Tok.. Tok.. Tok.. Pintu kamar diketuk, tak lama terdengar namanya dipanggil. “Rachel, apa papa bisa masuk?” Ya, itu suara Jacob, ayahnya. Rachel segera menutup buku LKS, dan beranjak dari meja belajarnya untuk membukakan pintu. “Apa kamu sedang sibuk, nak? Ada satu hal yang ingin papa bicarakan, ini sangat penting,” ujar Jacob, setelah melihat wajah putri kesayangan muncul dari balik pintu. Wajah Rachel terlihat mengerut, membuat kacamata tebalnya sedikit melorot dari batang hidung. “Ada hal penting apa, pa?” tangan Rachel bergerak untuk membenarkan posisi kacamatanya. Meskipun Rachel masih bingung, namun dia tetap membuka lebar pintu kamar agar Jacob bisa masuk. Jacob mengulas senyum, tak menjawab pertanyaan putrinya namun dia tahu kabar ini mungkin akan mengejutkan putrinya. Jacob menuntun Rachel untuk duduk di tepi ranjang. Kamar Rachel terlihat sangat bersih dengan warna putih yang mendominasi. Rachel masih menunggu kata-kata yang keluar dari mulut Jacob. “In
“Rachel, gue pindah belakang. Lu baik-baik ya,” pamit Mila sembari menenteng tas, berlalu menuju bangku belakang. Digantikan Jonathan yang menempati bangku Mila, di sebelah Rachel. Meski niatnya ingin fokus pada buku di hadapannya, namun dengan kehadiran Jonathan, Rachel mendadak kehilangan fokus. Apalagi Jonathan sengaja mengetuk-ngetuk pulpen di atas meja. “Hay, bisa diam gak?” hardik Rachel, tentunya dengan berbisik. Dia tidak ingin ditegur pak Supri, namun tidak bisa mengabaikan tingkah Jonathan yang mengganggu konsentrasi. Bukannya berhenti, ucapan Rachel justru membuat Jonathan terpancing untuk berbuat lebih usil. Jonathan mengangkat satu kakinya dan diletakkan pada kaki yang lain, lalu mengayun-ayunkan kakinya hingga mengenai kaki Rachel. Hal itu memantik amarah Rachel yang sudah berada di ubun-ubun. Tangannya terkepal menahan amarah. Bibirnya sudah siap memaki pemuda tengil yang begitu mengganggu. Namun suara pak Supri membuyarkan niatnya. “Simpan buku LKS kalian
“Elo? Ngapain lo kesini?” ujar Jonathan yang tampak terkejut dengan kehadiran teman sekelasnya. Rachel terdiam tak menjawab, bukan karena dia tidak tahu jawaban atas pertanyaan Jonathan padanya, melainkan lidahnya terasa kelu untuk menjelaskan. Dengan cepat Rachel pun menduga jika Jonathan adalah cucu Anthoni yang dimaksud Jacob kemarin. Namun bukankah Jacob berkata jika cucu Anthoni adalah pemuda baik? Hal ini sungguh bertolak belakang dengan kenyataan yang dia tahu. Mungkin Jacob belum tahu bagaimana perilaku Jonathan selama di sekolah. Sang pembuat onar yang selalu mencari masalah. Andai Rachel tahu jika cucu Anthoni adalah Jonathan, maka Rachel tidak akan menyetujuinya. Sungguh Rachel ingin menarik kembali ucapannya, dia tidak ingin menerima perjodohan ini. Namun ketika akan membicarakannya pada Jacob, kehadiran seorang pria tua menarik atensi semua orang. “Selamat sore, maaf sudah membuat kalian menunggu,” sapa Lim, pengacara opa Anthoni. Lalu melangkah dan menyalami se
Tak terasa hari Sabtu datang begitu cepat. Nicholas sudah mempersiapkan sebuah pesta kecil untuk melangsungkan pertunangan putra tunggalnya. Namun hingga sore tiba, Jonathan tak juga pulang ke rumah. “Dimana anak itu? Mami sudah menghubungi Jo? Bukankah seharusnya anak itu sudah pulang dari tadi?” ucap Nicholas pada istrinya. “Telepon mami tidak diangkat, Pi,” jawab Debora. “Benar-benar anak gak bisa diajak kerjasama," ujar Nicholas geram. Semakin bertambah umur, Jonathan semakin susah menurut. Hingga tak lama, yang dinanti-nanti akhirnya datang. Mobil Rubicon putih memasuki pekarangan rumah, Jonathan keluar dari balik kemudi. Lalu tanpa menyapa orangtuanya, dia berlalu menaiki anak tangga. “Jo, hari ini hari pertunanganmu dengan Rachel. Kau tidak lupa kan?” ucap Nicholas membuat langkah Jo terhenti. Jo menatap ke arah orang tuanya. “Memang Jo masih bisa menolak? Tidak kan?” jawab Jo ketus, lalu segera melanjutkan langkahnya. “Pakailah baju yang sudah dipersiapkan, Jo!
“Rachel, ambil cincin dan sematkan di jari calon tunangan mu nak,” ucap Jacob selanjutnya yang langsung dituruti oleh anak gadisnya. Jo sudah menyodorkan tangan kirinya untuk menerima cincin itu. Kini jari manis Jo dan Rachel sudah tersemat cincin pertunangan. Yang masing-masing telah terukir nama calonnya. Cincin Jo dengan nama Rachel, cincin Rachel dengan nama Jonathan. Semenjak acara pertunangan itu, Rachel tak hentinya memikirkan Jonathan. Entah semenjak melihat Jo mode serius, hati Rachel tertarik namun dia selalu menepis perasaannya. Jonathan tidak pernah memandangi seserius itu, bahkan Rachel merasa senam jantung melihat tatapan Jo kala itu. Hari Senin, Rachel berangkat sekolah diantar oleh ayahnya. Memang sudah menjadi kebiasaan, pulang pergi, Jacob yang akan mengantar jemput Rachel. Di dalam kelas, entah mengapa Rachel merasa sedikit grogi, tidak seperti biasanya. Melihat pada bangku kosong di sebelahnya. Jonathan belum datang, tentu bocah tengil itu akan datang pa
Rachel memandang pada cincin emas putih yang terpasang di jari manisnya. Teringat kembali saat Jonathan memasangkan cincin itu di jarinya. Sungguh rasanya seperti mimpi, mengingat itu membuat wajah Rachel memanas. Hingga tepukan Mila membuyarkan lamunan. “Hai, Rachel yuk kita ke kantin," ajak Mila, yang merupakan sahabat satu-satunya Rachel. “Muka lo kok merah, Chel? Lo sakit?” tanya Mila lagi. “Hum, gak Mil, cuma pusing sedikit," jawab Rachel yang seratus persen bohong, sembari menyembunyikan jari manisnya agar cincin itu tak terlihat Mila. Rachel belum menyiapkan jawaban jika sahabatnya bertanya tentang cincin itu. Keduanya berjalan beriringan menuju kantin sekolah yang letaknya lumayan jauh. Harus melewati lapangan basket. Dimana Jonathan dan yang lain tengah bermain di sana. Rachel tampak gugup ketika melewati tepi lapangan basket. Jika ada jalan lain, mungkin dia akan melaluinya. Namun hanya ini jalan pintas menuju kantin. Rachel bisa melihat saat Jonathan memandang
"Lo baik-baik saja? Tu kan udah gue bilang, wajah lo merah. Lo pasti masih pusing,” ujar Jo, lalu memaksa Rachel untuk berbaring kembali. “Tapi gue baik-baik aja, Jo. Gue mau balik ke kelas," ujar Rachel masih bersikeras. Tak pernah seumur hidupnya melewati pelajaran di kelas. Bahkan dalam keadaan sakit, Rachel selalu memaksa dirinya untuk mengikuti pelajaran. Jo terlihat menghembuskan nafas pelan, lalu diraihnya kacamata dari wajah Rachel dan meletakkannya di atas nakas. “Istirahatlah, gue tunggu di sana jika lo merasa sungkan.” Jo mengambil selimut tipis lalu menutup tubuh Rachel hingga batas leher. Kemudian melangkah menuju ranjang lain, dan duduk di sana. Entah mengapa Jo merasa senang melihat Rachel tanpa kacamatanya. Setidaknya lebih enak dipandang mata. Jo mengambil ponselnya dan mulai bermain dengan benda pipih itu. Sementara Rachel berusaha untuk mengistirahatkan matanya. Memang kepalanya masih terasa pusing, namun dia tidak bisa tidur di tempat asing. Sungguh tid
Jonathan panik, dan segera membungkam mulut berisik Rachel dengan telapak tangannya. “Apaan sih Lo, norak! Gue bukan nyulik Lo, gue cuma nganterin Lo. Lagian sebenarnya gak sudi juga gue nganter cewek aneh kayak Lo.” Jo menatap tajam ke arah Rachel, yang terdiam takut. Sementara tangan Jo masih membungkam mulutnya. Tak sadar Jonathan melepas kacamata dari wajah Rachel dan menyimpannya di saku seragam. ‘Nah kalau lihat Lo gini jauh lebih menarik.’ batin Jonathan. “Gue lepasin tapi Lo berhenti teriak. Ngerti? Atau kalau nggak—” wajah Jo terlihat memerah, entah mengapa melihat mata bulat Rachel membuat wajahnya memanas. Hingga tanpa melanjutkan ucapannya, Jo melepaskan tangannya dari mulut Rachel. Menghidupkan mesin mobil dan mulai memacunyas menuju rumah Rachel. Selama diperjalanan keduanya saling terdiam. Rachel ingin mengenakan kacamatanya, namun kacamata itu kini berada di saku seragam Jonathan. Rachel malu memintanya. “Dimana rumahmu?” Tanya Jonathan menghapus kesunyian. Rach
Tangan Rachel terayun ke depan, dengan sigap Jonathan menangkapnya sebelum tangan Rachel mendarat di pipinya.“Gue cuma bercanda lagi, serius amat sih!” ucapnya sembari mengerlingkan satu matanya.Wajah Rachel memerah seperti kepiting rebus. Godaan Jonathan begitu frontal, membuatnya kembali mengingat akan kejadian tidak sengaja saat Jonathan menyentuh dadanya.“Dasar mesum! Cowok tengil!” gerutu Rachel dengan bibir mengerucut.Namun akhirnya dia pun keluar dari mobil. Jaket Jonathan yang berukuran besar, membungkus tubuh atasnya. Bahkan panjang jaket itu hampir sama dengan panjang dress yang Rachel kenakan.Jonathan memimpin langkah mereka menuju salah satu pedagang makanan yang menyediakan beraneka ragam jenis masakan.“Lu mau makan apa?” tanya Jonathan sebelum dirinya memesan makanan.Rachel melihat pada menu yang ditempel di sisi etalase kaca. Dan menyebutkan satu menu yang memang jarang dia makan.“Mie pangsit.”Jonathan segera mengucapkan pesanannya pada pedagang makanan. Lalu b
Dari kejauhan Jonathan bisa melihat kedua gadis yang tengah beradu mulut. Entah masalah apa yang membuat mereka bertengkar, Jo ingin segera mengakhirinya agar tidak menjadi bahan tontonan.“Jessi!! Apa-apaan sih lu!!” sentak Jonathan yang kini sudah berdiri di depan mereka. Melihat Jessi yang tengah menarik rambut Rachel hingga wajah gadis itu mendongak. Tangan kanan Rachel masih mencengkram tangan Jessi yang tadinya hendak menamparnya. Sementara tangan kirinya berusaha menggapai tangan Jessi yang mencengkeram erat rambutnya.Jessi terkesiap lalu segera melepaskan tangannya dari rambut Rachel.“Jo, ngapain sih elu bawa si Cupu ke sini? Dia selalu nyari masalah!” ucap Jessi mendahului, sebelum Rachel mengadu ke Jonathan.Rachel hanya terdiam, tak berniat untuk membela diri. Dia segera beranjak dari tempatnya, mencari keberadaan ponsel yang dilempar oleh Jessi tadi. Setelah menemukannya, Rachel pun melangkah cepat menuju pintu gerbang dengan hati yang masih memanas.Melihat Rachel yang
“Mau kemana Jo?” tanya Theo penasaran melihat wajah kebingungan temannya itu.“Bentar, gue tadi ke sini bareng cewek,” jelas Jonathan sembari mengedarkan pandangannya ke sekeliling.“Cewek lu? Jessi maksud lu? Tuh dia ada di dalam.” “Bukan! Rachel, gue kesini barengan Rachel.” Jonathan pun segera melangkah untuk mencari keberadaan Rachel yang tiba-tiba menghilang.“Si Cupu? Serius lu, Jo?” Raut wajah Theo terkejut mendengar jawaban Jonathan. Sungguh di luar dari dugaannya. Selama ini dia mengira temannya itu memacari teman sekelasnya, Jessi. Bukan Rachel, si gadis Cupu.Jonathan tetap melangkah, mengabaikan pertanyaan Theo. Rachel adalah tanggung jawabnya. Bagaimana mungkin dia bisa kehilangan Rachel hanya dalam waktu sekejap.Jonathan membelah kerumunan, mengabaikan sapaan teman-temannya. Untung saja para tamu memakai baju dress code berwarna hitam, tentu tidak akan mempersulit pencariannya. Karena hanya Rachel yang mengenakan baju putih.Pencariannya berakhir di parkiran. Dari amba
“Bagaimana hubungan kalian, Jo? Apa sudah ada perkembangan?” tanya Jacob pada calon menantunya. Saat ini mereka tengah duduk di ruang tengah, Jacob dan nenek Maria menemani Jonathan menunggu Rachel.“Mungkin, om. Jo masih ingin mengenal Rachel lebih dalam,” jawab Jonathan dengan senyum simpul.“Papa yakin kalian akan sangat cocok. Sering-seringlah mengajak putri papa keluar jalan. Mungkin itu bisa mendekatkan hubungan kalian,” ucap Jacob sembari menepuk pelan bahu Jonathan.“Benar itu Jo, apalagi hanya tinggal beberapa bulan lagi kalian akan menikah. Kalian harus terbiasa bersama,” timpal nenek Maria yang ikut mendengar percakapan dua laki-laki beda usia itu.Jo tersenyum seraya mengangguk.“Bagaimana sekolah kalian? Papa dengar dari nenek, jika kalian sering belajar bersama, apa benar?” tanya Jacob hendak memastikan.“Benar Om, hampir setiap hari kami belajar bareng. Dan karena Rachel, hasil ujian tryout Jo dapat nilai bagus,” jawab Jo dengan senyum lebar.“Bagus itu, hubungan kalian
“Sini lu!” ucap Jonathan sembari menarik kerah baju Nolan dari belakang. Hingga membuat pemuda berkacamata itu beranjak dari bangkunya.Nolan sangat terkejut melihat kehadiran Jonathan, begitu pun Rachel. Perhatiannya teralihkan oleh suara pemuda yang sangat ia kenali.“Lu duduk di kursi lain, gue mau duduk di sini!” perintah Jonathan seenak jidatnya sendiri. Dia pun segera menduduki kursi bekas Nolan. Mengabaikan raut wajah Nolan yang terlihat tak terima.“Jo? Ngapain ke sini?” tanya Rachel dengan wajah bingung. Menatap pada Jonathan dengan dahi mengerut.“Memang ada peraturan kalau gue dilarang masuk sini? Gak kan?” jawab Jo dengan senyum simpul. Sudut matanya masih mengawasi keberadaan Nolan.Saat melihat Nolan membawa kursi ke arah meja Rachel, Jonathan mengusirnya dengan mengibaskan tangan.“Cari tempat lain, jangan di sini!” perintahnya tanpa suara namun mampu mencuri perhatian Rachel yang ikut melihat ke arah pandang Jonathan.Rachel menjadi tidak enak hati melihat raut wajah N
Hari berlalu dengan cepat. Setiap hari bertemu, membuat hubungan keduanya menjadi sangat dekat. Apalagi Jonathan rutin mengunjungi rumah Rachel setiap pulang sekolah untuk belajar bersama.Dalam waktu satu bulan ke depan, mereka akan menghadapi ujian kelulusan. Tentunya Jonathan akan giat belajar untuk bisa membuktikan pada Jeremy jika dirinya mampu.Jonathan membuka lembaran-lembaran kertas yang berisi nilai dari hasil simulasi ujian yang sudah dilakukan selama satu minggu ini. Hasilnya tidak buruk, bahkan di atas Kriteria Ketuntasan Minimal, meskipun belum sempurna namun cukup membuat teman-temannya takjub melihat nilai Jonathan. Tak hanya teman-temannya, para guru pun ikut salut melihat hasil nilai itu.Hampir rata-rata teman main Jonathan yang tergabung dalam tim basket, mendapatkan nilai dibawah standar KKM.“Hebat lu, Jo! Lagian kok bisa sih?” tanya Ray yang sedari tadi ikut melirik pada kertas jawaban Jonathan. Hampir semua nilai Jonathan di atas enam puluh. Tidak seperti hasi
Rachel melangkah ke parkiran dengan jaket biru yang melingkar di pinggangnya, menutupi kondisi rok bawahnya yang kotor karena darah menstruasi.Keadaan di parkiran cukup sepi, hanya ada beberapa motor guru yang masih terparkir dan mobil Rubicon putih milik Jonathan.Rachel berdiri di sisi mobil, membuka pintu namun raut wajahnya terlihat bingung.“Ngapain diem aja, buruan masuk!” perintah Jonathan yang sudah duduk di balik kemudi.“Gue naik ojol aja, Jo. Takutnya mobil lu kotor,” ucap Rachel tak enak hati jika dirinya nanti membuat kursi jok mobil kotor. Apalagi darah menstruasi, tentunya Jonathan akan jijik.“Gak perlu pake ojol, masuklah! Gak masalah kalau kotor nanti gue bisa cuci,” jawab Jonathan meyakinkan.Akhirnya Rachel memutuskan untuk masuk, setelah melepaskan jaket Jonathan dari pinggangnya.Jo mengemudi dengan cepat, hingga tak lama mereka pun sampai di rumah Rachel.Rachel segera turun dan berlari memasuki rumahnya untuk membersihkan diri.Pantas saja seharian ini dia mer
Selama pelajaran berlangsung, Rachel masih memikirkan ucapan-ucapan yang dia dengar di kantin tadi.Mungkin benar apa kata siswi-siswi yang bergosip tadi, Jonathan akan lebih cocok jika disandingkan bersama Jessi. Keduanya sama-sama atlet basket, memiliki tubuh tinggi dan proporsional, sehingga terlihat serasi. Apalagi keduanya memiliki wajah tampan dan cantik, membuat keduanya menjadi idola di sekolahan.Rachel mendadak minder dengan penampilannya. Mengingat jika penampilan Jessi begitu modis dan cantik. Rambut panjang lurus semampai yang sengaja diurai, juga wajah Jessi yang terlihat menarik dengan sapuan make-up tipis.Memikirkannya saja sudah membuat hatinya gelisah dan merasa tidak nyaman.“Pak, saya ijin ke toilet!” ucap Rachel beranjak dari kursinya sambil mengangkat tangan kanannya.Setelah mendapatkan persetujuan pak Supri, Rachel hendak keluar dari bangkunya. Mungkin ini kali pertama baginya ijin dari mata pelajaran matematika.“Mau ngapain lu? Boker?” tanya Jonathan setenga
“Heh cupu! Jangan sok cantik deh lu! Lu kira lu ini siapa? Bisa deketin papanya Jonathan! Hah!” sentak Jessi melampiaskan rasa cemburunya.Mila yang tak suka melihat sikap Jessi yang kasar, segera menepis tangan Jessi dari lengan Rachel.“Apaan sih lu! Wajarlah Rachel deket sama calon mertuanya sendiri! Lu sendiri siapa, gak penting!”Ucapan Mila membuat Rachel juga Jessi terkejut. Hingga Rachel segera menutup mulut Mila.“Calon mertua? Hah, gak salah denger gue? Kalau ngimpi tu jangan kelewatan!” balas Jessi diselingi tawa remeh.Mila menarik tangan Rachel yang menutup mulutnya. Mila belum puas membalas gadis angkuh tak tahu diri itu. “Mil, please. Lu diem, jangan bilang apapun!” bisik Rachel dengan tatapan memohon. Mila pun mengurungkan niatnya.“Heh cupu! Gue ingetin elu sekali lagi ya, Jonathan itu milik gue! Dan elu gak ada hak untuk mendekatinya ataupun keluarganya. Ngaca dah lu! Punya cermin kan?” sentak Jessi dengan intonasi tinggi.“Jess!!”Suara Jonathan membuat atensi keti