Seika mendesah panjang. "Ada apa lagi sih, Pak? Kerjaan saya tuh, banyak. Kalau saya tidak segera kembali ke pantry Mbak Maya pasti—""Kamu berani membantah saya? Kalau saya bilang duduk ya, duduk!"Seika berdecak lalu mendudukkan diri di kursi yang berada tepat di depan Devan dengan kesal sambil melipat kedua tangannya di atas meja. Mirip seperti anak TK yang sedang menunggu giliran pulang."Kenapa mukamu cemberut seperti itu? Apa terjadi sesuatu?" tanya Devan heran karena Seika mendadak bad mood setelah membuat kopi untuknya."Kepo," sahut Seika datar. Gadis itu bahkan tidak merasa takut sedikit pun padahal lawan bicaranya sekarang adalah Devan.Seika benar-benar kesal karena Devan membuatnya menjadi bahan gunjingan orang satu kantor. Lelaki itu bahkan mencium bibirnya ketika di restoran Jepang tadi.Kenapa dia harus bertemu dengan lelaki yang sangat menyebalkan seperti Devan, sih?"Seika!" Devan menatap Seika dengan tajam karena gadis itu mulai berani melawannya."Saya tuh, lagi ke
Seika cepat-cepat membubuhkan tanda tangannya di surat perjanjian tersebut tanpa membaca lagi poin-poin penting yang tertulis di sana. Dia bahkan tidak tahu konsekuensi apa yang akan dia dapatkan jika melanggar perjanjian tersebut. Devan tersenyum sangat puas karena dia sebentar lagi bisa bekerja dengan tenang jika Cherry bersama dengan Seika. "Terima kasih atas kerja samanya, Nona Seika," ucap Devan sambil mengulurkan tangan kanannya seperti yang selalu dia lakukan jika berhasil bekerja sama dengan klien-nya. Seika mendengkus kesal lalu menyambut uluran tangan Devan dengan malas. "Ini namanya bukan kerja sama, Pak. Tapi pemaksaan." "Saya tidak peduli, yang terpenting kamu sudah menandatangani surat perjanjian ini." "Bagaimana kalau saya membatalkannya?" "Memangnya kamu berani?" Devan menatap Seika dengan alis terangkat sebelah seolah-olah menantang. "Tentu saja berani," jawab Seika penuh percaya diri. "Kalau begitu beri saya uang lima ratus juta sebagai kompensasi." "A-apa?"
Bara refleks menginjak rem mobilnya karena terkejut mendengar suara Seika. Untung saja lampu sedang menyala merah. Jika tidak, dia pasti sudah menerima umpatan dari pengendara lain karena berhenti mendadak."Maaf kalau pertanyaanku membuatmu terkejut. Aku cuma—" Bara tidak melanjutkan kalimatnya karena Seika memotong ucapannya."Kenapa kamu bisa mengira aku mempunyai hubungan spesial dengan Pak Devan, Bara? Apa kamu percaya dengan gosip yang beredar di kantor?"Bara tidak menjawab. Jujur saja dia merasa sangat terganggu dengan gosip yang menyebar di kantor jika Seika sedang menjalin hubungan dengan Devan. Apa lagi dia tadi melihat gadis itu sedang berciuman dengan Devan di restoran Jepang.Apa salah kalau dia menganggap mereka benar-benar mempunyai hubungan spesial?Seika menghela napas panjang. Diamnya Bara sudah menjawab semuanya. Sepertinya lelaki itu percaya dengan gosip tersebut. "Astaga, Bara! Jangan bilang kamu percaya dengan gosip itu?!"Bara malah tersenyum sambil menggaruk t
"Tidak perlu. Sebaiknya kamu segera menyiapkan makanan karena Satria sebentar lagi pulang." "Tapi ...." "Ah, sudahlah." Bara beranjak dari tempat duduknya lalu menyeret Seika dengan paksa ke dapur. Dia harus menghentikan Seika sebelum gadis itu melakukan hal yang lebih gila untuk membuat jantungnya berdebar. Seika mengeluarkan ayam, wortel, kentang, dan kembang kol dari dalam lemari es karena dia ingin membuat sup. "Tolong kupas wortel dan kentang ini ya, Bara. Kamu bisa, kan?" Bara sebenarnya tidak yakin bisa mengupas sayuran tersebut karena dia tidak pernah terjun ke dapur. "Aku akan berusaha semaksimal mungkin." Seika terkekeh palan lalu mulai memasak. Dia memotong setengah kilo ayam menjadi beberapa bagian lalu merebusnya. Setelah itu menyiapkan bumbu dan sayuran yang lainnya. Bara diam-diam memperhatikan Seika. Tangan gadis itu terlihat begitu cekatan dan terampil saat memotong sayuran dan meracik bumbu masakan. Entah kenapa Bara merasa sangat bahagia sekarang. Dia seolah-o
"Terima kasih banyak untuk makanannya, Satria.""Sama-sama, Pak—em maksudku Devan." Satria meralat ucapannya karena Devan memintanya agar berbicara santai."Baiklah kalau begitu. Saya dan Cherry pamit pulang dulu. Ayo, Cherry kita pulang." Devan mengulurkan tangan kanannya yang langsung disambut oleh Cherry."Mama nggak ikut pulang sama kita, Pa?" tanya anak perempuan itu polos.Seika terenyak mendengar pertanyaan Cherry barusan, begitu pula dengan Satria dan Bara. Namun, Devan begitu sabar menghadapi Cherry meskipun dia sendiri juga terkejut. "Tidak, Sayang. Kak Seika tidak bisa ikut bersama kita." Wajah Cherry seketika berubah sendu karena dia sebentar lagi harus berpisah dengan Seika. Padahal dia masih ingin menghabiskan waktu dengan gadis itu."Cherry jangan sedih, ya?" Seika berongkok agar tingginya sejajar dengan Cherry. "Besok kita pasti bertemu lagi," ucapnya sambil mengusap puncak kepala Cherry dengan penuh sayang. Padahal Seika tidak begitu suka dengan anak-anak, tapi aneh
"Nah, kalau begini kan, rapi."Devan tergagap mendengar suara Seika. Rasa panas sontak menjalari wajah tampannya, meninggalkan semburat merah di kedua pipinya. Dia sontak mundur dua langkah ke belakang lalu mengajak Cherry berangkat sekolah."Ayo, Cherry, kita berangkat.""Terima kasih," sindir Seika karena Devan masuk ke dalam mobilnya begitu saja tanpa mengucapkan terima kasih pada dirinya. Padahal dia sudah membantu lelaki itu memakai dasi.Devan benar-benar menyebalkan dan tidak tahu berterima kasih!"Kenapa kamu masih berdiri di situ, Seika? Cepat masuk!"Seika mendengkus kesal lalu membuka pintu mobil Devan bagian belakang."Siapa yang menyuruh kamu duduk di belakang? Memangnya saya supir kamu?"Seika menarik napas panjang, lalu mengembuskannya perlahan agar emosinya tidak meledak lalu membuka pintu bagian depan dan duduk di samping Devan sambil memangku Cherry."Jangan lupa pakai sabuk pengaman.""Iya, bawel," sahut Seika ketus."Kamu bilang apa?" Devan menatap Seika dengan taj
"Mama ...."Seika tergagap mendengar suara Cherry. "Iya, Sayang.""Kenapa Mama sedih?" Pertanyaan Cherry barusan sukses membuat Seika terkejut."Siapa yang sedih? Kakak tidak—" Seika tidak melanjutkan kalimatnya karena Cherry tiba-tiba memeluknya dengan erat."Cherry sayang banget sama Mama."Seika tanpa sadar tersenyum, ada perasaan hangat yang menjalari hatinya. Dia tidak perlu merasa berkecil hati jika Devan masih mencintai mendiang istrinya karena dia masih memiliki Cherry benar-benar tulus meyanyanginya."Kakak juga sayang sekali sama, Cherry," ucap Seika sambil balas memeluk Cherry."Mama, Mama ....""Iya, Sayang?" Seika melepas Cherry dari dekapan lalu menatap anak itu."Cherry ingin pergi ke taman bermain.""A-apa?" Seika tampak terkejut karena Cherry tiba-tiba ingin pergi ke taman bermain."Kemarin teman Cherry ada yang naik komedi putar sama mamanya. Cherry juga ingin naik komedi putar sama Mama." Cherry menatap Seika dengan penuh harap. Tatapan sendu anak itu selalu berhasi
Seika berulang kali menatap sekotak macaron yang ada di atas pangkuannya sambil senyum-senyum tidak jelas. Roma merah pun menghiasi kedua pipinya. Entah kenapa Seika merasa sangat bahagia hanya karena sekotak macaron pemberian Devan. Jantung gadis itu sekarang bahkan berdegup kencang. Debaran yang tidak pernah dia rasakan sebelumnya, bahkan ketika dia sedang bersama dengan Arka.Apa dia tertarik dengan Devan?"Kita sudah sampai, Nona." Seika tergagap lantas mengedarkan pandang ke sekitar setelah mendengar ucapan sopir yang mengantarnya. Dia tidak sadar jika mobil yang ditumpanginya sudah berhenti tepat di halaman rumahnya karena memikirkan Devan.Seika pun segera turun lalu mengucapkan terima kasih pada sopir tersebut. "Terima kasih banyak ya, Pak.""Sama-sama, Nona."Seika baru masuk ke rumah setelah memastikan mobil tersebut tidak terlihat lagi oleh pandangannya. "Bang Sat!" teriaknya kencang membuat Satria yang sedang menonton TV di ruang tengah seketika menoleh ke arahnya."Baru
Devan mengerjapkan kedua matanya perlahan ketika cahaya matahari yang masuk melalui celah-celah tirai di dalam kamar jatuh mengenai wajah tampannya. Senyum tipis menghiasi bibirnya ketika melihat Seika yang masih tertidur lelap di dalam dekapannya.Waktu ternyata berjalan dengan begitu cepat. Tidak terasa sudah dua tahun lebih dia menjalani hidup rumah tangga bersama Seika. Devan pikir dia akan merasa jenuh, tapi perasaannya pada Seika ternyata tidak berubah, malah tumbuh semakin besar.Devan mendekap Seika semakin erat lalu mendaratkan sebuah kecupan manis di bibir gadis itu. Sebuah rutinitas yang selalu dia lakukan setiap pagi."Kamu udah bangun, Mas?" "Iya."Tumben banget Mas udah bangun. Memangnya sekarang jam berapa, sih?"Devan melirik jam yang menempel di dinding kamar sebelum menjawab pertanyaan Seika."Hampir jam tujuh."Kedua mata Seika sontak terbuka, dia ingin bangun karena harus menyiapkan sarapan untuk Devan dan Cherry, tapi kepalanya mendadak terasa pusing."Kamu baik-
Devan terpaksa menunda bulan madunya yang kedua bersama Seika karena Bara tidak memberinya waktu untuk beristirahat sedikit pun semenjak menggantikan Pramudya menjadi sekretaris sekaligus orang kepercayaannya. Sejak pagi dia harus memeriksa laporan, lalu meninjau proyek pembangunan hotel baru miliknya setelah itu bertemu dengan beberapa investor dari luar negri sampai sore. Rasanya benar-benar melelahkan.Devan melonggarkan dasi yang terasa seperti mencekik lehernya setelah itu menggulung lengan kemejanya sampai sebatas siku. Helaan napas panjang lolos dari bibirnya setelah melihat tumpukan berkas yang ada di atas meja. Entah kenapa berkas tersebut masih banyak padahal dia sudah memeriksanya sejak tadi."Aku sudah selesai merevisi perjanjian kerja sama dengan CT Corp. Jangan lupa baca berkas perjanjian itu dengan teliti sebelum tanda tangan." Bara meletakkan berkas yang dibawanya tepat di depan Devan."Apa kamu tidak lihat sekarang jam berapa?"Bara melihat benda mungil bertali yang m
"Jadi gimana? Mas udah dapat izin dari Bara buat ajak aku tinggal di rumah lagi?" Seika meletakkan sendoknya karena es krim-nya sudah habis.Mereka mampir ke sebuah toko es krim setelah menjemput Cherry di sekolah. Devan seperti seorang pengasuh yang sedang menjaga dua bayi sekarang, sejak tadi yang dia lakukan hanya diam memandangi Seika dan Cherry yang begitu lahap menyantap es krim mereka."Mau tambah lagi?"Seika refleks mengangguk mendengar pertanyaan Devan barusan karena satu gelas es krim tidak akan bisa membuatnya kenyang. Namun, sedetik kemudian dia menggelengkan kepala. "Ish ... jawab dulu pertanyaanku. Bara ngasih Mas izin nggak buat bawa aku?"Devan mengangguk lalu mencomot satu buah cookies milik Cherry yang ada di atas meja. Rasanya ternyata terlalu manis dan Devan kurang menyukainya, kecuali bibir Seika. Entah kenapa bibir gadis itu seperti candu yang membuatnya selalu ketagihan."Sungguh?" Seika menatap Devan dengan pandangan tidak percaya."Iya ...," jawab Devan sambi
Sinar matahari yang masuk melalui celah-celah tirai di dalam ruangan serba putih itu tidak berhasil mengusik sepasang sejoli yang sedang tidur di atas ranjang. Seika tidur begitu nyenyak dalam dekapan Devan. Dia bahkan menenggelamkan wajahnya di dada bidang Devan seolah-olah dada lelaki itu adalah tempat paling nyaman baginya.Devan semakin mempererat dekapannya ketika merasakan pergerakan kecil dari Seika. Senyum tipis menghiasi bibirnya ketika teringat dengan kejadian yang dialaminya semalam. Devan tidak pernah menyangka kalau Seika akhirnya mau memaafkan semua kesalahannya dan memberi kesempatan. Padahal kesalahan yang dia lakukan sangat fatal. Dia benar-benar beruntung.Devan bersumpah, dia akan berusaha untuk membahagiakan Seika dan tidak akan pernah menyakiti hati gadis itu. Itu janjinya."Terima kasih sudah memberi saya kesempatan, Seika. I love you ...." Devan mengecup puncak kepala Seika dengan begitu dalam seolah-olah mencurahkan seluruh perasaannya pada gadis itu.Apa yang
"Seika."Seika tergagap ketika Bara menyentuh lengannya pelan."Kita sudah sampai."Seika mengedarkan pandang ke sekitar. Dia tidak menyadari jika mobil yang membawanya berhenti di depan rumahnya karena terlalu memikirkan Devan.Bara melepas sabuk pengamannya, setelah itu turun dan membukakan pintu mobil untuk Seika. "Hati-hati," ucapnya sambil menaruh telapak tangannya di atas puncak kepala Seika untuk melindungi gadis itu.Seika mengangguk, dia turun dengan hati-hati dari mobil Bara. Namun, dia nyaris terjatuh karena kedua lututnya terasa gemetar, untung saja Bara dengan cepat menahan tubuhnya."Kamu baik-baik saja?" Raut cemas tergambar jelas di wajah tampan Bara. Kedua tangannya melingkar di pinggang Seika dengan erat."Kepalaku pusing."Tanpa banyak kata Bara menggendong Seika ala brydal style masuk ke dalam rumahnya. Seika menyandarkan kepalanya di dada bidang Bara, tubuhnya terasa sangat lemas karena kebanyakan menangis. Apa lagi tidak ada makanan apa pun yang masuk ke dalam pe
Bara menghela napas panjang, padahal tadi siang langit terlihat begitu cerah. Namun, sekarang malah turun hujan, bahkan sangat deras. Cuaca akhir-akhir ini memang sulit diprediksi, apa lagi di pergantian musim seperti sekarang. Saat siang cuaca terasa sangat panas, tapi bisa sangat dingin ketika malam.Bara melihat benda mungil bertali yang melingkari pergelangan tangan kirinya. Ternyata sekarang sudah jam delapan malam. Entah kenapa perasaan Bara sejak tadi tidak tenang. Dia terus kepikiran dengan Seika padahal gadis itu pasti sedang bersenang-senang bersama Cherry dan Devan.Jujur saja Bara sampai sekarang masih memiliki perasaan pada Seika. Namun, dia akan berusaha keras melupakan perasaannya karena bagaimana pun juga Seika sudah menjadi milik Devan."Anak ibu kenapa? Ibu perhatikan kamu melamun terus dari tadi."Bara sontak menoleh, menatap sang ibu yang sedang menyentuh lengannya dengan lembut. "Bara baik-baik saja, Bu," jawabnya sambil mengulas senyum pada wanita yang sudah melah
Suasana Univers Cafe pagi ini tidak begitu ramai, mungkin karena tempat makan itu baru saja dibuka. Biasanya Devan selalu datang tepat pukul sembilan. Namun, lelaki itu belum kelihatan batang hidungnya sampai sekarang.Apa mungkin Devan tidak datang?"Ini pesanan Anda, Nona. Selamat menikmati." Seika menaruh sepiring nasi goreng sea food di atas meja sambil melirik ke arah pintu. Raut kecewa tergambar jelas di wajah cantiknya karena lelaki yang dia tunggu sejak tadi tidak kunjung datang.Kenapa Devan tidak datang? Apa lelaki itu sudah lelah memperjuangkannya?"Maaf, saya tidak pesan nasi goreng sea food, Mbak."Seika tergagap, dia pun buru-buru mengambil nasi goreng tersebut dan meminta maaf. "Maaf, saya salah meja.""Tidak apa-apa, Mbak."Seika tersenyum sungkan pada pelanggan tersebut lalu mengantar nasi goreng sea food yang dibawanya ke meja nomor empat."Salah nganter pesanan lagi?" tanya salah satu temannya ketika dia kembali ke belakang."Enggak.""Bohong. Aku tadi lihat sendiri
Seika mengusap rambutnya yang sedikit basah dengan handuk kecil sambil melirik ponselnya yang tergeletak di atas meja. Tanpa sadar dia mendengkus kesal karena tidak ada notifikasi masuk di ponselnya padahal Devan biasanya selalu memberi kabar jika sudah tiba di rumah.Kenapa Devan tidak memberi kabar sampai sekarang? Apa lelaki itu belum tiba di rumah?"Ish! Aku kenapa, sih?" Seika refleks memukul kepalanya sendiri setelah menyadari apa yang baru saja dia pikirkan. Seharusnya dia tidak perlu merasa cemas karena dia masih marah dengan Devan. Namun, Seika tidak bisa membohongi perasaannya sendiri kalau dia khawatir dengan lelaki itu.Haruskah dia menghubungi Devan lebih dulu?Seika pun mengambil ponselnya yang berada di atas meja. Selama tiga puluh detik yang dia lakukan hanya diam sambil memandangi layar ponselnya. Rasanya Seika ingin sekali mengirim pesan pada Devan. Namun, dia terlalu gengsi untuk melakukannya. Lagi pula dia seharusnya tidak perlu mengkhawatirkan lelaki itu.Seika me
"Seika, aku pulang dulu, ya?""Iya," sahut Seika sambil menyeret satu kantong plastik sampah berukuran besar ke belakang untuk dibuang. Gadis itu menjadi orang terakhir yang berada di Univers Cafe karena mendapat tugas untuk menutup kafe hari ini."Butuh bantuan?"Seika mendongak agar bisa menatap wajah temannya yang berdiri tepat di hadapan sebelum membuang kantong sampah terakhir yang dia bawa ke tempat pembuangan sampah."Tidak perlu, aku bisa melakukannya sendiri," tolaknya halus."Jangan lupa periksa kembali bahan makanan yang ada di kulkas dan oven sebelum pulang.""Iya."Selesai membuang sampah, Seika bergegas memeriksa bahan makanan di kulkas untuk besok. Tidak lupa dia memeriksa oven apakah sudah dimatikan dengan benar agar tidak terjadi kebakaran. Setelah selesai dia segera bersiap untuk pulang dan mengunci pintu kafe.Seika duduk sendirian di depan kafe menunggu ojek online yang dia pesan datang karena Bara tidak bisa menjemputnya. Lelaki itu sedang menunggu sang ibu yang m