Halo dear, Terima kasih yang sudah mendukung karya ini dan rajin memberi komentar positifnya. Thor doakan rejeki kalian berlimpah. Selamat Merayakan Tahun Baru 2025! Semoga segala keinginan kita akan terwujud di tahun 2025. Happy New Year!! 🎉
“Begini pak Jacob, maksud dari kedatangan kami mau memberitahu, jika putri pak Jacob tadi sedang berbuat mesum dengan pemuda ini,” jelas pak RT sembari menunjuk ke arah Jonathan dan Rachel yang duduk bersebelahan.“Berbuat mesum? Maksudnya pak?” “Tadi mereka berhenti di depan taman. Tempat itu kan sepi, saya melihat mereka berduaan di dalam mobil dalam waktu cukup lama.”“Hah?” Jacob mengalihkan tatapannya pada Jonathan dan putrinya.“Bukan begitu om, bapak-bapak ini hanya salah paham. Kami di dalam mobil cuma saling ngobrol. Iya kan, Chel?” jelas Jonathan meminta dukungan dari Rachel.Gadis itu pun mengangguk lalu berkata, “iya pa, kami gak melakukan apapun. Hanya salah paham.”“Saya kan tahunya putri pak Jacob ini masih di bawah umur, tak pantas jika berada di tempat sepi dengan pemuda asing,” timpal pak RT.“Pemuda ini bukan orang asing. Dia adalah calon menantu saya, pak RT. Tunangan putri saya,” jelas Jacob.“Oh, ternyata sudah tunangan toh. Maaf saya tidak tahu, tapi jika belum
[Chel?][Halo, Rachel!][Hay!][P][P]Begitu banyak pesan singkat yang masuk dari Jonathan. Padahal baru satu jam yang lalu mereka bertemu, namun pemuda tengil itu kembali mengganggunya.Rachel kembali menaruh ponselnya di atas nakas, tanpa berniat untuk membalas pesan itu.Terlebih dulu dia memakai baju ganti dan menyisir rambutnya. Hingga tak lama, terdengar ponselnya berdering.Rachel segera menaruh sisir dan melangkah untuk meraih ponselnya. Terlihat panggilan masuk dengan nama 'Jo si Tengil'.Rachel merebahkan tubuhnya di ranjang sebelum dia menerima panggilan itu.“Ngapain aja sih? Dari tadi gak balas pesanku, hah? Gue telepon dari tadi juga gak diangkat?” cecar Jonathan dengan suara nyaring membuat Rachel menjauhkan sedikit ponsel itu dari telinganya.Astaga, apa-apaan si Jo ini?! Berucap tanpa jeda dengan suara keras pula.“Lagian ngapain lu hubungi gue? Ini udah malam, Jo!” jawab Rachel dengan nada ketus.Terdengar Jo menghela nafas, sebelum menjawab, “ya gue pengin aja! Mem
Meski sudah terbiasa berangkat bersama Jonathan, namun kali ini terasa berbeda. Hati Rachel dipenuhi rasa yang dia sendiri tak mengerti. Dadanya berdebar hanya karena mencium aroma maskulin yang menguar dari tubuh pemuda itu.Jonathan sengaja memperlambat laju motornya, namun kali ini Rachel tak banyak protes dan hanya diam.“Kok lu tadi gak bangunin gue sih?” tanya Jonathan di sela-sela kebisingan jalanan.“Apa Jo? Gue gak denger?” Rachel tak mendengar jelas ucapan pemuda itu, karena posisi duduknya yang sedikit jauh ke belakang.Jonathan meraih tangan kiri Rachel, menarik agar posisi mereka lebih dekat. Hingga dia merasakan saat dada Rachel tak sengaja menubruk punggungnya.Secepat kilat Rachel menahan tubuhnya dengan tangan kanan.“Gue bilang, kenapa lu tadi gak bangunin gue?” ucap Jo mengulang pertanyaannya. “Makanya kalau duduk jangan jauh-jauh!” imbuhnya lagi.“Gimana mau bangunin elu, ponsel lu aja gak bisa dihubungi,” jawab Rachel.Tangan kiri mereka masih saling bertaut, Jo h
“Aku bahkan bisa mengeluarkan kalian dari sekolah ini!!” Baik Jonathan maupun Rachel, sama-sama terkejut dengan ucapan yang dilontarkan dari mulut pak Jeremy.Dari mana pria tua ini tahu tentang rahasia mereka? Pertanyaan itu terus berputar dalam benak Jonathan. Hingga terlintas nama Bara dalam pikirannya. Apa mungkin Bara yang telah mengadu ke ayahnya tentang hal ini?Jonathan mengingat jika terakhir bertemu dengan Bara, ketika berada di gedung bioskop. Kalau tidak salah, saat itu Bara mengatakan tentang calon istri. Apa itu artinya Bara mengetahui tentang perjodohannya dengan Rachel?“Anda salah besar, kami belum menikah!” kilah Jonathan mencoba membela diri.Jeremy justru tertawa remeh mendengar pembelaan siswa bandel itu.“Benarkah? Lalu apa itu? Aku lihat cincin di jari manis kalian, dan aku yakin itu cincin nikah!”“Sebaiknya anda cari kebenarannya dulu sebelum anda menuduh yang bukan-bukan,” balas Jonathan dengan raut wajah dingin. Dia begitu muak dengan sikap seorang Kepala S
“Jes, gue ada berita baru. Lu tahu gak sih, Jo ternyata udah tunangan sama si Cupu?” ucap Bella dengan nafas memburu.Setelah tadi menguping pembicaraan Jonathan dan Rachel, dia buru-buru berlari menuju kelas dan segera menemui temannya, Jessi.“Jangan asal ngomong deh! Gue gak percaya! Jonathan itu milik gue! Lu sendiri tahu kan gimana kedekatan kita?!” jawab Jessi kesal.Mendengar berita dari Bella, tak ayal membuatnya terkejut. Padahal sebelumnya kakaknya sudah memberitahu tentang hubungan Jonathan dan si Cupu itu. Namun Jessi berusaha menyangkalnya.Baginya, sebelum Jessi mengetahuinya sendiri. Berita apapun tak akan menggoyahkan niatnya untuk mendapatkan cinta Sang Kapten Basket.“Tapi Jes, gue denger sendiri. Mereka berdua tadi ngobrol di taman. Gue denger mereka udah tunangan. Dan bahkan gue denger Jo manggil si Cupu mesra banget. Sumpah gue gak bohong!” tegas Bella meyakinkan.Jessi menoleh ke arah teman sebangkunya, kedua alisnya bertaut karena rasa penasaran.“Mesra? Maksud
Jonathan menunggu kedatangan Nicholas dengan duduk di teras rumah. Dia begitu penasaran dengan hasil pembicaraan papanya dengan sang Kepala Sekolah. Saat dirinya mencoba menghubungi papanya, justru Nicholas meminta Jonathan untuk menunggu hingga dirinya pulang ke rumah. Waktu terasa lambat. Bolak balik melirik ke arah jam di tangan, masih harus menunggu tiga puluh menit hingga papanya pulang. Untuk mengatasi rasa bosan, Jonathan mendribel bola basketnya sembari melangkah bolak-balik di depan teras rumah. Sesekali melihat ke arah pintu gerbang, untuk memastikan kedatangan ayahnya. Saat tengah mendribel bola, tanpa sadar bola itu mengenai kepala Pablo yang tengah berjalan menghampirinya. “Meoouuuww!!” Suara Pablo menyentak kesadaran Jonathan. Segera dia melempar bolanya ke sembarang arah. Kucing Scottish Fold putih dengan mata berwarna biru itu terbaring dan terus bersuara. Jonathan sedikit panik, takutnya maminya akan datang tiba-tiba dan melihat kucing kesayangannya kesakitan.
Selama lima hari, para murid melaksanakan Ujian Akhir Nasional. Meskipun Jonathan merasa mampu menyelesaikan dengan baik soal-soal di lembar ujian, namun berada di kelas baru membuatnya tak nyaman. Apalagi posisi duduknya bersebelahan dengan anak sang Kepala Sekolah, Jessi Aurora.Guru pengawas sudah mengatur tempat duduk mereka sesuai urutan abjad.“Jo, kok bisa sih lu pindah ke kelas ini? Gue seneng deh, makin semangat jadinya!” ucap Jessi setengah berbisik.Jonathan hanya meliriknya sekilas tanpa berniat menanggapi ucapan Jessi. Gadis itu memang tidak tahu situasi dan kondisi, mengajaknya berbicara saat proses ujian berlangsung.“Jo, ntar pulang gue nebeng ya, please!” ujar Jessi lagi sembari menopang dagunya ke samping. Raut wajahnya terlihat bahagia, meskipun dia baru saja menyelesaikan satu lembar soal dan masih ada lima lembar lagi yang belum dia selesaikan.Jonathan masih bergeming, mencoba fokus pada soal-soal matematika yang tengah dia kerjakan. Dia harus segera menyelesaika
“Hiyaaaaaaaa… Mau ngapain lu?” Teriakan Rachel terdengar nyaring. Membuat Jonathan panik dan segera bergerak menjauh.“Sstttt! Apaan sih lu teriak-teriak?! Norak!” cetus Jonathan sembari mengusap daun telinganya. Teriakan gadis itu hampir saja membuat gendang telinganya pecah.“Lu ngapain deket-deket? Hah? Mau aneh-aneh lagi lu ya?” cecar Rachel sembari merebut kacamata dari tangan Jonathan.“Memangnya lu pikir gue mau ngapain?”“Lu pasti mau nyuri ciuman lagi!? Ngaku lo!” sentak Rachel dengan tatapan tajam.“Hah? Siapa juga yang mau nyium cewek aneh kayak lu. Yang ada bibir gue bakal gatel-gatel nanti. Huh!” Rachel terkesiap mendengar jawaban Jonathan. Ucapan pemuda itu sedikit melukai hatinya. Dia pun kembali terdiam dengan wajah cemberut. Mengenakan kacamatanya kembali, dan melihat ke sekeliling posisi mereka saat ini.Tiba-tiba mata Rachel membola ketika melihat nama universitas favorit yang menjadi tujuan hidupnya selama ini.“Kok lu ngajak gue ke sini, Jo?” Raut wajah Rachel ya
“Bagaimana, dok? Bagaimana keadaan suami saya?” tanya Natasya mendahului.Dokter terlihat mengambil nafas panjang, sebelum menjawab, “operasi sudah kami lakukan. Dan berjalan dengan lancar. Namun ada beberapa hal yang ingin saya sampaikan pada nyonya. Apa saya bisa minta waktunya?” Natasya beralih memandang pada ibu mertua, Rachel dan Jonathan secara bergantian. Meskipun operasi berjalan lancar, namun ucapan dokter masih menyisakan rasa takut.“Silahkan ikut saya!” ucap dokter setelah melihat anggukan Natasya, lalu melangkah menuju ruang di samping kamar operasi. Pintu kamar operasi kembali ditutup. Natasya dan nenek Maria berjalan mengikuti sang dokter.Rachel menelan ludah yang tercekat di tenggorokan. Meskipun tak melihat secara langsung karena sebagian wajah dokter yang tertutup masker. Namun Rachel bisa menangkap ekspresi dokter hanya dengan melihat sorot matanya. Kabar baik sudah dia dengar barusan, namun mengapa rasa takut masih saja bersarang dalam hatinya? Ada sesuatu yang
“Mas, kami sudah di sini. Lekaslah bangun! Ayo kita pulang!” Nada suara Natasya terdengar pilu bercampur isak tangis, membuat batin Rachel semakin tersayat perih.Harusnya hari ini dia merayakan kebahagiaan atas kelulusannya mendapat nilai tertinggi. Namun justru keadaan berubah. Pria yang begitu disayanginya kini terbaring tak berdaya di ranjang, tengah berjuang antara hidup dan mati.Rachel melangkah mendekat, berdiri di samping mama Natasya. Dari jarak sedekat ini, dia bisa melihat ritme nafas papa Jacob yang tak normal. Dadanya naik turun seirama dengan bunyi monitor yang terdengar cepat.“Kami sudah melakukan CT scan pada kepala pasien. Akibat benturan keras terlebih di bagian kepala, membuat kondisi tulang tengkoraknya mengalami kerusakan,” jelas dokter yang menangani.“Lakukan apapun yang bisa menyelamatkan papa Jacob, dok!” jawab Jonathan penuh harap. Tak ada perbedaan antara Jacob dan Nicholas, baginya Jacob adalah orang penting yang sudah dianggap sebagai ayahnya sendiri.“K
Bola mata Rachel membola sempurna. Perasaan tak percaya dan terkejut setelah mendengar jawaban dari nenek Maria, bercampur aduk di hatinya. Seperti ada beban berat yang menekan dadanya, membuatnya sulit untuk bernafas. Mata Rachel mulai terlihat memerah dan berair, tanpa terasa bulir bening pun jatuh dari pelupuk mata. Ketiga wanita beda usia itu saling berpelukan, mencurahkan rasa takut dan kekhawatiran yang teramat sangat. Tanpa kata, hanya isak tangis yang terdengar memenuhi seluruh penjuru ruangan. Jonathan yang sedari tadi berdiri di ambang pintu, ikut mendengar berita buruk yang disampaikan nenek Maria. Diapun sama terkejutnya. “Papa dimana? Rachel mau temenin papa,” suara Rachel terdengar lirih dan serak. Namun keinginan untuk bertemu dengan papanya, tak bisa ditunda lagi. “Papamu masih ada di rumah sakit di Bali, Chel. Nenek sudah suruh asisten untuk memesankan tiket pesawat untuk hari ini, tapi sayangnya penerbangan untuk siang ini penuh. Nanti malam..” “Bolehkah Jo memb
Kini Rachel, Mila dan Jonathan berada dalam satu mobil. Mila memutuskan untuk pulang setelah tadi melihat kehadiran Bella. Gadis gila yang tak tahu malu. Mila segera beranjak dan menghampiri Rachel dan Jonathan. Dia sudah tak peduli dengan tanggapan Ray nantinya. Apakah pemuda itu akan menuruti permintaan Bella atau menolak? Toh, itu bukan urusannya lagi karena mereka sudah putus, begitu pikir Mila. Jonathan sudah menghubungi supir sedari tadi, ketika mereka baru saja sampai di pantai. Meminta supir untuk menunggunya di parkiran. Kini dia meminta supirnya untuk membawa motor Mila, sementara sang pemilik motor berada di dalam mobil. Tanpa diminta, Rachel pun berinisiatif untuk mengambil alih kemudi dengan Jonathan yang duduk di sisinya. Sesekali melihat pada spion di atas kepalanya untuk memantau keadaan Mila setelah tadi sempat melihat sahabatnya menangis. “Udah jangan terlalu dipikirin, Mil! Masih banyak cowok baik di luaran sana. Tapi kalau lu nyari yang kayak gue, udah
Rachel yang mendengar pertanyaan Alisha terlihat gugup. Memilih untuk diam, dan menunggu Jonathan yang menjawab pertanyaan Alisha. “Udah lama kali, Lis. Lu aja yang gak sadar,” jawab Jonathan dengan santai. “Eh, apa iya gue yang gak sadar ya. Lagian Rachel juga jarang cerita sih,” balas Alisha seraya melirik ke arah Rachel. “Hum, buruan fotoin gue!” Jonathan pun kembali menyodorkan ponselnya ke Alisha, lalu beralih menghampiri Rachel. “Bae, kita foto ya! Anggap aja salah satu foto prewed.” Astaga, kenapa mulut Jonathan tak bisa dikontrol? Rachel menatap tajam pada pemuda jangkung itu. Namun justru Jonathan mengerlingkan satu mata ke arahnya. Menarik tangan Rachel sebelum gadis itu protes. Berdiri berdampingan dengan latar belakang pemandangan pantai. “Merapat dikit dong!” seru Alisha memberi aba-aba dengan tangan kirinya. Rachel tak berpindah dari posisinya. Berdiri dengan gaya kaku, dengan posisi kedua tangan saling bertaut di depan. Sedangkan Jonathan yang memutuskan untuk
Jonathan menarik Rachel menjauh dari perkumpulan teman-temannya. Membawa ke tempat yang lebih sepi.“Ada apa, Jo? Ada yang sakit?” tanya Rachel dengan dahi mengerut. Arah pandangnya tertuju pada tangan kanan Jonathan yang tertutup kain penyangga lengan. Kain hitam yang sudah terkena cat semprot warna-warni.Sama halnya dengan keadaan baju seragam Jonathan yang sudah dipenuhi oleh coretan spidol dan cat warna-warni di segala sisi.Jonathan mengulas senyum tipis, tak langsung menjawab pertanyaan Rachel. Pertanyaan singkat dari sang kekasih yang terdengar seperti sebuah perhatian.Tangan Jonathan terulur mengusap pipi Rachel. Tepatnya di bagian yang terkena cat semprot. Membuat gadis itu tertegun dan menegakkan pandangannya ke depan. Membalas tatapan Jonathan yang terlihat begitu lembut.Jonathan menarik tangannya kembali. Berusaha melepaskan tali penyangga lengan yang melekat di pundak kirinya.“Jo, ngapain? Kok dilepas?” tanya Rachel sedikit terkejut. Tangannya menahan tangan kiri Jo,
Rachel berjinjit seraya memanjangkan lehernya untuk berusaha melihat ke depan. Bukannya tak mempercayai ucapan Jonathan, namun dia belum lega jika tak melihatnya secara langsung. Saat tengah berusaha, tiba-tiba Jonathan menunduk dan tangan kirinya melingkari kedua paha Rachel dari belakang. Ketika hendak protes, pemuda itu justru mengangkat tubuh Rachel, menggendong dengan satu tangannya. Rachel yang sangat terkejut sontak melingkarkan lengan kanannya di pundak Jonathan. “J-jo turunin..” “Lu mau lihat langsung, kan? Gue cuma bantu lu biar bisa lihat!” “Ta-tapi.. malu kan dilihat yang lain,” ucap Rachel setengah berbisik dengan wajah yang mulai memerah. Melihat pada beberapa teman-teman sekelasnya yang begitu terkejut melihat ke arahnya. Memang di posisinya yang sekarang, Rachel bisa dengan jelas melihat ke arah mading. “Ciye, pasangan baru nih!” Terdengar salah satu suara siswa yang berdiri di samping mereka. “Ah.. sweet benget sih kalian! Bikin gue ngiri,” timpal Mila yang tam
“Nanti pulang sekolah kita barengan ya. Please, jangan marah lagi!” Ucapan terakhir Jonathan saat di kantin tadi, begitu terngiang di dalam otak Rachel. Rasa kesal yang tersisa pun mulai terkikis. Ketika kembali ke kelas, Rachel tak melihat pemuda itu di bangku belakang. Mungkin saja Jonathan sudah kembali ke kelas 12A. Ada sedikit rasa kehilangan dalam hati Rachel karena tak bisa satu kelas lagi dengan Jonathan. Saat di kelas, acara perencanaan pun dilanjutkan kembali. Rio memilih beberapa temannya untuk menjadi pemeran dalam drama musikal. Rachel pun ikut terlibat. Jika Mila memilih untuk menunjukkan bakatnya menari, beda halnya dengan Rachel yang tak menyukai musik ataupun tarian. “Chel, mending lu aja yang jadi pemeran utamanya!” celetuk Alisha. “Hah? Kok gue? Gue gak bisa..” “Lagian pas kok karakter pemain utamanya sama elu. Ayolah Chel terima aja!” timpal Mila yang ikut mendukung. “Ta-tapi gue kan..” Rachel masih berpikir untuk mencari alasan yang tepat untuk menolak. “Ud
Mila kini berada di antara sepasang kekasih yang tengah bersitegang. Dia pun bingung harus bagaimana. Kembali menatap Jonathan untuk meminta pendapat. “Hum, gak masalah. Gue bisa tunggu sampai nanti pulang sekolah aja,” ucap Jonathan seraya mengulas senyum pada Rachel dan Mila. Lalu segera melangkah menuju bangku belakang. Kini Mila tak tahan lagi untuk mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi antara sahabatnya dan si Kapten Basket itu. “Chel, ada apa sih? Apa yang sebenarnya terjadi? Cerita deh sama gue!” tanya Mila berbisik dengan raut penasaran. Padahal di depan kelas, ketua kelas tengah mengajak teman-temannya untuk berdiskusi tentang pertunjukan pentas seni. Rachel hanya melirik Mila sekilas, lalu kembali fokus ke depan. “Gak ada apa-apa, Mil. Lu yang harusnya cerita ke gue, kok bisa putus sih dari Ray?” Mila menoleh ke bangku belakang untuk mencari sosok Ray. Namun tak melihat keberadaan pemuda itu. Mila pun menghela nafas lega. Kembali menatap ke arah Rachel. “Ray seling