Seika berjalan seorang diri di sepanjang trotoar. Di samping kanan dan kirinya hanya ada rumah mewah yang berjejer rapi. Sampai sekarang Seika belum melihat halte bus sama sekali padahal dia sudah berjalan lumayan jauh.
Andai saja dia percaya dengan apa yang Diana katakan jika halte bus letaknya jauh, dia pasti akan menerima tawaran wanita paruh baya itu untuk pulang diantar supir.Namun, semua sudah terlambat. Dia harus berjalan lumayan jauh untuk menemukan halte bus terdekat. Seika terus memaksa kedua kakinya untuk berjalan sambil sesekali menoleh ke belakang. Entah kenapa dia tiba-tiba berharap Devan akan menyusulnya lalu mengantarnya pulang seperti yang dilakukan Kim Tan pada Cha Eun Sang.Namun, Devan tidak mungkin melakukannya karena lelaki itu raja tega. Seika nekat ingin mencari tumpangan karena dia sudah merasa sangat lelah, perutnya juga lapar. Namun, tidak ada satu pun mobil yang mau berhenti untuk memberinya tumpangan ke halte bus terdekat.Rasanya Seika ingin sekali menangis untuk meluapkan kesedihannya karena Arka tiba-tiba saja meminta putus darinya. Dia bahkan bertemu dengan orang kaya yang menyebalkan seperti Devan. Entah dosa apa yang sudah dia lakukan di masa lalu hingga Tuhan membuat nasibnya apes sekali hari ini."Argh! Sialan!" Seika terus menggurutu di sepanjang jalan. Akhirnya dia sampai di halte bus terdekat ketika hari sudah mulai gelap.***Seika menguap pelan lalu merenggangkan otot tubuhnya yang terasa kaku. Sepertinya gadis itu ketiduran selama di perjalanan karena kelelahan. Seika pun segera turun karena bus yang ditumpanginya berhenti di halte bus yang berada paling dekat dengan rumahnya.Rumah Seika berada di sebuah gang kecil yang lumayan jauh dari jalan raya. Dia harus berjalan kurang lebih sejauh satu kilometer agar bisa tiba di rumah.Kedua mata Seika sontak membulat melihat seorang lelaki bersepeda motor bebek yang melintas di hadapannya."Uncel Muthu!"Lelaki yang dipanggil Uncle Muthu oleh Seika itu pun sontak menghentikan laju motor bebeknya. "Loh, Seika? Tumben sekali kamu malam-malam masih keluyuran."Lelaki paruh baya yang memakai kaos dalam tipis berwarna putih dan sarung bermotif kotak-kotak itu menatap Seika dengan heran karena gadis itu jarang sekali keluar rumah saat malam.Seika mengurucutkan bibir kesal. "Siapa yang keluyuran sih, Uncle? Memangnya Seika anak ayam?"Lelaki yang memiliki nama asli Mujiono itu malah terkekeh. "Maaf, uncle cuma bercanda.""Uncle, Seika nebeng sampai rumah, ya? Please ...." Seika menangkup kedua tangannya di depan dada."Owalah, kamu mau nebeng, to? Ayo, naik!" ucap Mujiono kental dengan logat jawanya."Terima kasih, Uncle." Seika pun segera naik ke atas motor bebek tersebut.Sementara itu Satria terus mondar-mandir di depan rumah sambil menggigit kuku jarinya dengan cemas karena Seika belum pulang, padahal sekarang sudah hampir jam sepuluh malam.Satria pun mencoba menelepon Seika, tapi sejak tadi hanya suara mbak-mbak operator yang menerima panggilannya. Nomor Seika tidak aktif."Kamu di mana, Seika?" desah Satria terdengar khawatir. Dia pun mengeluarkan motor matic-nya karena ingin mencari Seika. Namun, dia tidak jadi melakukannya karena mendengar suara motor yang memasuki halaman rumahnya."Terima kasih banyak, Uncle.""Sama-sama." Mujiono pun kembali melajukan motornya meninggalkan halaman rumah Seika."Bang Sat ...!" teriak Seika sambil berlari kecil menghampiri Satria yang sedang berdiri di depan pintu dan langsung memeluk kakak kandungnya itu."Aduh!" Seika sontak melepas Satria dari dekapannya dan meringis kesakitan karena Satria menjitak kepalanya lumayan keras."Kenapa Bang Sat memukul kepalaku?" sengit Seika menatap Satria kesal."Kamu dari mana saja, Seika? Kenapa baru pulang? Apa kamu tidak tahu kalau abang khawatir?"Seika sontak menunduk, raut bersalah tergambar jelas di wajah cantiknya. Seika merasa sangat menyesal dan bersalah sudah membuat sang kakak khawatir."Abang membelikanmu ponsel agar kita bisa saling memberi kabar, Seika. Kenapa ponsel kamu tidak aktif?"Seika pun merogoh saku celana untuk mencari ponselnya, tapi benda itu ternyata tidak ada. "Kayaknya ponsel Seika hilang, Bang. Sekali lagi maaf ya ...," ucapnya tanpa berani menatap Satria.Satria menghela napas panjang lalu menarik tubuh Seika dalam dekapan dan mengecup puncak kepala gadis itu dengan penuh sayang."Abang maafin kamu, tapi jangan diulangi lagi, ya," ucap Satria tegas.Seika mengangguk dalam dekapan Satria. Dia berjanji tidak akan membuat Satria khawatir lagi. "Bang Sat, laper ....""Mandi dulu, gih. Kamu bau!" Satria menutup hidungnya lalu masuk ke dalam rumah meninggalkan Seika di luar sendirian.Seika pun mengendus kedua ketiaknya lalu terkekeh geli karena ketiaknya memang bau. "Bang Sat, tunggu!"Seika langsung menghampiri Satria yang sedang asyik menonton televisi setelah selesai mandi lalu memakan semangkuk mie instan yang sudah kakak kandungnya itu siapkan. Seika makan dengan lahap karena dia memang benar-benar lapar.Satria memperhatikan Seika dengan lekat. Seika sebenarnya memiliki wajah yang lumayan cantik. Namun, gadis itu tidak terlalu memedulikan penampilannya. Seika lebih suka memakai celana dan kaos yang kebesaran dari tubuhnya. Penampilannya pun terlihat lebih mirip laki-laki dari pada perempuan."Dasar cewek separuh!" Satria geleng-geleng kepala melihat Seika yang makan begitu lahap seolah-olah tidak pernah makan berhari-hari."Kamu lapar banget, Dek?" Seika hanya mengangguk karena mulutnya sibuk mengunyah makanan. Lagi pula dia sangat menyukai mie instan. Dia bahkan bisa menghabiskan dua bungkus mie instan sekaligus sekali makan."Argh, kenyang ...." Seika bersendawa lumayan keras setelah selesai makan.Satria tanpa sadar bergidik mendengarnya. Sampai sekarang d
"Kenapa kamu masih tidur, Seika? Lihat sekarang jam berapa? Apa kamu ingin terlambat bekerja?"Seika meringis kesakitan sambil mengusap kepalanya yang baru saja dipukul oleh Satria lalu mengedarkan pandang ke sekitar seolah-olah mencari sesuatu.Seika masih ingat dengan jelas kalau dia tadi bertemu dengan Devan ketika menunggu bus di halte lalu mereka mengantar Cherry pergi ke sekolah bersama. Namun, Devan tiba-tiba saja mendekat dan ingin mencium bibirnya.Di mana lelaki itu sekarang?"Kamu nyari apa, Seika?""Devan, mana?" tanya Seika polos. Sepertinya nyawa gadis itu belum terkumpul sepenuhnya.Kening Satria berkerut dalam mendengar pertanyaan Seika barusan karena nama lelaki itu terdengar asing di telinganya."Siapa, Devan?"Mulut Seika sontak menganga lebar. Sepertinya gadis itu baru menyadari kalau kejadian yang dialaminya bersama Devan barusan ternyata hanya mimpi.'Kenapa di dalam mimpi Devan juga menyebalkan, sih?' rutuk Seika dalam hati."Siapa Devan, Seika? Apa dia kekasih
Suasana di dalam kantor masih terlihat sepi karena sekarang memang belum jam masuk kerja. Namun, Seika dan Bara selalu berangkat lebih awal dari karyawan yang lain."Selamat pagi, Pak Bara," sapa seorang petugas keamanan yang berpapasan dengan mereka.Bara hanya mengangguk singkat untuk membalas sapaan petugas keamanan tersebut.Seika diam-diam memperhatikan Bara yang berjalan tepat di sampingnya. Lelaki berusia dua puluh empat tahun itu terlihat sangat tampan dalam balutan kemeja berwarna biru navy dan celana bahan berwarna senada. Kaca mata minus yang bertengger di hidung mancungnya membuat kadar ketampanan Bara semakin meningkat."Kamu terlihat tampan sekali hari ini. Kenapa kamu tidak mau menjadi pacarku?"Bara menghela napas panjang karena dia tahu kalau Seika hanya menggodanya. "Kamu tahu sendiri kan, kalau aku—" Bara menatap Seika dengan lekat dan gadis itu mengangguk paham.Sepertinya Seika harus mengubur dalam-dalam keinginannya untuk menjadikan Bara sebagai kekasihnya karena
Devan beranjak dari tempat duduknya lalu menghampiri Cherry di kamar. Helaan napas panjang seketika lolos dari bibirnya melihat Cherry yang tengkurap di atas tempat tidur sambil membenamkan wajahnya di bantal. Isakan kecil sesekali lolos dari bibir anak perempuannya itu."Cherry marah sama papa?" Devan membangunkan Cherry agar menghadapnya. Mata dan hidung anak itu terlihat sembab karena menangis.Cherry menggeleng pelan. Dia hanya merasa kecewa karena Devan melarangnya bertemu dengan Seika.Rasanya seperti ada sesuatu yang menghantam dada Devan dengan cukup keras ketika melihat kesedihan di wajah cantik Cherry. Sebagai seorang ayah Devan tahu kalau Cherry kecewa pada dirinya meskipun anak itu tidak mengatakannya."Maafin papa, ya?" Devan menghapus air mata yang membasahi pipi Cherry dengan lembut. Dia merasa sangat bersalah sudah membuat Cherry menangis."Cherry mau ketemu mama ...."Devan mengatupkan rahangnya rapat-rapat untuk meredam emosinya agar tidak meledak karena Cherry ingin
Seika mendorong pintu yang berada di hadapannya dengan pelan setelah mendengar seruan masuk dari dalam. Mulut Seika sontak menganga lebar ketika memasuki ruangan sang pemilik perusahaan yang didominasi cat berwarna lime tersebut. Ada sebuah sofa berwarna cokelat tua di pojok ruangan. Sepertinya pemilik perusahaan sengaja menyediakan sofa tersebut untuk menerima klien atau tamu penting.Seika sontak menunduk ketika menangkap siluet seorang laki-laki yang duduk di balik meja direktur. Entah kenapa dia mendadak gugup saat ingin memberikan kopi yang dibawanya pada lelaki itu."Silahkan diminum, Pak ...." Seika menggantungkan kalimatnya karena dia tidak tahu siapa nama pemilik perusahaan tempatnya bekerja. Devan pun mengalihkan perhatian dari berkas yang ada di tangannya lalu menatap gadis berambut cokelat yang berdiri tepat di hadapannya. Kedua mata Devan sontak membulat karena Seika ada di ruangannya."Kamu?!"Seika pun tidak kalah terkejut hingga tanpa sengaja menaruh secangkir kopi ya
"Maaf, Tuan. Anda harus menghadiri meeting dengan pemimpin Kingdom Group sekarang," sela Pramudya ketika masuk ke ruangan Devan sambil melirik Seika sekilas. Seika pun balas tersenyum ramah pada lelaki paruh baya itu. "Baiklah, tolong siapkan mobil satu lagi untuk mengantar Cherry ke sekolah." Pramudya mengangguk lalu segera melaksanakan perintah Devan. Devan berjongkok tepat di depan putrinya selepas kepergian Pramudya. "Papa kerja dulu, ya? Cherry belajar yang baik di sekolah," ucapnya sambil mengusap puncak kepala Cherry dengan penuh sayang. Seika diam-diam memperhatikan apa yang sedang Devan lakukan. Dia bisa melihat dengan jelas jika Devan sangat menyayangi Cherry. Tapi kenapa lelaki itu bersikap kasar pada dirinya? Apa Devan memiliki kepribadian ganda? "Ini." Kening Seika berkerut dalam melihat secarik kertas yang Devan ulurkan pada dirinya. "Ini apa?" "Kartu nama, Bodoh. Apa kamu tidak bisa melihatnya?" Seika menghela napas panjang, rasanya dia ingin sekali menampar waj
Devan tampak begitu serius membaca berkas yang ada di tangannya karena dia ingin mempelajari materi yang akan dia presentasikan untuk rapat nanti. Meski terlihat begitu serius, Devan ternyata tahu kalau Pramudya sejak tadi terus mencuri pandang ke arahnya. "Kenapa Anda menatap saya seperti itu, Pak? Apa ada sesuatu yang ingin Anda katakan sama saya?"Pramudya tergagap karena Devan menangkap basah dirinya sedang mencuri pandang ke arah lelaki sejak tadi."Em, tidak ada Tuan.""Apa Anda pikir saya percaya?"Pramudya tersenyum tipis karena Devan sangat memahami dirinya. Maklum saja karena dia sudah bekerja lima tahun lebih dengan lelaki itu."Sebenarnya ada sesuatu yang mengganggu pikiran saya.""Apa?" Devan menatap Pramudya yang duduk di sampingnya dengan alis terangkat sebelah."Nona Seika."Air muka Devan yang semula tenang berubah sedikit tegang karena Pramudya menyebut nama Seika. Namun, dia begitu pintar menutupi keterkejutannya hingga berhasil membuat Pramudya tidak curiga."Kena
Seika memutar bola mata malas karena Devan sangat galak, tapi dia tetap menuruti perintah lelaki itu. Dia membuka pintu bagian depan, lalu duduk di bangku samping kemudi sambil memangku Cherry. Devan tanpa sadar tersenyum, sangat tipis dan nyaris tidak terlihat. Entah kenapa dia suka sekali melihat ekspresi Seika saat sedang kesal. Dia pun segera melajukan mobilnya meninggalkan sekolah Cherry setelah memastikan kalau gadis itu duduk dengan aman.Devan mengendarai mobilnya dengan sedikit kencang sambil sesekali melirik Seika yang duduk di sampingnya. Gadis itu sedang mengusap rambut Cherry dengan sambil sesekai menjawab pertanyaan dari putri kecilnya tentang hal apa saja yang baru saja Cherry lihat."Mama, lampu merah itu artinya apa?""Lampu merah itu artinya berhenti Cherry," jawab Seika smabil mencubit pipi Cherry dengan gemas."Berarti mobil Papa harus berhenti dong, Ma?""Iya.""Kalau yang itu?" Cherry menunjuk simbol huruf S yang diberi tanda silang.Seika pun mengikuti arah tel
Devan mengerjapkan kedua matanya perlahan ketika cahaya matahari yang masuk melalui celah-celah tirai di dalam kamar jatuh mengenai wajah tampannya. Senyum tipis menghiasi bibirnya ketika melihat Seika yang masih tertidur lelap di dalam dekapannya.Waktu ternyata berjalan dengan begitu cepat. Tidak terasa sudah dua tahun lebih dia menjalani hidup rumah tangga bersama Seika. Devan pikir dia akan merasa jenuh, tapi perasaannya pada Seika ternyata tidak berubah, malah tumbuh semakin besar.Devan mendekap Seika semakin erat lalu mendaratkan sebuah kecupan manis di bibir gadis itu. Sebuah rutinitas yang selalu dia lakukan setiap pagi."Kamu udah bangun, Mas?" "Iya."Tumben banget Mas udah bangun. Memangnya sekarang jam berapa, sih?"Devan melirik jam yang menempel di dinding kamar sebelum menjawab pertanyaan Seika."Hampir jam tujuh."Kedua mata Seika sontak terbuka, dia ingin bangun karena harus menyiapkan sarapan untuk Devan dan Cherry, tapi kepalanya mendadak terasa pusing."Kamu baik-
Devan terpaksa menunda bulan madunya yang kedua bersama Seika karena Bara tidak memberinya waktu untuk beristirahat sedikit pun semenjak menggantikan Pramudya menjadi sekretaris sekaligus orang kepercayaannya. Sejak pagi dia harus memeriksa laporan, lalu meninjau proyek pembangunan hotel baru miliknya setelah itu bertemu dengan beberapa investor dari luar negri sampai sore. Rasanya benar-benar melelahkan.Devan melonggarkan dasi yang terasa seperti mencekik lehernya setelah itu menggulung lengan kemejanya sampai sebatas siku. Helaan napas panjang lolos dari bibirnya setelah melihat tumpukan berkas yang ada di atas meja. Entah kenapa berkas tersebut masih banyak padahal dia sudah memeriksanya sejak tadi."Aku sudah selesai merevisi perjanjian kerja sama dengan CT Corp. Jangan lupa baca berkas perjanjian itu dengan teliti sebelum tanda tangan." Bara meletakkan berkas yang dibawanya tepat di depan Devan."Apa kamu tidak lihat sekarang jam berapa?"Bara melihat benda mungil bertali yang m
"Jadi gimana? Mas udah dapat izin dari Bara buat ajak aku tinggal di rumah lagi?" Seika meletakkan sendoknya karena es krim-nya sudah habis.Mereka mampir ke sebuah toko es krim setelah menjemput Cherry di sekolah. Devan seperti seorang pengasuh yang sedang menjaga dua bayi sekarang, sejak tadi yang dia lakukan hanya diam memandangi Seika dan Cherry yang begitu lahap menyantap es krim mereka."Mau tambah lagi?"Seika refleks mengangguk mendengar pertanyaan Devan barusan karena satu gelas es krim tidak akan bisa membuatnya kenyang. Namun, sedetik kemudian dia menggelengkan kepala. "Ish ... jawab dulu pertanyaanku. Bara ngasih Mas izin nggak buat bawa aku?"Devan mengangguk lalu mencomot satu buah cookies milik Cherry yang ada di atas meja. Rasanya ternyata terlalu manis dan Devan kurang menyukainya, kecuali bibir Seika. Entah kenapa bibir gadis itu seperti candu yang membuatnya selalu ketagihan."Sungguh?" Seika menatap Devan dengan pandangan tidak percaya."Iya ...," jawab Devan sambi
Sinar matahari yang masuk melalui celah-celah tirai di dalam ruangan serba putih itu tidak berhasil mengusik sepasang sejoli yang sedang tidur di atas ranjang. Seika tidur begitu nyenyak dalam dekapan Devan. Dia bahkan menenggelamkan wajahnya di dada bidang Devan seolah-olah dada lelaki itu adalah tempat paling nyaman baginya.Devan semakin mempererat dekapannya ketika merasakan pergerakan kecil dari Seika. Senyum tipis menghiasi bibirnya ketika teringat dengan kejadian yang dialaminya semalam. Devan tidak pernah menyangka kalau Seika akhirnya mau memaafkan semua kesalahannya dan memberi kesempatan. Padahal kesalahan yang dia lakukan sangat fatal. Dia benar-benar beruntung.Devan bersumpah, dia akan berusaha untuk membahagiakan Seika dan tidak akan pernah menyakiti hati gadis itu. Itu janjinya."Terima kasih sudah memberi saya kesempatan, Seika. I love you ...." Devan mengecup puncak kepala Seika dengan begitu dalam seolah-olah mencurahkan seluruh perasaannya pada gadis itu.Apa yang
"Seika."Seika tergagap ketika Bara menyentuh lengannya pelan."Kita sudah sampai."Seika mengedarkan pandang ke sekitar. Dia tidak menyadari jika mobil yang membawanya berhenti di depan rumahnya karena terlalu memikirkan Devan.Bara melepas sabuk pengamannya, setelah itu turun dan membukakan pintu mobil untuk Seika. "Hati-hati," ucapnya sambil menaruh telapak tangannya di atas puncak kepala Seika untuk melindungi gadis itu.Seika mengangguk, dia turun dengan hati-hati dari mobil Bara. Namun, dia nyaris terjatuh karena kedua lututnya terasa gemetar, untung saja Bara dengan cepat menahan tubuhnya."Kamu baik-baik saja?" Raut cemas tergambar jelas di wajah tampan Bara. Kedua tangannya melingkar di pinggang Seika dengan erat."Kepalaku pusing."Tanpa banyak kata Bara menggendong Seika ala brydal style masuk ke dalam rumahnya. Seika menyandarkan kepalanya di dada bidang Bara, tubuhnya terasa sangat lemas karena kebanyakan menangis. Apa lagi tidak ada makanan apa pun yang masuk ke dalam pe
Bara menghela napas panjang, padahal tadi siang langit terlihat begitu cerah. Namun, sekarang malah turun hujan, bahkan sangat deras. Cuaca akhir-akhir ini memang sulit diprediksi, apa lagi di pergantian musim seperti sekarang. Saat siang cuaca terasa sangat panas, tapi bisa sangat dingin ketika malam.Bara melihat benda mungil bertali yang melingkari pergelangan tangan kirinya. Ternyata sekarang sudah jam delapan malam. Entah kenapa perasaan Bara sejak tadi tidak tenang. Dia terus kepikiran dengan Seika padahal gadis itu pasti sedang bersenang-senang bersama Cherry dan Devan.Jujur saja Bara sampai sekarang masih memiliki perasaan pada Seika. Namun, dia akan berusaha keras melupakan perasaannya karena bagaimana pun juga Seika sudah menjadi milik Devan."Anak ibu kenapa? Ibu perhatikan kamu melamun terus dari tadi."Bara sontak menoleh, menatap sang ibu yang sedang menyentuh lengannya dengan lembut. "Bara baik-baik saja, Bu," jawabnya sambil mengulas senyum pada wanita yang sudah melah
Suasana Univers Cafe pagi ini tidak begitu ramai, mungkin karena tempat makan itu baru saja dibuka. Biasanya Devan selalu datang tepat pukul sembilan. Namun, lelaki itu belum kelihatan batang hidungnya sampai sekarang.Apa mungkin Devan tidak datang?"Ini pesanan Anda, Nona. Selamat menikmati." Seika menaruh sepiring nasi goreng sea food di atas meja sambil melirik ke arah pintu. Raut kecewa tergambar jelas di wajah cantiknya karena lelaki yang dia tunggu sejak tadi tidak kunjung datang.Kenapa Devan tidak datang? Apa lelaki itu sudah lelah memperjuangkannya?"Maaf, saya tidak pesan nasi goreng sea food, Mbak."Seika tergagap, dia pun buru-buru mengambil nasi goreng tersebut dan meminta maaf. "Maaf, saya salah meja.""Tidak apa-apa, Mbak."Seika tersenyum sungkan pada pelanggan tersebut lalu mengantar nasi goreng sea food yang dibawanya ke meja nomor empat."Salah nganter pesanan lagi?" tanya salah satu temannya ketika dia kembali ke belakang."Enggak.""Bohong. Aku tadi lihat sendiri
Seika mengusap rambutnya yang sedikit basah dengan handuk kecil sambil melirik ponselnya yang tergeletak di atas meja. Tanpa sadar dia mendengkus kesal karena tidak ada notifikasi masuk di ponselnya padahal Devan biasanya selalu memberi kabar jika sudah tiba di rumah.Kenapa Devan tidak memberi kabar sampai sekarang? Apa lelaki itu belum tiba di rumah?"Ish! Aku kenapa, sih?" Seika refleks memukul kepalanya sendiri setelah menyadari apa yang baru saja dia pikirkan. Seharusnya dia tidak perlu merasa cemas karena dia masih marah dengan Devan. Namun, Seika tidak bisa membohongi perasaannya sendiri kalau dia khawatir dengan lelaki itu.Haruskah dia menghubungi Devan lebih dulu?Seika pun mengambil ponselnya yang berada di atas meja. Selama tiga puluh detik yang dia lakukan hanya diam sambil memandangi layar ponselnya. Rasanya Seika ingin sekali mengirim pesan pada Devan. Namun, dia terlalu gengsi untuk melakukannya. Lagi pula dia seharusnya tidak perlu mengkhawatirkan lelaki itu.Seika me
"Seika, aku pulang dulu, ya?""Iya," sahut Seika sambil menyeret satu kantong plastik sampah berukuran besar ke belakang untuk dibuang. Gadis itu menjadi orang terakhir yang berada di Univers Cafe karena mendapat tugas untuk menutup kafe hari ini."Butuh bantuan?"Seika mendongak agar bisa menatap wajah temannya yang berdiri tepat di hadapan sebelum membuang kantong sampah terakhir yang dia bawa ke tempat pembuangan sampah."Tidak perlu, aku bisa melakukannya sendiri," tolaknya halus."Jangan lupa periksa kembali bahan makanan yang ada di kulkas dan oven sebelum pulang.""Iya."Selesai membuang sampah, Seika bergegas memeriksa bahan makanan di kulkas untuk besok. Tidak lupa dia memeriksa oven apakah sudah dimatikan dengan benar agar tidak terjadi kebakaran. Setelah selesai dia segera bersiap untuk pulang dan mengunci pintu kafe.Seika duduk sendirian di depan kafe menunggu ojek online yang dia pesan datang karena Bara tidak bisa menjemputnya. Lelaki itu sedang menunggu sang ibu yang m