Aoran terus merindukan Dyra, tidurnya tidak tenang karena memikirkan gadis itu.Tidak cukup bertemu dengan Dyra di siang hari, Aoran memutuskan untuk pergi ke rumah Dyra di malam hariAoran bersiap, ia akan pergi sendirian, dipakainya jaketnya kemudian keluar dari kamar. Rumah Dyra tidak terlalu jauh, karena itu Aoran memilih untuk berjalan kaki.Setibanya di depan rumah Dyra, Aoran memperhatikan rumah Dyra cukup besar.“Jadi ini rumahnya,” gumamnya.Aoran kembali mengingat perkataan Robin bahwa Dyra punya ibu tiri yang kejam.Aoran tidak peduli, ia sudah berdiri di depan pintu. Tangannya mulai mengetuk-etuk, namun masih belum ada yang menyahut ataupun membukakan pintu.Dyra dari dalam kamar mendengar suara ketukan pintu, dia melangkah untuk melihat siapa yang mengetuk pintu di tengah malam begini.Ketika Dyra membuka pintu, sontak dia terkejut melihat Aoran ada di depan rumahnya.“Kamu! Apa yang kamu lakukan disini?” tanya Dyra panik.“Aku ingin melihatmu,” senyum Aoran.Dyra menarik
Keesokan hari.Pagi-pagi sekali Dyra sudah bangun, dia pun telah bersiap untuk pergi, penampilannya rapi dengan rambut terikat.Ketika keluar dari kamar, Dyra mendengar Rossy dan Sarianti ribut dari arah dapur.Karena pertengkaran antara Dyra dan Ayahnya membuat Rossy harus memasak dan mengerjakan pekerjaan rumah.Sarianti terus mengeluh bahwa dia tidak mau melakukannya lagi. Dia melemparkan sayur lalu pergi.Sarianti melihat Dyra dengan berpakaian rapi. “Eh, mau kemana lo!” Dyra enggan menjawab, ia memakai sandalnya lalu pergi begitu saja.Sarianti tentu tidak akan diam, ia langsung mengadu pada Ibunya.“Bu, Dyra pergi lagi dari rumah, pakaiannya rapi, apa jangan-jangan Dyra akan segera pergi,” ucap Sarianti.Sejenak Rossy diam, namun senyumnya mulai mengambang. Ayah Dyra masih harus berlabuh untuk berdagang.“Dyra!” Rossy berpura-pura memanggil Dyra, ia sengaja melakukannya agar suaminya itu tahu bahwa Dyra tidak ada di rumah.“Biarkan saja,” ucap Ayah Dyra.“Aku sudah menganggap
Di Atas puncak Aoran dan Dyra berdiri bersampingan.Dyra menunjukkan bintang di atas langit. “Lihatlah, bukankah itu sangat indah?” Aoran hanyut dengan suasana itu, ia kembali memikirkan masalahnya yang ada di kota, Aoran seakan tidak ingin kembali ke kehidupannya yang lama.Berbeda dengan Dyra, bintang itu memberinya sebuah harapan baru, ia ingin segera melarikan diri dari kehidupannya uang sekarang ini.Suasana menjadi sangat hening. “Apa kamu benar-benar bisa membawaku pergi dari sini?” tanya Dyra.Aoran menoleh. “Ehm. Aku akan membawamu ke tempat yang kamu inginkan,” ucap Aoran mengulurkan tangannya.Dyra meraih tangan Aoran. Mereka bersepakat akan pergi bersama.Sudah dua jam mereka di atas puncak, angin semakin kencang, diatas sana cuaca dingin bertambah dua kali lipat, kaki Dyra bahkan membeku karena kedinginan.Aoran memegang tangan Dyra agar tidak terjatuh, mereka melangkah turun.Setibanya di bawah, Aoran dan Dyra mencari kapal untuk pulang.Jam menunjukkan sebelas malam,
***Pagi hari.Matahari mulai terbit, sinar matahari masuk di celah-celah jendela, Dyra bahkan belum terbangun, dirinya masih tertidur pulas.Akhirnya Dyra bangun kesiangan, Untuk pertama kalinya Dyra bermalas-malasan. Dia mulai melakukan aktivitasnya, dia beranjak dari kamar menuju ke dapur, saat sedang memasak memikirkan kejadian Aoran menolongnya.Dyra merasa pikirannya kacau, karena itu dia mematikan api dan pergi meninggalkan masakannya.Sementara Rossy tidak lagi mengganggu Dyra, ancaman Aoran membuatnya takut.***Dyra pergi keluar, ia bertemu dengan Robin.Robin menyapa Dyra, tetapi sepertinya Dyra kurang fokus hingga tidak menjawab Robin.“Woi! Ngelamun aja,” menepuk pundak Dyra.“Gak ada kok, aku gak melamun,” elak DyraKetika melihat Robin. Dyra ingin mencari solusi pada Robin.“Kamu pernah gak jatuh cinta?” tanya Dyra.Robin yang tadinya berjalan jadinya berhenti. “Emangnya kamu jatuh cinta sama siapa,” selidik Robin.“Kenapa Robin bertanya pada Dyra, seharusnya Robin jawa
Aoran baru selesai mandi, ia keluar sambil mengibaskan rambutnya, saat itu Aoran ingat bahwa hari ini ia akan pergi ke festival.Evan yang asik bergame di kamar Evan, beberapa hari ini Aoran sibuk mengejar Dyra hingga melupakan sahabatnya itu.Aoran melemparkan handuk kecilnya ke arah Evan. “Bersiaplah.”Evan kesal lalu melemparkan kembali. “Kemana?”“Akan ada festival, lo gak mau ikut,” ucap Aoran.Evan menghentikan gamenya. “Serius lo ngajak gue, biasanya gue ditinggal,” ucap Evan.“Gue tunggu lima menit.”Evan langsung melompat memeluk Aoran. “Akhirnya lo ingat sama gue,” terharu karena diajak.***Pukul 07.00 wib malam.Ayu meminjamkan bajunya untuk Dyra. Lalu mendandani wajah Dyra. Hari ini sangat penting, karena Ayu akan membantu Dyra untuk menyatakan cintanya pada Aoran.“Bukankah ini terlalu berlebihan?” tanya Dyra.“Kamu sangat cantik. Aku yakin Robin akan menyukaimu,” senggol Ayu.Dyra ingin berkata jujur bahwa orang yang ada di pikirannya ialah Aoran bukannya Robin.Aoran d
Ayu marah, ia pergi meninggalkan festival dan langsung pulang.Setibanya di dalam kamar, Ayu mencampakkan semua barang-barangnya, bahkan berteriak keras.“Kenapa? Kenapa harus Dyra? Kenapa aku selalu kalah dari Dyra,” mengumpat.Rupanya selama ini Ayu selalu merasa bahwa Dyra yang lebih unggul darinya. Jika dipikirkan Dyra memang gadis paling cantik di desa, dan juga pintar.Ayu belum puas mengobrak-abrik kamarnya, ia menangis lalu tersungkur di lantai. Ayu sangat menyukai Aoran hingga ia tidak bisa melepaskan Aoran untuk Dyra.“Aku tidak akan mengalah, aku pasti punya kesempatan, kak Aoran mungkin melakukan kesalahan, aku lah yang selalu bersamanya,” ucap Ayu.Ayu berbaring sambil menangis.Robin pulang sendirian, di perjalanan ia membayangkan Dyra dan Aoran berciuman.Sungguh Robin sangat terluka, ia berhenti di jalan lalu berteriak keras.“Kenapa aku kalah dengan orang asing,” teriak Robin keras.Selama ini Robin yang selalu ada disisi Dyra, tapi mengapa Dyra bisa mencintai Aoran.
Setelah resmi menjadi kekasih Aoran dan Dyra kerap kali bertemu.Sore hari Dyra dan Aoran bertemu. Dengan sepedanya, Dyra mendayung, ia melantunkan lagu, beberapa hari ini, ia sering tersenyum terkadang tertawa sendirian.Dyra tiba di penginapan, ia mengambil kotak makanannya yang ada di keranjang sepedanya.Ayu datang menghampiri Dyra. “Dyra, sedang apa kamu disini,” ucap Ayu.Dyta tersenyum malu-malu. “Sebenarnya,,,”Sebelum sempat memberitahu tentang hubungannya dengan Aoran.Ayu langsung menyambar kotak makanan Dyra. “Apa ini untukku,” ucap Ayu.Ayu tidak ingin mendengar bahwa Dyra telah menjadi kekasih Aoran.Dyra ingin mengambil kotak makanan itu, tapi ia tidak enak hati.Ayu tanpa ragu membuka kotak makanan itu, setelah melihat isinya, Ayu semakin kesal. Karena Dyra membuat nasi berbentuk hati, begitu juga dengan sayur-sayuran semuannya ditata berbentuk hati. Ayu memicingkan matanya, lalu menjatuhkan makanan itu ke lantai.“Aduh, tangan ku licin,” ucap Ayu melihat makanan sud
Ekspresi yang ditunjukkan sungguh-sungguh, apapun yang membuat Dyra sedih maka Aoran akan menyelesaikannya.“Jangan! Itu akan menambah pertengkaran dengan ayah,” menahan Aoran agar tidak pergi.Kali ini Aoran tidak mengalah, ia meminta Dyra agar tidak menghalangi langkahnya. “Kumohon.” Tangan Dyra memegang erat.Dengan aura memendam marah, Aoran berusaha tenang. Ia kemudian mengelus kepala Dyra lalu mengecup keningnya. “Apa mereka menyakitimu?” tanya Aoran.“Tidak. Jika ada ayah di rumah, mereka tidak berani, jadi jangan khawatir,” berusaha menenangkan Aoran.“Cobalah bicara dengan ayahmu, lalu ceritakan perbuatan mereka,” ucap Aoran menatap Dyra."Aku pernah melakukannya, tapi ayah tetap tidak percaya, semakin aku berusaha membuat ayah percaya, ayah semakin jauh, yang ayah inginkan adalah aku menerima wanita itu sebagai ibu, tapi aku tetap tidak bisa." Dyra sedih."Selama ini bagaimana kamu bisa bertahan, apa kamu sering dipukuli?" Tanya Aoran."Wanita itu tidak pernah memukulku.
"Aoran."Aoran menyebutkan namanya sendiri. Mendengar Ardella memanggil namanya dengan langsung, Aoran sangat tidak suka.Ardella yang tengah terlentang di sofa dibawah tubuh Aoran yang kekar meronta-ronta, dia berusaha untuk terlepas dari genggaman Aoran.Ardella meronta hingga memukul dada bidang Aoran, tetap saja pukulan Ardella tidak membuat Aoran melepaskan dirinya. Semakin Ardella melawan semakin membuat Aoran bertambah agresif. Secepat kilat Aoran menggerakan mulutnya ke bibir Ardella.Dikejutkan dengan serangan Aoran, mata Ardella terbelalak lebar, mulutnya terbungkam oleh lidah Aoran. "Mum." Masih dalam keadaan berontak, Ardella mendorong Aoran.Aoran sama sekali tidak peduli dengan perlawanan Ardella, ciuman di bibir Aoran terasa kasar di mulut Ardella."Auh!" Seru Aoran menyentuh bibirnya. Ardella menggigit Aoran. Dengan tatapan acuh, Aoran kembali menyerang Ardella.Tidak hanya sampai disitu, satu persatu Aoran membuka kancing baju Ardella."Aoran! kau gila. Aku akan mel
Di tengah perjalanan menuju pulang. Aoran menyetir dengan cepat. Sepanjang jalan Aoran hanya memikirkan Ardella yang dibencinya.Ckitt.Tiba dirumah Aoran langsung melangkah masuk kedalam rumah."Kak Aoran." Panggil Anasya dari bawah tangga. Kebetulan Anasya yang belum tidur melihat Aoran melangkah dengan terburu-buru naik keatas lantai dua.Mendengar panggilan Anasya Aoran berbalik. "Kenapa belum tidur jam segini?" Aoran melirik jam tangannya."Aku terbangun karena haus kak." Anasya mendekat kearah Aoran. "Kak Aoran bau alkohol." Mencium bau alkohol, Anasya menutup hidungnya."Kembali lah tidur, kakak ingin istirahat juga," ucap Aoran tanpa melanjutkan pembicaraan lagi."Iya kak,” saut Anasya dengan lembut.Aoran masih dalam suasana hati marah, dia melemparkan dirinya ke atas tempat tidur. Dengan posisi tengkurap Aoran terbaring diatas kasur. "Ardella aku lelah, aku ingin berhenti. " Sangat melelahkan untuk membenci orang yang kita pernah cintai, seandainya bisa memilih Aoran lebih
Dengan memainkan gelas yang berisikan wine, Aoran melirik Ardella yang berdiri di depannya."Aku merasa bosan, berikan aku hiburan." Ucapnya meneguk minumannya."Hiburan. Siapa kamu yang mewajibkan aku menghiburmu. Sungguh menyebalkan. " Kata Ardella dalam hati."Maaf tuan, saya tidak bisa menghibur anda." Suara Ardella sungguh ramah dan manis didengar. "Kalau mau dihibur cari saja wanita seksi yang bisa menghiburmu." Gumamnya menyeret suaranya.Meski mendengar ucapan Ardella, tetap saja Aoran bersikeras mau dihibur. "Ayolah, kamu bisa menari, kalau tidak menyanyi untuk menghiburku." Saut Aoran meminta.Menari? aku tidak mau menari dihadapan cowok rese ini, sepertinya menyanyi lebih baik. Ardella membatin."Baiklah, aku akan menyanyi. Tapi kamu tidak boleh tertawa." Memastikan bahwa Aoran tidak akan tertawa. Bakat Ardella sangat terpancar jika menari, tapi menyanyi bisa dikatakan kurang memenuhi syarat."Ok." Senyum Aoran yakin.Ardella mengambil mikrofon yang ada di sudut meja, mikr
Flashback.Sebelum melihat dengan mata kepala sendiri, Aoran merasa tidak tenang, dia memastikan sendiri Ardella aman bekerja di bar."Apa ini barnya?" tanya Aoran pada Parto."Iya Bos," saut Parto yakin.Pupil mata Aoran mengerut ketika melihat ke arah bar. Alis matanya terangkat tajam menandakan hatinya dalam suasana suram.Parto yang berdiri di samping Aoran merasa merinding. Mungkin sebentar lagi akan ada kejadian buruk. Mengenal sifat Aoran dengan tempramental buruk, tanpa sadar dia menggelengkan kepalanya."Parto." Panggil Aoran dengan tatapan mematikan. "Apa maksudnya kamu menggelengkan kepala," tanya Aoran dengan suara bergetar."Aku yakin Bos, sebentar lagi akan ada kekacauan disini,” sautnya tanpa menyaring perkataannya. Parto tertawa menunjukkan giginya.Raut muka Aoran berubah menjadi mengkerut. "Berhentilah bercanda denganku, sebelum kurontokkan semua gigimu." Nada datar tapi bermakna dari suara berat Aoran."Maaf Bos." Secepatnya Parto merapatkan bibirnya.Pertama kali m
Pagi hari.Terdengar suara langkah ribut dari kejauhan.Srek.Edward naik ke atas kasur Ardella. Menatap tantenya masih tidur dia menggelengkan kepala."Tante bangun." Edward membangunkan Ardella, dengan tangan kecilnya di menggoyang-goyang tubuh Ardella yang masih tidur dibawah selimut.Akibat lembur dari semalaman kelopak mata Ardella masih berat, dia menarik tubuh Edward kepelukannya. "Sepuluh menit lagi. Tante masih mengantuk." Ardella masih memejamkan matanya dengan rapat.Edward membalas pelukan Ardella, dengan tenang dia menunggu tantenya untuk bangun. "Ok. Waktunya bangun." Ardella menendang selimutnya, ketika membuka matanya terbuka lebar dia melihat tatapan Edward yang sangat menggemaskan."Aduhh, keponakan tante yang satu ini." Ardella mencium pipi Edward dengan gemes. "Ayo, bangun,” ucap Ardella ketika masih melihat Edward berbaring dengan santai di atas kasurnya."Huh, beratnya. " Menggendong Edward di pangkuannya."Aku tidak suka tante pulang malam." Kata Edward menunj
Malam hari.Ketika tiba dirumah Ardella disambut oleh kakak iparnya. Dengan wajah tersenyum Lisa menghampiri Ardella. "Dek, suruhan Aoran datang lagi." "Apalagi yang diinginkan cowok bre*ngsek itu." Gumamnya pelan. Ardella mengitari tubuh Lisa."Ada apa dek?" tanya Lisa ketika melihat Ardella membalikkan tubuhnya."Untung kakak ipar baik-baik saja, aku hanya takut mereka melukai kakak ipar." Suara lega terdengar dari hembusan nafas Ardella.Teringat dengan amplop yang diberikan oleh Parto. "Orang itu juga menitipkan ini." Amplop yang masih berada diatas meja diserahkan pada Ardella.Tidak lama kemudian Lisa juga membahas masalah kontrak rumah yang ditawarkan oleh Parto. Penjelasan Lisa sangat panjang dan detail."Sungguh kak." Terkejut mendengar penjelasan kakak iparnya."Iya dek, bahkan surat kontraknya sudah dibuat." Lisa menunjukkan isi kontrak pada Ardella.Membaca isi surat kontrak sepertinya tidak ada masalah, Ardella juga memikirkan betapa rumitnya mereka harus berkemas dan
Mencari pekerjaan di kota metropolitan tidak semudah membalikkan telapak tangan. Berjalan kesana kemari untuk mencari kerja tapi masih saja belum mendapatkan pekerjaan. Rasa frustasi sedikit tersirat di benak Ardella yang sedang mencari pekerjaan.Sudah beberapa kali Ardella menerima penolakan dari perusahaan lain. Kakinya begitu lelah dan sulit untuk berjalan, dia menghembuskan nafas dengan pelan. "Huh. Lelah sekali." Gumamnya.Karena merasa kakinya sedikit pegal, Ardella ingin beristirahat terlebih dahulu sebelum melanjutkan perjalanannya. Ardella yang sedang berdiri dipinggir jalan melihat ke arah sekitarnya, melihat warung kecil di depannya dengan langkah kecil Ardella beranjak ke arah warung.Setibanya di warung Ardella duduk dengan meluruskan kakinya lebih condong ke depan. Melihat pemilik warung yang sedang berjualan Ardella merasa tidak enak hati hanya menumpang duduk, dia pun membeli beberapa cemilan kecil untuk dimakan.Sambil duduk Ardella melihat kembali sekelilingnya, di
Hari berikutnya.Semua kembali seperti semula. Menjalani kehidupan masing-masing. Pepatah mengatakan jika karena mengalami hal terpuruk membuat dirimu lebih kuat, maka bagi Ardella merasa semuanya tidak masalah, asalkan dia masih berada dekat dengan orang dia sayangi.Jika untuk sementara diriku kehilanganmu, maka aku akan terima dengan lapang dada. Tapi kumohon jangan pergi lebih lama lagi. Mungkin aku akan berubah lebih buruk dari ini. Aoran membiarkan Ardella bernafas untuk sejenak, dia tidak mengganggu Ardella untuk sementara waktu.***Pagi hari.Tak,, tak,,, tak. Suara langkah Aoran mengitari lapangan golf.Seperti biasa Aoran selalu melakukan olahraga kecil. Halaman taman di kediaman Aoran begitu luas, di sekitar pekarangan rumah terdapat lapangan golf seluas tiga ribu meter. Lapangan beralaskan rumput hijau dan beratapkan langit biru menjadi tempat santai bagi Aoran. Terkadang Aoran menghabiskan waktu bermain golf ketika waktunya senggang. Dipagi hari Aoran selalu memanjakan
Aoran sendiri tertegun dengan ucapan Ardella. Memperhatikan Ardella yang saat ini berdiri di hadapannya, Aoran masih merasa hatinya bergetar untuk Ardella. Tetapi sekarang dia berusaha menolak hatinya untuk menerima Ardella kembali.Disisi lain, Ardella merasa dirinya bagaikan sebuah bayangan untuk Aoran. Mungkin kah bayangan wanita itu menjadikan alasan semua perbuatan Aoran terhadapnya.Keduanya berbicara didalam hati masing-masing. Di Ruangan sunyi tanpa suara, detak jantung terdengar di telinga mereka sendiri. Aoran dan Ardella kini saling menatap, sesama melihat ke arah mata masing-masing. Keduanya hanya membentuk pola pikiran rumit."Jika saja aku wanita itu, maka sekarang aku akan melihatmu dengan rasa jijik,” ucap Ardella dingin. Dirinya masih dalam keadaan tidak terima Aoran menganggapnya sebagai wanita mainan."Mungkinkah kamu sendiri yang meninggalkan wanita itu, atau sebenarnya dari awal kamu memang tidak mencintainya,” ucap Ardella sembarangan menebak. Mungkin diantara m