Hari ini sekolah Cherry mengadakan kegiatan di luar sekolah. Anak perempuan berusia lima tahun itu sudah memakai seragam sekolah lengkap dan bando berwarna merah muda.
Devan memang mendidik Cherry dengan sangat baik. Cherry sudah bisa mandi dan memakai seragam sekolah sendiri sejak berumur lima tahun."Nenek!" Cherry berlari kecil menghampiri Diana yang sedang duduk di meja makan lalu mengecup kedua pipi wanita paruh baya itu bergantian."Wah, cucu nenek sudah cantik." Diana mencubit kedua pipi Cherry dengan gemas. "Nenek tadi sudah membuat roti bakar cokelat keju kesukaan kamu. Ayo, kita sarapan dulu.""Papa mana, Nek?" tanya Cherry karena tidak melihat Devan di meja makan."Papamu sudah berangkat ke kantor."Wajah Cherry seketika berubah sendu. Padahal Devan kemarin sudah berjanji akan menemaninya pergi karya wisata, tapi sang ayah malah berangkat ke kantor pagi-pagi sekali karena ada meeting mendadak."Cherry jangan sedih, ya? Nenek nanti akan menemani Cherry karya wisata."Wajah Cherry seketika berbinar mendengar ucapan Diana barusan. "Serius, Nek?"Diana mengangguk."Asyik! Terima kasih, Nek." Cherry turun dari tempat duduknya lalu memeluk Diana dengan erat. Anak itu tidak pernah merasa kekurangan kasih sayang meskipun tidak mempunyai ibu karena Devan dan Diana sangat selalu menuruti apa pun yang dia inginkan.***Seika meletakkan bekal makanan yang dia buat khusus untuk Arka di atas pangkuannya. Hari ini dia sengaja tidak masuk kerja karena ingin bertemu dengan kekasihnya itu.Mereka berjanji bertemu di taman yang berada tidak jauh dari tempat kerja Arka. Namun, Arka belum belum datang sampai sekarang. Cowok yang menjadi kekasihnya sejak duduk di bangku SMA itu selalu saja datang terlambat. Dan dengan bodohnya dia selalu rela untuk menunggu Arka."Maaf sudah membuatmu menunggu lama." Arka tiba-tiba saja datang lalu duduk di samping Seika.Seika memutar bola mata malas mendengar ucapan Arka barusan. Apa Arka tidak tahu kalau dia nyaris lumutan karena terlalu lama menunggu?"Aku ingin putus!"Deg,Tubuh Seika sontak menegang, jantungnya seolah-olah berhenti berdetak selama beberapa saat karena ucapan Arka barusan sukses membuatnya terkejut. Dia pun menatap Arka dengan lekat seolah-olah meminta penjelasan kenapa cowok itu tiba-tiba ingin putus darinya."Aku mencintai wanita lain, Ka. Sorry ...," jelas Arka tanpa memikirkan bagaimana perasaan Seika sekarang.Wajah Seika sontak mengeras, kedua tangannya tanpa sadar mencengkeram kotak makan yang dibawanya dari rumah dengan erat hingga membuat buku-buku jari tangannya terlihat memutih. Seika berusaha keras menahan amarahnya agar tidak menampar cowok berengsek yang duduk tepat di sampingnya untuk melampiaskan amarah."Sayang ...," teriak seorang wanita bergaun merah yang berdiri tidak jauh dari mereka. Dia kekasih baru Arka. "Apa kamu masih lama?""Sepertinya aku harus pergi sekarang. Sekali lagi maaf ...." Arka beranjak dari tempat duduknya meninggalkan Seika begitu saja.Air mata itu jatuh begitu saja membasahi pipi Seika. Dia merasa menjadi gadis paling bodoh yang pernah Tuhan ciptakan karena menaruh hati pada cowok berengsek seperti Arka. Seharusnya dia mempercayai ucapan Satria jika Arka bukan cowok baik karena cowok itu sekarang meninggalkannya demi wanita lain."Kamu benar-benar bodoh, Seika ...," gumam Seika menahan sesak yang menghimpit di dalam dadanya. Padahal dia sudah berusaha menjadi kekasih yang baik untuk Arka, tapi cowok itu malah menyakiti hatinya.Seika mengusap air matanya dengan kasar. Percuma saja dia menangis karena air matanya terlalu berharga untuk menangisi cowok berengsek seperti Arka. Lebih baik dia fokus pada masa depannya dan menata kembali hatinya yang hancur sudah berantakan.Seika beranjak dari tempat duduknya lalu membuang kotak makan yang dia bawa ke tempat sampah solah-olah itu adalah Arka. Mulai sekarang dia harus bisa melupakan cowok berengsek itu."Ah ...!" Seika sontak menoleh, menatap anak perempuan yang terjatuh tidak jauh darinya. Dia pun cepat-cepat menghampiri anak perempuan itu dan membantunya berdiri."Kamu tidak apa-apa?" Seika menatap anak perempuan yang memakai bando merah muda itu dari atas sampai bawah untuk memastikan apakah ada yang terluka. Lutut anak perempuan bernama Cherry itu ternyata tergores dan mengeluarkan sedikit darah akibat terjatuh saat ingin menangkap seekor kupu-kupu.Seika pun mendudukkan Cherry di bangku kayu yang berada tidak jauh darinya lalu mengambil tisu yang ada di dalam tasnya untuk membersihkan luka Cherry. Setelah itu dia menempelkan sebuah plester luka di atas lutut Cherry dengan hati-hati. Seika memang selalu membawa plester luka ke mana-mana untuk berjaga-jaga karena dia juga ceroboh."Jangan nangis, ya. Sebentar lagi pasti sembuh." Seika mengecup lutut Cherry yang terluka dengan penuh sayang seperti kebiasaan yang selalu dilakukan oleh kedua orang tuanya ketika dia sedang terjatuh.Apa yang dia lakukan berhasil menyentuh hati Cherry. Anak itu seolah-olah menemukan sosok ibu yang selama ini dia idam-idamkan dalam diri Seika."Sudah, jangan menangis." Seika menepuk puncak kepala Cherry dengan penuh sayang. Anak perempuan berambut hitam itu benar-benar cantik, pikirnya. Seperti boneka."Terima kasih, Mama.""Hah?!" Seika terkejut karena Cherry tiba-tiba memanggilnya mama. Apa dia terlihat seperti ibu-ibu?"Kenapa kamu memanggil kakak, mama?""Karena Cherry suka," jawab anak itu polos."Panggil kak Seika saja, ya?" Seika mencoba membujuk Cherry karena dia merasa tidak nyaman dipanggil mama."Nggak mau. Cherry suka panggil mama.""Terserah kamu saja, lah." Seika mengibaskan tangan kanannya di depan wajah. Sepertinya dia sudah menyerah menyuruh Cherry agar berhenti memanggil mama."Kenapa kamu bisa sampai di sini? Orang tua kamu mana? Mereka pasti khawatir kalau kamu pergi sendirian."Cherry menatap Seika dengan kening berkerut dalam. Sepertinya anak itu tidak paham dengan apa yang Seika katakan.Seika menepuk keningnya sendiri lumayan keras setelah menyadari kebodohannya karena dia lupa jika sedang berhadapan dengan anak kecil seperti Cherry."Maaf kalau kakak membuatmu bingung. Kakak bantu cari mama kamu, ya?""Cherry nggak punya mama, Cherry cuma punya papa sama nenek."Seika terkejut mendengar ucapan Cherry barusan karena anak itu ternyata tidak mempunyai ibu. "Maaf, kakak tidak tahu. Kalau begitu kakak bantu cari papa sama nenek kamu, ya? Kamu bisa jalan nggak?"Cherry menggeleng pelan membuat Seika sontak menghela napas panjang. Sepertinya dia harus menggendong Cherry karena anak itu tidak mungkin kuat berjalan.Sementara itu di tempat lain Diana terlihat sangat panik karena Cherry tiba-tiba menghilang. Sepertinya dia tidak menyadari jika Cherry terpisah dari rombongan karena terlalu asyik bergosip dengan ibu-ibu yang lain."Aduh, Cherry. Kamu di mana ...?" desah Diana terdengar khawatir. Dia sudah meminta bantuan pada ibu guru dan wali murid yang lain untuk mencari Cherry. Namun, sampai sekarang cucu kesayangannya itu belum juga diketemukan.Bagaimana kalau Cherry diculik?"Astaga!" Diana semakin panik. Dia pun mengambil ponselnya yang ada di dalam tas karena ingin menelepon Devan."Halo, Devan. Cherry hilang!""APA?!""APA?" Diana sontak menjauhkan ponselnya dari telinga karena Devan berteriak keras. Dia sudah menduga jika Devan pasti akan terkejut setelah mendengar ucapannya."Mama sudah mencari Cherry ke mana-mana, tapi dia belum ketemu, Devan. Lebih baik kamu ke sini sekarang!" Diana menutup sambungan teleponnya dengan paksa sebelum Devan semakin marah pada dirinya.Devan langsung meninggalkan ruangan rapat begitu saja. Dia tidak peduli akan kehilangan proyek besar karena yang ada pikirannya hanya Cherry sekarang. Lagi pula uang masih bisa dia cari.Devan pun menyuruh Pramudya agar mengerahkan seluruh anak buahnya untuk mencari Cherry."Baik, Tuan." Pramudya mengangguk patuh lantas melaksanakan perintah Devan.Devan mengemudikan Mercedes Benz G65 miliknya dengan kencang membelah jalanan ibu kota karena dia ingin cepat-cepat menemukan Cherry. Tiga puluh menit dia tiba di taman. Tanpa menunggu waktu lama dia segera menghampiri Diana."Mama!" Devan menatap Diana dengan tajam. Amarah tergambar jelas
Seika menatap bangunan megah yang berdiri di hadapannya dengan mulut menganga lebar. Rumah keluarga Marcellio ternyata sangat besar dan memiliki halaman yang sangat luas. Beberapa mobil mewah berjejer rapi di samping rumah tersebut, Seika tidak tahu berapa jumlahnya karena sangat banyak. Dia yakin sekali harga mobil tersebut pasti mahal.Seika kembali tercengang melihat sebuah tempat lapang yang memiliki simbol huruf H di tengah-tengah lingkaran. Tanpa perlu bertanya Seika yakin sekali tempat tersebut adalah sebuah landasan helikopter. Sepertinya Devan memang sangat kaya dan dia yakin sekali jika harta lelaki itu tidak akan habis selama tujuh turunan."Ayo masuk, Sayang." Diana mengajak Seika masuk ke dalam rumahnya.Mulut Seika sontak menganga lebar karena interior rumah Devan ternyata sangat mewah. Lantai rumah berlantai tiga itu terbuat dari marmer yang berkilau jika terkena cahaya lampu. Lukisan-lukisan kuno koleksi Diana yang terpajang di dinding membuat rumah bergaya klasik ters
Seika berjalan seorang diri di sepanjang trotoar. Di samping kanan dan kirinya hanya ada rumah mewah yang berjejer rapi. Sampai sekarang Seika belum melihat halte bus sama sekali padahal dia sudah berjalan lumayan jauh. Andai saja dia percaya dengan apa yang Diana katakan jika halte bus letaknya jauh, dia pasti akan menerima tawaran wanita paruh baya itu untuk pulang diantar supir.Namun, semua sudah terlambat. Dia harus berjalan lumayan jauh untuk menemukan halte bus terdekat. Seika terus memaksa kedua kakinya untuk berjalan sambil sesekali menoleh ke belakang. Entah kenapa dia tiba-tiba berharap Devan akan menyusulnya lalu mengantarnya pulang seperti yang dilakukan Kim Tan pada Cha Eun Sang.Namun, Devan tidak mungkin melakukannya karena lelaki itu raja tega. Seika nekat ingin mencari tumpangan karena dia sudah merasa sangat lelah, perutnya juga lapar. Namun, tidak ada satu pun mobil yang mau berhenti untuk memberinya tumpangan ke halte bus terdekat.Rasanya Seika ingin sekali mena
Seika langsung menghampiri Satria yang sedang asyik menonton televisi setelah selesai mandi lalu memakan semangkuk mie instan yang sudah kakak kandungnya itu siapkan. Seika makan dengan lahap karena dia memang benar-benar lapar.Satria memperhatikan Seika dengan lekat. Seika sebenarnya memiliki wajah yang lumayan cantik. Namun, gadis itu tidak terlalu memedulikan penampilannya. Seika lebih suka memakai celana dan kaos yang kebesaran dari tubuhnya. Penampilannya pun terlihat lebih mirip laki-laki dari pada perempuan."Dasar cewek separuh!" Satria geleng-geleng kepala melihat Seika yang makan begitu lahap seolah-olah tidak pernah makan berhari-hari."Kamu lapar banget, Dek?" Seika hanya mengangguk karena mulutnya sibuk mengunyah makanan. Lagi pula dia sangat menyukai mie instan. Dia bahkan bisa menghabiskan dua bungkus mie instan sekaligus sekali makan."Argh, kenyang ...." Seika bersendawa lumayan keras setelah selesai makan.Satria tanpa sadar bergidik mendengarnya. Sampai sekarang d
"Kenapa kamu masih tidur, Seika? Lihat sekarang jam berapa? Apa kamu ingin terlambat bekerja?"Seika meringis kesakitan sambil mengusap kepalanya yang baru saja dipukul oleh Satria lalu mengedarkan pandang ke sekitar seolah-olah mencari sesuatu.Seika masih ingat dengan jelas kalau dia tadi bertemu dengan Devan ketika menunggu bus di halte lalu mereka mengantar Cherry pergi ke sekolah bersama. Namun, Devan tiba-tiba saja mendekat dan ingin mencium bibirnya.Di mana lelaki itu sekarang?"Kamu nyari apa, Seika?""Devan, mana?" tanya Seika polos. Sepertinya nyawa gadis itu belum terkumpul sepenuhnya.Kening Satria berkerut dalam mendengar pertanyaan Seika barusan karena nama lelaki itu terdengar asing di telinganya."Siapa, Devan?"Mulut Seika sontak menganga lebar. Sepertinya gadis itu baru menyadari kalau kejadian yang dialaminya bersama Devan barusan ternyata hanya mimpi.'Kenapa di dalam mimpi Devan juga menyebalkan, sih?' rutuk Seika dalam hati."Siapa Devan, Seika? Apa dia kekasih
Suasana di dalam kantor masih terlihat sepi karena sekarang memang belum jam masuk kerja. Namun, Seika dan Bara selalu berangkat lebih awal dari karyawan yang lain."Selamat pagi, Pak Bara," sapa seorang petugas keamanan yang berpapasan dengan mereka.Bara hanya mengangguk singkat untuk membalas sapaan petugas keamanan tersebut.Seika diam-diam memperhatikan Bara yang berjalan tepat di sampingnya. Lelaki berusia dua puluh empat tahun itu terlihat sangat tampan dalam balutan kemeja berwarna biru navy dan celana bahan berwarna senada. Kaca mata minus yang bertengger di hidung mancungnya membuat kadar ketampanan Bara semakin meningkat."Kamu terlihat tampan sekali hari ini. Kenapa kamu tidak mau menjadi pacarku?"Bara menghela napas panjang karena dia tahu kalau Seika hanya menggodanya. "Kamu tahu sendiri kan, kalau aku—" Bara menatap Seika dengan lekat dan gadis itu mengangguk paham.Sepertinya Seika harus mengubur dalam-dalam keinginannya untuk menjadikan Bara sebagai kekasihnya karena
Devan beranjak dari tempat duduknya lalu menghampiri Cherry di kamar. Helaan napas panjang seketika lolos dari bibirnya melihat Cherry yang tengkurap di atas tempat tidur sambil membenamkan wajahnya di bantal. Isakan kecil sesekali lolos dari bibir anak perempuannya itu."Cherry marah sama papa?" Devan membangunkan Cherry agar menghadapnya. Mata dan hidung anak itu terlihat sembab karena menangis.Cherry menggeleng pelan. Dia hanya merasa kecewa karena Devan melarangnya bertemu dengan Seika.Rasanya seperti ada sesuatu yang menghantam dada Devan dengan cukup keras ketika melihat kesedihan di wajah cantik Cherry. Sebagai seorang ayah Devan tahu kalau Cherry kecewa pada dirinya meskipun anak itu tidak mengatakannya."Maafin papa, ya?" Devan menghapus air mata yang membasahi pipi Cherry dengan lembut. Dia merasa sangat bersalah sudah membuat Cherry menangis."Cherry mau ketemu mama ...."Devan mengatupkan rahangnya rapat-rapat untuk meredam emosinya agar tidak meledak karena Cherry ingin
Seika mendorong pintu yang berada di hadapannya dengan pelan setelah mendengar seruan masuk dari dalam. Mulut Seika sontak menganga lebar ketika memasuki ruangan sang pemilik perusahaan yang didominasi cat berwarna lime tersebut. Ada sebuah sofa berwarna cokelat tua di pojok ruangan. Sepertinya pemilik perusahaan sengaja menyediakan sofa tersebut untuk menerima klien atau tamu penting.Seika sontak menunduk ketika menangkap siluet seorang laki-laki yang duduk di balik meja direktur. Entah kenapa dia mendadak gugup saat ingin memberikan kopi yang dibawanya pada lelaki itu."Silahkan diminum, Pak ...." Seika menggantungkan kalimatnya karena dia tidak tahu siapa nama pemilik perusahaan tempatnya bekerja. Devan pun mengalihkan perhatian dari berkas yang ada di tangannya lalu menatap gadis berambut cokelat yang berdiri tepat di hadapannya. Kedua mata Devan sontak membulat karena Seika ada di ruangannya."Kamu?!"Seika pun tidak kalah terkejut hingga tanpa sengaja menaruh secangkir kopi ya
Devan mengerjapkan kedua matanya perlahan ketika cahaya matahari yang masuk melalui celah-celah tirai di dalam kamar jatuh mengenai wajah tampannya. Senyum tipis menghiasi bibirnya ketika melihat Seika yang masih tertidur lelap di dalam dekapannya.Waktu ternyata berjalan dengan begitu cepat. Tidak terasa sudah dua tahun lebih dia menjalani hidup rumah tangga bersama Seika. Devan pikir dia akan merasa jenuh, tapi perasaannya pada Seika ternyata tidak berubah, malah tumbuh semakin besar.Devan mendekap Seika semakin erat lalu mendaratkan sebuah kecupan manis di bibir gadis itu. Sebuah rutinitas yang selalu dia lakukan setiap pagi."Kamu udah bangun, Mas?" "Iya."Tumben banget Mas udah bangun. Memangnya sekarang jam berapa, sih?"Devan melirik jam yang menempel di dinding kamar sebelum menjawab pertanyaan Seika."Hampir jam tujuh."Kedua mata Seika sontak terbuka, dia ingin bangun karena harus menyiapkan sarapan untuk Devan dan Cherry, tapi kepalanya mendadak terasa pusing."Kamu baik-
Devan terpaksa menunda bulan madunya yang kedua bersama Seika karena Bara tidak memberinya waktu untuk beristirahat sedikit pun semenjak menggantikan Pramudya menjadi sekretaris sekaligus orang kepercayaannya. Sejak pagi dia harus memeriksa laporan, lalu meninjau proyek pembangunan hotel baru miliknya setelah itu bertemu dengan beberapa investor dari luar negri sampai sore. Rasanya benar-benar melelahkan.Devan melonggarkan dasi yang terasa seperti mencekik lehernya setelah itu menggulung lengan kemejanya sampai sebatas siku. Helaan napas panjang lolos dari bibirnya setelah melihat tumpukan berkas yang ada di atas meja. Entah kenapa berkas tersebut masih banyak padahal dia sudah memeriksanya sejak tadi."Aku sudah selesai merevisi perjanjian kerja sama dengan CT Corp. Jangan lupa baca berkas perjanjian itu dengan teliti sebelum tanda tangan." Bara meletakkan berkas yang dibawanya tepat di depan Devan."Apa kamu tidak lihat sekarang jam berapa?"Bara melihat benda mungil bertali yang m
"Jadi gimana? Mas udah dapat izin dari Bara buat ajak aku tinggal di rumah lagi?" Seika meletakkan sendoknya karena es krim-nya sudah habis.Mereka mampir ke sebuah toko es krim setelah menjemput Cherry di sekolah. Devan seperti seorang pengasuh yang sedang menjaga dua bayi sekarang, sejak tadi yang dia lakukan hanya diam memandangi Seika dan Cherry yang begitu lahap menyantap es krim mereka."Mau tambah lagi?"Seika refleks mengangguk mendengar pertanyaan Devan barusan karena satu gelas es krim tidak akan bisa membuatnya kenyang. Namun, sedetik kemudian dia menggelengkan kepala. "Ish ... jawab dulu pertanyaanku. Bara ngasih Mas izin nggak buat bawa aku?"Devan mengangguk lalu mencomot satu buah cookies milik Cherry yang ada di atas meja. Rasanya ternyata terlalu manis dan Devan kurang menyukainya, kecuali bibir Seika. Entah kenapa bibir gadis itu seperti candu yang membuatnya selalu ketagihan."Sungguh?" Seika menatap Devan dengan pandangan tidak percaya."Iya ...," jawab Devan sambi
Sinar matahari yang masuk melalui celah-celah tirai di dalam ruangan serba putih itu tidak berhasil mengusik sepasang sejoli yang sedang tidur di atas ranjang. Seika tidur begitu nyenyak dalam dekapan Devan. Dia bahkan menenggelamkan wajahnya di dada bidang Devan seolah-olah dada lelaki itu adalah tempat paling nyaman baginya.Devan semakin mempererat dekapannya ketika merasakan pergerakan kecil dari Seika. Senyum tipis menghiasi bibirnya ketika teringat dengan kejadian yang dialaminya semalam. Devan tidak pernah menyangka kalau Seika akhirnya mau memaafkan semua kesalahannya dan memberi kesempatan. Padahal kesalahan yang dia lakukan sangat fatal. Dia benar-benar beruntung.Devan bersumpah, dia akan berusaha untuk membahagiakan Seika dan tidak akan pernah menyakiti hati gadis itu. Itu janjinya."Terima kasih sudah memberi saya kesempatan, Seika. I love you ...." Devan mengecup puncak kepala Seika dengan begitu dalam seolah-olah mencurahkan seluruh perasaannya pada gadis itu.Apa yang
"Seika."Seika tergagap ketika Bara menyentuh lengannya pelan."Kita sudah sampai."Seika mengedarkan pandang ke sekitar. Dia tidak menyadari jika mobil yang membawanya berhenti di depan rumahnya karena terlalu memikirkan Devan.Bara melepas sabuk pengamannya, setelah itu turun dan membukakan pintu mobil untuk Seika. "Hati-hati," ucapnya sambil menaruh telapak tangannya di atas puncak kepala Seika untuk melindungi gadis itu.Seika mengangguk, dia turun dengan hati-hati dari mobil Bara. Namun, dia nyaris terjatuh karena kedua lututnya terasa gemetar, untung saja Bara dengan cepat menahan tubuhnya."Kamu baik-baik saja?" Raut cemas tergambar jelas di wajah tampan Bara. Kedua tangannya melingkar di pinggang Seika dengan erat."Kepalaku pusing."Tanpa banyak kata Bara menggendong Seika ala brydal style masuk ke dalam rumahnya. Seika menyandarkan kepalanya di dada bidang Bara, tubuhnya terasa sangat lemas karena kebanyakan menangis. Apa lagi tidak ada makanan apa pun yang masuk ke dalam pe
Bara menghela napas panjang, padahal tadi siang langit terlihat begitu cerah. Namun, sekarang malah turun hujan, bahkan sangat deras. Cuaca akhir-akhir ini memang sulit diprediksi, apa lagi di pergantian musim seperti sekarang. Saat siang cuaca terasa sangat panas, tapi bisa sangat dingin ketika malam.Bara melihat benda mungil bertali yang melingkari pergelangan tangan kirinya. Ternyata sekarang sudah jam delapan malam. Entah kenapa perasaan Bara sejak tadi tidak tenang. Dia terus kepikiran dengan Seika padahal gadis itu pasti sedang bersenang-senang bersama Cherry dan Devan.Jujur saja Bara sampai sekarang masih memiliki perasaan pada Seika. Namun, dia akan berusaha keras melupakan perasaannya karena bagaimana pun juga Seika sudah menjadi milik Devan."Anak ibu kenapa? Ibu perhatikan kamu melamun terus dari tadi."Bara sontak menoleh, menatap sang ibu yang sedang menyentuh lengannya dengan lembut. "Bara baik-baik saja, Bu," jawabnya sambil mengulas senyum pada wanita yang sudah melah
Suasana Univers Cafe pagi ini tidak begitu ramai, mungkin karena tempat makan itu baru saja dibuka. Biasanya Devan selalu datang tepat pukul sembilan. Namun, lelaki itu belum kelihatan batang hidungnya sampai sekarang.Apa mungkin Devan tidak datang?"Ini pesanan Anda, Nona. Selamat menikmati." Seika menaruh sepiring nasi goreng sea food di atas meja sambil melirik ke arah pintu. Raut kecewa tergambar jelas di wajah cantiknya karena lelaki yang dia tunggu sejak tadi tidak kunjung datang.Kenapa Devan tidak datang? Apa lelaki itu sudah lelah memperjuangkannya?"Maaf, saya tidak pesan nasi goreng sea food, Mbak."Seika tergagap, dia pun buru-buru mengambil nasi goreng tersebut dan meminta maaf. "Maaf, saya salah meja.""Tidak apa-apa, Mbak."Seika tersenyum sungkan pada pelanggan tersebut lalu mengantar nasi goreng sea food yang dibawanya ke meja nomor empat."Salah nganter pesanan lagi?" tanya salah satu temannya ketika dia kembali ke belakang."Enggak.""Bohong. Aku tadi lihat sendiri
Seika mengusap rambutnya yang sedikit basah dengan handuk kecil sambil melirik ponselnya yang tergeletak di atas meja. Tanpa sadar dia mendengkus kesal karena tidak ada notifikasi masuk di ponselnya padahal Devan biasanya selalu memberi kabar jika sudah tiba di rumah.Kenapa Devan tidak memberi kabar sampai sekarang? Apa lelaki itu belum tiba di rumah?"Ish! Aku kenapa, sih?" Seika refleks memukul kepalanya sendiri setelah menyadari apa yang baru saja dia pikirkan. Seharusnya dia tidak perlu merasa cemas karena dia masih marah dengan Devan. Namun, Seika tidak bisa membohongi perasaannya sendiri kalau dia khawatir dengan lelaki itu.Haruskah dia menghubungi Devan lebih dulu?Seika pun mengambil ponselnya yang berada di atas meja. Selama tiga puluh detik yang dia lakukan hanya diam sambil memandangi layar ponselnya. Rasanya Seika ingin sekali mengirim pesan pada Devan. Namun, dia terlalu gengsi untuk melakukannya. Lagi pula dia seharusnya tidak perlu mengkhawatirkan lelaki itu.Seika me
"Seika, aku pulang dulu, ya?""Iya," sahut Seika sambil menyeret satu kantong plastik sampah berukuran besar ke belakang untuk dibuang. Gadis itu menjadi orang terakhir yang berada di Univers Cafe karena mendapat tugas untuk menutup kafe hari ini."Butuh bantuan?"Seika mendongak agar bisa menatap wajah temannya yang berdiri tepat di hadapan sebelum membuang kantong sampah terakhir yang dia bawa ke tempat pembuangan sampah."Tidak perlu, aku bisa melakukannya sendiri," tolaknya halus."Jangan lupa periksa kembali bahan makanan yang ada di kulkas dan oven sebelum pulang.""Iya."Selesai membuang sampah, Seika bergegas memeriksa bahan makanan di kulkas untuk besok. Tidak lupa dia memeriksa oven apakah sudah dimatikan dengan benar agar tidak terjadi kebakaran. Setelah selesai dia segera bersiap untuk pulang dan mengunci pintu kafe.Seika duduk sendirian di depan kafe menunggu ojek online yang dia pesan datang karena Bara tidak bisa menjemputnya. Lelaki itu sedang menunggu sang ibu yang m