Seika tidak benar-benar tidur semalam. Setiap satu jam sekali dia selalu terbangun lalu memeriksa ponselnya. Helaan napas panjang kembali terdengar, perasaan hampa selalu datang menyelimuti dirinya setiap kali memikirkan Devan. Lima hari tidak bertemu membuat rasa rindu kian memupuk. Obatnya hanya temu, tapi Devan seolah-olah jemu.Seika berbaring telentang sambil memandangi langit-langit kamar. Sejenak dia memejamkan mata karena kepalanya begitu berisik sekarang. Seika pernah kecewa, patah, dan hancur karena cinta. Seika pikir dia sudah terbiasa dengan rasa sakitnya. Akan tetapi kenyataannya begitu sulit, hatinya benar-benar sakit.Seika merasa sangat lelah dan ingin menyerah. Namun, hati kecilnya meminta untuk bertahan karena rumahnya hanyalah Devan.Seika membetulkan selimut yang menutupi tubuh Cherry lalu beranjak ke dapur untuk menyiapkan sarapan. Dengan memasak setidaknya dia bisa mengalihkan sedikit pikirannya dari Devan. Seika mengeluarkan kornet, telur, tomat, dan timun dari
"Apa?!" Napas Seika tercekat, jantungnya seolah-olah berhenti berdetak selama beberapa saat mendengar ucapan Uncle Muthu barusan. Seika tahu Uncle Muthu suka bercanda, tapi candaan lelaki paruh baya yang tinggal di samping rumahnya itu tidak lucu sama sekali."Uncle Muthu jangan bercanda. Bang Sat tidak mungkin meninggal karena lima hari yang lalu Bang Sat masih menelepon Seika.""Uncle tidak mungkin membuat kematian seseorang menjadi bahan candaan, Seika. Uncle tahu ini pasti berat buat kamu. Tapi Abangmu memang sudah meninggal."Kepala Seika seperti dihantam palu godam yang sangat besar. Ponsel yang berada di dalam genggamannya jatuh begitu saja."Abang ...." Kristal bening itu jatuh begitu saja membasahi pipi Seika. Entah kenapa oksigen yang berada di sekitarnya seolah-olah berubah menjadi karbondioksida yang begitu mencekik leher. Dadanya sesak. Seika masih tidak percaya kalau Satria pergi meninggalkannya untuk selama-lamanya."Abang tidak mungkin pergi. Abang tidak mungkin pergi .
Noah mengeluarkan ponselnya dari saku celana sambil berusaha fokus mengemudikan mobilnya menuju rumah Seika."Hai, Baby. Tumben sekali kamu meneleponku?" ucap seorang wanita di seberang sana."Aku butuh bantuanmu, Jessy."Jessyca Riley—wanita berusia tiga puluh lima tahun yang menjadi bodyguard sekaligus kaki tangan keluarga Mercellio itu mengerutkan dahi heran mendengar ucapan Noah barusan."Kamu tahu kan, kalau bantuanku ini tidak gratis?"Noah menggeram kesal. Dia sebenarnya malas sekali berurusan dengan tante-tante genit seperti Jessy. Namun, dia tidak bisa menemukan orang lain yang bisa membantunya selain Jessy."Baiklah, aku akan menemanimu minum Sabtu malam ini.""The sound it's so good, but I want more than alcohol." Jessy terlihat berpikir sebentar sebelum melanjutkan kembali kalimatnya. "Maybe something like kiss or cuddle?""Okay, fine. Aku akan menuruti apa pun yang kamu mau.""Wah, good boy!" Jessy menyeringai senang. Sepertinya masalah yang sedang dihadapi Noah lumayan b
Devan meringis kecil ketika menyentuh sudut bibirnya yang terluka akibat ditonjok Noah. Pipi kanannya bahkan masih terasa nyeri sampai sekarang. Seumur-umur baru pertama kali dini Devan melihat Noah begitu marah pada dirinya. Keponakannya itu bahkan berani memukulnya karena dia lebih memilih Flora.Entah alasan apa yang membuat Noah begitu membenci Flora. Padahal Flora tidak seburuk yang mereka pikirkan. Flora memang pernah meninggalkannya, tapi mantan kekasihnya itu sebenarnya wanita yang sangat baik. Flora bahkan memintanya untuk pulang dan ingin menemui Seika secara pribadi untuk mengucapkan belasungkawa.Noah yang sudah terlanjur membenci Flora sepertinya tidak bisa melihat kebaikan wanita itu. Noah bahkan menyebut Flora sebagai wanita ular dan mengatakan akan membawa Seika pergi jauh darinya.Siapkah dia berpisah dengan Seika?Devan mengusap wajahnya dengan kasar. Entah kenapa melihat ekspresi Noah yang begitu marah membuatnya mendadak ragu untuk meninggalkan Seika, padahal dia t
Seika mengerjapkan kedua matanya perlahan, tubuhnya seolah-olah memiliki alarm otomtis yang membuatnya selalu bangun tepat jam lima pagi. Senyum tipis menghiasi bibir tipisnya ketika melihat Cherry yang tertidur lelap di sampingnya. Entah kenapa wajah anak tirinya itu terlihat begitu menggemaskan di matanya sekarang.Seika berbalik miring lalu mengecup pipi tembam Cherry dengan penuh sayang hingga membuat anak itu menggeliat pelan. Seika pikir Cherry akan bangun, tapi anak itu malah memeluk pinggangnya semakin erat dan kembali tidur.Helaan napas panjang keluar dari bibir mungil Seika, kedua matanya menatap nanar langit-langit kamarnya dengab nanar karena teringat dengan mimpi yang dia alami semalam.Tadi malam dia bermimpi pergi ke suatu tempat yang sangat indah bersama ayah, ibu, dan abang yang paling dia sayang. Tempat tersebut mirip sekali dengan taman bermain. Di sana ada bianglala, komedi putar, istana boneka, dan permen kapas. Memori masa kecil Seika yang begitu menyenangkan se
Seika berjongkok lalu meletakkan seikat bunga Baby's Breath di atas makam Satria. Dia termenung selama beberapa saat sambil menatap kosong gundukan tanah basah yang ada di hadapannya. Sampai sekarang Seika masih tidak menyangka jika Satria pergi meninggalkannya secepat ini. Padahal rasanya seperti baru kemarin dia mendengar suara sang kakak.Helaan napas panjang lolos begitu saja dari bibir mungil Seika. Rasanya Seika ingin sekali menyusul kedua orang tuanya dan sang kakak ke surga karena masalahnya dan Devan tidak kunjung menemukan titik temu. Namun, dia sudah berjanji akan bertahan demi Cherry. Lagi pula dia tidak mungkin tega meninggalkan Cherry karena anak itu hanya memilikinya di dunia ini."Hai, Bang. Gimana kabarnya?" Seika menarik napas panjang untuk mengurangi sesak yang menghimpit di dalam dadanya. "Ini baru tiga hari, tapi Seika udah kangen banget sama Abang."Cherry yang berjongkok di samping Seika tiba-tiba mendekat, tangannya yang kecil perlahan bergerak, memeluk tubuh S
'Lo goblok banget Paman Devan. Buang berlian demi batu kali kayak Flora. Lihat tuh, Seika sayang banget sama anak lo'-NOAH-Devan melihat foto yang Noah kirim pada dirinya dengan lekat. Foto Seika yang sedang menikmati es krim bersama Cherry. Seika terlihat sangat sayang dan perhatian pada putrinya, Cherry pun tampak nyaman dan senang berada di dekat Seika.Bukan satu dua tahun dia menjalani hidup sendiri setelah Elea meninggal, tapi lima tahun. Selama itu pula dia berusaha keras menutup pintu hatinya untuk gadis mana pun demi menepati janjinya pada mendiang Elea. Hingga suatu hari dia bertemu dengan Seika. Gadis bodoh dan ceroboh yang tiba-tiba dipanggil mama oleh putrinya. Entah sihir apa yang Seika miliki hingga berhasil menghapus nama Elea dari dalam hatinya.Tiga bulan yang lalu dia pun memutuskan untuk menikahi gadis itu. Dia membuat pesta lamaran dan pernikahan yang sangat mewah untuk Seika. Dengan bangga dia memperkenalkan Seika sebagai istrinya di depan semua tamu undangan y
Bara berulang kali melihat jam tangannya, menunggu jarum panjang menunjuk angka dua belas dengan tidak sabar. Dia cepat-cepat beranjak dari tempat duduknya setelah memastikan kalau sekarang sudah waktunya makan siang."Kamu mau pergi, Bar?""Ah ...." Bara yang baru saja keluar dari ruangannya refleks mengusap dadanya karena terkejut mendengar pertanyaan dari seorang gadis berambut hitam yang berdiri di belakangnya."Maaf kalau aku mengagetkanmu." Gadis bernama Ruwi itu menatap Bara penuh dengan rasa bersalah."Tidak apa-apa Ruwi. Jangan minta maaf."Ruwi tersenyum lega. "Ada restoran sea food yang baru buka dekat sini. Apa kita bisa makan siang bersama, Bar?"Ruwi menatap Bara dengan penuh harap. Gadis berusia dua puluh tiga tahun itu memang sudah menaruh hati pada Bara sejak bekerja di perusahaan Devan. Namun, Bara ternyata susah sekali untuk didekati."Maafkan aku Ruwi."Jantung Ruwi seketika mencelus, kesedihan tergambar jelas di wajahnya karena Bara lagi-lagi menolak ajakannya. "A
Devan mengerjapkan kedua matanya perlahan ketika cahaya matahari yang masuk melalui celah-celah tirai di dalam kamar jatuh mengenai wajah tampannya. Senyum tipis menghiasi bibirnya ketika melihat Seika yang masih tertidur lelap di dalam dekapannya.Waktu ternyata berjalan dengan begitu cepat. Tidak terasa sudah dua tahun lebih dia menjalani hidup rumah tangga bersama Seika. Devan pikir dia akan merasa jenuh, tapi perasaannya pada Seika ternyata tidak berubah, malah tumbuh semakin besar.Devan mendekap Seika semakin erat lalu mendaratkan sebuah kecupan manis di bibir gadis itu. Sebuah rutinitas yang selalu dia lakukan setiap pagi."Kamu udah bangun, Mas?" "Iya."Tumben banget Mas udah bangun. Memangnya sekarang jam berapa, sih?"Devan melirik jam yang menempel di dinding kamar sebelum menjawab pertanyaan Seika."Hampir jam tujuh."Kedua mata Seika sontak terbuka, dia ingin bangun karena harus menyiapkan sarapan untuk Devan dan Cherry, tapi kepalanya mendadak terasa pusing."Kamu baik-
Devan terpaksa menunda bulan madunya yang kedua bersama Seika karena Bara tidak memberinya waktu untuk beristirahat sedikit pun semenjak menggantikan Pramudya menjadi sekretaris sekaligus orang kepercayaannya. Sejak pagi dia harus memeriksa laporan, lalu meninjau proyek pembangunan hotel baru miliknya setelah itu bertemu dengan beberapa investor dari luar negri sampai sore. Rasanya benar-benar melelahkan.Devan melonggarkan dasi yang terasa seperti mencekik lehernya setelah itu menggulung lengan kemejanya sampai sebatas siku. Helaan napas panjang lolos dari bibirnya setelah melihat tumpukan berkas yang ada di atas meja. Entah kenapa berkas tersebut masih banyak padahal dia sudah memeriksanya sejak tadi."Aku sudah selesai merevisi perjanjian kerja sama dengan CT Corp. Jangan lupa baca berkas perjanjian itu dengan teliti sebelum tanda tangan." Bara meletakkan berkas yang dibawanya tepat di depan Devan."Apa kamu tidak lihat sekarang jam berapa?"Bara melihat benda mungil bertali yang m
"Jadi gimana? Mas udah dapat izin dari Bara buat ajak aku tinggal di rumah lagi?" Seika meletakkan sendoknya karena es krim-nya sudah habis.Mereka mampir ke sebuah toko es krim setelah menjemput Cherry di sekolah. Devan seperti seorang pengasuh yang sedang menjaga dua bayi sekarang, sejak tadi yang dia lakukan hanya diam memandangi Seika dan Cherry yang begitu lahap menyantap es krim mereka."Mau tambah lagi?"Seika refleks mengangguk mendengar pertanyaan Devan barusan karena satu gelas es krim tidak akan bisa membuatnya kenyang. Namun, sedetik kemudian dia menggelengkan kepala. "Ish ... jawab dulu pertanyaanku. Bara ngasih Mas izin nggak buat bawa aku?"Devan mengangguk lalu mencomot satu buah cookies milik Cherry yang ada di atas meja. Rasanya ternyata terlalu manis dan Devan kurang menyukainya, kecuali bibir Seika. Entah kenapa bibir gadis itu seperti candu yang membuatnya selalu ketagihan."Sungguh?" Seika menatap Devan dengan pandangan tidak percaya."Iya ...," jawab Devan sambi
Sinar matahari yang masuk melalui celah-celah tirai di dalam ruangan serba putih itu tidak berhasil mengusik sepasang sejoli yang sedang tidur di atas ranjang. Seika tidur begitu nyenyak dalam dekapan Devan. Dia bahkan menenggelamkan wajahnya di dada bidang Devan seolah-olah dada lelaki itu adalah tempat paling nyaman baginya.Devan semakin mempererat dekapannya ketika merasakan pergerakan kecil dari Seika. Senyum tipis menghiasi bibirnya ketika teringat dengan kejadian yang dialaminya semalam. Devan tidak pernah menyangka kalau Seika akhirnya mau memaafkan semua kesalahannya dan memberi kesempatan. Padahal kesalahan yang dia lakukan sangat fatal. Dia benar-benar beruntung.Devan bersumpah, dia akan berusaha untuk membahagiakan Seika dan tidak akan pernah menyakiti hati gadis itu. Itu janjinya."Terima kasih sudah memberi saya kesempatan, Seika. I love you ...." Devan mengecup puncak kepala Seika dengan begitu dalam seolah-olah mencurahkan seluruh perasaannya pada gadis itu.Apa yang
"Seika."Seika tergagap ketika Bara menyentuh lengannya pelan."Kita sudah sampai."Seika mengedarkan pandang ke sekitar. Dia tidak menyadari jika mobil yang membawanya berhenti di depan rumahnya karena terlalu memikirkan Devan.Bara melepas sabuk pengamannya, setelah itu turun dan membukakan pintu mobil untuk Seika. "Hati-hati," ucapnya sambil menaruh telapak tangannya di atas puncak kepala Seika untuk melindungi gadis itu.Seika mengangguk, dia turun dengan hati-hati dari mobil Bara. Namun, dia nyaris terjatuh karena kedua lututnya terasa gemetar, untung saja Bara dengan cepat menahan tubuhnya."Kamu baik-baik saja?" Raut cemas tergambar jelas di wajah tampan Bara. Kedua tangannya melingkar di pinggang Seika dengan erat."Kepalaku pusing."Tanpa banyak kata Bara menggendong Seika ala brydal style masuk ke dalam rumahnya. Seika menyandarkan kepalanya di dada bidang Bara, tubuhnya terasa sangat lemas karena kebanyakan menangis. Apa lagi tidak ada makanan apa pun yang masuk ke dalam pe
Bara menghela napas panjang, padahal tadi siang langit terlihat begitu cerah. Namun, sekarang malah turun hujan, bahkan sangat deras. Cuaca akhir-akhir ini memang sulit diprediksi, apa lagi di pergantian musim seperti sekarang. Saat siang cuaca terasa sangat panas, tapi bisa sangat dingin ketika malam.Bara melihat benda mungil bertali yang melingkari pergelangan tangan kirinya. Ternyata sekarang sudah jam delapan malam. Entah kenapa perasaan Bara sejak tadi tidak tenang. Dia terus kepikiran dengan Seika padahal gadis itu pasti sedang bersenang-senang bersama Cherry dan Devan.Jujur saja Bara sampai sekarang masih memiliki perasaan pada Seika. Namun, dia akan berusaha keras melupakan perasaannya karena bagaimana pun juga Seika sudah menjadi milik Devan."Anak ibu kenapa? Ibu perhatikan kamu melamun terus dari tadi."Bara sontak menoleh, menatap sang ibu yang sedang menyentuh lengannya dengan lembut. "Bara baik-baik saja, Bu," jawabnya sambil mengulas senyum pada wanita yang sudah melah
Suasana Univers Cafe pagi ini tidak begitu ramai, mungkin karena tempat makan itu baru saja dibuka. Biasanya Devan selalu datang tepat pukul sembilan. Namun, lelaki itu belum kelihatan batang hidungnya sampai sekarang.Apa mungkin Devan tidak datang?"Ini pesanan Anda, Nona. Selamat menikmati." Seika menaruh sepiring nasi goreng sea food di atas meja sambil melirik ke arah pintu. Raut kecewa tergambar jelas di wajah cantiknya karena lelaki yang dia tunggu sejak tadi tidak kunjung datang.Kenapa Devan tidak datang? Apa lelaki itu sudah lelah memperjuangkannya?"Maaf, saya tidak pesan nasi goreng sea food, Mbak."Seika tergagap, dia pun buru-buru mengambil nasi goreng tersebut dan meminta maaf. "Maaf, saya salah meja.""Tidak apa-apa, Mbak."Seika tersenyum sungkan pada pelanggan tersebut lalu mengantar nasi goreng sea food yang dibawanya ke meja nomor empat."Salah nganter pesanan lagi?" tanya salah satu temannya ketika dia kembali ke belakang."Enggak.""Bohong. Aku tadi lihat sendiri
Seika mengusap rambutnya yang sedikit basah dengan handuk kecil sambil melirik ponselnya yang tergeletak di atas meja. Tanpa sadar dia mendengkus kesal karena tidak ada notifikasi masuk di ponselnya padahal Devan biasanya selalu memberi kabar jika sudah tiba di rumah.Kenapa Devan tidak memberi kabar sampai sekarang? Apa lelaki itu belum tiba di rumah?"Ish! Aku kenapa, sih?" Seika refleks memukul kepalanya sendiri setelah menyadari apa yang baru saja dia pikirkan. Seharusnya dia tidak perlu merasa cemas karena dia masih marah dengan Devan. Namun, Seika tidak bisa membohongi perasaannya sendiri kalau dia khawatir dengan lelaki itu.Haruskah dia menghubungi Devan lebih dulu?Seika pun mengambil ponselnya yang berada di atas meja. Selama tiga puluh detik yang dia lakukan hanya diam sambil memandangi layar ponselnya. Rasanya Seika ingin sekali mengirim pesan pada Devan. Namun, dia terlalu gengsi untuk melakukannya. Lagi pula dia seharusnya tidak perlu mengkhawatirkan lelaki itu.Seika me
"Seika, aku pulang dulu, ya?""Iya," sahut Seika sambil menyeret satu kantong plastik sampah berukuran besar ke belakang untuk dibuang. Gadis itu menjadi orang terakhir yang berada di Univers Cafe karena mendapat tugas untuk menutup kafe hari ini."Butuh bantuan?"Seika mendongak agar bisa menatap wajah temannya yang berdiri tepat di hadapan sebelum membuang kantong sampah terakhir yang dia bawa ke tempat pembuangan sampah."Tidak perlu, aku bisa melakukannya sendiri," tolaknya halus."Jangan lupa periksa kembali bahan makanan yang ada di kulkas dan oven sebelum pulang.""Iya."Selesai membuang sampah, Seika bergegas memeriksa bahan makanan di kulkas untuk besok. Tidak lupa dia memeriksa oven apakah sudah dimatikan dengan benar agar tidak terjadi kebakaran. Setelah selesai dia segera bersiap untuk pulang dan mengunci pintu kafe.Seika duduk sendirian di depan kafe menunggu ojek online yang dia pesan datang karena Bara tidak bisa menjemputnya. Lelaki itu sedang menunggu sang ibu yang m