Bara menghela napas panjang, padahal tadi siang langit terlihat begitu cerah. Namun, sekarang malah turun hujan, bahkan sangat deras. Cuaca akhir-akhir ini memang sulit diprediksi, apa lagi di pergantian musim seperti sekarang. Saat siang cuaca terasa sangat panas, tapi bisa sangat dingin ketika malam.Bara melihat benda mungil bertali yang melingkari pergelangan tangan kirinya. Ternyata sekarang sudah jam delapan malam. Entah kenapa perasaan Bara sejak tadi tidak tenang. Dia terus kepikiran dengan Seika padahal gadis itu pasti sedang bersenang-senang bersama Cherry dan Devan.Jujur saja Bara sampai sekarang masih memiliki perasaan pada Seika. Namun, dia akan berusaha keras melupakan perasaannya karena bagaimana pun juga Seika sudah menjadi milik Devan."Anak ibu kenapa? Ibu perhatikan kamu melamun terus dari tadi."Bara sontak menoleh, menatap sang ibu yang sedang menyentuh lengannya dengan lembut. "Bara baik-baik saja, Bu," jawabnya sambil mengulas senyum pada wanita yang sudah melah
"Seika."Seika tergagap ketika Bara menyentuh lengannya pelan."Kita sudah sampai."Seika mengedarkan pandang ke sekitar. Dia tidak menyadari jika mobil yang membawanya berhenti di depan rumahnya karena terlalu memikirkan Devan.Bara melepas sabuk pengamannya, setelah itu turun dan membukakan pintu mobil untuk Seika. "Hati-hati," ucapnya sambil menaruh telapak tangannya di atas puncak kepala Seika untuk melindungi gadis itu.Seika mengangguk, dia turun dengan hati-hati dari mobil Bara. Namun, dia nyaris terjatuh karena kedua lututnya terasa gemetar, untung saja Bara dengan cepat menahan tubuhnya."Kamu baik-baik saja?" Raut cemas tergambar jelas di wajah tampan Bara. Kedua tangannya melingkar di pinggang Seika dengan erat."Kepalaku pusing."Tanpa banyak kata Bara menggendong Seika ala brydal style masuk ke dalam rumahnya. Seika menyandarkan kepalanya di dada bidang Bara, tubuhnya terasa sangat lemas karena kebanyakan menangis. Apa lagi tidak ada makanan apa pun yang masuk ke dalam pe
Sinar matahari yang masuk melalui celah-celah tirai di dalam ruangan serba putih itu tidak berhasil mengusik sepasang sejoli yang sedang tidur di atas ranjang. Seika tidur begitu nyenyak dalam dekapan Devan. Dia bahkan menenggelamkan wajahnya di dada bidang Devan seolah-olah dada lelaki itu adalah tempat paling nyaman baginya.Devan semakin mempererat dekapannya ketika merasakan pergerakan kecil dari Seika. Senyum tipis menghiasi bibirnya ketika teringat dengan kejadian yang dialaminya semalam. Devan tidak pernah menyangka kalau Seika akhirnya mau memaafkan semua kesalahannya dan memberi kesempatan. Padahal kesalahan yang dia lakukan sangat fatal. Dia benar-benar beruntung.Devan bersumpah, dia akan berusaha untuk membahagiakan Seika dan tidak akan pernah menyakiti hati gadis itu. Itu janjinya."Terima kasih sudah memberi saya kesempatan, Seika. I love you ...." Devan mengecup puncak kepala Seika dengan begitu dalam seolah-olah mencurahkan seluruh perasaannya pada gadis itu.Apa yang
"Jadi gimana? Mas udah dapat izin dari Bara buat ajak aku tinggal di rumah lagi?" Seika meletakkan sendoknya karena es krim-nya sudah habis.Mereka mampir ke sebuah toko es krim setelah menjemput Cherry di sekolah. Devan seperti seorang pengasuh yang sedang menjaga dua bayi sekarang, sejak tadi yang dia lakukan hanya diam memandangi Seika dan Cherry yang begitu lahap menyantap es krim mereka."Mau tambah lagi?"Seika refleks mengangguk mendengar pertanyaan Devan barusan karena satu gelas es krim tidak akan bisa membuatnya kenyang. Namun, sedetik kemudian dia menggelengkan kepala. "Ish ... jawab dulu pertanyaanku. Bara ngasih Mas izin nggak buat bawa aku?"Devan mengangguk lalu mencomot satu buah cookies milik Cherry yang ada di atas meja. Rasanya ternyata terlalu manis dan Devan kurang menyukainya, kecuali bibir Seika. Entah kenapa bibir gadis itu seperti candu yang membuatnya selalu ketagihan."Sungguh?" Seika menatap Devan dengan pandangan tidak percaya."Iya ...," jawab Devan sambi
Devan terpaksa menunda bulan madunya yang kedua bersama Seika karena Bara tidak memberinya waktu untuk beristirahat sedikit pun semenjak menggantikan Pramudya menjadi sekretaris sekaligus orang kepercayaannya. Sejak pagi dia harus memeriksa laporan, lalu meninjau proyek pembangunan hotel baru miliknya setelah itu bertemu dengan beberapa investor dari luar negri sampai sore. Rasanya benar-benar melelahkan.Devan melonggarkan dasi yang terasa seperti mencekik lehernya setelah itu menggulung lengan kemejanya sampai sebatas siku. Helaan napas panjang lolos dari bibirnya setelah melihat tumpukan berkas yang ada di atas meja. Entah kenapa berkas tersebut masih banyak padahal dia sudah memeriksanya sejak tadi."Aku sudah selesai merevisi perjanjian kerja sama dengan CT Corp. Jangan lupa baca berkas perjanjian itu dengan teliti sebelum tanda tangan." Bara meletakkan berkas yang dibawanya tepat di depan Devan."Apa kamu tidak lihat sekarang jam berapa?"Bara melihat benda mungil bertali yang m
Devan mengerjapkan kedua matanya perlahan ketika cahaya matahari yang masuk melalui celah-celah tirai di dalam kamar jatuh mengenai wajah tampannya. Senyum tipis menghiasi bibirnya ketika melihat Seika yang masih tertidur lelap di dalam dekapannya.Waktu ternyata berjalan dengan begitu cepat. Tidak terasa sudah dua tahun lebih dia menjalani hidup rumah tangga bersama Seika. Devan pikir dia akan merasa jenuh, tapi perasaannya pada Seika ternyata tidak berubah, malah tumbuh semakin besar.Devan mendekap Seika semakin erat lalu mendaratkan sebuah kecupan manis di bibir gadis itu. Sebuah rutinitas yang selalu dia lakukan setiap pagi."Kamu udah bangun, Mas?" "Iya."Tumben banget Mas udah bangun. Memangnya sekarang jam berapa, sih?"Devan melirik jam yang menempel di dinding kamar sebelum menjawab pertanyaan Seika."Hampir jam tujuh."Kedua mata Seika sontak terbuka, dia ingin bangun karena harus menyiapkan sarapan untuk Devan dan Cherry, tapi kepalanya mendadak terasa pusing."Kamu baik-
Suara baling-baling helikopter terdengar bising dari atas rooftop sebuah perusahaan yang memiliki lambang huruf D besar di bagian depan. Tidak lama kemudian seorang lelaki berwajah tampan terlihat turun dari atas helikopter tersebut. Lelaki bernama Marcellio Devan itu baru saja menghadiri rapat penting di luar kota. Dia memang sering memakai helikopter jika ada pekerjaan di luar kota agar tidak terjebak macet sekaligus untuk mempersingkat waktu.Cuaca siang ini cukup panas, Devan pun mengeluarkan kaca mata hitam dari saku kemeja untuk melindungi matanya. Rambut Devan tampak berantakan karena angin yang berembus sedikit kencang. Namun, semua itu tidak mengurangi kadar ketampanannya."Apa jadwalku setelah ini?" tanya Devan pada lelaki paruh baya yang menjadi orang kepercayaannya."Anda harus menjemput Nona Cherry di sekolah, Tuan," jelas Pramudya.Devan menghela napas panjang. Sebenarnya dia merasa sangat lelah dan ingin beristirahat. Namun, dia sudah berjanji akan menjemput Cherry di
"Aku pulang." Seika berjalan memasuki rumahnya sambil menghentak-hentakkan kedua kakinya dengan kesal."Kok, udah pulang, Dek? Katanya tadi mau kencan?" tanya Satria heran karena Seika tadi pamit ingin pergi berkencan dengan kekasihnya."Nggak jadi." Seika menuju dapur lalu meneguk segelas air putih yang ada di atas meja hingga tandas. Kekesalan tergambar jelas di wajah cantiknya. Seika merasa sangat kesal karena Arka lagi-lagi tidak datang, padahal mereka sudah berjanji akan menonton film bersama.Menyebalkan!"Apa Arka tidak datang lagi?""Berisik!" sengit Seika menatap Satria tajam.Satria sontak tertawa, dia sudah menduga kalau Seika pasti akan gagal berkencan dengan Arka. Padahal dia sudah sering memberi tahu Seika kalau Arka bukan cowok baik. Namun, adik kandungnya itu tidak pernah mempercayai ucapannya. Semoga saja Seika cepat sadar lalu mengakhiri hubungannya dengan Arka."Kamau udah makan belum?""Belum ...," jawab Seika manja. "Makan dulu, gih! Abang tadi udah buat nasi gor
Devan mengerjapkan kedua matanya perlahan ketika cahaya matahari yang masuk melalui celah-celah tirai di dalam kamar jatuh mengenai wajah tampannya. Senyum tipis menghiasi bibirnya ketika melihat Seika yang masih tertidur lelap di dalam dekapannya.Waktu ternyata berjalan dengan begitu cepat. Tidak terasa sudah dua tahun lebih dia menjalani hidup rumah tangga bersama Seika. Devan pikir dia akan merasa jenuh, tapi perasaannya pada Seika ternyata tidak berubah, malah tumbuh semakin besar.Devan mendekap Seika semakin erat lalu mendaratkan sebuah kecupan manis di bibir gadis itu. Sebuah rutinitas yang selalu dia lakukan setiap pagi."Kamu udah bangun, Mas?" "Iya."Tumben banget Mas udah bangun. Memangnya sekarang jam berapa, sih?"Devan melirik jam yang menempel di dinding kamar sebelum menjawab pertanyaan Seika."Hampir jam tujuh."Kedua mata Seika sontak terbuka, dia ingin bangun karena harus menyiapkan sarapan untuk Devan dan Cherry, tapi kepalanya mendadak terasa pusing."Kamu baik-
Devan terpaksa menunda bulan madunya yang kedua bersama Seika karena Bara tidak memberinya waktu untuk beristirahat sedikit pun semenjak menggantikan Pramudya menjadi sekretaris sekaligus orang kepercayaannya. Sejak pagi dia harus memeriksa laporan, lalu meninjau proyek pembangunan hotel baru miliknya setelah itu bertemu dengan beberapa investor dari luar negri sampai sore. Rasanya benar-benar melelahkan.Devan melonggarkan dasi yang terasa seperti mencekik lehernya setelah itu menggulung lengan kemejanya sampai sebatas siku. Helaan napas panjang lolos dari bibirnya setelah melihat tumpukan berkas yang ada di atas meja. Entah kenapa berkas tersebut masih banyak padahal dia sudah memeriksanya sejak tadi."Aku sudah selesai merevisi perjanjian kerja sama dengan CT Corp. Jangan lupa baca berkas perjanjian itu dengan teliti sebelum tanda tangan." Bara meletakkan berkas yang dibawanya tepat di depan Devan."Apa kamu tidak lihat sekarang jam berapa?"Bara melihat benda mungil bertali yang m
"Jadi gimana? Mas udah dapat izin dari Bara buat ajak aku tinggal di rumah lagi?" Seika meletakkan sendoknya karena es krim-nya sudah habis.Mereka mampir ke sebuah toko es krim setelah menjemput Cherry di sekolah. Devan seperti seorang pengasuh yang sedang menjaga dua bayi sekarang, sejak tadi yang dia lakukan hanya diam memandangi Seika dan Cherry yang begitu lahap menyantap es krim mereka."Mau tambah lagi?"Seika refleks mengangguk mendengar pertanyaan Devan barusan karena satu gelas es krim tidak akan bisa membuatnya kenyang. Namun, sedetik kemudian dia menggelengkan kepala. "Ish ... jawab dulu pertanyaanku. Bara ngasih Mas izin nggak buat bawa aku?"Devan mengangguk lalu mencomot satu buah cookies milik Cherry yang ada di atas meja. Rasanya ternyata terlalu manis dan Devan kurang menyukainya, kecuali bibir Seika. Entah kenapa bibir gadis itu seperti candu yang membuatnya selalu ketagihan."Sungguh?" Seika menatap Devan dengan pandangan tidak percaya."Iya ...," jawab Devan sambi
Sinar matahari yang masuk melalui celah-celah tirai di dalam ruangan serba putih itu tidak berhasil mengusik sepasang sejoli yang sedang tidur di atas ranjang. Seika tidur begitu nyenyak dalam dekapan Devan. Dia bahkan menenggelamkan wajahnya di dada bidang Devan seolah-olah dada lelaki itu adalah tempat paling nyaman baginya.Devan semakin mempererat dekapannya ketika merasakan pergerakan kecil dari Seika. Senyum tipis menghiasi bibirnya ketika teringat dengan kejadian yang dialaminya semalam. Devan tidak pernah menyangka kalau Seika akhirnya mau memaafkan semua kesalahannya dan memberi kesempatan. Padahal kesalahan yang dia lakukan sangat fatal. Dia benar-benar beruntung.Devan bersumpah, dia akan berusaha untuk membahagiakan Seika dan tidak akan pernah menyakiti hati gadis itu. Itu janjinya."Terima kasih sudah memberi saya kesempatan, Seika. I love you ...." Devan mengecup puncak kepala Seika dengan begitu dalam seolah-olah mencurahkan seluruh perasaannya pada gadis itu.Apa yang
"Seika."Seika tergagap ketika Bara menyentuh lengannya pelan."Kita sudah sampai."Seika mengedarkan pandang ke sekitar. Dia tidak menyadari jika mobil yang membawanya berhenti di depan rumahnya karena terlalu memikirkan Devan.Bara melepas sabuk pengamannya, setelah itu turun dan membukakan pintu mobil untuk Seika. "Hati-hati," ucapnya sambil menaruh telapak tangannya di atas puncak kepala Seika untuk melindungi gadis itu.Seika mengangguk, dia turun dengan hati-hati dari mobil Bara. Namun, dia nyaris terjatuh karena kedua lututnya terasa gemetar, untung saja Bara dengan cepat menahan tubuhnya."Kamu baik-baik saja?" Raut cemas tergambar jelas di wajah tampan Bara. Kedua tangannya melingkar di pinggang Seika dengan erat."Kepalaku pusing."Tanpa banyak kata Bara menggendong Seika ala brydal style masuk ke dalam rumahnya. Seika menyandarkan kepalanya di dada bidang Bara, tubuhnya terasa sangat lemas karena kebanyakan menangis. Apa lagi tidak ada makanan apa pun yang masuk ke dalam pe
Bara menghela napas panjang, padahal tadi siang langit terlihat begitu cerah. Namun, sekarang malah turun hujan, bahkan sangat deras. Cuaca akhir-akhir ini memang sulit diprediksi, apa lagi di pergantian musim seperti sekarang. Saat siang cuaca terasa sangat panas, tapi bisa sangat dingin ketika malam.Bara melihat benda mungil bertali yang melingkari pergelangan tangan kirinya. Ternyata sekarang sudah jam delapan malam. Entah kenapa perasaan Bara sejak tadi tidak tenang. Dia terus kepikiran dengan Seika padahal gadis itu pasti sedang bersenang-senang bersama Cherry dan Devan.Jujur saja Bara sampai sekarang masih memiliki perasaan pada Seika. Namun, dia akan berusaha keras melupakan perasaannya karena bagaimana pun juga Seika sudah menjadi milik Devan."Anak ibu kenapa? Ibu perhatikan kamu melamun terus dari tadi."Bara sontak menoleh, menatap sang ibu yang sedang menyentuh lengannya dengan lembut. "Bara baik-baik saja, Bu," jawabnya sambil mengulas senyum pada wanita yang sudah melah
Suasana Univers Cafe pagi ini tidak begitu ramai, mungkin karena tempat makan itu baru saja dibuka. Biasanya Devan selalu datang tepat pukul sembilan. Namun, lelaki itu belum kelihatan batang hidungnya sampai sekarang.Apa mungkin Devan tidak datang?"Ini pesanan Anda, Nona. Selamat menikmati." Seika menaruh sepiring nasi goreng sea food di atas meja sambil melirik ke arah pintu. Raut kecewa tergambar jelas di wajah cantiknya karena lelaki yang dia tunggu sejak tadi tidak kunjung datang.Kenapa Devan tidak datang? Apa lelaki itu sudah lelah memperjuangkannya?"Maaf, saya tidak pesan nasi goreng sea food, Mbak."Seika tergagap, dia pun buru-buru mengambil nasi goreng tersebut dan meminta maaf. "Maaf, saya salah meja.""Tidak apa-apa, Mbak."Seika tersenyum sungkan pada pelanggan tersebut lalu mengantar nasi goreng sea food yang dibawanya ke meja nomor empat."Salah nganter pesanan lagi?" tanya salah satu temannya ketika dia kembali ke belakang."Enggak.""Bohong. Aku tadi lihat sendiri
Seika mengusap rambutnya yang sedikit basah dengan handuk kecil sambil melirik ponselnya yang tergeletak di atas meja. Tanpa sadar dia mendengkus kesal karena tidak ada notifikasi masuk di ponselnya padahal Devan biasanya selalu memberi kabar jika sudah tiba di rumah.Kenapa Devan tidak memberi kabar sampai sekarang? Apa lelaki itu belum tiba di rumah?"Ish! Aku kenapa, sih?" Seika refleks memukul kepalanya sendiri setelah menyadari apa yang baru saja dia pikirkan. Seharusnya dia tidak perlu merasa cemas karena dia masih marah dengan Devan. Namun, Seika tidak bisa membohongi perasaannya sendiri kalau dia khawatir dengan lelaki itu.Haruskah dia menghubungi Devan lebih dulu?Seika pun mengambil ponselnya yang berada di atas meja. Selama tiga puluh detik yang dia lakukan hanya diam sambil memandangi layar ponselnya. Rasanya Seika ingin sekali mengirim pesan pada Devan. Namun, dia terlalu gengsi untuk melakukannya. Lagi pula dia seharusnya tidak perlu mengkhawatirkan lelaki itu.Seika me
"Seika, aku pulang dulu, ya?""Iya," sahut Seika sambil menyeret satu kantong plastik sampah berukuran besar ke belakang untuk dibuang. Gadis itu menjadi orang terakhir yang berada di Univers Cafe karena mendapat tugas untuk menutup kafe hari ini."Butuh bantuan?"Seika mendongak agar bisa menatap wajah temannya yang berdiri tepat di hadapan sebelum membuang kantong sampah terakhir yang dia bawa ke tempat pembuangan sampah."Tidak perlu, aku bisa melakukannya sendiri," tolaknya halus."Jangan lupa periksa kembali bahan makanan yang ada di kulkas dan oven sebelum pulang.""Iya."Selesai membuang sampah, Seika bergegas memeriksa bahan makanan di kulkas untuk besok. Tidak lupa dia memeriksa oven apakah sudah dimatikan dengan benar agar tidak terjadi kebakaran. Setelah selesai dia segera bersiap untuk pulang dan mengunci pintu kafe.Seika duduk sendirian di depan kafe menunggu ojek online yang dia pesan datang karena Bara tidak bisa menjemputnya. Lelaki itu sedang menunggu sang ibu yang m