***Kini Aris dan Jasmin pulang lagi ke rumah. Ia tak menemukan keberadaan Nadin dan Marsha."Mereka tak ada di rumahnya, Bun." Arya berkata sambil mengepalkan tangannya."Biarkan saja. Mereka pasti pergi bersembunyi," sahut Ayu.Saat luka Ayu sudah diobati, dirinya langsung meminta pulang ke rumah. Sementara Nadin dan Marsha sedang berada di sebuah Apartemen. Marsha sangat cemas. Rasa bersalah menyelinap dalam hatinya."Kenapa Mama menyakiti Tante Ayu? tanya Marsha."Mama tidak akan rela jika ada orang lain yang akan menyakitimu." Nadin masih geram.Marsha terharu, ia baru sadar. Cinta sang Mama yang lebih tulus padanya.Kini Marsha memeluk erat tubuh Nadin. Keduanya larut dalam dendam yang kian membara."Mama berjanji akan membalaskan rasa sakit hatimu terhadap Arya!"Marsha mengangguk sembari mengusap air mata.***Sedangkan perasaan Arya semakin hari semakin nyata pada Jasmin."Bapak ingin bicara soal apa?" tanya Jasmin saat Arya mengajaknya makan di luar."Mungkin ini terdengar
***Hari berlalu ....Arya dan Jasmin sudah bisa pulang ke rumah masing-masing.Aldo mengirim pelayan untuk mengurus Jasmin di tempat kediamannya, sebagai rasa simpati.Sedangkan Arya masih terpaku bimbang. Dipikirannya tersirat sebuah gadis. Namun, Arya tak tahu pasti siapa gadis itu.Ayu dan Aldo masih mencaritahu keberadaan Nadin, dan Marsha."Cari sampai dapat!" perintah Ayu pada para utusannya."Siap, Nyonya besar."Sepuluh orang berpencar mencari Nadin. Ayu tak akan tenang sebelum menemukan sang pembuat rusuh.Tak butuh waktu lama, pelacak profesional yang Ayu bayar telah mendapat informasi tentang keberadaan Nadin dan Marsha.Mereka bersembunyi di sebuah Apartemen mewah yang takkan terduga oleh pihak Ayu. Bahkan mereka menggunakan identitas palsu."Saya akan mengantar Nyonya dan Tuan ke sana," ucap pesuruh Ayu."Tidak perlu melibatkan suami saya, biarkan saja saya ke sana sendirian. Antarkan saya ke tempat itu, kemdian silakan pergi!"Orang bayaran Ayu mengangguk tanpa berani b
***"Baiklah, saya tidak akan menghakimi kalian. Tetapi tetap saja ada harga yang harus dibayar," ujar Ayu dengan tatapan datar.Menengadah wajah Nadin menatap Ayu. Rasa lega di hatinye sedikit ada."Katakanlah, apa yang harus aku lakukan?" tanya Nadin."Silakan tentukan, satu dari kalian berdua harus berada di dalam penjara. Saya masih berbaik hati untuk menghukum salah satu saja."Nadin bangkit, dan meraih tangan Ayu dengan lembut. "Terima kasih, biar aku saja. Lepaskan Marsha, dan maafkanlah dia!""Baik."Suasana jadi riuh dengan tangisan Marsha. "Mama, jangan korbankan diri demi Marsha! Biar Marsha saja yang menanggungnya," papar Marsha histeris.Entah kenapa, Arya tak tega melihat tangisan pilu itu. Wanita yang terlintas dibenanaknya memang belum jelas siapa. Namun, Arya berpikir, mungkinkah itu Marsha.***Waktu berjalan ....Nadin sudah berada dalam sel tahanan. Aris tak merasa sedih sama sekali. Hanya Marsha yang masih uring-uringan memikirkan nasib sang Mama.Sementara di si
***"Mak siapa gerangan laki-kali ini?" tanya Turiah sembari membersihkan luka Aldo."Entahlah, Riah. Coba periksa saku celananya. Mungkin ada dompet, siapa tahu terdapat kartu identitas pemuda ini di sana."Turiah menuruti perintah Mbok Isah.Ternyata benar, ada dompet yang masih utuh di dalam saku celana belekang Aldo. Kartu ATM, uang tunai, bahkan kartu identitas lengkap di dalamnya.Turiah tersenyum, dari apa yang ia dapatkan tersirat jelas bahwa pria yang tak dikenalnya itu adalah berasal dari keluarga terpandang.Namun, bukan karena itu Turiah jatuh hati, melainkan ketampanan Aldo yang sangat ia kagumi."Mak, namanya Aldo Wijaya Suningrat. Dia keluarga Sultan Mak." Turiah bersemangat membaca nama Aldo."Kalau begitu, Bapak akan melapor ke petugas daerah. Jangan sampai kita bermasalah karena berlama-lama mendiamkannya di sini," ujar Ridwan, suami Mbok Isah."Benar, Pak. Saya setuju," sahut Mbok Isah.Bersedih hati Turiah, ia tak ingin buru-buru berpisah dari Aldo."Tapi, Pak. Ma
***Terasa cepat waktu berlalu ....Kini Aldo dan Turiah sampai di kota. Sebentar lagi mereka tiba di rumah besar milik Aldo."Nanti akan saya kenalkan dirimu dengan istri dan Anak saya," ucap Aldo yang sudah bangun dari tidurnya.Turiah hanya mengangguk. Terlihat sudah rumah mewah Aldo itu. Terpancarlah senyum kebahagiaan dari wajah sang pangeran tampan.Semua sedang berkumpul di rumah, Marsha dan Jasmin pun datang lagi.Ketika mendengar suara mobil, mereka semua bergegas untuk keluar."Ayah!" teriak Aldo antusias.Seketika tubuh Ayu yang tersandar lemas, kini jadi bangkit dan ikut berlari ke luar."Arya," lirih Aldo sambil memeluk putranya.Berderai air mata Turiah menyaksikan keharuan pertemuan keluarga Aldo.Di susul Marsha dan Jasmin, keduanya saling memandang ketika melihat Aldo berdiri dengan penuh luka."Lihatlah, Tuan besar benar-benar selamat. Tidak salah bukan ucapan saya kemarin," ujar Jasmin.Arya tersenyum bahagia. Ia pun mengiyakan perkataan Jasmin dalam hatinya.Tubuh
***Arya ke kantor dan menceritakan pada Jasmin, bahwa dirinya mulai ingat kembali."Syukurlah, saya sangat senang mendengarnya," ujar Jasmin."Seperti janji saya waktu itu. Setelah ini saya akan melamarmu."Berbinar-binar mata Jasmin mendengar ucapan Arya. Betapa senang dan bahagianya dia.Waktu terus berjalan ....Ketika jam pulang kerja, keduanya langsung ke rumah. Arya ingin meminta restu pada Ayu dan Aldo.Sepanjangan perjalanan Jasmin dan Arya bergenggaman tangan. Tak bisa dipungkiri kalau Jasmin sangat mencintai Arya. Namun, Arya kini menyimpan satu nama lagi di hatinya. Yaitu, Marsha.Sampai di rumah."Bunda, Arya ingin ingin melamar Jasmin," ucap Arya menunduk malu-malu.Tersenyum Ayu mendengar ungkapan putranya. Aldo juga ikut tersenyum.Keduanya setuju, tak lama datang pula Marsha. Dia selalu mengunjungi Ayu ketika jam pulang kerja Arya.Marsha sempat mendengar dari luar tadi. Hatinya hancur, air matanya mengalir. Tak tahu harus berkata apa. Ia pun sadar diri, bahwa diriny
***Hari berganti ....Turiah datang lagi ke rumah Aldo, seperti janjinya kemarin, kalau dirinya akan membantu bersih-bersih di rumah itu."Selamat pagi, Mas Aldo," sapa Turiah.Arya yang sedang menyantap sarapannya, menjadi tersedak."Uhuk.""Pelan-pelan, Arya! Ini minum dulu," ujar Turiah meraih gelas di samping Arya.Sikapnya seolah bagai seorang ibu. Ayu merasa Turiah sedikit berlebihan."Terima kasih, Tante. Tapi tolong, jangan panggil Ayah dengan sebutan itu lagi. Sungguh tak enak didengar. Sebutan itu hanya untuk Bundaku saja," papar Arya.Menunduk Turiah, ia meras malu. Arya sudah dua kali memperingatinya."Ya sudah, sekarang kamu sarapan saja dulu," sambung Aldo.Turiah menggeleng, kemudian berkata. "Saya sudah sarapan di rumah. Lebih baik saya ke dapur dan mulai beres-beres."Turiah berlalu, sedangkan Ayu belum membuka suaranya.Tak enak prasangka Ayu. Namun, ia tak mau bertindak gegabah."Sayang, hari ini Bunda akan ke kantor. Bunda ingin mengecek secara langsung hasil kerj
***Waktu terus berlalu, perasaan Turiah semakin mendalam kepada Aldo. Perlahan gerak-geriknya mulai terbaca oleh Ayu. Turiah sering ketangkap basah sedang menatap Aldo dalam-dalam lalu tersipu.Ayu mengerutkan alis sembari berpikir panjang. Ia tak mau mengambil kesimpulan terlalu cepat. Namun, Ayu juga tak mau menyesal kemudian hari."Mas," lirih Ayu di dalam kamar."Iya, sayang. Katakan ada apa? Dari tadi Mas perhatikan dirimu sangat gelisah," ujar Aldo sembari membelai rambut Ayu mesra."Seandainya ada wanita lain yang mencintaimu bagaimana? Seperti Jasmin dan Marsha yang mencintai Arya."Aldo menautkan alisnya heran. Kemudian ia tergelak."Pertanyaan macam apa itu sayang? Mas bukan labil seperti Putra kita. Di usia yang sekarang ini Mas hanya ingin hidup tenang dan bahagia bersamamu saja. Tak pernah terlintas sedikit pun tentang wanita lain," papar Aldo.Ayu menghela napas lega. Setidaknya ia tak perlu khawatir akan kesetiaan Aldo."Syukurlah, Mas. Jujur aku tak suka berbagi.""M