Ekspresi yang ditunjukkan sungguh-sungguh, apapun yang membuat Dyra sedih maka Aoran akan menyelesaikannya.“Jangan! Itu akan menambah pertengkaran dengan ayah,” menahan Aoran agar tidak pergi.Kali ini Aoran tidak mengalah, ia meminta Dyra agar tidak menghalangi langkahnya. “Kumohon.” Tangan Dyra memegang erat.Dengan aura memendam marah, Aoran berusaha tenang. Ia kemudian mengelus kepala Dyra lalu mengecup keningnya. “Apa mereka menyakitimu?” tanya Aoran.“Tidak. Jika ada ayah di rumah, mereka tidak berani, jadi jangan khawatir,” berusaha menenangkan Aoran.“Cobalah bicara dengan ayahmu, lalu ceritakan perbuatan mereka,” ucap Aoran menatap Dyra."Aku pernah melakukannya, tapi ayah tetap tidak percaya, semakin aku berusaha membuat ayah percaya, ayah semakin jauh, yang ayah inginkan adalah aku menerima wanita itu sebagai ibu, tapi aku tetap tidak bisa." Dyra sedih."Selama ini bagaimana kamu bisa bertahan, apa kamu sering dipukuli?" Tanya Aoran."Wanita itu tidak pernah memukulku.
Dyra baru saja selesai makan di dapur, ia melihat Sarianti dan Rossy di ruang tengah, sepertinya ibu tirinya itu baru belanja, karena ada barang-barang mewah di atas meja, suara gelak tawa terdengar jelas, mungkin satu kampung juga mendengarnya.Pandangan kedua orang itu sinis, Dyra memasang wajah datar, lalu masuk ke arah kamarnya, sedikit pun ia tidak merasa iri ataupun peduli dengan apa yang mereka lakukan.Ceklek.Dyra membuka pintu kamarnya, lalu berbaring di tempat tidur. Saat ingin memejamkan mata, Dyra teringat dengan Aoran. Liontin diberikan Aoran sangat berharga, ia meraih kalung itu dari lehernya.Hanya melihat kalung bertuliskan nama Aoran membuat jantungnya berdegup. Sambil membayangkan Aoran terlintas di pikirannya untuk memberikan sebuah hadiah spesial untuk kekasihnya itu.Dyra berencana membeli hadiah untuk Aoran. Karena itu Dyra bergegas tidur, agar bisa bangun pagi.***Dyra mengajak Ayu mencari hadiahnya, bersemangat dia pergi dari rumah, kakinya berjalan dengan ce
Secara cincin itu harganya mahal, karena itu ayah Dyra tidak percaya kalau Dyra mampu membeli cincin itu.“Dyra tidak bohong ayah!”Dyra berteriak keras di hadapan ayah ya, selama ini Dyra hanya diam saja, tapi kali ini Dyra berani meninggikan suaranya di depan ayahnya.Sudah lama kesal dengan sikap Dyra, ditambah Dyra mulai melawan.“Beraninya kamu melawan ayah,” bola mata ayah Dyra membesar."Ayah mereka mencuri cincinku, aku berusaha mengatakannya, tapi ayah tidak percaya. Harus bagaimana Dyra menjelaskannya." Dyra mengacungkan tangannya ke ibu tirinya.Plakkk,,, Tangan besar ayahnya melayang ke wajahnya, tubuh Dyra terjatuh ke lantai, rasa sakit dan terkejut membuat Dyra terdiam, air matanya terjatuh tapi tatapannya kepada ayahnya penuh kemarahan, tapi walau dalam kemarahan Dyra masih tidak berdaya.Dari sudut bibir Dyra mengucur darah. Dyra mengusapnya lalu melihat darah di tangannya.“Siapa aku dimata ayah?” tanya Dyra menangis."Sudah cukup Dyra, Ayah sudah tidak tahan meli
Aoran dan Dyra ter ngah-ngah, sepertinya keduanya sedang di mabuk cinta, Aoran terus mencium Dyra, bahkan Aoran tangan Aoran perlahan membuka kancing baju Avira.Langkah Avira mundur hingga menabrak sisi ranjang, Avira jatuh ke kasur. Aoran terus melanjutkannya. Dyra mulai bernafas tidak teratur.“Tidak,” menahan tangan Aoran ketika meraih pakaian dalamnya.Aoran berhenti, ia menatap Dyra telah pucat, mungkin Dyra belum siap untuk melakukannya, Aoran mengecup kening Dyra, kemudian beranjak ke samping.Aoran terus memegang kepalanya, ia sunggu merasa pusing, Dyra yang melihatnya khawatir.“Kamu kenapa?” tanya Dyra ketika melihat Aoran sepertinya kesakitan.Melihat Dyra di depannya, dan berada di tempat tidur yang sama, Aoran merasa instingnya sebagai laki-laki bangkit. Sudah tidak tahan lagi dengan perasaannya, Aoran memberanikan diri untuk meminta sesuatu pada Dyra. Wangi tubuh Dyra.membuat Aoran semakin lebih dekat. "Dyra, berikan aku itu, aku sangat ingin memiliki seutuhnya, aku
Ayu bersembunyi ketika melihat Dyra baru keluar dari kamar.Langkah-demi langkah Avira berpijak, kakinya masih gemetar dan sakitnya masih ada.Ayu melihat Dyra dengan keadaan kacau, ketika Dyra sudah menjauh. Segera Ayu melihat ke dalam kamar.Aoran masih tidur, tapi ketika Ayu mendekat, ia melihat Aoran tanpa busana.Ayu terkejut. “Apa mereka tidur bersama? Berhubungan?”Ayu kaget, ia ingin segera keluar dari sana, tapi ketika Ayu mencium bau alkohol menyengat, Ayu berbalik lalu menatap ke arah Aoran.Ayu tersenyum. Ia menutup pintu dan menguncinya. Setelah itu Ayu melepaskan pakaiannya sendiri dan naik ke atas ranjang.“Aku akan menjadi wanitamu sekarang,” ucap Ayu.Ayu memejamkan matanya. Tidak menunggu lama. Aoran membuka matanya.Kepalanya masih pusing, ia berusaha mempertajam penglihatannya, ketika ia menengok ke samping, Aoran melihat seorang wanita berbaring di sampingnya.“Siapa wanita ini,” gumam Aoran bingung.Aoran mencoba mengingat kejadian malam itu, tapi ia mengingat wa
Di bawah sinar, nampak seorang wanita paruh baya duduk sendirian, wajahnya terlihat sedih dan banyak beban penderitaan. Ia seorng ibu yang sedang menunggu kepulangan putranya. Pembantu mendatanginya dan memberitahu bahwa putranya telah pulang. Aoran yang tiba di rumahnya bersama dengan Ayu. Kedatangan Aoran kali ini hanya semata panggilan dari ibunya. “Terima kasih dewa, putraku telah kembali.”Ibu Aoran menghampiri dan memeluk dengan hangat, begitu juga Aoran membalasnya. Ibu Aoran menatap seorang gadis di sebelah putranya itu. “Siapa dia, Aoran? “Aoran bingung menjelaskan hubungannya dengan Ayu, tapi tetap ia memperkenalkan Ayu pada Ibunya. “Dia Ayu Bu,” ucap Aoran. “Apa dia kekasihmu.” Tampaknya ibu Aoran tidak keberatan dengan kehadiran Ayu. “Iya tante, nama saya Ayu,” ucap Ayu menundukkan kepalanya. “Oh, cantiknya, “ menyentuh pipi Ayu. Aoran diam membenarkan perkataan Ayu. Lalu dari kejauhan tampak seorang pria berwajah garang mendekat. “Kamu sudah pulang?”Wajahny
Suatu malam Ayu tengah berada di dalam kamarnya. Lalu datang seorang laki-laki bercelana hitam bersepatu coklat menghampirinya. Gadis itu sempat ketakutan, dia mundur menghindar, tapi setelah menyadari bahwa itu Aoran segera ia berlari memeluk laki-laki itu. “Aku sangat takut,” ucap Ayu memeluk Aoran. “Aku tidak memaksamu bersamaku, jika kamu ingin kembali, aku tidak melarangnya,” saut Aoran. “Tidak. Aku sudah memberikan semuanya padamu, aku akan berada disisimu, jangan pernah berkata begitu,” ucap Ayu. “Aku tidak bisa menikahimu saat ini, tapi setelah membalaskan dendam keluargaku, aku berjanji akan menikahi jika waktunya tiba.”“Asalkan bersamamu, aku akan bahagia.” Ayu mengeratkan pelukannya. Aoran mengumpulkan anggota gengnya, hanya beberapa dari mereka yang tersisa, lainnya telah dibantai. Roky melaporkan jumlah anggota. “Kita hanya punya lima puluh orang, sedangkan musuh sekitar seribu orang. Kita sangat kalah jumlah. Dan kita juga kekurangan dana untuk menambah anggota.”
Nampaknya Rossy tidak yakin dengan pikirannya, karena Rossy tahu Dyra gadis baik, tidak mungkin melakukan hal yang tercela.Dyra berjalan sempoyongan menuju kamarnya, tangannya masih meraba perutnya yang sejak tadi tidak nyaman.Tok, tok, tok.“Dyra!”Suara memanggil dari luar.Sarianti yang berada di ruang tamu membuka pintu. Wajahnya seketika berubah menjadi cuek.“Ada apa? Mau cari ribut?” Wanita yang berdiri di depan pintu adalah Ibunya Ayu.“Dyra mana?” tanyanya sambil mengelus dada agar tidak terbawa emosi.Sarianti melotot kemudian menyilangkan kedua tangannya. “Tidak ada dirumah. Memangnya perlu apa mencarinya?” Ibu Ayu tidak ingin berlama-lama, ia mengeluarkan sebuah undangan.“Nanti kalau Dyra sudah pulang, tolong berikan undangan ini padanya, katakan ini dari tantenya.” Menyerahkan undangan berwarna putih.
"Aoran."Aoran menyebutkan namanya sendiri. Mendengar Ardella memanggil namanya dengan langsung, Aoran sangat tidak suka.Ardella yang tengah terlentang di sofa dibawah tubuh Aoran yang kekar meronta-ronta, dia berusaha untuk terlepas dari genggaman Aoran.Ardella meronta hingga memukul dada bidang Aoran, tetap saja pukulan Ardella tidak membuat Aoran melepaskan dirinya. Semakin Ardella melawan semakin membuat Aoran bertambah agresif. Secepat kilat Aoran menggerakan mulutnya ke bibir Ardella.Dikejutkan dengan serangan Aoran, mata Ardella terbelalak lebar, mulutnya terbungkam oleh lidah Aoran. "Mum." Masih dalam keadaan berontak, Ardella mendorong Aoran.Aoran sama sekali tidak peduli dengan perlawanan Ardella, ciuman di bibir Aoran terasa kasar di mulut Ardella."Auh!" Seru Aoran menyentuh bibirnya. Ardella menggigit Aoran. Dengan tatapan acuh, Aoran kembali menyerang Ardella.Tidak hanya sampai disitu, satu persatu Aoran membuka kancing baju Ardella."Aoran! kau gila. Aku akan mel
Di tengah perjalanan menuju pulang. Aoran menyetir dengan cepat. Sepanjang jalan Aoran hanya memikirkan Ardella yang dibencinya.Ckitt.Tiba dirumah Aoran langsung melangkah masuk kedalam rumah."Kak Aoran." Panggil Anasya dari bawah tangga. Kebetulan Anasya yang belum tidur melihat Aoran melangkah dengan terburu-buru naik keatas lantai dua.Mendengar panggilan Anasya Aoran berbalik. "Kenapa belum tidur jam segini?" Aoran melirik jam tangannya."Aku terbangun karena haus kak." Anasya mendekat kearah Aoran. "Kak Aoran bau alkohol." Mencium bau alkohol, Anasya menutup hidungnya."Kembali lah tidur, kakak ingin istirahat juga," ucap Aoran tanpa melanjutkan pembicaraan lagi."Iya kak,” saut Anasya dengan lembut.Aoran masih dalam suasana hati marah, dia melemparkan dirinya ke atas tempat tidur. Dengan posisi tengkurap Aoran terbaring diatas kasur. "Ardella aku lelah, aku ingin berhenti. " Sangat melelahkan untuk membenci orang yang kita pernah cintai, seandainya bisa memilih Aoran lebih
Dengan memainkan gelas yang berisikan wine, Aoran melirik Ardella yang berdiri di depannya."Aku merasa bosan, berikan aku hiburan." Ucapnya meneguk minumannya."Hiburan. Siapa kamu yang mewajibkan aku menghiburmu. Sungguh menyebalkan. " Kata Ardella dalam hati."Maaf tuan, saya tidak bisa menghibur anda." Suara Ardella sungguh ramah dan manis didengar. "Kalau mau dihibur cari saja wanita seksi yang bisa menghiburmu." Gumamnya menyeret suaranya.Meski mendengar ucapan Ardella, tetap saja Aoran bersikeras mau dihibur. "Ayolah, kamu bisa menari, kalau tidak menyanyi untuk menghiburku." Saut Aoran meminta.Menari? aku tidak mau menari dihadapan cowok rese ini, sepertinya menyanyi lebih baik. Ardella membatin."Baiklah, aku akan menyanyi. Tapi kamu tidak boleh tertawa." Memastikan bahwa Aoran tidak akan tertawa. Bakat Ardella sangat terpancar jika menari, tapi menyanyi bisa dikatakan kurang memenuhi syarat."Ok." Senyum Aoran yakin.Ardella mengambil mikrofon yang ada di sudut meja, mikr
Flashback.Sebelum melihat dengan mata kepala sendiri, Aoran merasa tidak tenang, dia memastikan sendiri Ardella aman bekerja di bar."Apa ini barnya?" tanya Aoran pada Parto."Iya Bos," saut Parto yakin.Pupil mata Aoran mengerut ketika melihat ke arah bar. Alis matanya terangkat tajam menandakan hatinya dalam suasana suram.Parto yang berdiri di samping Aoran merasa merinding. Mungkin sebentar lagi akan ada kejadian buruk. Mengenal sifat Aoran dengan tempramental buruk, tanpa sadar dia menggelengkan kepalanya."Parto." Panggil Aoran dengan tatapan mematikan. "Apa maksudnya kamu menggelengkan kepala," tanya Aoran dengan suara bergetar."Aku yakin Bos, sebentar lagi akan ada kekacauan disini,” sautnya tanpa menyaring perkataannya. Parto tertawa menunjukkan giginya.Raut muka Aoran berubah menjadi mengkerut. "Berhentilah bercanda denganku, sebelum kurontokkan semua gigimu." Nada datar tapi bermakna dari suara berat Aoran."Maaf Bos." Secepatnya Parto merapatkan bibirnya.Pertama kali m
Pagi hari.Terdengar suara langkah ribut dari kejauhan.Srek.Edward naik ke atas kasur Ardella. Menatap tantenya masih tidur dia menggelengkan kepala."Tante bangun." Edward membangunkan Ardella, dengan tangan kecilnya di menggoyang-goyang tubuh Ardella yang masih tidur dibawah selimut.Akibat lembur dari semalaman kelopak mata Ardella masih berat, dia menarik tubuh Edward kepelukannya. "Sepuluh menit lagi. Tante masih mengantuk." Ardella masih memejamkan matanya dengan rapat.Edward membalas pelukan Ardella, dengan tenang dia menunggu tantenya untuk bangun. "Ok. Waktunya bangun." Ardella menendang selimutnya, ketika membuka matanya terbuka lebar dia melihat tatapan Edward yang sangat menggemaskan."Aduhh, keponakan tante yang satu ini." Ardella mencium pipi Edward dengan gemes. "Ayo, bangun,” ucap Ardella ketika masih melihat Edward berbaring dengan santai di atas kasurnya."Huh, beratnya. " Menggendong Edward di pangkuannya."Aku tidak suka tante pulang malam." Kata Edward menunj
Malam hari.Ketika tiba dirumah Ardella disambut oleh kakak iparnya. Dengan wajah tersenyum Lisa menghampiri Ardella. "Dek, suruhan Aoran datang lagi." "Apalagi yang diinginkan cowok bre*ngsek itu." Gumamnya pelan. Ardella mengitari tubuh Lisa."Ada apa dek?" tanya Lisa ketika melihat Ardella membalikkan tubuhnya."Untung kakak ipar baik-baik saja, aku hanya takut mereka melukai kakak ipar." Suara lega terdengar dari hembusan nafas Ardella.Teringat dengan amplop yang diberikan oleh Parto. "Orang itu juga menitipkan ini." Amplop yang masih berada diatas meja diserahkan pada Ardella.Tidak lama kemudian Lisa juga membahas masalah kontrak rumah yang ditawarkan oleh Parto. Penjelasan Lisa sangat panjang dan detail."Sungguh kak." Terkejut mendengar penjelasan kakak iparnya."Iya dek, bahkan surat kontraknya sudah dibuat." Lisa menunjukkan isi kontrak pada Ardella.Membaca isi surat kontrak sepertinya tidak ada masalah, Ardella juga memikirkan betapa rumitnya mereka harus berkemas dan
Mencari pekerjaan di kota metropolitan tidak semudah membalikkan telapak tangan. Berjalan kesana kemari untuk mencari kerja tapi masih saja belum mendapatkan pekerjaan. Rasa frustasi sedikit tersirat di benak Ardella yang sedang mencari pekerjaan.Sudah beberapa kali Ardella menerima penolakan dari perusahaan lain. Kakinya begitu lelah dan sulit untuk berjalan, dia menghembuskan nafas dengan pelan. "Huh. Lelah sekali." Gumamnya.Karena merasa kakinya sedikit pegal, Ardella ingin beristirahat terlebih dahulu sebelum melanjutkan perjalanannya. Ardella yang sedang berdiri dipinggir jalan melihat ke arah sekitarnya, melihat warung kecil di depannya dengan langkah kecil Ardella beranjak ke arah warung.Setibanya di warung Ardella duduk dengan meluruskan kakinya lebih condong ke depan. Melihat pemilik warung yang sedang berjualan Ardella merasa tidak enak hati hanya menumpang duduk, dia pun membeli beberapa cemilan kecil untuk dimakan.Sambil duduk Ardella melihat kembali sekelilingnya, di
Hari berikutnya.Semua kembali seperti semula. Menjalani kehidupan masing-masing. Pepatah mengatakan jika karena mengalami hal terpuruk membuat dirimu lebih kuat, maka bagi Ardella merasa semuanya tidak masalah, asalkan dia masih berada dekat dengan orang dia sayangi.Jika untuk sementara diriku kehilanganmu, maka aku akan terima dengan lapang dada. Tapi kumohon jangan pergi lebih lama lagi. Mungkin aku akan berubah lebih buruk dari ini. Aoran membiarkan Ardella bernafas untuk sejenak, dia tidak mengganggu Ardella untuk sementara waktu.***Pagi hari.Tak,, tak,,, tak. Suara langkah Aoran mengitari lapangan golf.Seperti biasa Aoran selalu melakukan olahraga kecil. Halaman taman di kediaman Aoran begitu luas, di sekitar pekarangan rumah terdapat lapangan golf seluas tiga ribu meter. Lapangan beralaskan rumput hijau dan beratapkan langit biru menjadi tempat santai bagi Aoran. Terkadang Aoran menghabiskan waktu bermain golf ketika waktunya senggang. Dipagi hari Aoran selalu memanjakan
Aoran sendiri tertegun dengan ucapan Ardella. Memperhatikan Ardella yang saat ini berdiri di hadapannya, Aoran masih merasa hatinya bergetar untuk Ardella. Tetapi sekarang dia berusaha menolak hatinya untuk menerima Ardella kembali.Disisi lain, Ardella merasa dirinya bagaikan sebuah bayangan untuk Aoran. Mungkin kah bayangan wanita itu menjadikan alasan semua perbuatan Aoran terhadapnya.Keduanya berbicara didalam hati masing-masing. Di Ruangan sunyi tanpa suara, detak jantung terdengar di telinga mereka sendiri. Aoran dan Ardella kini saling menatap, sesama melihat ke arah mata masing-masing. Keduanya hanya membentuk pola pikiran rumit."Jika saja aku wanita itu, maka sekarang aku akan melihatmu dengan rasa jijik,” ucap Ardella dingin. Dirinya masih dalam keadaan tidak terima Aoran menganggapnya sebagai wanita mainan."Mungkinkah kamu sendiri yang meninggalkan wanita itu, atau sebenarnya dari awal kamu memang tidak mencintainya,” ucap Ardella sembarangan menebak. Mungkin diantara m