"Maaf, Tuan. Anda harus menghadiri meeting dengan pemimpin Kingdom Group sekarang," sela Pramudya ketika masuk ke ruangan Devan sambil melirik Seika sekilas. Seika pun balas tersenyum ramah pada lelaki paruh baya itu. "Baiklah, tolong siapkan mobil satu lagi untuk mengantar Cherry ke sekolah." Pramudya mengangguk lalu segera melaksanakan perintah Devan. Devan berjongkok tepat di depan putrinya selepas kepergian Pramudya. "Papa kerja dulu, ya? Cherry belajar yang baik di sekolah," ucapnya sambil mengusap puncak kepala Cherry dengan penuh sayang. Seika diam-diam memperhatikan apa yang sedang Devan lakukan. Dia bisa melihat dengan jelas jika Devan sangat menyayangi Cherry. Tapi kenapa lelaki itu bersikap kasar pada dirinya? Apa Devan memiliki kepribadian ganda? "Ini." Kening Seika berkerut dalam melihat secarik kertas yang Devan ulurkan pada dirinya. "Ini apa?" "Kartu nama, Bodoh. Apa kamu tidak bisa melihatnya?" Seika menghela napas panjang, rasanya dia ingin sekali menampar waj
Devan tampak begitu serius membaca berkas yang ada di tangannya karena dia ingin mempelajari materi yang akan dia presentasikan untuk rapat nanti. Meski terlihat begitu serius, Devan ternyata tahu kalau Pramudya sejak tadi terus mencuri pandang ke arahnya. "Kenapa Anda menatap saya seperti itu, Pak? Apa ada sesuatu yang ingin Anda katakan sama saya?"Pramudya tergagap karena Devan menangkap basah dirinya sedang mencuri pandang ke arah lelaki sejak tadi."Em, tidak ada Tuan.""Apa Anda pikir saya percaya?"Pramudya tersenyum tipis karena Devan sangat memahami dirinya. Maklum saja karena dia sudah bekerja lima tahun lebih dengan lelaki itu."Sebenarnya ada sesuatu yang mengganggu pikiran saya.""Apa?" Devan menatap Pramudya yang duduk di sampingnya dengan alis terangkat sebelah."Nona Seika."Air muka Devan yang semula tenang berubah sedikit tegang karena Pramudya menyebut nama Seika. Namun, dia begitu pintar menutupi keterkejutannya hingga berhasil membuat Pramudya tidak curiga."Kena
Seika memutar bola mata malas karena Devan sangat galak, tapi dia tetap menuruti perintah lelaki itu. Dia membuka pintu bagian depan, lalu duduk di bangku samping kemudi sambil memangku Cherry. Devan tanpa sadar tersenyum, sangat tipis dan nyaris tidak terlihat. Entah kenapa dia suka sekali melihat ekspresi Seika saat sedang kesal. Dia pun segera melajukan mobilnya meninggalkan sekolah Cherry setelah memastikan kalau gadis itu duduk dengan aman.Devan mengendarai mobilnya dengan sedikit kencang sambil sesekali melirik Seika yang duduk di sampingnya. Gadis itu sedang mengusap rambut Cherry dengan sambil sesekai menjawab pertanyaan dari putri kecilnya tentang hal apa saja yang baru saja Cherry lihat."Mama, lampu merah itu artinya apa?""Lampu merah itu artinya berhenti Cherry," jawab Seika smabil mencubit pipi Cherry dengan gemas."Berarti mobil Papa harus berhenti dong, Ma?""Iya.""Kalau yang itu?" Cherry menunjuk simbol huruf S yang diberi tanda silang.Seika pun mengikuti arah tel
Seika tanpa sadar mendengkus melihat Arka yang berjalan memasuki restoran sambil menggandeng seorang wanita yang terlihat lebih tua darinya. Jujur, sampai sekarang Seika masih merasa kesal karena Arka tiba-tiba mengakhiri hubungan mereka begitu saja demi wanita lain.Devan pun mengikuti arah pandang Seika karena penasaran dengan apa yang sedang gadis itu lihat. Entah kenapa ada perasaan kesal yang menyelip dalam dirinya karena Seika sejak tadi terus menatap cowok yang baru saja memasuki restoran itu."Kamu lihat apa, Seika?""Hah?" Seika tersentak karena mendengar suara Devan. "Bapak tanya apa?"Devan menghela napas panjang karena Seika tidak mendengar pertanyaannya. "Kamu lihat apa?""Bapak lihat cowok itu?" Seika malah balik bertanya sambil menunjuk Arka. Devan pun mengikuti arah telunjuk Seika lalu mengangguk pelan."Cowok itu mantan saya, seminggu yang lalu dia tiba-tiba minta putus karena bosan sama saya. Sekarang dia malah pacaran sama tante-tante." Seika menyedot minumannya de
Tubuh Seika sontak menegang. Dia cepat-cepat turun dari mobil Devan karena takut lelaki itu benar-benar akan menggendongnya masuk ke kantor.Devan tanpa sadar tersenyum geli melihat tingkah Seika, sepertinya menggoda Seika akan menjadi hobi barunya. Dia pun meraih tangan Seika lantas menautkan jemari mereka. Entah kenapa tangan gadis itu terasa begitu pas di dalam genggamannya.Seika yang ingin kembali ke pantry begitu terkejut karena Devan tiba-tiba menggenggam tangannya. Dia pun berusaha melepas tangannya dari genggeman Devan, tapi lelaki malah menggenggam tangannya semakin erat."Aduh, Pak. Tolong lepasin tangan saya," pinta Seika terdengar lirih karena dia tidak ingin menjadi pusat perhatian. Namun, Devan malah diam saja seolah-olah tidak mendengar ucapannya.Lelaki itu benar-benar menyebalkan dan suka sekali membuatnya kesal. Apa Devan ingin melihatnya mati karena dibunuh oleh fans berat lelaki itu?Kedua mata Seika sontak berbinar melihat seorang lelaki berkemeja biru yang berja
Seika sontak berhenti melangkah lantas berbalik menatap Devan yang sedang duduk di meja kerjanya. Ini ada adalah kali kedua dia masuk ke dalam ruangan lelaki itu dan dia baru menyadari kalau ruangan Devan ternyata sangat nyaman. Bahkan tidak terkesan seperti ruangan direktur utama pada umumnya."Saya mau kembali bekerja, Pak. Apa Bapak butuh sesuatu?" Seika berusaha profesional meskipun dia rasanya ingin sekali mengobrak-abrik wajah tampan Devan karena sudah lancang mengambil ciuman pertamanya.Devan bersandar di tempat duduknya lalu menyilangkan kedua tangannya di depan dada. "Lihat, Cherry."Seika sontak menatap Cherry. Mulut gadis itu sontak menganga lebar karena wajah Cherry terlihat sangat memerah, kedua matanya pun berkaca-kaca, seolah-olah ingin menangis.Seika pun cepat-cepat menghampiri Cherry lalu duduk di samping anak itu. "Cherry, kenapa?" tanyanya terdengar penuh pengertian sambil mengusap air mata yang membasahi pipi Cherry."Cherry nggak mau Mama pergi. Cherry mau terus
Devan melepas kaca mata minus yang bertengger di hidung mancungnya lalu melihat jam yang melingkari pergelangan tangan kirinya. Tidak terasa sudah dua jam lebih dia berkutat dengan tumpukan berkas yang ada di atas meja kerjanya. Pantas saja dia mulai merasa sedikit lelah.Devan meraih secangkir kopinya yang ada di atas meja, tapi kopinya ternyata sudah habis. Dia pun beranjak dari tempat duduknya, ingin melihat Cherry sekaligus meminta tolong Seika untuk membuatkannya kopi lagi.Devan bergeming di tempat, perasaan hangat sontak menjalari hatinya melihat Cherry yang sedang tertidur lelap dalam dekapan Seika. Devan pun berjalan mendekat, lantas mendudukkan diri di tepi ranjang. Tangan kanannya perlahan bergerak, mengusap puncak kepala Cherry dengan penuh sayang.Cherry menggeliat pelan karena merasa tidurnya terganggu, tapi tidak lama kemudian anak itu kembali tidur. Cherry benar-benar terlihat sangat menggemaskan.Devan pun mengalihkan pandangannya, menatap Seika yang sedang tertidur l
Seika mendesah panjang. "Ada apa lagi sih, Pak? Kerjaan saya tuh, banyak. Kalau saya tidak segera kembali ke pantry Mbak Maya pasti—""Kamu berani membantah saya? Kalau saya bilang duduk ya, duduk!"Seika berdecak lalu mendudukkan diri di kursi yang berada tepat di depan Devan dengan kesal sambil melipat kedua tangannya di atas meja. Mirip seperti anak TK yang sedang menunggu giliran pulang."Kenapa mukamu cemberut seperti itu? Apa terjadi sesuatu?" tanya Devan heran karena Seika mendadak bad mood setelah membuat kopi untuknya."Kepo," sahut Seika datar. Gadis itu bahkan tidak merasa takut sedikit pun padahal lawan bicaranya sekarang adalah Devan.Seika benar-benar kesal karena Devan membuatnya menjadi bahan gunjingan orang satu kantor. Lelaki itu bahkan mencium bibirnya ketika di restoran Jepang tadi.Kenapa dia harus bertemu dengan lelaki yang sangat menyebalkan seperti Devan, sih?"Seika!" Devan menatap Seika dengan tajam karena gadis itu mulai berani melawannya."Saya tuh, lagi ke
Devan mengerjapkan kedua matanya perlahan ketika cahaya matahari yang masuk melalui celah-celah tirai di dalam kamar jatuh mengenai wajah tampannya. Senyum tipis menghiasi bibirnya ketika melihat Seika yang masih tertidur lelap di dalam dekapannya.Waktu ternyata berjalan dengan begitu cepat. Tidak terasa sudah dua tahun lebih dia menjalani hidup rumah tangga bersama Seika. Devan pikir dia akan merasa jenuh, tapi perasaannya pada Seika ternyata tidak berubah, malah tumbuh semakin besar.Devan mendekap Seika semakin erat lalu mendaratkan sebuah kecupan manis di bibir gadis itu. Sebuah rutinitas yang selalu dia lakukan setiap pagi."Kamu udah bangun, Mas?" "Iya."Tumben banget Mas udah bangun. Memangnya sekarang jam berapa, sih?"Devan melirik jam yang menempel di dinding kamar sebelum menjawab pertanyaan Seika."Hampir jam tujuh."Kedua mata Seika sontak terbuka, dia ingin bangun karena harus menyiapkan sarapan untuk Devan dan Cherry, tapi kepalanya mendadak terasa pusing."Kamu baik-
Devan terpaksa menunda bulan madunya yang kedua bersama Seika karena Bara tidak memberinya waktu untuk beristirahat sedikit pun semenjak menggantikan Pramudya menjadi sekretaris sekaligus orang kepercayaannya. Sejak pagi dia harus memeriksa laporan, lalu meninjau proyek pembangunan hotel baru miliknya setelah itu bertemu dengan beberapa investor dari luar negri sampai sore. Rasanya benar-benar melelahkan.Devan melonggarkan dasi yang terasa seperti mencekik lehernya setelah itu menggulung lengan kemejanya sampai sebatas siku. Helaan napas panjang lolos dari bibirnya setelah melihat tumpukan berkas yang ada di atas meja. Entah kenapa berkas tersebut masih banyak padahal dia sudah memeriksanya sejak tadi."Aku sudah selesai merevisi perjanjian kerja sama dengan CT Corp. Jangan lupa baca berkas perjanjian itu dengan teliti sebelum tanda tangan." Bara meletakkan berkas yang dibawanya tepat di depan Devan."Apa kamu tidak lihat sekarang jam berapa?"Bara melihat benda mungil bertali yang m
"Jadi gimana? Mas udah dapat izin dari Bara buat ajak aku tinggal di rumah lagi?" Seika meletakkan sendoknya karena es krim-nya sudah habis.Mereka mampir ke sebuah toko es krim setelah menjemput Cherry di sekolah. Devan seperti seorang pengasuh yang sedang menjaga dua bayi sekarang, sejak tadi yang dia lakukan hanya diam memandangi Seika dan Cherry yang begitu lahap menyantap es krim mereka."Mau tambah lagi?"Seika refleks mengangguk mendengar pertanyaan Devan barusan karena satu gelas es krim tidak akan bisa membuatnya kenyang. Namun, sedetik kemudian dia menggelengkan kepala. "Ish ... jawab dulu pertanyaanku. Bara ngasih Mas izin nggak buat bawa aku?"Devan mengangguk lalu mencomot satu buah cookies milik Cherry yang ada di atas meja. Rasanya ternyata terlalu manis dan Devan kurang menyukainya, kecuali bibir Seika. Entah kenapa bibir gadis itu seperti candu yang membuatnya selalu ketagihan."Sungguh?" Seika menatap Devan dengan pandangan tidak percaya."Iya ...," jawab Devan sambi
Sinar matahari yang masuk melalui celah-celah tirai di dalam ruangan serba putih itu tidak berhasil mengusik sepasang sejoli yang sedang tidur di atas ranjang. Seika tidur begitu nyenyak dalam dekapan Devan. Dia bahkan menenggelamkan wajahnya di dada bidang Devan seolah-olah dada lelaki itu adalah tempat paling nyaman baginya.Devan semakin mempererat dekapannya ketika merasakan pergerakan kecil dari Seika. Senyum tipis menghiasi bibirnya ketika teringat dengan kejadian yang dialaminya semalam. Devan tidak pernah menyangka kalau Seika akhirnya mau memaafkan semua kesalahannya dan memberi kesempatan. Padahal kesalahan yang dia lakukan sangat fatal. Dia benar-benar beruntung.Devan bersumpah, dia akan berusaha untuk membahagiakan Seika dan tidak akan pernah menyakiti hati gadis itu. Itu janjinya."Terima kasih sudah memberi saya kesempatan, Seika. I love you ...." Devan mengecup puncak kepala Seika dengan begitu dalam seolah-olah mencurahkan seluruh perasaannya pada gadis itu.Apa yang
"Seika."Seika tergagap ketika Bara menyentuh lengannya pelan."Kita sudah sampai."Seika mengedarkan pandang ke sekitar. Dia tidak menyadari jika mobil yang membawanya berhenti di depan rumahnya karena terlalu memikirkan Devan.Bara melepas sabuk pengamannya, setelah itu turun dan membukakan pintu mobil untuk Seika. "Hati-hati," ucapnya sambil menaruh telapak tangannya di atas puncak kepala Seika untuk melindungi gadis itu.Seika mengangguk, dia turun dengan hati-hati dari mobil Bara. Namun, dia nyaris terjatuh karena kedua lututnya terasa gemetar, untung saja Bara dengan cepat menahan tubuhnya."Kamu baik-baik saja?" Raut cemas tergambar jelas di wajah tampan Bara. Kedua tangannya melingkar di pinggang Seika dengan erat."Kepalaku pusing."Tanpa banyak kata Bara menggendong Seika ala brydal style masuk ke dalam rumahnya. Seika menyandarkan kepalanya di dada bidang Bara, tubuhnya terasa sangat lemas karena kebanyakan menangis. Apa lagi tidak ada makanan apa pun yang masuk ke dalam pe
Bara menghela napas panjang, padahal tadi siang langit terlihat begitu cerah. Namun, sekarang malah turun hujan, bahkan sangat deras. Cuaca akhir-akhir ini memang sulit diprediksi, apa lagi di pergantian musim seperti sekarang. Saat siang cuaca terasa sangat panas, tapi bisa sangat dingin ketika malam.Bara melihat benda mungil bertali yang melingkari pergelangan tangan kirinya. Ternyata sekarang sudah jam delapan malam. Entah kenapa perasaan Bara sejak tadi tidak tenang. Dia terus kepikiran dengan Seika padahal gadis itu pasti sedang bersenang-senang bersama Cherry dan Devan.Jujur saja Bara sampai sekarang masih memiliki perasaan pada Seika. Namun, dia akan berusaha keras melupakan perasaannya karena bagaimana pun juga Seika sudah menjadi milik Devan."Anak ibu kenapa? Ibu perhatikan kamu melamun terus dari tadi."Bara sontak menoleh, menatap sang ibu yang sedang menyentuh lengannya dengan lembut. "Bara baik-baik saja, Bu," jawabnya sambil mengulas senyum pada wanita yang sudah melah
Suasana Univers Cafe pagi ini tidak begitu ramai, mungkin karena tempat makan itu baru saja dibuka. Biasanya Devan selalu datang tepat pukul sembilan. Namun, lelaki itu belum kelihatan batang hidungnya sampai sekarang.Apa mungkin Devan tidak datang?"Ini pesanan Anda, Nona. Selamat menikmati." Seika menaruh sepiring nasi goreng sea food di atas meja sambil melirik ke arah pintu. Raut kecewa tergambar jelas di wajah cantiknya karena lelaki yang dia tunggu sejak tadi tidak kunjung datang.Kenapa Devan tidak datang? Apa lelaki itu sudah lelah memperjuangkannya?"Maaf, saya tidak pesan nasi goreng sea food, Mbak."Seika tergagap, dia pun buru-buru mengambil nasi goreng tersebut dan meminta maaf. "Maaf, saya salah meja.""Tidak apa-apa, Mbak."Seika tersenyum sungkan pada pelanggan tersebut lalu mengantar nasi goreng sea food yang dibawanya ke meja nomor empat."Salah nganter pesanan lagi?" tanya salah satu temannya ketika dia kembali ke belakang."Enggak.""Bohong. Aku tadi lihat sendiri
Seika mengusap rambutnya yang sedikit basah dengan handuk kecil sambil melirik ponselnya yang tergeletak di atas meja. Tanpa sadar dia mendengkus kesal karena tidak ada notifikasi masuk di ponselnya padahal Devan biasanya selalu memberi kabar jika sudah tiba di rumah.Kenapa Devan tidak memberi kabar sampai sekarang? Apa lelaki itu belum tiba di rumah?"Ish! Aku kenapa, sih?" Seika refleks memukul kepalanya sendiri setelah menyadari apa yang baru saja dia pikirkan. Seharusnya dia tidak perlu merasa cemas karena dia masih marah dengan Devan. Namun, Seika tidak bisa membohongi perasaannya sendiri kalau dia khawatir dengan lelaki itu.Haruskah dia menghubungi Devan lebih dulu?Seika pun mengambil ponselnya yang berada di atas meja. Selama tiga puluh detik yang dia lakukan hanya diam sambil memandangi layar ponselnya. Rasanya Seika ingin sekali mengirim pesan pada Devan. Namun, dia terlalu gengsi untuk melakukannya. Lagi pula dia seharusnya tidak perlu mengkhawatirkan lelaki itu.Seika me
"Seika, aku pulang dulu, ya?""Iya," sahut Seika sambil menyeret satu kantong plastik sampah berukuran besar ke belakang untuk dibuang. Gadis itu menjadi orang terakhir yang berada di Univers Cafe karena mendapat tugas untuk menutup kafe hari ini."Butuh bantuan?"Seika mendongak agar bisa menatap wajah temannya yang berdiri tepat di hadapan sebelum membuang kantong sampah terakhir yang dia bawa ke tempat pembuangan sampah."Tidak perlu, aku bisa melakukannya sendiri," tolaknya halus."Jangan lupa periksa kembali bahan makanan yang ada di kulkas dan oven sebelum pulang.""Iya."Selesai membuang sampah, Seika bergegas memeriksa bahan makanan di kulkas untuk besok. Tidak lupa dia memeriksa oven apakah sudah dimatikan dengan benar agar tidak terjadi kebakaran. Setelah selesai dia segera bersiap untuk pulang dan mengunci pintu kafe.Seika duduk sendirian di depan kafe menunggu ojek online yang dia pesan datang karena Bara tidak bisa menjemputnya. Lelaki itu sedang menunggu sang ibu yang m