Moon yang tidur hingga malam, setelah melayani Christian. Ia membuka matanya dan bangkit menyadari dirinya tanpa sehelai pakaian dan hanya ditutupi oleh selimut tebal.
Ia menepuk kepalanya dan merasa kesal dengan kejadian siang tadi. Dirinya yang harus patuh dan menurut keinginan pria itu membuatnya merasa terhina. Saat ia menyadari tangan kanannya yang tidak terlihat gelang yang biasa dia pakai, ia tersentak kaget."Gelangku? di mana gelangku?" gumamnya sambil mencari di sekitar tempat tidurnya. ia dengan cepat mengenakan pakaiannya dan turun dari tempat tidur.
Sementara itu, di ruang tamu, Christian duduk dengan santai di sofa, satu tangan memegang gelas minuman, sementara tangan lainnya memainkan gelang yang diambilnya dari Moon. Tatapannya dingin dan penuh perhitungan saat ia menatap benda kecil itu dengan senyum sinis di wajahnya.
"Gelang ini begitu berharga baginya," gumam Christian, matanya tak lepas dari kilauan gelang di tangannya. "Andaikan aku me
Mike berdiri tegak di hadapan Christian, merasakan ketegangan yang memancar dari bosnya. Suara detak jam di sudut ruangan menjadi satu-satunya yang terdengar, namun di dalam pikiran Christian, hanya ada satu hal yang terus berputar—gelang itu. Dengan tatapan tajam yang tidak pernah meninggalkan layar ponselnya, Christian mengeluarkan perintahnya, suaranya penuh ketegasan."Selidiki seluruh panti asuhan, apakah mereka mengenal gelang ini!" perintahnya sembari menunjukan foto gelang yang tertera di ponselnya. Pandangannya sesaat teralihkan dari layar, menatap Mike dengan intensitas yang membuat pria itu tidak bisa menahan diri untuk segera melaksanakan tugas yang diberikan."Baik, Tuan. Segera saya lakukan!" jawab Mike cepat, menunduk hormat sebelum beranjak untuk meninggalkan ruangan. Namun sebelum Mike bisa sepenuhnya pergi, suara Christian kembali terdengar, kali ini lebih lembut, namun tetap sarat dengan otoritas."Aku akan mengirim fotonya untukmu," lan
Mansion Keluarga Kim.Calvin berjalan menyusuri lorong megah menuju ruang pribadi ayahnya, Victor. Langkah kakinya mantap, meskipun hatinya dipenuhi rencana busuk. Ia tahu, hari ini adalah momen yang tepat untuk menanamkan racun dalam pikiran ayahnya.Ketika Calvin membuka pintu, ia melihat Victor tengah duduk di kursi kebesarannya, memandangi secarik kertas di tangannya. Ada aura otoritas yang selalu memancar dari ayahnya, sesuatu yang membuat Calvin selalu merasa tertekan namun juga termotivasi untuk mendapatkan pengakuan."Pa," seru Calvin dengan nada yang dipoles agar terdengar khawatir, seraya menghampiri ayahnya dengan ekspresi pura-pura cemas.Victor mengalihkan pandangannya dari kertas, menatap putranya dengan tatapan yang penuh selidik. "Hm...ada apa? Kamu baru pulang?" tanyanya, suaranya terdengar berat namun tenang."Iya, Pa. Aku baru saja kembali dari pertemuan dengan beberapa klien untuk membahas bisnis," jawab Calvin sambil menghela n
Ruangan luas itu dihiasi oleh cahaya redup dari lampu kristal di langit-langit, menciptakan suasana yang tenang namun tegang. Dindingnya dipenuhi dengan lukisan-lukisan mahal dan perabotan mewah yang menunjukkan kekayaan tanpa perlu kata-kata. Di tengah ruangan, sebuah meja kayu ek besar berdiri kokoh, di mana dua gelas anggur merah hampir kosong menunjukkan bahwa percakapan yang terjadi bukanlah sekadar perbincangan biasa.Victor duduk di ujung meja dengan sikap angkuh, tangannya menggenggam erat gelas anggur, matanya menatap tajam ke arah Christian, seolah mencari jawaban yang memuaskannya. Christian, duduk di seberang, tampak santai namun ada kilatan kemarahan di matanya. Dia meneguk anggurnya dengan perlahan, mencoba menenangkan pikiran yang bergolak."Ada urusan apa sehingga Papa datang sendiri?" tanya Christian dengan nada datar, namun pandangannya tak lepas dari wajah Victor.Victor menarik napas dalam sebelum menjawab, tatapannya tak pernah lepas dari an
Jam dinding menunjukkan pukul 21.00. Moon masih belum kembali, sementara Christian duduk di ruang tamu dengan tatapan tajam pada jam tangannya, tampak gelisah."Ke mana dia, kenapa belum pulang juga?" gumam Christian pada dirinya sendiri, ketidaknyamanan jelas terlihat di wajahnya.Saat itu, sebuah pesan tiba-tiba masuk ke ponselnya. Christian membuka pesan tersebut dan melihat sebuah foto yang dikirim oleh Mike. Foto itu memperlihatkan Moon duduk termenung di taman."Kenapa gadis ini duduk di taman sampai malam begini?" gumam Christian lagi, merasa semakin cemas.Moon, yang tampak terlarut dalam pikirannya, akhirnya berdiri dari bangku taman dan mulai melangkah tanpa arah. Wajahnya menunjukkan kesedihan mendalam, sementara pikirannya dipenuhi oleh kata-kata Christian."Lebih baik aku menjauh darinya. Tapi aku harus kemana? Jika mereka tahu aku tinggal bersama orang yang ingin merebut tanah desa mereka, pasti aku akan dianggap rendah da
Jacob berkeringat dingin, tetesan keringat mengalir deras membasahi wajahnya. Ia bisa merasakan betapa dingin dan tajamnya pisau yang digenggam erat oleh Christian. Hawa dingin menjalar hingga ke sumsum tulangnya, membuat jantungnya berdegup kencang."Bicara atau tetap diam?" tanya Christian dengan senyuman sinis yang membuat bulu kuduk Jacob meremang. Senyuman itu bukan sekadar ancaman, melainkan janji akan kekejaman yang siap dituangkan.Jacob menelan ludah, tenggorokannya terasa kering seolah terkunci dalam cengkeraman ketakutan. Namun, meski suaranya bergetar, ia menegaskan, "Aku tidak akan mengkhianati tuan Calvin." Kata-kata itu keluar dari mulutnya dengan keyakinan yang pudar oleh rasa takut yang semakin menghimpit.Christian mengangguk pelan, seolah menghargai keteguhan hati Jacob. "Baiklah," ujarnya ringan, "Tidak masalah kalau kau masih membelanya. Setelah kaki tanganmu aku ambil, apakah kakakku itu masih akan membutuhkanmu?" Tanpa menunggu jawaban, Ch
Moon dan Victor bertemu di sebuah restoran dengan suasana yang dipenuhi aroma kopi dan suara dentingan peralatan makan. Mereka duduk saling berseberangan di meja yang dikelilingi oleh keheningan, menciptakan suasana canggung yang begitu nyata hingga rasanya bisa diraba.Victor, seorang pria dengan wajah dingin dan penuh wibawa, menatap Moon dengan pandangan yang tajam. "Namamu adalah Moon?" tanyanya, suaranya tegas namun dengan nada penuh kehati-hatian.Moon menunduk sejenak, seolah mencari kekuatan dari dalam dirinya. "Iya," jawabnya singkat, kedua tangannya terkepal di bawah meja, berusaha menahan gugup yang perlahan merayap naik ke permukaan.Victor mengangguk kecil, menyadari ketegangan di udara. "Kamu sudah tahu siapa aku?" tanyanya lagi, kali ini suaranya sedikit lebih lembut, namun tetap dengan kesan penuh otoritas.Moon mengangkat wajahnya, menatap Victor dengan mata yang penuh keyakinan. "Sudah tahu! Anda adalah pendiri Capital Kim," jawabnya den
Victor masih menatap gelang itu, tangannya sedikit gemetar seolah-olah kenangan dari masa lalu menyeruak kembali ke dalam pikirannya.Moon memperhatikan perubahan pada pria tua di hadapannya. Sesuatu tentang cara Victor menatap gelang itu membuatnya merasa tidak nyaman, seperti ada sesuatu yang disembunyikan pria itu. "Ada apa?" tanyanya dengan nada penuh curiga, mencoba mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi.Victor mendesah berat, mencoba mengendalikan emosi yang mulai membuncah di dalam dirinya. Dengan suara yang terdengar sedikit serak, ia akhirnya bertanya, "Apakah anggota keluargamu hanya nenekmu? Bagaimana dengan orang tuamu?" Ada kegetiran dalam suaranya yang tak bisa ia sembunyikan.Moon menegakkan tubuhnya, tatapannya berubah dingin. "Aku rasa tidak perlu menjawab pertanyaanmu, karena ini adalah masalah keluargaku," jawabnya dengan dingin, menunjukkan bahwa dia tidak akan membiarkan Victor memasuki ruang pribadinya.Victor menarik napas
Victor merasakan kegelisahan yang semakin menggelayuti hatinya. Meski sudah terbiasa dengan persaingan di antara kedua putranya, kali ini situasinya terasa berbeda—jauh lebih kelam dan berbahaya. Dia memperhatikan dengan seksama wajah Christian yang tersenyum sinis, seolah menikmati setiap momen dari kekacauan ini.Di sisi lain, Calvin, putra sulungnya, tampak semakin tegang, jari-jarinya mengepal kuat di sisi tubuhnya, berusaha keras menahan emosi yang siap meledak."Christian, siapa dia dan kenapa kamu menyiksanya seperti itu?" tanya Victor, nadanya mengandung campuran rasa penasaran dan kekhawatiran yang dalam. Dia tak bisa memahami apa yang membuat putranya berubah menjadi begitu kejam.Christian mendongak sedikit, menatap ayahnya dengan mata dingin yang penuh tipu daya. "Pa, dia adalah Jacob Sebastian, Dengar saja rekamannya!" Lalu, dia melirik ke arah Calvin, menikmati bagaimana kakaknya terlihat semakin gelisah dan penuh amarah.Waktu b
Christian berdiri di tengah kamar dan menatap pakaian yang telah rapi tersusun di koper. Jhon dan Mike, dua orang yang telah setia bersamanya dalam segala suka dan duka, memandangnya dengan penuh haru. Udara sore yang sejuk menyusup lewat jendela, membawa keheningan yang berat di antara mereka.Mike melangkah maju, menatap majikannya dengan sorot mata penuh harapan. "Tuan, kami bisa ikut denganmu, dan memulai dari awal," suaranya serak, namun tegas.Christian menatap keduanya dengan senyuman lembut, seakan memberi mereka kekuatan. "Mike, Jhon, kalian sangat berbakat. Rajin dan tidak pernah mengeluh. Aku sudah melamarkan pekerjaan untuk kalian berdua di perusahaan besar. Kalian akan dihubungi setelah prosedurnya diurus. Bekerjalah dengan baik." Suaranya tenang, tapi penuh keyakinan. "Aku akan pergi bersama Moon. Kami memiliki terlalu banyak kenangan pahit di sini, jadi kami ingin melupakan semuanya.""Tuan, kami telah lama ikut denganmu, kami sudah biasa dengan ritme ini," Jhon mencob
"Aku tidak akan membiarkan kalian berhasil!" bentak Calvin dengan emosi yang memuncak. Matanya menyala penuh kemarahan, wajahnya memerah. Victor menatap Calvin dengan sorot mata tenang, namun penuh penyesalan. "Calvin," ucapnya dengan suara yang lebih rendah, hampir bergetar, "Papa bersalah padamu. Papa mengkhianati mamamu dan juga melukaimu. Tapi ini adalah kesalahan Papa," lanjutnya, mencoba menenangkan Calvin yang jelas tidak ingin mendengar.Calvin mendengus sinis, tidak bisa menahan tawa pahitnya. "Jangan mengatakan kalau Papa ingin menyerahkan semuanya pada dia?" suaranya bergetar, penuh kebencian dan kekecewaan. "Aku tidak sudi! Karena aku juga telah membantu mengembangkan bisnis kita. Aku pantas mendapatkannya!" sorot mata Calvin beralih pada Victor, menuntut jawaban yang adil. "Siapa pun di antara kalian," ucapnya dingin, "tidak ada yang bisa mengambil alih perusahaan ini." Christian menatap mereka berdua bergantian, membuat suasana semakin menegangkan. "Hari ini juga, aku
Victor merasa darahnya berdesir dingin, napasnya seakan tersangkut di tenggorokan saat menatap putrinya, Moon, yang berdiri di depannya dengan sorot mata tajam. Tubuhnya yang lelah seakan kehilangan kekuatan. Tidak pernah dia membayangkan hari di mana seluruh rahasia kelam yang selama ini ia simpan rapat-rapat akhirnya terungkap.Christian, dengan dingin dan penuh dendam, duduk santai di sofa. Tatapannya tajam seperti pisau yang siap menancap,"Aku adalah bayi yang kamu adopsi," suaranya terdengar menggelegar dalam keheningan ruangan. "Kedua orang tuaku tewas di tanganmu. Seluruh milik keluargaku juga kau rebut begitu saja. Sementara Moon adalah putri kandungmu yang kau lantarkan selama ini. Apa lagi yang ingin kau katakan?"Kata-kata Christian menusuk hati Victor seperti jarum tajam. Selama bertahun-tahun, dia hidup dalam ilusi bahwa apa yang dia lakukan adalah demi kekuasaan, demi keluarganya.Moon, yang dari tadi berdiri di sudut ruangan, mulai men
Calvin menatap Christian dengan mata yang menyala penuh emosi, berusaha menyangkal kebenaran yang baru saja diungkapkan. Sementara itu, Victor, yang duduk di samping Calvin, mulai merasakan jantungnya berdetak tak teratur. Keringat yang tadi hanya mengalir di dahinya kini membasahi tengkuknya.“Jangan bercanda! Keluarga Kim membesarkanmu selama ini. Apakah kau menggunakan cara ini untuk membalas kami?” tanya Calvin dengan nada yang lebih keras, mencoba menguasai percakapan meski suaranya terdengar sedikit goyah.Christian tersenyum sinis, langkahnya perlahan mendekati Calvin yang masih duduk di sofa. “Membesarkan aku? Apakah aku harus berterima kasih padamu? Membunuh kedua orang tuaku yang juga adalah sahabat dekatmu. Lalu mengambil alih perusahaan mereka tanpa rasa malu sedikitpun,” ujar Christian, nada suaranya semakin berbahaya dengan setiap kata yang keluar.Calvin terdiam sejenak, kata-kata Christian menghantamnya seperti palu besar
"Pa, apakah benar di dalam rekaman ini adalah Papa? Mana mungkin Papa tega pada sahabat sendiri," ujar Christian dengan senyum sinis.Victor tampak terkejut namun berusaha tetap tenang. Ia merapatkan jasnya seolah mencoba mengendalikan suasana hatinya. "Ini hanya rekaman rekayasa, tidak ada kejadian itu," jawabnya dengan suara berat, membela diri.Christian mendekat, "Benarkah? Kalau begitu, Papa cukup mengklarifikasi pada media untuk menyelamatkan perusahaan kita," kata Christian dengan nada menantang."Christian, semua ini tidak benar. Pasti ada yang ingin menjatuhkan kita," ujar Victor dengan tegas, matanya menyiratkan ketakutan yang samar.Sementara itu, Calvin, yang berdiri di sana memandangi Christian dengan penuh rasa ingin tahu dan cemas. "Bagaimana bisa rekaman itu terungkap? Dari mana asalnya, dan apakah brengsek ini tidak tahu apa-apa?" gumam Calvin dengan geram, berpikir keras.Seorang sekretaris tiba-tiba masuk tergesa-gesa, raut
Christian sengaja membuka ponselnya dengan gerakan lambat, matanya menelusuri layar dengan ekspresi tenang yang tampak dingin. Suasana di ruangan itu berubah hening ketika dia memutar video yang tengah viral. Wajah Victor dan beberapa orang lain yang hadir langsung mengarah pada Calvin, menunggu reaksinya. Di sudut ruangan, Calvin tampak terdiam, mencoba menahan kemarahan yang memuncak. Sorotan mata tajam Christian menancap pada layar ponselnya sebelum beralih ke Calvin."Calon direktur utama bercinta dengan beberapa wanita di satu malam, luar biasa sekali, kakakku," suara Christian memecah keheningan, nadanya penuh sarkasme dan sindiran halus. Dia memperlihatkan ponselnya kepada Calvin, dengan artikel-artikel yang mulai bermunculan di media sosial, menghancurkan reputasi Calvin.Calvin yang dikejutkan oleh berita tersebut langsung merogoh saku jasnya dengan tergesa, merasakan detak jantungnya semakin cepat. Dia membuka ponselnya dan dalam hitungan detik, layar menampi
Christian menyesap kopinya pelan, sambil memandang Reporter Frank dengan tajam. Kafe itu masih sepi, hanya terdengar alunan musik lembut yang mengisi suasana. Christian duduk dengan tenang, meski niatnya penuh ambisi."Pastikan rekaman ini tersebar luas, beserta fotonya. Aku ingin menjadikan berita ini di halaman utama," ujar Christian, nadanya tegas dan tak terbantahkan.Frank, reporter yang selalu haus akan cerita besar, mengangkat alisnya, matanya penuh harap. "Tuan Kim, apakah ini adalah berita besar?" tanyanya, sedikit ragu namun tak bisa menyembunyikan kegembiraannya.Christian menyeringai, memperlihatkan ketenangan yang mematikan. "Reporter Frank, tidak perlu bertanya hal lain, cukup lakukan saja sesuai perintahku. Jatuhkan orang yang di dalam rekaman ini akan membuatmu semakin terkenal," jawabnya dengan senyum tipis namun penuh ancaman.Frank tersenyum puas, merasa bahwa kesempatannya untuk naik ke puncak kariernya sudah di depan mata. "Baiklah, T
Christian membawa Moon kembali ke apartemennya, tempat yang dulu menjadi tinggal bersama.Ketika mereka tiba, suasana kamar terasa sunyi, seolah menyerap segala keletihan yang Moon rasakan setelah hari yang begitu berat. Tubuhnya masih gemetar, kedua pergelangan tangannya memar akibat ikatan yang terlalu kuat. Christian duduk di sampingnya, mengambil salep, dan dengan lembut mengoleskannya pada bekas luka di pergelangan tangan Moon.Sentuhannya hati-hati, seolah takut menyakiti gadis itu lebih dari yang sudah terjadi."Maaf," ucap Christian tiba-tiba, suaranya rendah dan penuh penyesalan. "Aku terlambat. Aku tidak melindungimu dengan baik."Moon mengangkat wajahnya, memandang Christian dengan lembut. Ada luka yang tak terucapkan di matanya, tapi bibirnya tetap tersenyum kecil."Bukankah kamu sudah menyelamatkan aku? Jangan merasa bersalah," jawabnya, mencoba meredakan beban yang tergambar jelas di wajah Christian.Christian terdiam
Moon ditarik keluar oleh dua anak buah Calvin dengan kasar, menyeretnya menuju mobil. Gadis itu berusaha sekuat tenaga meronta, mencoba melepaskan diri dari cengkeraman kuat mereka. Namun, semakin keras ia melawan, semakin erat genggaman mereka, membuat Moon merasa semakin tak berdaya.Di kejauhan, anggota Christian yang sudah tak sabar memutuskan untuk bertindak. Dengan tatapan dingin dan penuh perhitungan, ia menginjak pedal gas sekuat tenaga, melaju cepat ke arah mereka tanpa peduli."Awas!" Teriakan keras terdengar dari beberapa orang yang langsung berlarian ke samping, mencoba menyelamatkan diri dari bahaya yang semakin dekat.Dalam sekejap, mobil yang dikemudikan anggota Christian menghantam kendaraan di depan mereka dengan kekuatan brutal.Brak! Suara benturan keras menggema di udara. Mobil yang ditabrak mengalami kerusakan parah, bagian belakang penyok, dan kaca di beberapa sisi retak hebat. Supir di dalamnya tak sempat menghindar, kepalanya terbentur keras ke setir akibat ta