"Aku ingin belajar menembak." Damian menoleh mendengar ucapan Bella. Mereka sedang berada di perpustakaan dan tatapan Bella tertuju pada buku tentang 'Kehidupan Para Mafia di Sisilla'. Damian mendekat, melihat rasa penasaran yang terpancar di mata gadis itu. Setelah seharian murung, wajahnya tampak lebih cerah malam ini. "Setelah melihat beberapa buku, sepertinya sulit," ucap Bella, menatap Damian yang otomatis tersenyum kecil. Bella berusaha untuk bersikap normal sepanjang hari ini, seolah kejadian kemarin tidak pernah terjadi. Jadi, Damian tidak akan menghancurkan usaha gadis itu. Ia tahu bahwa masa lalu Bella di rumah Hugo tidak jauh dari siksaan, tetapi tetap saja apa yang dilakukan oleh Velvet telah mengukir luka baru di hati gadis itu. Damian tidak bisa memutar waktu untuk menyelamatkan Bella lebih awal, ia hanya bisa membuat kenangan baru untuk membahagiakan gadis itu. "Tidak juga. Ada orang yang hanya belajar tiga hari dan sudah mahir menembak. Tergantung usaha," ucap Da
Pagi-pagi sekali, sebelum matahari terbit, Bella telah bersiap. Sebenarnya, ia merasa gugup. Tetapi karena Damian akan bersamanya, ia mencoba untuk berpikir positif. Lagi pula, tidak mungkin juga selamanya ia akan tinggal di dalam ruangan. Mungkin suatu saat nanti, ia harus keluar sendiri untuk melengkapi kebutuhannya, jadi ia perlu membiasakan diri. Menarik napas panjang, Bella menatap refleksi wajahnya di cermin. Ia membubuhkan sedikit bedak untuk menutupi wajahnya yang pucat. Rambut panjangnya terurai di sisi wajahnya, menutupi sedikit bagian dari dahinya yang terluka. Iris hazelnya beralih menatap keluar jendela. Langit mendung dan angin kencang tidak henti-hentinya berembus. Damian memberitahu Bella untuk memakai dua lapis jaket karena udara dingin yang cukup ekstrim. Jika perhitungan Bella benar, maka besok, salju pertama akan turun. Bella sangat suka melihat salju turun. Meskipun dingin, tetapi di saat-saat seperti itulah ia memiliki banyak waktu bersama ibunya. Tuan Hugo d
Damian tidak berhasil mengejar mobil van hitam tersebut. Mobil itu melaju dengan kecepatan tinggi dan menghilang di belokan setelah terowongan panjang yang mereka lewati. Damian sudah berputar-putar mengelilingi kota, tetapi ia tidak bisa menemukan mobil itu lagi. Padahal, sudah berminggu-minggu Damian mencari keberadaan ibu Bella, tetapi ketika kesempatan ada di depan mata, ia justru kehilangan jejak. Mobil van itu terlihat seperti mobil biasa tanpa ada hal yang mencolok mengenai suatu organisasi gelap, kecuali tulisan kecil yang ada di bawah plat mobil. 'Cammino con i miei piedi' Bahasa Italia yang berarti: 'Aku berjalan dengan kakiku sendiri'. Jika Damian tidak salah menafsirkan, maka kalimat itu berarti: 'Aku sukses karena kerja kerasku sendiri'. Sebaris kalimat itu terasa asing juga familier di saat bersamaan. Damian merasa pernah mendengar ungkapan itu, tetapi ia tidak ingat di mana. Rasanya sudah lama sekali. Laci ingatan tentang kejadian itu terasa seperti kabut, ia tida
Pohon-pohon pinus yang baru tumbuh di belakang istal terlihat seperti kumpulan jarum yang ditancapkan ke tanah. Sinar bulan yang redup membuat bagian pucuk pohon tampak berkilau. Damian menatap pemandangan untuk sejenak, sementara jemarinya terus mengetuk-ngetuk pembatas balkon yang dingin. Damian tidak bisa berhenti memikirkan percakapan siang tadi. Jelas bahwa ayahnya pernah memiliki masalah dengan organisasi Italisa tersebut. Biasanya, dia akan membantu apa pun yang Damian inginkan. Tetapi siang tadi, ayahnya bahkan menyela sebelum ia sempat menjelaskan masalahnya. Damian sudah memberitahu Dhruv untuk mencari tahu informasi mengenai kelompok liar yang ada di sini. Ayahnya mengatakan bahwa organisasi itu telah bubar dan tersisa markas utama di Italisa saja. Jadi, ada dua kemungkinan mengenai ibu Bella. Helena akan dibawa ke Italisa atau dia diperjual-belikan oleh kelompok liar yang tersisa di sini. Pertama-tama, Damian perlu mengetahui apa masalah ayahnya sebelum mengambil tindak
Mereka mabuk. Itulah yang terjadi. Tetapi bayangan kejadian semalam tidak bisa berhenti berputar di kepala Bella, meskipun ia berusaha keras untuk mengalihkan pikirannya. Bagaimana Damian menciumnya ... mulut dan tangan Damian di kulitnya ... tubuh kekar dan hangat yang menindih tubuhnya ... Semua itu terus terngiang di kepalanya. Bella langsung pergi ke kamarnya sebelum Damian bangun, sebab ia tidak tahu bagaimana cara menatap pria itu tanpa pipi yang terbakar panas. Bella membereskan kamarnya sejenak, kemudian pergi ke dapur. Selama sakit, ia tidak mengerjakan apa pun. Sekarang ketika kondisinya telah membaik, ia tidak bisa hanya terus bersantai. Mansion sangat sepi pagi itu, tidak ada satu pun pelayan yang terlihat. Bella baru menginjakkan kaki di ambang pintu dapur ketika suara heboh Verona memasuki pendengarannya. "Bellaaaaaaa! Akhirnya kau muncul juga!" Bella mengerjap-ngerjap menatap Verona yang terlihat begitu bersemangat. Verona dengan senyum yang telah mencapai teli
Velvet menyiapkan teh untuk Nyonya Mirabesy, Damian, dan Bella. Rasanya sungguh aneh. Bella tidak bermaksud untuk berpikiran buruk, tetapi bisakah seseorang berubah secepat itu? Dari apa yang Bella tahu, Velvet melakukan hal-hal kasar bukan karena dikuasai emosi saja, tetapi dia memang sering melakukan itu. Dilihat dari bagaimana Velvet memegang pisau, lalu mengingat statusnya yang merupakan seorang pemimpin organisasi, ia yakin Velvet bukan orang yang lemah-lembut. Bahkan hanya dari rautnya saja, Bella tahu kalau wanita itu memiliki keangkuhan setinggi langit. Ia mencoba berpikir bahwa Velvet mungkin saja telah berubah—sadar bahwa perilakunya memang buruk. Tetapi setiap kali Bella melihat senyum yang wanita itu lemparkan padanya, ia merasa ada sesuatu yang salah. Bella meremat tangannya dan menatap Damian yang duduk di seberang sofa. Wajah Damian masih diliputi kemarahan, tubuhnya bersandar dengan malas di sofa. Damian jelas masih menyimpan dendam, tetapi dia berusaha untuk tidak
Tiga jam telah berlalu sejak Damian dibawa pergi.Baik Dhruv maupun Nyonya Mirabesy belum kembali dari rumah sakit. Bella merasa sangat khawatir memikirkan keadaan Damian.Bagaimana kondisi pria itu sekarang?Bella berdiri di beranda dan terus menatap ke arah gerbang yang tertutup rapat.Hujan deras mengguyur beberapa menit yang lalu dan menyisakan angin kencang yang datang bersama aroma petrikor. Dingin menusuk hingga ke tulang, tetapi Bella enggan beranjak dari tempatnya. Ia ingin menunggu kabar dari Damian.Rasa gelisah dan takut seakan menelannya. Ia tidak bisa berhenti mengigit bibir bawahnya yang sudah hampir berdarah, ketika pikiran-pikiran buruk terus berseliweran dalam kepalanya.Bagaimana kalau sesuatu yang parah terjadi pada Damian? Bagaimana kalau racunnya sudah terlanjur menyebar? Bagaimana kalau pil yang ia berikan tidak bereaksi dan ia malah membahayakan kondisi Damian?Bella sangat takut. Bagaimana kalau Damian tidak bisa ...Tidak, tidak.Bella menggeleng-geleng. Ia ti
Damian sudah bisa pulang hari ini.Setelah dirawat intensif selama tiga hari, kondisi Damian akhirnya mulai pulih.Bella mendudukkan diri di tepi ranjang Damian dan melirik jam dinding. Sudah hampir makan siang. Sejam lagi, ia ingin pergi ke dapur untuk membantu Erina dan Verona menyiapkan makanan demi menyambut kepulangan Damian."Kau bisa minum obatmu sekarang sebelum beristirahat," ucap Bella, menyodorkan beberapa butir obat dan segelas air pada Damian yang duduk bersandar."Obat lagi?" Damian menghela napas dan spontan mengerucutkan bibirnya.Dari semua hal yang tidak ia sukai, minum obat menempati urutan pertama. Ia hanya tidak suka rasa pahit tidak mengenakkan yang tertinggal di mulutnya. Ia sudah minum obat selama tiga hari berturut-turut dan rasanya ia tidak sanggup lagi."Bisakah yang terakhir ini dilewatkan?" Damian bertanya dengan wajah pura-pura memelas. Berharap Bella akan menurutinya, tetapi gadis itu rupanya tahu taktiknya.Bella menggeleng. "Ini yang terakhir dan setela
“Hei Putri Tidur, sampai kapan kau akan terus menutup matamu?”Sebuah guncangan terasa di pundak Bella, disusul suara yang tidak asing. Aroma alkohol menerpa penciumannya dan membuat hidung Bella berkerut.“Putri Tidur? Apa aku perlu menciummu agar kau mau bangun? Atau kau ingin berhibernasi seperti seekor beruang bodoh?”Suara kasar itu kembali menyerbu pendengarannya. Bella berusaha membuka kelopak matanya yang terasa berat, rasanya seolah ada lem yang menempel di sana.“Akhirnya Putri Tidur kita bangun juga,” kata Lester dengan seringai tipis. Ia duduk di tepi ranjang dan menatap Bella dengan saksama.Bella terperanjat dari tempatnya dan hendak bangun, tetapi seluruh tubuhnya terasa lemas. Ia membuka mulut untuk bicara, tetapi hanya suara serak yang keluar.Ke mana suaranya pergi?Bella kira kondisinya telah membaik, tetapi mendadak saja ia merasa begitu lemas. Setelah pertemuan mengejutkannya dengan Van, ia sepertinya mengalami serangan panik dan pingsan.Ketika ia bangun, Lester
“Kau yakin ini hasilnya?”Van menatap hasil tes DNA dengan mata melebar tidak percaya. Ditatapnya Joseph yang mengangguk dengan ekspresi meyakinkan, sama sekali tidak ada keraguan di sana.Van tidak akan pernah meragukan Joseph, tetapi hasil di kertas ini...Bagaimana mungkin ini nyata?Van terduduk lemas di kursi dan menyentuh kepalanya yang terasa sakit. Dari semua hal yang telah ia usahakan setengah mati selama bertahun-tahum, bagaimana mungkin ia bisa melewatkan informasi sepenting ini?Bella adalah anaknya.Arabella Charlotte.Kekasih Damian, musuhnya. Bella yang telah ia siksa. Bella yang ia kira hanyalah bagian dari musuhnya. Bella yang ia jadikan sandera...Bagaimana mungkin dia adalah Bella yang selama ini ia cari? Malaikat kecilnya. Anaknya dengan Helena. Putrinya yang ia tinggalkan bertahun-tahun yang lalu...Bagaimana mungkin mereka adalah satu orang yang sama?Van memijat kepalanya dan terdiam untuk waktu yang lama. Fakta itu hanya membuatnya terguncang dengan perasaan ka
Damian menegakkan tubuhnya dan menoleh ke luar jendela. Matanya dengan awas meneliti sekitar.Ada sesuatu yang tidak beres.Intuisinya mengatakan bahwa ada seseorang yang tengah mengawasinya. Ia hanya berhenti untuk menerima telepon dari Andrius, tetapi rasanya seolah ada yang sedang mengintainya sekarang.Angin dingin berembus dari arah timur, menerbangkan rambutnya hingga jatuh ke dahi. Damian hanya terus menatap kaca spion mobil selama beberapa detik, kemudian kembali mengawasi sekitar dengan saksama.Pohon dan bangunan tua terbengkalai. Rainelle terlihat sepi tanpa penghuni, tetapi Damian yakin ada sesuatu yang tengah menunggunya jika ia melajukan mobilnya sekarang.Ia baru saja mengambil senjata di markas, dan berniat kembali ke mansion. Ia harus memberitahu ayahnya terlebih dahulu sebelum menyerang ke tempat Van. Waktunya semakin menipis, tetapi pergi tanpa persiapan apa pun sama saja dengan membunuh dirinya sendiri dan Bella.Damian tidak ingin membiarkan semuanya berakhir sia-
“Anda tahu saya tidak akan memberikan informasi apa pun, bukan?” Valeriy bersandar di mobil rongsokannya dan menatap Damian. “Informasi yang kuberikan waktu itu sudah cukup. Sekalipun Anda memberikan senjata rakitan lagi, saya tetap tidak bisa.”Damian tahu bahwa Valeriy memegang teguh peraturan dalam organisasinya, tetapi ini tentang hidup dan matinya. Damian akan melakukan apa pun, meskipun itu berarti ia harus melanggar kode etik yang sepatutnya ia taati. Ia tidak peduli apa pun lagi selain menyelamatkan gadisnya.“Baiklah, saya harus pergi.” Valeriy sudah hendak berbalik ketika Damian melontarkan seutas kalimat yang membuatnya membeku di tempat.“Adikmu berada di penjara Alcatraz, bukan?”Valeriy berbalik dengan mata menyipit. Mulutnya terbuka, uap berembus keluar, tetapi dia seolah kehilangan kata-kata.“Aku bisa mengeluarkannya dari sana,” lanjut Damian.Valeriy terlihat goyah dan matanya menatap Damian dengan saksama. Ekspresi Damian keras dan tatapannya yang tajam menunjukkan
Damian terus mondar-mandir dengan gusar. Ia merasa akan meledak saat ini juga. Khawatir, tegang, takut, cemas, ngeri, marah, kesal, sedih, semuanya bercampur menjadi satu. Ia tidak bisa duduk diam, sementara gadisnya entah berada di mana dan dalam keadaan apa.Damian menggeram. “Apa komputer sialan itu sudah terhubung dengan pelacaknya?!”“Diam brengsek! Aku sedang berusaha!” Bogdan balas berteriak. Wajah memerah murka dan Martinez akhirnya bangkit berdiri.“Duduk, Damian.”Damian berdecak dan melemparkan tubuhnya ke kursi. Ia memijat sisi kepalanya yang berdenyut sakit dan menghela napas keras.Stres berat. Itulah yang ia rasakan. Ia tegang dan cemas sepanjang waktu. Ia tidak bisa berhenti memikirkan hilangnya Bella dan bagaimana ia bisa menemukan gadisnya. Sudah tiga hari berlalu, tetapi mereka belum mendapatkan lokasi pasti tempat di mana Bella berada.Tiap detik yang berlalu terasa membunuhnya. Tiap detik yang terbuang dan Damian merasa akan menggila. Bella masih berada di sana, d
“Ibu, Ayah di mana? Kenapa Ayah tidak pernah pulang lagi? Apakah Ayah mencari uang di tempat yang sangat jauh?”Bella menatap ibunya dengan heran. Sudah hampir sebulan berlalu, tetapi ayahnya tidak kunjung menampakkan diri.Bella sudah bosan makan roti dari tepung biji ek, jamur tumis liar, dan jus apel. Ia ingin makan daging atau setidaknya roti gandum. Tetapi gandum cukup mahal akhir-akhir ini, jadi ibunya tidak bisa membelinya. Apalagi daging yang harganya berkali-kali lipat.Ayam mereka telah habis dimakan oleh musang dan rakun liar yang berkeliaran di sekitar hutan. Mereka tidak memiliki ternak domba atau sapi seperti warga lainnya. Bella pikir mereka juga tidak menyukai ibunya dan tidak pernah berbagi apa pun saat perayaan. Hanya keluarga Damian yang baik padanya, tetapi mereka juga bukan orang kaya.“Ayah akan pulang, Sayang. Tapi kita harus bersabar.” Helena berjongkok dan membelai wajah putrinya dengan sayang. “Kau harus bersabar sedikit lagi, ya? Ibu akan buatkan kue enak da
“Apa kau sudah menyuntiknya dengan obat itu?”“Ya, Tuan. Dia sudah tidak sadarkan diri di ruangan itu.”“Bagus.” Van mengangguk dan melirik Fabrizio yang sedang sibuk bicara dengan seseorang di telepon. Van lantas mengisyaratkan Lester untuk pergi, sementara ia menghubungi asistennya agar terus mengawasi Helena.Van akan kembali menemuinya malam ini.Helena masih enggan bicara padanya, tetapi ia tidak peduli. Selama wanita itu berada dalam genggamannya, maka ia pasti bisa membalikkan keadaan suatu saat nanti. Jika ia berhasil menemukan putrinya kembali, ia yakin Helena mau berkompromi dan memaafkannya.Ini hanya masalah waktu.Van memasukkan ponselnya ke saku saat Fabrizio mendekat. Dia menyelipkan pistolnya ke saku dan mengangguk pada Van.“Ayo.”Van berjalan lebih dulu, sementaraFabrizio mengikutinya dari belakang. Mereka menyusuri lorong gedung tua terbengkalai itu dengan tenang, sampai akhirnya tiba di ruangan yang dituju.Van mendorong pintu terbuka secara perlahan. Ia melangkah
Ada sesuatu yang terasa berdenyut di bagian belakang kepala Bella. Denyut itu terus membesar setiap detiknya hingga rasanya tengkoraknya akan pecah. Bella berusaha membuka matanya yang berat, tetapi pandangannya sangat buram, lebih buruk dari sekadar melihat dari kaca berembun.Ia berkedip-kedip beberapa kali sampai pandangannya sedikit lebih baik, tetapi rasa sakit lain di tubuhnya mulai muncul. Rasanya seolah ia telah dipukul habis-habisan. Yang paling nyeri adalah kedua pergelangannya. Bella tidak bisa mengangkatnya, sepertinya tangannya benar-benar telah patah.Ia meraba papan kayu di bawahnya—kotor dan berdebu. Sekelilingnya gelap, hanya sedikit cahaya yang berhasil masuk dari celah kecil di atas jendela yang ditutupi gorden. Ia tidak tahu apa sekarang sudah malam atau cuaca sedang mendung di luar. Ia bahkan tidak tahu apa ia masih berada di Norfolk atau kota lain.Damian...Wajah pria itu melintas di benaknya. Suasana pesta yang kacau terbayang-bayang. Hati Bella mencelos mengin
Ibunya selalu bilang bahwa takdir itu sulit ditebak, kau tidak tahu hal mengejutkan apa yang akan terjadi satu jam kedepan, satu menit ke depan, atau bahkan satu detik ke depan.Itu sebabnya Ibunya selalu memiliki harapan untuknya, bahwa Bella bisa terbebas dari perbudakan dan menjalani kehidupan yang lebih baik di masa depan.Setelah bertemu Damian kembali, hidupnya terasa dijungkir-balikkan. Ada lebih banyak kebahagiaan yang datang padanya dibanding kesedihan yang selama ini mengungkungnya. Tetapi, ia tahu bahwa tidak selamanya kehidupan seseorang akan penuh dengan bunga yang mekar. Ada kalanya bahaya dan kesedihan itu datang mengintai, menghempas apa pun layaknya badai.Dan Bella tahu itulah yang terjadi malam ini.Tembakan mendesing ke segala penjuru. Suasana pesta yang tadinya tenang seketika menjadi kacau. Semua orang berlarian dengan panik, jeritan ketakutan mereka memenuhi ruangan.Bella terhuyung di tempat, bahunya sakit setelah ditubruk berulang kali. Ia berusaha untuk berla