Moon memalingkan wajahnya, tak sanggup melihat bagaimana tangan pria itu dengan santainya menguasai setiap jengkal tubuhnya yang rapuh. Setiap desahan napas Christian seakan mengiris hati Moon, membuatnya semakin tersiksa dalam dilema yang begitu kelam.
"Jangan lupa janjimu," bisik Moon dengan nada suara yang bergetar namun tetap tegas. Matanya yang penuh amarah menatap tajam ke arah pria itu, menuntut kepastian. "Jangan sentuh mereka lagi!" lanjutnya, berusaha mempertahankan sisa-sisa keberanian yang masih ia miliki.
Christian tertawa kecil, senyumannya semakin melebar seolah menikmati ketidakberdayaan gadis itu. "Tentu saja! Sebagai seorang pria, aku selalu menepati janji," balasnya dengan nada sinis. Dalam satu gerakan cepat, bibirnya menempel di bibir Moon, mencium dengan gairah yang memaksa.
Moon hanya bisa pasrah menerima ciuman itu, meski hatinya memberontak. Setiap sentuhan Christian seperti bara api yang membakar habis harga dirinya. Air mata mulai meng
Moon yang tidur hingga malam, setelah melayani Christian. Ia membuka matanya dan bangkit menyadari dirinya tanpa sehelai pakaian dan hanya ditutupi oleh selimut tebal.Ia menepuk kepalanya dan merasa kesal dengan kejadian siang tadi. Dirinya yang harus patuh dan menurut keinginan pria itu membuatnya merasa terhina. Saat ia menyadari tangan kanannya yang tidak terlihat gelang yang biasa dia pakai, ia tersentak kaget."Gelangku? di mana gelangku?" gumamnya sambil mencari di sekitar tempat tidurnya. ia dengan cepat mengenakan pakaiannya dan turun dari tempat tidur.Sementara itu, di ruang tamu, Christian duduk dengan santai di sofa, satu tangan memegang gelas minuman, sementara tangan lainnya memainkan gelang yang diambilnya dari Moon. Tatapannya dingin dan penuh perhitungan saat ia menatap benda kecil itu dengan senyum sinis di wajahnya."Gelang ini begitu berharga baginya," gumam Christian, matanya tak lepas dari kilauan gelang di tangannya. "Andaikan aku me
Mike berdiri tegak di hadapan Christian, merasakan ketegangan yang memancar dari bosnya. Suara detak jam di sudut ruangan menjadi satu-satunya yang terdengar, namun di dalam pikiran Christian, hanya ada satu hal yang terus berputar—gelang itu. Dengan tatapan tajam yang tidak pernah meninggalkan layar ponselnya, Christian mengeluarkan perintahnya, suaranya penuh ketegasan."Selidiki seluruh panti asuhan, apakah mereka mengenal gelang ini!" perintahnya sembari menunjukan foto gelang yang tertera di ponselnya. Pandangannya sesaat teralihkan dari layar, menatap Mike dengan intensitas yang membuat pria itu tidak bisa menahan diri untuk segera melaksanakan tugas yang diberikan."Baik, Tuan. Segera saya lakukan!" jawab Mike cepat, menunduk hormat sebelum beranjak untuk meninggalkan ruangan. Namun sebelum Mike bisa sepenuhnya pergi, suara Christian kembali terdengar, kali ini lebih lembut, namun tetap sarat dengan otoritas."Aku akan mengirim fotonya untukmu," lan
Mansion Keluarga Kim.Calvin berjalan menyusuri lorong megah menuju ruang pribadi ayahnya, Victor. Langkah kakinya mantap, meskipun hatinya dipenuhi rencana busuk. Ia tahu, hari ini adalah momen yang tepat untuk menanamkan racun dalam pikiran ayahnya.Ketika Calvin membuka pintu, ia melihat Victor tengah duduk di kursi kebesarannya, memandangi secarik kertas di tangannya. Ada aura otoritas yang selalu memancar dari ayahnya, sesuatu yang membuat Calvin selalu merasa tertekan namun juga termotivasi untuk mendapatkan pengakuan."Pa," seru Calvin dengan nada yang dipoles agar terdengar khawatir, seraya menghampiri ayahnya dengan ekspresi pura-pura cemas.Victor mengalihkan pandangannya dari kertas, menatap putranya dengan tatapan yang penuh selidik. "Hm...ada apa? Kamu baru pulang?" tanyanya, suaranya terdengar berat namun tenang."Iya, Pa. Aku baru saja kembali dari pertemuan dengan beberapa klien untuk membahas bisnis," jawab Calvin sambil menghela n
Ruangan luas itu dihiasi oleh cahaya redup dari lampu kristal di langit-langit, menciptakan suasana yang tenang namun tegang. Dindingnya dipenuhi dengan lukisan-lukisan mahal dan perabotan mewah yang menunjukkan kekayaan tanpa perlu kata-kata. Di tengah ruangan, sebuah meja kayu ek besar berdiri kokoh, di mana dua gelas anggur merah hampir kosong menunjukkan bahwa percakapan yang terjadi bukanlah sekadar perbincangan biasa.Victor duduk di ujung meja dengan sikap angkuh, tangannya menggenggam erat gelas anggur, matanya menatap tajam ke arah Christian, seolah mencari jawaban yang memuaskannya. Christian, duduk di seberang, tampak santai namun ada kilatan kemarahan di matanya. Dia meneguk anggurnya dengan perlahan, mencoba menenangkan pikiran yang bergolak."Ada urusan apa sehingga Papa datang sendiri?" tanya Christian dengan nada datar, namun pandangannya tak lepas dari wajah Victor.Victor menarik napas dalam sebelum menjawab, tatapannya tak pernah lepas dari an
Jam dinding menunjukkan pukul 21.00. Moon masih belum kembali, sementara Christian duduk di ruang tamu dengan tatapan tajam pada jam tangannya, tampak gelisah."Ke mana dia, kenapa belum pulang juga?" gumam Christian pada dirinya sendiri, ketidaknyamanan jelas terlihat di wajahnya.Saat itu, sebuah pesan tiba-tiba masuk ke ponselnya. Christian membuka pesan tersebut dan melihat sebuah foto yang dikirim oleh Mike. Foto itu memperlihatkan Moon duduk termenung di taman."Kenapa gadis ini duduk di taman sampai malam begini?" gumam Christian lagi, merasa semakin cemas.Moon, yang tampak terlarut dalam pikirannya, akhirnya berdiri dari bangku taman dan mulai melangkah tanpa arah. Wajahnya menunjukkan kesedihan mendalam, sementara pikirannya dipenuhi oleh kata-kata Christian."Lebih baik aku menjauh darinya. Tapi aku harus kemana? Jika mereka tahu aku tinggal bersama orang yang ingin merebut tanah desa mereka, pasti aku akan dianggap rendah da
Jacob berkeringat dingin, tetesan keringat mengalir deras membasahi wajahnya. Ia bisa merasakan betapa dingin dan tajamnya pisau yang digenggam erat oleh Christian. Hawa dingin menjalar hingga ke sumsum tulangnya, membuat jantungnya berdegup kencang."Bicara atau tetap diam?" tanya Christian dengan senyuman sinis yang membuat bulu kuduk Jacob meremang. Senyuman itu bukan sekadar ancaman, melainkan janji akan kekejaman yang siap dituangkan.Jacob menelan ludah, tenggorokannya terasa kering seolah terkunci dalam cengkeraman ketakutan. Namun, meski suaranya bergetar, ia menegaskan, "Aku tidak akan mengkhianati tuan Calvin." Kata-kata itu keluar dari mulutnya dengan keyakinan yang pudar oleh rasa takut yang semakin menghimpit.Christian mengangguk pelan, seolah menghargai keteguhan hati Jacob. "Baiklah," ujarnya ringan, "Tidak masalah kalau kau masih membelanya. Setelah kaki tanganmu aku ambil, apakah kakakku itu masih akan membutuhkanmu?" Tanpa menunggu jawaban, Ch
Moon dan Victor bertemu di sebuah restoran dengan suasana yang dipenuhi aroma kopi dan suara dentingan peralatan makan. Mereka duduk saling berseberangan di meja yang dikelilingi oleh keheningan, menciptakan suasana canggung yang begitu nyata hingga rasanya bisa diraba.Victor, seorang pria dengan wajah dingin dan penuh wibawa, menatap Moon dengan pandangan yang tajam. "Namamu adalah Moon?" tanyanya, suaranya tegas namun dengan nada penuh kehati-hatian.Moon menunduk sejenak, seolah mencari kekuatan dari dalam dirinya. "Iya," jawabnya singkat, kedua tangannya terkepal di bawah meja, berusaha menahan gugup yang perlahan merayap naik ke permukaan.Victor mengangguk kecil, menyadari ketegangan di udara. "Kamu sudah tahu siapa aku?" tanyanya lagi, kali ini suaranya sedikit lebih lembut, namun tetap dengan kesan penuh otoritas.Moon mengangkat wajahnya, menatap Victor dengan mata yang penuh keyakinan. "Sudah tahu! Anda adalah pendiri Capital Kim," jawabnya den
Victor masih menatap gelang itu, tangannya sedikit gemetar seolah-olah kenangan dari masa lalu menyeruak kembali ke dalam pikirannya.Moon memperhatikan perubahan pada pria tua di hadapannya. Sesuatu tentang cara Victor menatap gelang itu membuatnya merasa tidak nyaman, seperti ada sesuatu yang disembunyikan pria itu. "Ada apa?" tanyanya dengan nada penuh curiga, mencoba mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi.Victor mendesah berat, mencoba mengendalikan emosi yang mulai membuncah di dalam dirinya. Dengan suara yang terdengar sedikit serak, ia akhirnya bertanya, "Apakah anggota keluargamu hanya nenekmu? Bagaimana dengan orang tuamu?" Ada kegetiran dalam suaranya yang tak bisa ia sembunyikan.Moon menegakkan tubuhnya, tatapannya berubah dingin. "Aku rasa tidak perlu menjawab pertanyaanmu, karena ini adalah masalah keluargaku," jawabnya dengan dingin, menunjukkan bahwa dia tidak akan membiarkan Victor memasuki ruang pribadinya.Victor menarik napas