Share

Gadis Kriminal dan Tetangga Misterius
Gadis Kriminal dan Tetangga Misterius
Penulis: Poppiya

1. Kembalinya Diri Ini

Penulis: Poppiya
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Udah gue dapetin nomornya," kata seorang laki-laki seraya mengeluarkan ponsel dari sakunya.

"Harganya gimana? Berapa yang dia minta?"

"Dua ratus juta,"

Gadis bernama Chika itu terdiam dengan pipi yang menggembung, tangannya terlipat di depan dada ketika otaknya tengah bekerja. "Ibu itu cuma punya uang seratus delapan puluh lima juta," Chika menjeda ucapannya dan menatap Dimas. "Kalau begitu, gue bakal bilang seratus lima puluh juta," tambahnya.

"Gimana sama yang lima puluh jutanya lagi? Lo yang mau nambahin buat bantu ibu itu?" tanya Dimas yang tenggelam dalam kebingungan.

Kedua alis gadis itu tertekuk bersamaan usai mendengar pertanyaan Dimas. "Bantu? Kita penipu, Dim," jawab Chika disertai seringainya.

Dimas berkacak pinggang, tak tahu apa yang ingin dia katakan. Kedua bola matanya mengikuti pergerakan Chika yang berpindah tempat. Sungguh di luar kepalanya, jika Chika masih ingin melakukan kejahatan itu yang sempat mereka hentikan. Perlahan senyuman sungging Dimas tampak di wajahnya. Entahlah, dia rasa akan menyukai ide Chika ini.

"Terus, apa rencananya? Padahal, lo bisa nipu ibu itu tanpa nyari orang yang mau ngejual mobilnya,"

"Kalau lo mau tau, ikut gue ke tempat pelelangan mobil," tandasnya.

* * *

Di tempat yang cukup jauh, Chika dan Dimas duduk berdua seraya menunggu presensi yang menjadi sasarannya. Sampai detik ini, Chika juga masih belum memberi tahu Dimas tentang rencananya. Gadis itu bilang, dia ingin memberikan pertunjukkan yang menyenangkan untuk partnernya.

Chika menggigit kuku ibu jarinya disaat pandangannya masih terarah pada pintu masuk tempat pelelangan mobil ini. Sudah lama tidak melakukan hal semacam ini sedikit membuatnya gugup, namun juga menantikan kembalinya pekerjaan ini.

"Gimana kalau target lo itu seseorang yang pinter? Lo nggak takut ketahuan?" tanya Dimas.

"Kalau dia pinter, mana mungkin jadi target gue. Dia aja nggak tau cara pakai internet," balas gadis itu.

Keduanya kembali terdiam, dan hanya dalam hitungan detik wanita yang akan menjual mobilnya telah sampai ke tempat ini. Chika segera bangkit guna menghampiri wanita tersebut. Setidaknya, dalam penipuannya ini dia juga membantu pemilik mobil itu untuk menjual di tempat yang saat ini cukup ramai akan pengunjungnya. Sejemang merapikan penampilannya, lantas melangkahkan kedua tungkai untuk memulainya.

Dimas memperhatikan pergerakan Chika yang kini berjalan menjauh darinya. Gadis itu memiliki kepercayaan diri hampir seratus persen untuk berjumpa dengan sang pemilik mobil. Dia melewati banyak orang yang berdatangan, bersikap begitu anggun layaknya wanita karir.

"Selamat siang, ibu. Saya Widi yang beberapa hari lalu menghubungi ibu," kata Chika yang memulai percakapan seraya mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan—bahkan, menggunakan nama samaran.

"Siang, Mbak Widi,"

Di sini, Chika akan bergerak seperti pembeli sungguhan, ia mendekati mobil tersebut guna memeriksa seluruh interior mobil dengan begitu lekat usai melakukan konversasi singkat. Dari dalam mobil, sekilas gadis itu melirik ke arah sang pemilik dengan senyuman miring, sebentar lagi Chika akan membuat pemilik mobil ini bertemu dengan wanita yang sedang mencari mobilnya.

Lantas setelah cukup lama memeriksa, akhirnya gadis itu keluar dan kembali bertemu dengan pemilik mobil. Ia mencoba untuk menawarkan harga yang lebih rendah dari permintaannya, sayangnya hal itu tak bisa terjadi.

"Beri saya waktu untuk menghubungi kakak saya terlebih dahulu. Saya perlu diskusi dengan dia," pinta Chika yang menjauh dari sana.

Langkah gadis itu kembali membawanya pada tempat di mana ia dan Dimas bersembunyi. Chika menyadari tatapan Dimas untuknya, hanya senyuman kecil yang bisa dia berikan. Waktunya tepat, selang beberapa menit gadis itu akhirnya mendapat telepon dari target utamanya. Dengan segera Chika menjawab panggilan tersebut.

"Halo, Mbak Putri, saya sudah berada di lokasi," kata targetnya.

"Halo, Ibu Agustina, saya sangat minta maaf karena mendadak saya ada keperluan. Tapi, saya sudah meminta sepupu saya yang menggantikannya. Akan saya kirim nomor polisi mobilnya," katanya yang menggunakan nama samaran lain.

Tepat setelah panggilan terputus, Dimas menoleh ke arah Chika dengan air muka yang terkejut. Dia pikir, dia tahu apa yang direncanakan Chika saat ini. Pun keduanya hanya memantau dari tempat ini, melihat target dan pemilik mobil itu bertemu.

Wanita bernama Agustina itu telah berhenti pada mobil yang ditawarkan padanya beberapa hari lalu. "Boleh saya lihat interiornya?" tanyanya dengan lugu sebelum berhasil mendapatkan izin.

Melihat keseluruhan mobil ini sudah sangat cukup membuatnya takjub, wajah polos dan senangnya juga telah muncul, menjadikan wanita tersebut ingin segera menyelesaikannya. Pun ia keluar dari mobil, mengambil ponselnya untuk menghubungi Chika kembali untuk melakukan pembayaran.

"Mbak Putri, saya sudah cukup puas dengan mobilnya. Bisa kita selesaikan transaksi? Akan saya transfer saat ini juga," kata wanita itu.

Di tempat persembunyiannya, Chika tersenyum lebar. "Tentu saja, Ibu, saya merasa sangat terhormat karena ibu telah mempercayai saya," balas Chika.

Panggilan itu terputus, Chika melihat targetnya yang telah berjalan menuju mesin ATM. Dia juga melihat saldonya dari ponsel. Kurang dari tiga menit, akhirnya seluruh uang telah masuk dalam rekeningnya. Gadis itu segera menghubungi Dimas untuk mengambil semua uang yang telah ditransfer. Dengan segera juga Chika menghancurkan kartu perdana yang ia gunakan untuk menipu.

Seraya menunggu Dimas, sebuah pemandangan mengejutkannya. Dia menggelengkan kepalanya, lantaran penipuannya ini juga membantu pemilik mobil yang asli itu menjual mobilnya. "Wah, gue nggak nyangka kalau hal ini bakal terjadi," katanya.

"Apa yang lo lihat?" tanya Dimas.

Chika menunjuk sebentar, lantas ia memutar tubuhnya dan melihat tas yang tampak penuh dengan uang. "Ayo pergi. Urusan kita udah selesai," ajak gadis itu.

Dia berjalan ke arah pintu keluar, namun mendadak langkahnya terhenti saat pandangannya terarah pada seseorang. Chika mengenalinya, seorang laki-laki bernama Dirga yang merupakan tetangga barunya. Bahkan, tetangganya itu juga sama mengenalnya. Pilihan terbaik saat ini adalah mengabaikannya, lantaran tak ingin Dirga mengetahui apa yang dia lakukan di sini.

Sembari berjalan, gadis itu terus menggunakan internet guna mencari banyak informasi yang dia butuhkan. Tentunya, semua informasi itu yang akan dia pakai hari ini. Semuanya adalah bagian dari rencana.

"Ayo, kita pergi ke sini,"

Gadis itu baru saja memasuki mobil Dimas dan langsung menunjukkan apa yang tertera pada layar ponselnya. Dan Dimas sendiri menunjukkan kebingungannya dengan ajakan Chika yang mendadak ini.

"Ke toko guci? Mau apa?" tanyanya.

"Ke sana aja dulu," jawab Chika tanpa mengalihkan pandangannya dari ponsel.

Tak bisa membantah, Dimas segera melakukan mobilnya menuju tempat yang diminta gadis itu. Walau tak mengetahui tujuannya, Dimas selalu menuruti apapun dan kemanapun perkataan Chika. Pasalnya, selama mengenal dia, Dimas tak merasa sedikitpun dirugikan oleh gadis itu. Entah jam berapapun Chika menghubunginya, Dimas selalu menjawab panggilan gadis itu.

Cukup lama mereka dalam perjalanan, akhirnya mobil tersebut tiba di tempat tujuan. Chika memimpin mencari lokasi yang dia temui dari internet. Dia memasuki sebuah toko dan mendapati banyak guci di kanan dan kirinya. Namun, dirinya tetap menemui pemilik toko tersebut sebelum mendapati satu guci pilihannya.

"Apa saya bisa pesan guci yang seperti ini?" tanya Chika seraya menunjukkan foto dari ponselnya.

Wanita yang sedang berhadapan dengannya itu menatap Chika dengan raut wajah penuh kegetiran. Dia sampai menggigit bibir bawahnya usai melihat bentuk guci yang diinginkan oleh gadis itu. "Tapi.."

"Saya bayar berapapun harganya,"

Dengan banyak pertimbangan dan perbincangan antara mereka, pemilik toko tersebut menyetujuinya. Dia berani menerima permintaan Chika, lantaran mendapatkan tawaran bayaran yang diluar ekspektasi.

"Kabari saya kalau barangnya sudah ada," pungkas gadis itu sebelum berjalan keluar.

Membuntuti Chika dari belakang, Dimas masih belum menangkap tujuan Chika datang ke toko guci tersebut. Bahkan, sampai keduanya kembali ke dalam mobil, Chika masih bungkam, tak terlihat adanya niatan untuk menjelaskan.

Diliriknya Chika yang menatap keluar jendela tanpa suara apapun. Dimas menarik nafasnya panjang, sebelum melontarkan pertanyaan. "Lo udah makan?"

"Pertanyaan bagus," katanya usai menjentikkan jari.

Dimas tak bisa menyembunyikan senyumannya, dia puas dengan jawaban gadis itu—sesuai dengan yang dia harapkan.

Lantas Dimas melajukan mobil meninggalkan lokasi. Melihat waktu yang semakin sore, laki-laki itu mengajak Chika untuk memilih tempat untuk mereka mengisi perut.

"Mau pilih tempat makan di mana?" tanya Dimas.

"Mana aja juga nggak masalah,"

Hingga akhirnya Dimas membawa ke sebuah kafe saat dalam perjalanan pulang. Di tempat ini, rasa penasarannya kembali muncul dengan tujuan Chika mendatangi tempat itu. Dan satu tarikan nafas panjang, membuat Dimas menoleh ke Chika.

"Ayu Santika, empat puluh lima tahun, bekerja sebagai direktur utama perusahaan panganan," jeda Chika saat menjelaskan data diri targetnya. "Dia kolektor guci antik. Bukan cuma sebagai barang koleksi, tapi juga investasi. Jadi, gue manfaatin guci itu sebagai objeknya," jelas Chika—seakan mengetahui jika temannya itu penasaran.

Dimas sampai tak bisa berkata-kata, sedikit mengerti apa yang dijelaskan Chika. Laki-laki itu memandang gadis di depannya, begitu kagum dengan ide yang keluar dari kepala kecilnya.

Sampai petang hari tiba, Chika baru saja diturunkan di jarak beberapa meter dari rumahnya. Dia melangkah memasuki pelataran rumah, namun ekor matanya menangkap presensi lain yang secara mendadak bangun dari duduknya.

"Gue penasaran," kata Dirga tiba-tiba.

Chika tak menimpalinya, dia hanya mengerutkan dahi saat mendengar kalimat Dirga itu.

"Ayu Santika yang kerja di perusahaan panganan. Sekaya apa dia? Sampai anak kecil jadiin dia sebagai targetnya," kata Dirga lagi.

Baiklah, Chika menyadari dirinya tertangkap basah, walau entah bagaimana Dirga mengetahuinya. Maniknya juga bergerak ke lain arah guna memastikan keadaan sekitar.

"Apa mau lo?" tanya Chika.

Dirga melipat kedua tangannya di depan dada, wajah tersenyumnya terlihat jelas."Kasih gue penawaran terbaik," katanya. Dia terdiam sejenak, memperhatikan Chika yang menekuk kedua alisnya. "Kayak lo ngasih penawaran terbaik ke korban lo," imbuhnya.

"Nggak ada yang bener-bener gue lakuin ke mereka,"

"Ya kalau gitu, lo harus lakuin buat gue," timpal Dirga.

Gadis tersebut mendengus sebelum terkekeh, seakan-akan Dirga adalah sosok yang harus dia puja. Dirinya tak akan pernah mau memberikan penawaran terbaik pada tetangganya itu. Dia melambaikan tangan sebagai tanda penolakan, enggan untuk melakukan hal itu hanya untuk menutup mulut.

"Satu permintaan. Apa aja," katanya dengan cepat.

"Satu? Rahasia lo bukan rahasia kecil," Dirga tak terima hanya diberikan satu permintaan. "Lima permintaan, gimana?"

Bab terkait

  • Gadis Kriminal dan Tetangga Misterius   2. Retak

    "Lima permintaan, gimana?"Chika terdiam seraya memandang salah satu tangan Dirga yang terulur. Lantas pandangannya terangkat, menatap tepat ke arah obsidian Dirga dengan tatapan menyalang."Lo cuma mau manfaatin gue. Cuma karena gue mau lo tutup mulut, lo ngelunjak!!" balas Chika dengan kekesalannya.Dirga mengerjapkan maniknya lantaran terkejut dengan ucapan Chika yang terdengar serius. Dia sempat tak mampu berbicara, kehabisan seluruh kalimatnya. Mencoba untuk berpikir ulang, laki-laki itu akhirnya merubah permintaannya itu."Kalau gitu tiga permintaan," jedanya, dia mengambil satu langkah mendekat sebelum kembali bersuara. "Tiga itu udah sedikit banget, apalagi buat rahasia besar lo," kata Dirga dengan suara yang lirih.Mendengar perubahan itu kembali membuat Chika terdiam sembari berpikir. Dengan tatapan tajamnya yang tak terputus dari Dirga, akhirnya menyetujui permintaan itu. Dia juga akui, jika memang rahasianya itu sangatlah besar, dan memang saat ini ketenangannya telah teru

  • Gadis Kriminal dan Tetangga Misterius   3. Curahan Ringan

    Chika masih diam di tempatnya, merasakan sedikitnya buliran air yang mengenai mata. Maniknya bergerak pada tangan Dirga lainnya yang terulur untuknya. Lantas salah satu tangan gadis itu bergerak menerima uluran tangan Dirga. Namun, saat dia telah merasakan kekuatan laki-laki itu, Chika justru menariknya. Bukan hanya payung, tetapi Dirga juga jatuh tepat di sebelah gadis itu."Akh!" rintih Dirga.Sikunya adalah yang pertama mengenai tanah, pun payung tersebut juga jatuh dalam keadaan terbalik. Dan secara tiba-tiba, Chika memukul salah satu lengan Dirga."Ngapain ke sini? Mau ngeledek gue?!" tanya Chika dengan nada suara kesalnya."Ck," Dirga berdecak ringan, seolah tak setuju dengan perkataan tersebut. "Seburuk itu pikiran lo," dia menjeda kalimatnya, mengusap wajahnya yang penuh dengan air. "Gue ke sini mau nolongin lo," pungkasnya.Hanya hening yang ada diantara keduanya, hanya suara derasnya hujan yang merangsak indera pendengarannya. Chika menarik nafasnya panjang saat terlarut sua

  • Gadis Kriminal dan Tetangga Misterius   4. Target Guci

    Seorang wanita baru saja keluar dari mobilnya, memberikan kunci mobil pada petugas valet sebelum memasuki pintu utama hotel. Kedua tungkai bersepatu tinggi berwarna merah marun itu melangkah pada sebuah private room yang menjadi tempat untuknya bertemu dengan seseorang."Selamat malam,"Guna menyambut kedatangan tamunya, seorang wanita muda yang menyamar menjadi pemilik barang antik itu berdiri memberikan sapaan lebih dulu sebelum memulai obrolan mereka. Sedikit berbasa-basi memang diperlukan untuk saat ini, menghilangkan sedikit rasa canggung yang barangkali hadir."Bagaimana kalau kita langsung ke intinya saja?" tanya wanita yang akan menjadi pembeli itu.Sebuah kardus berbentuk balok itu dia angkat dari bawah meja, menunjukkan secara langsung barang yang menjadi inti dari pertemuan ini. Dengan pelan sebuah guci berwarna putih keluar dari kardus tersebut, tak lupa masing-masing tangan dari pemilik dan pembeli itu mengenakan sarung tangan, menghindari sidik jari yang akan menempel.T

  • Gadis Kriminal dan Tetangga Misterius   5. Kunjungan

    Terdengar suara ujung pena yang bergesekan dengan permukaan kertas, membuat goresan tak beraturan. Semua itu karena seorang gadis yang tak mampu meletakkan fokusnya saat ini. Pandangannya kabur dan pikirannya berada di tempat lain. Helaan nafasnya terbuang cukup panjang, dia kembali menegakkan tubuh setelahnya."Ya ampun! Ngapain sih, gue?!" kejutnya saat melihat buku catatannya yang dia coret-coret.Dia hanya menatap meja belajarnya beberapa detik sebelum sebuah ide melintas di kepalanya. Dengan segera gadis itu mengganti pakaiannya dan pergi membawa tas selempangnya. "Ma, keluar dulu. Mau beli perlengkapan sekolah," ucapnya tanpa menemui ibunya.Menggunakan transportasi umum, gadis itu menutup kedua telinganya dengan musik sebagai hiburannya selama dalam perjalanan. Melihat keluar jendela, membuat Chika merasa sedikit tenang. Pasalnya, ini pertama kalinya dia lakukan sendirian saat akan pergi menjenguk ayahnya. Iya, dia akan datang ke lapas.Memang sengaja menggunakan alasan lain, l

  • Gadis Kriminal dan Tetangga Misterius   6. Hening

    Pagi yang cerah menjadi awal dari pagi seluruh siswa dan siswi yang akan memulai hari mereka di sekolah. Namun, tak seberapa penting cerahnya hari ini, Dirga keluar dari rumahnya dengan tatapan agak sayu saat melihat Chika yang telah pergi meninggalkan rumah."Lagi," ucap Dirga.Tak lama, laki-laki itu juga keluar dari rumahnya. Entah kenapa, setelah hari itu Chika selalu menjauh darinya. Bahkan, saat pergi tadi, gadis itu tak melihat ke arahnya sedikitpun.Dua puluh menit berlalu, Dirga telah tiba di sekolahnya. Dia berjalan usai memarkirkan motor, dengan melihat tiap papan kelas, laki-laki itu mencari kelasnya. Hanya saja, kedua tungkainya terhenti saat dia bertemu dengan Chika di depan kelas. Dan tetap, Chika memalingkan wajahnya dengan melangkah masuk.Bukan hanya Dirga, tetapi Chika juga terkejut dengan keberadaan Dirga di sekolahnya. "Kok dia di sini?" tanyanya dalam hati.Dia bahkan tak berani menatap keluar kelas, menunggu beberapa menit sebelum akhirnya dia berbicara dengan t

  • Gadis Kriminal dan Tetangga Misterius   7. Seperti Dulu Lagi

    Dengan langkah yang begitu tegas, Dimas berjalan menghampiri seseorang di seberang jalan. Tanpa ragu dia melayangkan sebuah pukulan pada presensi tersebut. Dia juga menarik kuat kerah pakaiannya, serta dengan tatapan yang menyalang."Apa lagi mau lo!? Belom cukup manfaatin Chika?!"Dirga yang tengah berada di depan minimarket itu cukup terkejut dengan pukulan yang ia dapatkan barusan. Laki-laki itu sama sekali tak bereaksi saat melihat siapa yang memukulnya. Iya, tentu saja Dirga mengenalnya. Bahkan, dirinya masih membiarkan Dimas menarik kerah bajunya."Perasaan suka gue, bukan gue yang minta. Itu dateng dengan sendirinya," jawab Dirga.Cengkeraman kerahnya semakin kuat, menandakan emosi Dimas yang semakin meluap. Keduanya juga saking melempar tatapan tajam, terlihat seperti akan memangsa satu sama lain. Hingga akhirnya Dimas melepas cengkeraman tangannya, menghempaskan tubuh Dirga."Apa yang gua lakuin ke dia, tujuan gue cuma bantu dia," Dirga menjeda kalimatnya, rahangnya menegas s

  • Gadis Kriminal dan Tetangga Misterius   8. Kesepakatan Bersama

    Chika mengerjap beberapa kali selepas mendengar pertanyaan itu. Guratan tipis di wajah Dimas seakan menjelaskan keseriusannya."Jelas gue mikirin perasaan lo. Gue juga yakin, kalau lo bisa ngehindar dari hukuman," kata gadis itu.Beberapa detik tak ada jawaban, Dimas menganggukkan kepalanya. "Iya, gue emang bisa menghindar," jawab Dimas sekenanya.Bisa dikatakan, jawaban Dimas barusan adalah jawaban sebagai pihak yang mengalah. Enggan untuk memulai perdebatan yang terasa sia-sia—untuk saat ini. Pun dengan senyuman singkatnya, Dimas menerima situasi yang dia dapatkan.* * *Kehidupan Chika saat ini terasa jauh lebih baik. Pasalnya, usai dia mengatakan apa yang mengganjal dalam hatinya, gadis itu kembali bersikap seperti sebelumnya. Bahkan, sekalipun berada di rumah, Chika tetaplah gadis yang ceria. Apalagi saat berada di sekolah, bertemu dengan Dirga bukanlah masalah lagi."Hai,"Itu adalah sapaannya pada kakak kelas sekaligus tetangganya untuk pertama kalinya disertai salah satu telapa

  • Gadis Kriminal dan Tetangga Misterius   9. Penghiburan

    Sebuah buku catatan yang tertumpuk banyaknya buku pelajaran baru saja ditarik Chika. Peletakkannya di sana memang dia sengaja untuk menghindari sang ibu menyentuhnya. Kini ia berjalan ke meja belajarnya, membuka buku tersebut pada halaman yang telah dia beri batas. Nafasnya terbuang cukup panjang melihat profil seseorang."Kurang ajar apa nggak, ya? Dia yang paling tua," bimbangnya.Chika menggaruk kepalanya yang tak gatal dengan tatapan ragu. Dia banyak mendesis ketika berusaha menggunakan otaknya. Pun dengan decakan kecil, Chika mengambil selembar kertas kosong untuk membuat skema awal.Tak peduli jika dia telah masuk tahun pelajaran, prioritas Chika terhadap balas dendamnya ini tetap berjalan. Lagipula, siapa yang bisa melihat orang tua yang tidak bersalah tapi dijebak dan dijerumuskan ke dalam penjara? Jika memang hukum lemah terhadap orang-orang kuat, maka Chika sendiri yang akan membuat orang-orang tersebut lemah.Keningnya mulai basah, lantaran dia menumpahkan seluruh fokusnya

Bab terbaru

  • Gadis Kriminal dan Tetangga Misterius   77. Kesalahan

    Dari pupilnya, Chika menangkap manik Dirga yang bergetar ragu dengan apa yang dia katakan barusan. "Nggak bisa, kan? Biar gue yang ngelakuin," timpal Chika.Tanpa berniat menimpalinya lagi, Chika menyalakan mesin motor hendak meninggalkan mantan kekasihnya itu. Bahkan, Dirga sama sekali tak bergerak hanya untuk memberikan reaksi atas permintaannya. Hanya saja, sebelum Chika benar-benar pergi, tangan Dirga menyentuh motornya guna menghentikan pergerakan gadis itu."Gimana kalau gue bisa? Apa lo mau maafin gue? Balik lagi ke gue?" tanya Dirga."Iya, gue bakal balik ke lo," tandas Chika yang segera menyingkirkan tangan Dirga.Gadis itu meninggalkan Dirga sejauh mungkin, tatapannya melemah sampai cukup merasakan kehangatan dari genangan air matanya. Dia sadar sikapnya terhadap Dirga saat ini bukanlah dari dalam hatinya. Namun, mengingat bagaimana sang ayah harus berada di dalam jeruji besi karena ayah Dirga, gadis itu membunuh belas kasihnya pada sang mantan kekasih. Kehilangan Dirga lebi

  • Gadis Kriminal dan Tetangga Misterius   76. Kebencian

    Mungkin bisa dikatakan ini adalah kali pertama bagi ayah Dirga terganggu akan perkataan putranya sendiri. Pribadi itu tak mengetahui jika Dirga telah mengetahui Abraham sejauh itu. Malamnya sampai terganggu lantaran tak dapat melepaskan pemikiran itu dari kepalanya. Lantas menatap sosok wanita yang terlelap di sebelahnya, laki-laki tersebut bangkit dari ranjangnya berniat keluar dari ruangan tersebut. Hanya saja, suara gesekan itu justru membangunkan sang istri.Terdengar helaan nafas ringan ketika setengah selimut telah tersingkir dari sebagian tubuh. Pribadi itu kembali membawa kedua tungkainya turun dari ranjang, berjalan keluar, namun suara istrinya menghentikan langkah di ambang pintu."Kenapa aku baru tau dari Dirga?""Tentang apa?""Ayah Chika,"Tak ada balasan apapun, ayah Dirga justru abai dan membawa langkahnya tetap keluar kamar. Sedangkan sang istri hanya terdiam di balik selimut sembari menatap punggung suaminya yang menghilang dari pintu. Tatapan nanar terpancar dari man

  • Gadis Kriminal dan Tetangga Misterius   75. Perlahan Terungkap

    Apa yang Dirga lakukan ketika ditinggal sendirian? Dia hanya memejamkan kedua matanya dengan tangan yang berada di atas lutut. Entah berapa banyak decakan yang keluar dari mulutnya, lantaran Dirga tak bisa melampiaskan kemarahannya saat ini. Setibanya di rumah, dengan suasana hati yang berantakan, laki-laki itu melempar helmnya cukup kasar tatkala memasuki kamarnya.Dirinya duduk di lantai dengan perasaan kalut, tak memiliki minat terhadap kegiatan apapun. Menyadari betapa hancurnya dia hari ini, tak ada satupun hal yang bisa dia pikirkan selain perkataan Chika. Terlalu menyakitkan untuk hati dan pikirannya, sampai Dirga mengabaikan panggilan sang ibu hingga wanita itu mendatangi kamarnya."Dirga," panggil sang ibu.Langkah sang ibu semakin mendekat, sedikit khawatir lantaran Dirga yang tak mengubah posisi sama sekali. Terlebih ketika Dirga menggerakkan bola matanya menatap sang ibu, wanita tersebut sampai tak bisa melihat adanya kehidupan dalam manik putranya sendiri. Pun kedua tanga

  • Gadis Kriminal dan Tetangga Misterius   74. Tempat Biasa

    Berapa banyak decakan hari ini, Dirga berkendara seorang diri menelusuri jalanan. Dia menoleh ke segala arah, mencari lokasi kekasihnya yang mendadak menghilang. Jangan katakan Dirga tak berniat untuk menghubungi, itu sudah terbesit di kepala, namun sangat yakin jika gadis itu tak akan menjawabnya.Sungguh, kepalanya terasa pening tatkala harus menemukan keberadaan sang gadis yang entah kemana. Pribadi itu telah menyusuri jalan yang pasti dilewati oleh Chika, hanya saja dia masih tak dapat menemukannya. Dia sejenak berhenti di pinggir jalan, seraya berpikir tempat-tempat yang harus dia kunjungi untuk menemukan kekasihnya itu."Ey, mana mungkin dia ke sana," ucapnya setelah sebuah tempat terlintas di kepalanya.Dirga menggigit bibir bawahnya, kedua tangannya berada di pinggang seraya berpikir, memutuskan tempat yang ada di kepalanya saat ini. Dengan helaan nafas terakhir, Dirga segera membawa dirinya menuju lokasi tersebut. Tentunya dengan kecepatan penuh, dia tak ingin jika gadis itu

  • Gadis Kriminal dan Tetangga Misterius   73. Lebih Jauh

    Ini adalah kesalahannya, dimana Dirga terlalu menutupi fakta yang membuatnya ada di situasi saat ini. Sedikitpun, Dirga tak berani mengarahkan pandangannya pada Chika yang masih menunggu dengan kedua tangan dilipat. Dia menghela nafas sampai menghela nafas panjang sebelum terpejam beberapa saat."Foto orang-orang yang ada di dalam memori itu.." Dirga tertunduk, sulit untuk melanjutkan kalimatnya sendiri. "Salah satu dari mereka adalah bokap gue," imbuhnya.Laki-laki itu mengeluarkan sebuah kartu memori dari dompetnya untuk diberikan pada Dimas. Tentu saja, secara tidak langsung Dirga menyuruh laki-laki itu untuk membuka kembali, menunjukkan salah satu diantara banyaknya pelaku kejahatan itu. Pun dengan wajah yang sama terkejutnya, Dimas kembali menunjukkan foto yang mereka temukan.Dirga sama sekali tak menatap layar laptop Dimas, dia memilih untuk menunduk seraya menyesali perbuatan ayahnya. Ya, walau bukan Dirga pelakunya, namun dia malu atas perlakuan sang ayah terhadap ayah Chika.

  • Gadis Kriminal dan Tetangga Misterius   72. Lupa Waktu

    Membeli pakaian sudah, dan kini Dirga mengajak kekasihnya untuk menjelajahi toko-toko lainnya di sana. Dirga merangkul pundak Chika yang hanya sebatas bawah dadanya. Keduanya sama-sama memasang senyuman, seakan tak memikirkan sisa waktu yang keduanya miliki. Bahkan, Chika terus menggenggam tangan Dirga yang berada di pundaknya.Walau keduanya tak membeli banyak barang, pasangan tersebut seperti merasakan kebahagiaan yang tak akan ada habisnya. Keduanya juga saling melempar tawa saat melihat atau mendengar sesuatu yang menggelitik. Sungguh, Dirga benar-benar menggunakan waktu saat ini untuk kenangannya bersama Chika—karena dia tak tahu, apa yang akan terjadi besok, atau beberapa hari kedepan."Ayo, kita cari photo booth. Kita buat kenangan juga di sana," ajak Chika.Tentu saja, Dirga hanya menurut kemana kekasihnya itu menarik pergelangan tangannya. Pribadi itu hanya mengikuti setiap perkataan Chika, bahkan sampai gaya untuk berfoto Dirga telah diatur oleh gadis itu. Akan Dirga akui, j

  • Gadis Kriminal dan Tetangga Misterius   71. Senang-senang

    Sesuai dengan ajakan beberapa hari lalu, Dirga menjemput kekasihnya yang baru saja keluar dari sekolahnya. Ya, memang pada akhirnya mereka menjadi pusat perhatian banyak orang—terlebih pada gadis-gadis yang menjadi penggemar Dirga. Namun, memang tak banyak yang bisa mereka lakukan selain ternganga mendapati pemandangan tersebut.Bersama dengan kuda besi itu, keduanya pergi menuju sebuah pusat perbelanjaan dengan tujuan membali barang-barang yang Dirga butuhkan. Masih ada beberapa minggu, laki-laki itu sengaja menyicil semua persiapannya ditemani dengan sang kekasih yang kini meletakkan dagunya pada salah satu bahu. Tentu saja, hal ini sekalian dijadikan kenangan kecil untuk Dirga pergi nantinya."Sebentar lagi gue ditinggal," kata Chika.Dirga yang baru saja menarik sebuah pintu itu tersenyum tanpa menimpali kalimat gadis tersebut. Dia terus merangkul pundak kekasihnya, menuju sebuah tempat yang menjual banyaknya pakaian tebal. Memasuki tempat tersebut, Dirga sama sekali tak memiliki

  • Gadis Kriminal dan Tetangga Misterius   70. Sesuatu Aneh

    Motor yang baru saja terparkir di depan rumah itu menandakan kepulangan Chika dari sekolahnya. Gadis itu melihat perawakan kekasihnya yang baru saja memasuki rumah. Dia rasa, Dirga selesai memandikan kuda besinya, terlihat jelas dari halaman rumah yang tampak berair dan sabun. Chika hanya tersenyum tipis sebagai reaksi tipisnya.Dia membawa masuk dirinya ke dalam rumah, masih dengan tas yang menggantung di punggungnya. Seperti biasa kamar adalah tujuan utamanya untuk merebahkan punggung. Lantas mengambil ponselnya dari saku rok, membaca pesan yang baru saja dibalah oleh temannya. Iya, pesan berisikan jawaban atas pertanyaannya tadi pagi."Nanyanya tadi pagi, balesnya sore. Dasar Dimas," kata Chika.Kedua maniknya membaca rentetan tulisan yang dikirim oleh Dimas. Hanya sedikit penjelasan yang dikatakan oleh temannya itu. Mungkin memang tak ada sesuatu yang aneh terjadi pada kekasihnya. Namun, saat Chika melihat pesannya pada Dirga tadi pagi, kekasihnya masih belum membalas. Entahlah, C

  • Gadis Kriminal dan Tetangga Misterius   69. Bimbang

    Pagi-pagi Dirga telah berada di pelataran rumahnya, pribadi itu baru saja tiba setelah bermalam di rumah Dimas. Namun, dia tak benar-benar bermalam ketika foto tersebut malah mengacaukan malamnya. Dia melihat mobil sang ayah terparkir di depan rumah, menandakan jika ayahnya telah pulang dari pekerjaan luar kotanya.Dirga hanya berdiri di sebelah motornya, salah satu tangan memegang tangki bensin bersamaan dia menghela nafas berat. Pun Dirga melangkah masuk ke dalam rumahnya dengan membuka perlahan supaya tak mengganggu kedua orang tuanya. Namun, itu tak sesuai dengan ekspektasi, dimana dia telah mendapati sang ayah duduk di ruang tamu."Percuma," ucapnya lirih.Pribadi itu berdiri dengan kepala yang tertunduk, sengaja menghindari tatapan sang ayah yang tampak tersorot tajam padanya. Mungkin Dirga juga sudah tahu apa yang akan menjadi penyebab ayahnya marah. Dirga tak akan terkejut setelah ini."Mau jadi apa?! Pulang jam segini?!" kata sang ayah.Dirga masih bungkam, dia enggan menyulu

DMCA.com Protection Status