Damian sudah bisa pulang hari ini.Setelah dirawat intensif selama tiga hari, kondisi Damian akhirnya mulai pulih.Bella mendudukkan diri di tepi ranjang Damian dan melirik jam dinding. Sudah hampir makan siang. Sejam lagi, ia ingin pergi ke dapur untuk membantu Erina dan Verona menyiapkan makanan demi menyambut kepulangan Damian."Kau bisa minum obatmu sekarang sebelum beristirahat," ucap Bella, menyodorkan beberapa butir obat dan segelas air pada Damian yang duduk bersandar."Obat lagi?" Damian menghela napas dan spontan mengerucutkan bibirnya.Dari semua hal yang tidak ia sukai, minum obat menempati urutan pertama. Ia hanya tidak suka rasa pahit tidak mengenakkan yang tertinggal di mulutnya. Ia sudah minum obat selama tiga hari berturut-turut dan rasanya ia tidak sanggup lagi."Bisakah yang terakhir ini dilewatkan?" Damian bertanya dengan wajah pura-pura memelas. Berharap Bella akan menurutinya, tetapi gadis itu rupanya tahu taktiknya.Bella menggeleng. "Ini yang terakhir dan setela
"Coba lihat itu, mereka pasti akan pergi bersama lagi," bisik Verona, mencolek lengan Bella. Pandangan wanita itu fokus tertuju ke gerbang depan, di mana Erina dan Dhruv tampak sedang membicarakan sesuatu sambil tertawa-tawa. Jadi, Bella dan Verona sedang mengintip Erina. Mereka bersembunyi dibalik semak mawar yang tinggi, berjarak sepuluh kaki dari tempat Erina dan Dhruv. Mereka baru selesai membuat kue ketika Erina meminta izin untuk keluar. Verona merasa curiga dan segera menarik Bella untuk mengikuti wanita itu. Sesuai dugaan Verona, rupanya Erina memang pergi untuk menemui Dhruv. Bella memberitahu Verona kalau Erina mungkin saja membutuhkan sesuatu, atau mungkin ingin pergi berbelanja. Erina memang sering keluar untuk membeli beberapa keperluan dapur yang tidak ada di supermarket. Namun, Verona bersikeras mengatakan bahwa Erina sebenarnya sedang berkencan dengan Dhruv. Yah, jika diperhatikan, mereka memang terlihat dekat. Tetapi Bella tidak ingin berasumsi lebih jauh. Ia hany
"Mansionnya kosong, tidak ada siapa pun di sana. Velvet bilang ibunya akan pergi ke Montgomery, tapi tidak, dia berbohong. Mereka pergi ke luar negeri, ke suatu tempat terpencil di Tigris. Kota kecil di mana Nyonya Beatrix berasal. Anak buahku masih mencari tahu detail lokasinya," jelas Dhruv seraya meletakkan sebuah amplop cokelat di atas meja. Damian mengangguk dan menghela napas. Ia sudah tahu bahwa Velvet akan pergi ke tempat yang jauh setelah apa yang dia lakukan, tetapi siapa sangka dia dan ibunya malah kembali ke Tigris. "Velvet mungkin mengira aku tidak akan bertindak lebih jauh, hanya karena pamannya telah datang untuk meminta maaf secara langsung," ucap Damian, mendengus. "Tentu saja aku tidak akan mengganggu organisasi keluarga mereka, tapi Velvet tidak akan lolos begitu saja." "Apa saya harus ikut terjun, Tuan?" "Tidak perlu. Saat kondisiku pulih, aku sendiri yang akan mencari tahu dan menemui wanita itu." Dhruv mengangguk mengerti. "Seharusnya aku tidak lengah, tapi
Setelah piring-piring dibereskan dan semua orang tampak bersantai, Mirabesy kembali menaruh piringan hitam lain di atas gramofon. Musik jazz klasik mengalun di penjuru halaman. Meskipun bulan tertutupi awan hitam, tetapi bintang-bintang bertaburan memenuhi langit Hinton.Damian duduk di samping Bella, lalu memperbaiki jaket yang gadis itu kenakan. Udara cukup dingin malam ini dan ia tidak ingin Bella masuk angin. Mereka sudah berada di halaman selama tiga jam."Terima kasih," ucap Bella, tersenyum kecil.Damian mengangguk dan tanpa diduga mendaratkan satu kecupan di pipi Bella. Damian menatap tanpa rasa bersalah, sementara Bella dengan cepat mengedarkan pandang sekeliling.Dan benar saja, beberapa pelayan tampak memperhatikan mereka. Atau mungkin sejak tadi.Mereka jarang menghabiskan waktu berdua di luar mansion setelah Damian mengumumkan hubungan mereka. Para pelayan terlihat selalu penasaran jika melihat kebersamaan mereka. Damian sendiri selalu bersikap acuh tak acuh jika diperhat
Suara musik terdengar sayup-sayup di telinga keduanya. Angin berembus dengan kencang, membelai wajah Damian dan Bella yang berdiri berhadapan. Bella mendongak menatap kekasihnya yang menunduk dengan senyum kecil menenangkan. Wajah Bella masih dipenuhi keterkejutan. Apakah yang dilontarkan Damian sebelumnya ... Apakah ia hanya salah dengar? Aku ingin kita menikah, Arabella Charlotte. "Kau ..." "Itu terlalu tiba-tiba, ya?" Bella menggeleng pelan, lidahnya terasa kelu untuk bicara. "Tidak, hanya ... hanya saja—aku hanya terkejut. Bukan berarti aku tidak ingin ..." "Aku tahu. Aku tahu, Sayang," kata Damian dengan suara lembut. Ia menangkup pipi Bella dan mendongakkan wajah gadis itu. "Aku mengatakannya karena melihat kebersamaan ibu dan ayah. Aku ingin merasakan hal yang sama. Sebuah ikatan bersama gadis yang kucintai." "Aku sudah menjadi milikmu," ucap Bella. Jantungnya berdebar begitu kencang sampai ia kira Damian bisa mendengarnya. Mata kelam Damian menatap dengan teduh dan Be
Bella dan Damian kembali ke mansion lewat pintu belakang.Pakaian mereka terasa lembab karena terlalu lama berada di bawah guyuran salju yang turun semakin banyak. Bella memeluk tubuhnya yang menggigil dan mengikuti Damian menyusuri lorong yang sepi.Sebagian besar lampu belum dinyalakan di bagian yang mengarah ke sayap timur. Sebagian besar orang masih berada di luar, tengah menikmati salju pertama yang turun di bulan Desember ini."Aku yang akan datang ke sini," ucap Damian sebelum bergegas menapaki tangga menuju kamarnya.Bella menatapnya dan tidak bisa menahan tawa melihat bagaimana Damian beberapa kali bergidik saat melangkahi tangga dengan langkah lebar.Bella sudah menyuruh Damian untuk masuk lebih awal, tetapi dia bersikeras untuk menemani Bella. Alhasil, ia jadi kedinginan dan tidak bisa berhenti menggigil ketika melintasi lorong. Setelah mandi, Bella akan ke dapur dan membuatkan teh jahe.Bella masuk ke kamarnya dan langsung pergi ke kamar mandi. Ia menyalakan keran air hang
Perjalanan menuju tempat latihan menembak terbilang lancar. Mereka hanya melewati kemacetan kecil sebelum tiba di sebuah padang rumput yang sangat luas. Bella selalu memperhatikan jalanan, tetapi tidak ada lagi kejadian yang sama seperti sebelumnya. Ia menghela napas panjang dan berusaha mengubur harapan itu. Mobil Damian berhenti di depan sebuah bangunan kecil dan dia memberikan semacam kode pada pria kekar yang tengah berjaga. Pintu gerbang dibuka, lalu sebuah lapangan luas yang mengarah ke hutan terlihat dalam pandangan. Bella turun dari mobil dan memperhatikan beberapa papan target di sepanjang lapangan. Ia meremas tangannya, mendadak merasa gugup memikirkan apa yang akan ia lakukan. Ia akan belajar menembak. Damian telah menjelaskan dan mempratekkan bagaimana cara memegang pistol ketika mereka masih berada di mansion. Jenis pistol yang mereka gunakan adalah pistol semi otomatis yang merupakan favorit Damian. Katanya, pistol revolver cukup sulit untuk pemula, jadi Bella menur
Perjalanan menuju tempat yang mereka tuju memakan waktu tiga jam lebih, padahal mereka melewati jalanan kosong tanpa hambatan apa pun.'SELAMAT DATANG DI NORFOLK!'Tertulis di sebuah palang yang menempel di pohon Sequoia. Mereka mulai memasuki perkotaan yang ramai, lalu tidak lama kemudian, Volvo Damian berhenti di depan sebuah toko yang tidak terlalu besar dibanding yang lainnya."Ayo," ajak Damian, membukakan pintu dan mengulurkan tangannya. Ia menyelipkan sebuah pistol kecil di saku belakang celananya, kemudian mereka melangkah ke dalam toko. Rupanya, itu adalah toko perhiasan.Bagian luar terlihat seperti toko makanan dengan gambar roti lapis dan salad, sementara bagian dalam dipenuhi lemari kaca yang berisi aksesoris dari emas dan perak."Selamat datang, Tuan dan Nyonya," ucap seorang pelayan perempuan dengan pakaian kuning yang licin dan sangat rapi, sepertinya mempresentasikan emas yang mereka jual. Ia menghampiri keduanya dan tersenyum manis. "Anda ingin perhiasan seperti apa
“Hei Putri Tidur, sampai kapan kau akan terus menutup matamu?”Sebuah guncangan terasa di pundak Bella, disusul suara yang tidak asing. Aroma alkohol menerpa penciumannya dan membuat hidung Bella berkerut.“Putri Tidur? Apa aku perlu menciummu agar kau mau bangun? Atau kau ingin berhibernasi seperti seekor beruang bodoh?”Suara kasar itu kembali menyerbu pendengarannya. Bella berusaha membuka kelopak matanya yang terasa berat, rasanya seolah ada lem yang menempel di sana.“Akhirnya Putri Tidur kita bangun juga,” kata Lester dengan seringai tipis. Ia duduk di tepi ranjang dan menatap Bella dengan saksama.Bella terperanjat dari tempatnya dan hendak bangun, tetapi seluruh tubuhnya terasa lemas. Ia membuka mulut untuk bicara, tetapi hanya suara serak yang keluar.Ke mana suaranya pergi?Bella kira kondisinya telah membaik, tetapi mendadak saja ia merasa begitu lemas. Setelah pertemuan mengejutkannya dengan Van, ia sepertinya mengalami serangan panik dan pingsan.Ketika ia bangun, Lester
“Kau yakin ini hasilnya?”Van menatap hasil tes DNA dengan mata melebar tidak percaya. Ditatapnya Joseph yang mengangguk dengan ekspresi meyakinkan, sama sekali tidak ada keraguan di sana.Van tidak akan pernah meragukan Joseph, tetapi hasil di kertas ini...Bagaimana mungkin ini nyata?Van terduduk lemas di kursi dan menyentuh kepalanya yang terasa sakit. Dari semua hal yang telah ia usahakan setengah mati selama bertahun-tahum, bagaimana mungkin ia bisa melewatkan informasi sepenting ini?Bella adalah anaknya.Arabella Charlotte.Kekasih Damian, musuhnya. Bella yang telah ia siksa. Bella yang ia kira hanyalah bagian dari musuhnya. Bella yang ia jadikan sandera...Bagaimana mungkin dia adalah Bella yang selama ini ia cari? Malaikat kecilnya. Anaknya dengan Helena. Putrinya yang ia tinggalkan bertahun-tahun yang lalu...Bagaimana mungkin mereka adalah satu orang yang sama?Van memijat kepalanya dan terdiam untuk waktu yang lama. Fakta itu hanya membuatnya terguncang dengan perasaan ka
Damian menegakkan tubuhnya dan menoleh ke luar jendela. Matanya dengan awas meneliti sekitar.Ada sesuatu yang tidak beres.Intuisinya mengatakan bahwa ada seseorang yang tengah mengawasinya. Ia hanya berhenti untuk menerima telepon dari Andrius, tetapi rasanya seolah ada yang sedang mengintainya sekarang.Angin dingin berembus dari arah timur, menerbangkan rambutnya hingga jatuh ke dahi. Damian hanya terus menatap kaca spion mobil selama beberapa detik, kemudian kembali mengawasi sekitar dengan saksama.Pohon dan bangunan tua terbengkalai. Rainelle terlihat sepi tanpa penghuni, tetapi Damian yakin ada sesuatu yang tengah menunggunya jika ia melajukan mobilnya sekarang.Ia baru saja mengambil senjata di markas, dan berniat kembali ke mansion. Ia harus memberitahu ayahnya terlebih dahulu sebelum menyerang ke tempat Van. Waktunya semakin menipis, tetapi pergi tanpa persiapan apa pun sama saja dengan membunuh dirinya sendiri dan Bella.Damian tidak ingin membiarkan semuanya berakhir sia-
“Anda tahu saya tidak akan memberikan informasi apa pun, bukan?” Valeriy bersandar di mobil rongsokannya dan menatap Damian. “Informasi yang kuberikan waktu itu sudah cukup. Sekalipun Anda memberikan senjata rakitan lagi, saya tetap tidak bisa.”Damian tahu bahwa Valeriy memegang teguh peraturan dalam organisasinya, tetapi ini tentang hidup dan matinya. Damian akan melakukan apa pun, meskipun itu berarti ia harus melanggar kode etik yang sepatutnya ia taati. Ia tidak peduli apa pun lagi selain menyelamatkan gadisnya.“Baiklah, saya harus pergi.” Valeriy sudah hendak berbalik ketika Damian melontarkan seutas kalimat yang membuatnya membeku di tempat.“Adikmu berada di penjara Alcatraz, bukan?”Valeriy berbalik dengan mata menyipit. Mulutnya terbuka, uap berembus keluar, tetapi dia seolah kehilangan kata-kata.“Aku bisa mengeluarkannya dari sana,” lanjut Damian.Valeriy terlihat goyah dan matanya menatap Damian dengan saksama. Ekspresi Damian keras dan tatapannya yang tajam menunjukkan
Damian terus mondar-mandir dengan gusar. Ia merasa akan meledak saat ini juga. Khawatir, tegang, takut, cemas, ngeri, marah, kesal, sedih, semuanya bercampur menjadi satu. Ia tidak bisa duduk diam, sementara gadisnya entah berada di mana dan dalam keadaan apa.Damian menggeram. “Apa komputer sialan itu sudah terhubung dengan pelacaknya?!”“Diam brengsek! Aku sedang berusaha!” Bogdan balas berteriak. Wajah memerah murka dan Martinez akhirnya bangkit berdiri.“Duduk, Damian.”Damian berdecak dan melemparkan tubuhnya ke kursi. Ia memijat sisi kepalanya yang berdenyut sakit dan menghela napas keras.Stres berat. Itulah yang ia rasakan. Ia tegang dan cemas sepanjang waktu. Ia tidak bisa berhenti memikirkan hilangnya Bella dan bagaimana ia bisa menemukan gadisnya. Sudah tiga hari berlalu, tetapi mereka belum mendapatkan lokasi pasti tempat di mana Bella berada.Tiap detik yang berlalu terasa membunuhnya. Tiap detik yang terbuang dan Damian merasa akan menggila. Bella masih berada di sana, d
“Ibu, Ayah di mana? Kenapa Ayah tidak pernah pulang lagi? Apakah Ayah mencari uang di tempat yang sangat jauh?”Bella menatap ibunya dengan heran. Sudah hampir sebulan berlalu, tetapi ayahnya tidak kunjung menampakkan diri.Bella sudah bosan makan roti dari tepung biji ek, jamur tumis liar, dan jus apel. Ia ingin makan daging atau setidaknya roti gandum. Tetapi gandum cukup mahal akhir-akhir ini, jadi ibunya tidak bisa membelinya. Apalagi daging yang harganya berkali-kali lipat.Ayam mereka telah habis dimakan oleh musang dan rakun liar yang berkeliaran di sekitar hutan. Mereka tidak memiliki ternak domba atau sapi seperti warga lainnya. Bella pikir mereka juga tidak menyukai ibunya dan tidak pernah berbagi apa pun saat perayaan. Hanya keluarga Damian yang baik padanya, tetapi mereka juga bukan orang kaya.“Ayah akan pulang, Sayang. Tapi kita harus bersabar.” Helena berjongkok dan membelai wajah putrinya dengan sayang. “Kau harus bersabar sedikit lagi, ya? Ibu akan buatkan kue enak da
“Apa kau sudah menyuntiknya dengan obat itu?”“Ya, Tuan. Dia sudah tidak sadarkan diri di ruangan itu.”“Bagus.” Van mengangguk dan melirik Fabrizio yang sedang sibuk bicara dengan seseorang di telepon. Van lantas mengisyaratkan Lester untuk pergi, sementara ia menghubungi asistennya agar terus mengawasi Helena.Van akan kembali menemuinya malam ini.Helena masih enggan bicara padanya, tetapi ia tidak peduli. Selama wanita itu berada dalam genggamannya, maka ia pasti bisa membalikkan keadaan suatu saat nanti. Jika ia berhasil menemukan putrinya kembali, ia yakin Helena mau berkompromi dan memaafkannya.Ini hanya masalah waktu.Van memasukkan ponselnya ke saku saat Fabrizio mendekat. Dia menyelipkan pistolnya ke saku dan mengangguk pada Van.“Ayo.”Van berjalan lebih dulu, sementaraFabrizio mengikutinya dari belakang. Mereka menyusuri lorong gedung tua terbengkalai itu dengan tenang, sampai akhirnya tiba di ruangan yang dituju.Van mendorong pintu terbuka secara perlahan. Ia melangkah
Ada sesuatu yang terasa berdenyut di bagian belakang kepala Bella. Denyut itu terus membesar setiap detiknya hingga rasanya tengkoraknya akan pecah. Bella berusaha membuka matanya yang berat, tetapi pandangannya sangat buram, lebih buruk dari sekadar melihat dari kaca berembun.Ia berkedip-kedip beberapa kali sampai pandangannya sedikit lebih baik, tetapi rasa sakit lain di tubuhnya mulai muncul. Rasanya seolah ia telah dipukul habis-habisan. Yang paling nyeri adalah kedua pergelangannya. Bella tidak bisa mengangkatnya, sepertinya tangannya benar-benar telah patah.Ia meraba papan kayu di bawahnya—kotor dan berdebu. Sekelilingnya gelap, hanya sedikit cahaya yang berhasil masuk dari celah kecil di atas jendela yang ditutupi gorden. Ia tidak tahu apa sekarang sudah malam atau cuaca sedang mendung di luar. Ia bahkan tidak tahu apa ia masih berada di Norfolk atau kota lain.Damian...Wajah pria itu melintas di benaknya. Suasana pesta yang kacau terbayang-bayang. Hati Bella mencelos mengin
Ibunya selalu bilang bahwa takdir itu sulit ditebak, kau tidak tahu hal mengejutkan apa yang akan terjadi satu jam kedepan, satu menit ke depan, atau bahkan satu detik ke depan.Itu sebabnya Ibunya selalu memiliki harapan untuknya, bahwa Bella bisa terbebas dari perbudakan dan menjalani kehidupan yang lebih baik di masa depan.Setelah bertemu Damian kembali, hidupnya terasa dijungkir-balikkan. Ada lebih banyak kebahagiaan yang datang padanya dibanding kesedihan yang selama ini mengungkungnya. Tetapi, ia tahu bahwa tidak selamanya kehidupan seseorang akan penuh dengan bunga yang mekar. Ada kalanya bahaya dan kesedihan itu datang mengintai, menghempas apa pun layaknya badai.Dan Bella tahu itulah yang terjadi malam ini.Tembakan mendesing ke segala penjuru. Suasana pesta yang tadinya tenang seketika menjadi kacau. Semua orang berlarian dengan panik, jeritan ketakutan mereka memenuhi ruangan.Bella terhuyung di tempat, bahunya sakit setelah ditubruk berulang kali. Ia berusaha untuk berla