermasalah karena berlama-lama mendiamkannya di sini," ujar Ridwan, suami Mbok Isah."Benar, Pak. Saya setuju," sahut Mbok Isah.Bersedih hati Turiah, ia tak ingin buru-buru berpisah dari Aldo."Tapi, Pak. Ma