Aku bertemu dan perihal rindu berhenti mengadu. Ternyata, biru yang harus mencari disepanjang langit, dimana senja berada.
"Lah, ternyata orang tadi,” gerutu Lova yang seketika menyesal sudah invite pertemanan dengan ketua klannya. Tangan Lova tidak jadi klik tombol save namun malah scroll ke bawah dan hampir klik tombol blok kontak.
Ting!
'By the way, lo cewek di kantin tadi?'
Sebuah pesan masuk ke ponselnya sebelum dia bisa memblokir nomor ketua klannya.Lova menautkan alisnya,"Kok bisa tahu?" Baru Lova ingin membalas, pintu kelas sudah dibuka oleh seorang guru dengan kaca mata bundar.
"Selamat pagi menjelang siang anak-anak."
"Pagi menjelang siang, Pak Barga."
Lova memasukan ponselnya dan tidak jadi membalas pesan dari ketua klannya.Di kelas XI IPA 2, Bagas Mahendra menimang-nimang ponselnya seraya melihat jika ada pesan W******p yang masuk. Dia tadi sempat terkejut ketika melihat foto profil anggota klannya yang mirip dengan gadis galak di kantin tadi.
"Beneran dia bukan sih?" gumam Bagas sambil mengetuk dagunya. Bagas membuka foto profil milik anggota klannya lagi dan memastikan logo seragam miliknya, "Logo seragamnya sih sama. Anak SMA Pelita Bangsa," pikir Bagas lagi.
Beruntung Bagas duduk di meja pojok paling belakang di kelasnya jadi Pak Tarno yang sedang mengajar di depan itu tidak terlalu memperhatikan Bagas.
"Teori kinetik mengatakan bahwa setiap zat terdiri dari atom atau molekul yang bergerak terus menerus secara sembarangan. " Pak Tarno terus menjelaskan materi pelajaran fisika hari ini.
Bagas yang bosan menunggu balasan dari Lova akhirnya membuka I*******m dan mulai stalking wanita tercintanya.
Dia mulai mengetik nama akun milik Elin Prameswara. Senyum terbit di bibir Bagas, "Bidadari itu mau lagi cemberut, senyum, atau marah tetep aja kelihatan cantik," puji Bagas saat melihat foto milik Elin.Mata Bagas melotot ketika melihat foto Elin yang berdua dengan Rolan, "Elin tersayang, elo bener-bener enggak cocok sama Rolan. Lihat tuh! Muka brandalan tukang mainin hati perempuan kok masih dipertahanin," gerutu Bagas saat melihat beberapa foto Elin bersama Rolan.
Bagas melihat beberapa komentar di foto Elin tersebut dan membuat emosinya tersulut.'Perempuan hama yang bisanya cuma nangis! Rolan pacaran sama elo bukan karena cinta tapi karena kasian doang.'
'Pelacur SMA!'
'Rolan tanggung jawab! Gue hamil anak elo!'
BRAK!
Semua orang yang ada di kelas XI IPA 2 mengalihkan pandangannya ke meja Bagas. Pak Tarno yang sedang menjelaskan materi melotot ke arah Bagas.
"Brengsek!" umpat Bagas reflek.
"BAGAS MAHENDRA!" tegur Pak Tarno yang membuat Bagas tersentak kaget. Bagas melihat ke arah Pak Tarno yang melihatnya dengan tatapan sadis, "Maaf Pak, saya-"
"SEHABIS PELAJARAN SAYA! BANTU SAYA BAWA BUKU TUGAS ANAK KELAS SEPULUH!" ujar Pak Tarno marah.
Bagas melirik dua tumpuk buku yang banyak itu meringis, "Saya bawa bukunya sama temen yang lain ya, Pak?"
"SENDIRIAN!"
Hati Bagas melengos, "Bolak-balik dong gue kalau bukunya dua tumpuk gitu. Enggak mungkin juga kalau gue langsung bawa buku sebanyak itu sekali jalan," gerutu Bagas pelan.
"SAYA MASIH DENGER KAMU PROTES, BAGAS!"
🐾🐾🐾
Bel istirahat kedua sudah berbunyi dari 5 menit yang lalu. Bagas membawa satu tumpuk buku terakhir dan berjalan menuju kelas sepuluh.
Sepanjang jalan Bagas mengumpati Rolan. Jika bukan karena ulah Rolan membawa haters untuk Elin, Bagas tidak akan reflek mengebrak meja.
"Rolan sialan!"
Kaki Bagas berhenti di depan plakat X IPA 1. Pintu kelas itu tertutup dan Bagas tidak bisa mendorong pintu kelas dengan tangannya karena buku yang dia bawa. Bagas menendang pintu kelas itu dan menyebabkan pintunya terbentur dinding dengan keras.
Seluruh kelas X IPA 1 menjadi hening dan melihat ke arah pintu kelas. "Ekhem!" Bagas berdehem dan berusaha menampilkan wajah seorang kakak kelas yang berwibawa.
"Gue di suruh Pak Tarno balikin buku tugas kalian! Apa? Kalian enggak terima dibikin kaget sama kakak kelas?" ujar Bagas sombong lalu berjalan masuk dengan santai ke dalam kelas X IPA 1 itu.
Bagas menaruh buku tugas adik kelasnya di meja guru dan menatap sekeliling.Bagas tidak sengaja melihat seorang gadis yang menelungkupkan wajahnya di meja. Alis Bagas mengerut ketika melihat perawakan yang mirip perempuan di kantin tadi.
"Itu cewek yang lagi nutupin mukanya, namanya siapa?" tanya Bagas ke semua penghuni kelas.
"Lova, kak," ujar Joko selaku ketua kelas X IPA 1.
Bagas berjalan ke arah Lova, "Oi, bangun lo!" ujar Bagas yang tidak direspon oleh Lova. "Kebo banget!" sindir Bagas yang kemudian mendapatkan ide bagus.
"BANGUN!" teriak Bagas sambil mrngacak-acak rambut Lova.
Lova yang sedang memejamkan matanya terkejut ketika ada yang mengacak-acak rambutnya. Dengan sigap Lova mendongak dan melotot ke arah penggangu itu. Mata Lova terbuka lebar saat melihat ketua klannya sekaligus orang yang dia sindir di kantin sewaktu istirahat pertama tadi.
"Lo ngapain di sini?" tanya Lova dengan nada sinis.
"Nah, akhirnya bangun. Gue itu ya, dari tadi udah bangunin lo tapi elo enggak bangun-bangun," keluh Bagas yang kemudian duduk di sebelah Lova. "Lo itu lahir di tahun kebo ya? Kok tidurnya kek kebo susah dibangunin!" lanjut Bagas lagi.
Lova melotot ke arah Bagas, "Maksud lo apa hah? Kenal aja kaga udah ngatain gue kayak kebo! Emang bokap lo pelihara kebo ampe lo tahu kalo kebo itu susah dibangunin?" bentak Lova sambil mengebrak meja.
Bagas menatap Lova cengo, dia mengelus dagunya seraya berpikir, "Bokap gue peliharanya sapi sih bukan kebo. " gumam Bagas yang membuat Lova tambah emosi.
"LO BAWEL BANGET SIH! SONO KELUAR JANGAN GANGGU GUE!" teriak Lova marah lalu berdiri dan menendang kursi yang di duduki oleh Bagas.
Bagas menatap Lova tepat di manik matanya dan sebuah senyum terbit di bibir Bagas. Bagas berdiri dari kursinya dan menepuk puncak kepala Lova.
"Lo galak, tapi karena kita udah temenan. Lo tetep temen gue, anggota klan," ujar Bagas yang membuat Lova menjadi heran. Perasaan aneh menjalar di hatinya tanpa dia sadari. Bagas yang melihat Lova terdiam itu terkekeh pelan lalu berjalan ke luar dari kelas Lova.
Lala yang melihat Lova diam setelah di tepuk kepalanya itu mencibir, "Dara, lihat tuh! Cuma pencitraan doang galaknya. Biar cowok tertarik sama dia karena ngerasa tertantang," ejek Lala yang diangguki oleh Dara.
Lova melihat ke arah Bagas pergi. Dia merasa ada yang salah dengan dirinya. “Gue kenapa sih?”
Bersambung...
Jalanan di depan sekolah sangat ramai. Lova menunggu di halte bus sambil sesekali melirik jam tangannya. Sudah hampir 15 menit dia menunggu bus di sana.Brem! Brem! Cit!"Sialan!" umpat Lova saat ada sebuah motor yang berhenti di depannya dengan posisi ban motor yang mengenai genangan air. Rok abu-abu Lova terciprat dan menjadi kotor.Laki-laki yang menaiki motor itu membuka helmnya. Lova menatap marah saat melihat bahwa laki-laki itu adalah Bagas. Tangan Bagas menyisir rambutnya dan menatap Lova dengan terkejut."Loh, kok rok lo bisa kotor?" tanya Bagas yang membuat Lova ingin melempar sepatu miliknya ke wajah sok polos Bagas."Menurut lo?" tanya Lova sambil melipat kedua tangannya di depan dada.Bagas melihat ke sekelilingnya dan mengerutkan dahinya, " Emang siapa?" tanya Bagas yang membuat Lova ingin menonjok mukanya."ELO, BEGO!" teriak Lova mulai habis kesabaran."Gue?" tanya Bagas bingung.Lova menatap Bagas malas la
Billa berjalan menuju rumahnya dengan suasana hati yang kacau. Dia membuka pintu rumahnya kasar dan membantingnya.Mama Billa yang sedang berciuman dengan seorang pria tua di sofa spontan tersentak kaget, "BILLA!" teriak Firda marah.Billa menatap mamanya dengan tatapan datar, "Apa? Mau marah? Wanita jalang enggak pantes marahin saya!" ujar Billa kemudian berjalan menuju kamarnya."BILLA, JAGA MULUT KAMU!" teriak Firda marah yang kemudian dipeluk oleh pria tua di dekatnya."Saya bayar kamu bukan buat denger kamu marah-marah," bisik pria tua itu yang membuat emosi Firda menurun."Maaf," balas Firda.Billa menaiki anak tangga dengan kesal. Persetan dengan mamanya yang jalang! Billa sama sekali tidak peduli, dia hanya peduli soal Bagas. Bagasnya Billa tidak boleh dekat orang lain.BRAK!Billa menutup pintu kamarnya dengan kasar, "Arghhh!" geram Billa sambil mengacak-acak tumpukan buku pelajaran di meja belajarnya."HARUSNYA
"BERHENTI NGIKUTIN GUE!" teriak Lova kesal. Ini sudah kelima kalinya Lova berteriak kepada Rolan. Dia benar-benar kesal dengan orang yang ditemuinya di gudang tadi. Entah kerasukan setan apa, tiba-tiba dia muncul dan mengikutinya sejak bel pulang sekolah.Tangan Rolan terlipat di depan dadanya, "Gue enggak ngikutin elo kok. Lagian kita keluar lewat gerbang sekolah yang sama loh."Lova mendengus dan berbalik. Dia berjalan dengan cepat menuju ke arah gerbang sekolah. Tudung jaket terpasang rapi di kepalanya agar menutupi luka lebam di wajahnya sejak pagi tadi setelah dia dipukuli.Sejujurnya kepala Lova sedikit pusing tapi dia tahan. Lova harus jadi sosok kuat. Dia tidak boleh kelihatan lemah di depan orang lain."EH, ADA DUIT JATUH!" teriak Rolan yang membuat Lova menoleh.Lova melihat ke arah yang ditunjuk Rolan spontan, "Hahaha. Lo ternyata mata duitan," ujar Rolan yang berhasil mengusili Lova.Lova melotot ke arah Rolan dan melanjutkan jal
PLAK!Tudung jaket yang digunakan Lova terlepas dari kepala. Seorang pria paruh baya berdiri di depannya dengan tatapan marah."Sekarang sudah jam berapa!?" tanya Jason dengan nada marah.Lova melirik jam tangannya lalu menatap ayahnya. "Jam 17.05," ujarnya dengan nada datar. Jason menggengam tangan Lova dengan erat."Tahu kesalahan kamu!?" bentak Jason lagi. Lova menatap Jason tanpa perubahan ekspresi. "Lova telat pulang 5 menit."BRAK!Lova memegang kepalanya saat terbentur pinggiran meja ruang tamu. Tubuhnya jatuh ke lantai saat didorong ayahnya."Ayah enggak mau tahu alasan kamu telat kenapa!? Ayah cuma tahu kalau putri ayah enggak pulang tepat waktu!" geram Jason kemudian menyeret Lova menuju ke ruangan di sebelah dapur.Jason membukan pintu ruangan itu dan mendorong Lova masuk ke dalam sana. Ruangan tertutup dengan ventilasi yang sangat kecil."KAMU TIDUR DI SITU SAMPAI BESOK PAGI!" teriak Jason marah kemudia
"Dengan siapa aku punya bahagia?"~ Lovani Senja🐾🐾Mata Lova mengerjap saat cahaya menyilaukan matanya. Dia melonjak kaget saat pintu ruangan ditendang oleh ayahnya. Lova duduk dari posisi tidurnya dan menatap datar."Lain kali jangan ngelanggar aturan lagi!" ujar Jason sambil melipat kedua tangannya di depan dada."Buat ayah, Lova emang selalu salah'kan?" Tas punggungnya dia gendong dan mulai berdiri."Kamu mau ngelawan ayah lagi?" Lova mengelengkan kepalanya saat mendengar ucapan ayahnya."Emang bener'kan? Buat ayah, Lova itu selalu salah dan selalu ngelawan. Valid dan tanpa alasan apa pun lagi." Dia berjalan berjalan melewati ayahnya. Lova berhenti berjalan sejenak dan menoleh,"Pantes mama pergi.""LOVA, JAGA OMONGAN KAMU!" Lova menulikan telinganya dan berjalan ke arah kamarnya.Pintu kamar Lova ditutup dengan kasar. Dia melemparkan tasnya ke lantai dan membenamkan wajahnya di atas bantal."Argh
-Ketika Senja pergi direbut gelap, apa dia masih akan ingat Biru?-Lova berjalan menyusuri koridor sekolah. Sekitar 4 meter, dia melihat sosok yang dikenalinya sedang berjongkok. Melihat sosok itu, Lova berbalik. Dia malas bertemu Bagas."Ngapa dah, tali sepatu pake copot segala. Loh, ini kok tali sepatu gue sebelah kanan sama kiri beda warna, sih?" Bagas menepuk dahinya karena teledor."Bodo ah. Orang ganteng pake apa aja pasti kelihatan good looking," gumam Bagas lalu berdiri setelah selesai mengikat tali sepatunya.Sendari tadi Bagas mencari keberadaan Elin, tapi tidak ada, bahkan dia sudah bertanya kepada beberapa orang dan mereka juga tidak tahu.Bagas tiba-tiba melihat punggung orang yang dia kenal, "Eh Lova! Lo mau kemana?" teriak Bagas saat melihat Lova berjalan membelakanginya.Lova berjalan semakin cepat. "ANAK KEBO! LO JALAN CEPET BANGET!" teriak Bagas yang membuat Lova berhenti berjalan dan menghela napas. Dia berbalik dan menata
-"Seandainya semesta tahu. Jika sebenarnya aku juga tidak ingin seperti ini. Terkadang semua di luar kendali diri."-🐾🐾🐾Suasana kelas terdengar ricuh, Lova duduk dibangkunya dengan suasana hati yang rumit. Suasana hatinya berubah dengan cepat. Dia merasa tidak ingin diusik. Tiba-tiba semerbak asap rokok menyeruak di hidungnya. Aroma permen yang aneh membuat perutnya menjadi mual. Dia melihat ke arah Brian yang merupakan teman sebangkunya. Brian terlihat sedang merokok di kursinya."Rokok lo bau," hina Lova sambil menaruh tasnya di meja dengan kasar."Kalau enggak suka ya, ga usah di sini," balas Brian yang masih menikmati rokoknya."Harusnya lo yang enggak di sini. Ini sekolah bego, bukan tempat nongkrong!" sarkas Lova."Suka-suka gue'lah!" ujar Brian sambil tersenyum sinis ke arahnya."Lo keluar sekarang dan buang rokok lo atau gue aduin ke BK?!" ujar Lova emosi.Alis Brian terangkat dan terkekeh, "Aduin aja kalau berani,"
-"Benci aku sesuka kalian, sampai kalian sadar kalau kalian salah benci sama aku! Aku bukan orang selemah itu."-🐾🐾🐾BYUR!Baju Lova basah saat baru saja melangkah ke dalam kelasnya. Matanya terlihat dingin menatap orang yang berada di depannya. Dia melangkah maju dan merasa ingin mencekik Brian."MAKSUD LO APA GUYUR GUE!" teriaknya marah sambil menonjok Brian tapi tidak kena.Brian terkekeh sinis, "Harusnya gue yang tanya, maksud lo apa ngadu ke guru?"Lova terdiam dan menampilkan wajah tidak takut. Tangannya dia lipat di depan dadanya, "Kenapa? Lo sekarang takut'kan? Lagi siapa suruh nantang gue!" ujarnya yang membuat Brian semakin emosi."LO ITU!" tuding Brian.Lova menatap tidak takut. Sempat sejenak dia melihat ke sekeliling yang menampilkan tatapan tidak suka ke arahnya. Dia mengabaikan Brian dan berjalan ke luar kelas. Dia melangkah menuju koperasi untuk membeli seragam.Brian meninju tembok di sampingnya dan b
"Kamu! Jauhi Rolan!" teriak Elin saat melihat Lova berjalan mendekatinya.Lova terlihat bingung dengan perilaku Elin. "Lo gila ya?" tanya Lova pada kakak kelasnya itu."Kamu!?" Elin menuding Lova dengan tangan gemetaran. Dia mulai menangis kencang dan menganggap Lova terlalu kasar."Siapa yang gila!? Aku enggak gila! Aku cuma mau kamu ngejauhin Rolan!" teriak gadis itu frustasi.Lova ikut frustasi. Dilihat darimana dia mendekati Rolan? Jika bisa dia menjauhi Rolan, gadis itu sangat bahagia. "Gue ga pernah deketin Rolan!" ucap Lova jujur.Tangis Elin semakin menjadi-jadi. Dia merasa Lova tidak ingin menjauhi Rolan. Dia benar-benar tidak bisa menerima keputusan Lova."Kalau kamu enggak ngejauhi Rolan, aku bakal bunuh diri!" teriak Elin kalap.Lova menggaruk kepalanya bingung. "Gue beneran enggak deketin Rolan! Dia yang deketin gue, Kak Elin," ucap Lova berusaha merendahkan suaranya. Dia menjelaskan kenyataannya dengan nada sabar."Kamu! Kamu fitnah Rolan!? Kamu enggak mau ngejauhin dia!
Rolan dan Love berjalan beriringan. Mereka menuju ke gerbang sekolah. Di sisi lain, Elin melihat mereka berdua. Perasaan gadis itu berkecambuk. Hatinya sangat sakit. Dia benar-benar tidak suka melihat Rolan berjalan dengan gadis lain. Bagas yang berada tidak jauh dari Rolan dan Lova menatap khawatir saat dia melihat Elin. Laki-laki itu berjalan mendekati Elin. "Lo gapapa, Lin?" tanya Bagas sambil memegang tangan Elin.Mendapati perilaku Bagas, gadis itu langsung menghentakkan tangan pemuda itu. "Jangan deket-deket sama Elin lagi, Gas!" ujar gadis itu. Pandangan gadis itu masih menatap ke arah Rolan. "Elin benci cewek itu!" ucap Elin dengan nada marah lalu pergi meninggalkan Bagas.Mendengar ucapan gadis yang dicintainya, Bagas ikut marah. Dia menatap ke arah Lova dengan tatapan tajam. "Lov, gue tahu lo ga ada salah apa-apa ke gue, tapi karena Elin benci sama lo artinya lo juga orang yang gue benci!" ketus Bagas.Laki-laki itu terus melihat ke arah Elin yang semakin menjauh. Melihat
Rolan bersedekap sambil menyenderkan tubuhnya di tembok dekat gudang. Seorang gadis tersenyum bahagia sambil berjalan mendekatinya. “To the point!” ujar Rolan kemudian disambut kekehan dari gadis di depannya. “Gue suka cara lo, kerja bagus! Biar Bagas benci Lova dan dia juga enggak akan bisa miliki Elin.” Tepuk tangan terdengar dari gadis itu.“Waktu gue enggak banyak,” ucap Rolan lagi.Billa di depannya memberikan sebuah foto yang robek. “Belum sepenuhnya berhasil, setengah fotonya lagi gue kasih kalau semua udah selesai.” Rolan menerima foto robek itu dan tangannya mengepal.“Dia?” tanya Rolan pada gadis yang masih berdiri di depannya.“Menurut lo?” tanya balik Billa.“Sialan!” umpat Rolan yang membuat gadis di depannya semakin tersenyum lebar.“Saling menguntungkan, bukan?” Mata Rolan menjadi dingin saat mendengar ucapan Billa. Sorot m
Setelah bel masuk yang menandakan selesainya jam istirahat pertama tadi, Elin terkejut melihat video Rolan mencium kening Lova. Dia menjadi kacau dan terlihat pucat. Guru kimia di kelas XI IPA 1 menyuruhnya untuk istirahat di UKS saja. Saat ini, Elin gemetar di dalam ruang UKS. Hatinya terasa diremuk dengan kasar. Dia takut, sangat takut. Ketakutannya saat ini adalah benar-benar kehilangan harapan kembali dengan Rolan. Diputar ulang video Rolan mencium kening Lova. Bibirnya tergigit pelan, air mata lolos mengalir ke pipinya.“Rolan pernah janji enggak bakalan ninggalin Elin. Tapi, sekarang Rolan pergi. Dulu pernah janji jagain Elin terus. Sekarang, apa udah enggak ada Elin lagi di hati Rolan?” gumam Elin dengan wajah pucat.---“Lin, sini naik! Rolan mau bonceng Elin kemana aja yang Elin mau!” teriak Rolan pada perempuan yang baru saja keluar dari rumahnya.Perempuan itu berlari ke arahnya dengan mata memerah. “E
Lala melihat ponselnya sambil tersenyum sinis, “Ada bahan gosip nih.” Dia berjalan cepat menuju kelasnya dan menghampiri sekumpulan anak kelasnya. “Eh, lo pada tau enggak. Kak Rolan sama Kak Elin ternyata udah putus,” ujar Lala heboh di kelas.“Gimana ceritanya? Bukannya Kak Elin tuh cinta banget ya sama Kak Rolan? Dia sering di bully cewek-cewek di IG nya tapi masih tetep optimis sama hubungan mereka,” sahut Taya sambil menunjukan foto IG Elin di layar ponselnya. “Enggak mungkin mereka putus deh, orang foto mereka berdua aja masih ada di IGnya Kak Elin,” lanjut Taya.“Serius demi apa kalau foto mereka belum di hapus dari IG Kak Elin?” tanya Lala merebut ponsel milik Taya. “Aneh loh, orang anak kelas 11 pada heboh kalau Kak Rolan sama Kak Elin putus kok! Beritanya baru aja pas istirahat ini,” ujar Lala lagi.“Seriusan?” tanya Taya tidak percaya.“Beneran!&rdquo
Bagas mengetuk jarinya berulang kali. Pikirannya melayang pada ucapan Billa. ‘Lova suka sama lo. Dari kalimat itu lo pasti sadar sesuatu’kan?’ Bagas menggelengkan kepala, ”Pasti ada salah paham di sini.” batinnya. Dia yakin jika Lova sama sekali tidak mungkin melakukan hal semacam itu. Sekalipun terkadang sikap Lova tidak baik, tapi dia yakin hati gadis itu tidak buruk. Bagas beranjak dari tempat duduknya. “Gue duluan, Bil,” ujar Bagas meninggalkan Billa. Melihat Bagas yang mulai menjauh itu, bibirnya mengulas senyum tipis.Di meja makan lain, Lova sedang menikmati baksonya. Entah mengapa ketika memakan bakso itu, dia menjadi teringat Bagas. Teringat perdebatannya tentang bakso bulat dan bakso runcing. Senyum di bibirnya muncul tanpa dia sadari."Woy, calon bini!" teriak Rolan sambil berlari menuju meja Lova. Orang yang ditegur itu hanya melirik sekilas dan melanjutkan makannya. Rolan yang melih
Bel istirahat berbunyi. Bagas menanyai teman sekelasnya apakah ada yang tahu siapa yang menaruh kertas kecil di lacinya, tapi tidak ada satu orang pun yang tahu. Vava melihat Bagas mencari seseorang yang menaruh secarik kertas di lacinya itu berpikir keras. Pasti orang yang menaruh kertas itu adalah fans baru Bagas. Dia harus memberitahukan berita ini ke Billa agar bisa mengantisipasi adanya saingan baru untuk Billa.‘Bil, ada orang yang naruh kertas kecil di laci Bagas. Awas lo punya saingan baru!’ Pesan itu dikirimkan oleh Vava ke nomor Billa.‘Apasih, Va. Jangan ngeledekin lagi deh.’ Vava yang membaca balasan dari Billa itu berdecak sebal. Temannya ini masih tidak mau mengakui jika dia mencintai Bagas.“Va, lo tahu ada yang ke meja gue terus naruh kertas kecil enggak?” tanya Bagas kepada Vava. Gelengan kepala Vava membuat Bagas mengangguk. “Okey kalau lo ga tahu. Thanks.” Bagas menyerah menanyai
Billa berjalan ke kelasnya sambil tersenyum kecil, dia berharap jika Bagas akan mengingat dirinya ketika mendapat secarik kertas tadi. Bel masuk sekolah sudah berbunyi. Billa masuk ke dalam kelas dan duduk satu bangku dengan Elin. Dia dan Elin memang satu kelas di XI IPA 1 sedangkan Bagas ada di kelas XI IPA 2. "Hey, Lin," sapa Billa ramah. Elin tersenyum kecil dan menganggukan kepalanya. "Billa darimana?" tanya Elin pada Billa. "Dari kelas XI IPA 2," jawab Billa. "Tadi waktu lo balik, Bagas udah sampe ke kelasnya'kan?" tanya Elin lagi memastikan jika Bagas tidak terlambat masuk kelas. Billa terdiam sejenak lalu menjawab,"Iya, udah." "Syukurlah kalau udah, soalnya tadi Bagas nemenin Elin dulu," papar Elin menunjukan jika Bagas tadi bersamanya. Billa yang mendengar hal itu tersenyum kecil. "Lo deket banget sama Bagas ya?" Senyum merekah dibibir Billa sambil menatap lekat ke arah Elin. Mata Elin bersinar, “Deket ban
Bagas berjalan dengan buru-buru menuju tempat di mana Elin berada. Dia khawatir jika terjadi apa-apa dengan Elin. Pasalnya Elin adalah gadis rapuh yang tersentuh sedikit bisa hancur.Dia membuka ruangan perpustakaan yang sepi. Bagas berjalan perlahan menuju meja baca di paling pojok ruangan. Dunianya sedang menangis di depan sana. Hati Bagas menjadi ikut sedih."Lin," panggil Bagas pelan sambil mengusap puncak kepala Elin.Elin mendongak dan matanya merah. Dia benar-benar merasa hancur dan memeluk Bagas dengan erat, "Gas, gue bener-bener enggak tahu. Hati gue rasanya remuk dan sakit. Gue enggak kuat," tangis Elin pecah semakin keras. Dia tidak tahu mengapa kebahagiaannya pergi, keluarganya hancur, dan sangga dia hilang."Jangan sedih,