Hari ini 2 bab dulu ya.. Selamat Malam, Selamat beristirahat 🤍
Lamunan Rachel buyar setelah mendengar sapaan Jonathan.“Kok seenaknya gitu sih ngambil kursi orang?” tanya Rachel seraya memutuskan kontak mata.“Bukan gitu, Bae. Cuma gue bantuin Theo aja biar bisa deket sama ceweknya.”Rachel perlahan menoleh ke belakang, melihat ke arah siswi yang tadi duduk di sebelahnya. Rachel tak terlalu mengenal murid dari kelas sebelah. Namun ketika melihat Theo bersikap hangat pada gadis itu, Rachel bisa memastikan jika ucapan Jonathan ada benarnya.Rachel kembali terdiam dengan pandangan yang tertuju di depan. Acara pun dilanjutkan dengan pemberian penghargaan pada murid berprestasi.Berkali-kali nama Rachel disebutkan sebagai salah satu penyumbang piala terbanyak dalam lomba akademis. Sementara Jonathan pun ikut menyumbang beberapa piala atas kejuaraan lomba pertandingan basket. Predikatnya menjadi kapten basket mewakili tim untuk maju menerima hadiah penghargaan dari sekolah.Hal itu tentu membanggakan hati Natasya dan Debora yang begitu antusias melihat
Setelah menyelesaikan sambutan, Nicholas melangkah menuruni panggung, sengaja memilih jalan yang bisa berpapasan dengan Jonathan dan calon menantu pintarnya itu.“Selamat, nak Rachel. Papi bangga sama kamu!” ucap Nicholas saat langkahnya tiba di depan Rachel. Tangannya terulur mengusap lembut puncak kepala Rachel. Membuat hati Rachel merasa hangat. Setelah hampir dua Minggu tak merasakan perhatian dari seorang ayah, kini dia kembali merasakan hangatnya sentuhan pria yang sangat mengayominya layaknya anak sendiri.“Terima kasih, om Nicho.” Rachel mengulas senyum manis membalas tatapan Nicholas dengan raut wajahnya yang bahagia.Nicholas kembali melanjutkan langkahnya, tanpa memperdulikan tatapan Jonathan yang merasa tak terima dirinya tak mendapatkan perlakuan yang sama. Bukankah dia juga berhasil mendapat nilai yang bagus? Bahkan Jonathan juga membawa beberapa piala hasil dari kerja keras mengikuti turnamen basket. Mengapa papinya tak mengucapkan selamat padanya?“Ah, papi gak adil! G
“Bae, udah selesai? Mau pulang sekarang?” tanya Jonathan dengan nafas yang tersengal. Keringat membasahi dahi dan pelipis. Kemejanya pun ikut terlihat basah. “Tangan lu udah baikan? Memangnya udah bisa ya buat main basket?” Bukannya menjawab, Rachel justru tampak cemas dengan kondisi tangan Jonathan. Terakhir kali mengikuti terapi, Rachel mendengar nasihat dokter agar Jonathan tidak terlalu melakukan pekerjaan berat. “Udah gak sakit kok, lagian cuma megang bola aja. Gue gendong lu juga masih sanggup!” jawab Jonathan berkelakar seraya mengerlingkan satu matanya. Membuat mata Rachel melotot. “Aduh, gak enak juga ya jadi obat nyamuk. Huh!” cetus Mila yang seperti tak dianggap keberadaannya. Jonathan beralih menatap Mila, “makanya buruan cari cowok! Biar gak jadi obat nyamuk! Tuh Rio masih jomblo, deketin aja!” “Daripada sama si mulut ember, mending gue jomblo seumur hidup!” balas Mila dengan ketus. “Hay, jangan hina temen gue! Belum juga lu mengenal Rio. Dia baik kok, setidaknya l
Meski enggan mengenakan gaun putih yang terbuka di bagian punggung, Rachel terpaksa memakainya untuk menghargai pemberian Jonathan. Rachel sengaja menggerai rambut panjangnya untuk menutupi bagian terbuka di punggungnya. Mengenakan stiletto yang terlihat glamour namun ternyata nyaman dikenakan di kakinya. Tubuh Rachel yang pendek, kini tampak lebih tinggi. “Chel, Jonathan sudah menunggu di depan!” Suara Natasya terdengar dari balik pintu. “Ya ma, sebentar lagi Rachel keluar.” Rachel bergegas menyemprotkan parfum dengan aroma vanila itu di beberapa bagian tubuhnya. Meraih tas putih berlogo Polma pemberian Debora, lalu melangkah keluar kamar. Dari kejauhan, terlihat Jonathan tengah bercengkerama dengan nenek Maria di ruang tamu. Setelan semi formal, atasan dan bawahan yang warnanya senada dengan gaun Rachel, membuat penampilan Jonathan terlihat lebih tampan dan bercahaya. Langkah Rachel terhenti, kala nenek Maria melihatnya. “Wah, cucu kesayangan nenek sangat cantik!” Atensi Jona
Jo merasakan salivanya terasa tercekat di tenggorokan, berusaha menelannya dengan susah payah. Detak jantungnya terus bertalu, mencoba fokus pada pengait kalung namun rasanya sulit. “Udah, Jo?” Suara Rachel menyentak kesadaran Jonathan. “Ya, ya udah-udah!” jawab Jo salah tingkah. Rachel kembali ke posisi semula, ibu jarinya mengusap liontin yang tampak berkilau itu dengan wajah menunduk. Rachel kembali teringat akan masa lalu saat mendiang papa Jacob masih hidup. Beliau selalu memberikan barang-barang di momen spesial. Andai saja papanya masih hidup, pasti beliau juga akan memberikan hadiah spesial untuknya. Banyak barang-barang pemberian papa Jacob yang masih tersimpan rapi di kamarnya. Sebagian besar Rachel tak memakainya sampai sekarang. Bukan karena dia tidak menghargai pemberian papa, melainkan hampir semua barang pemberian Jacob berupa baju dan aksesoris wanita yang feminim. Rachel menarik nafas dalam-dalam seraya memejamkan mata. Berjanji dalam hati, setelah ini akan men
Dengan langkah tegap, Jonathan berjalan menghampiri Mila. “Mil, mana Rachel? Gue suruh lu jagain Rachel ngapain lu malah mojok?!” “Rachel tadi bilang gak suka tempat rame, Jo. Makanya gue ijinin pas dia pergi. Katanya mau nyari tempat sepi. Tapi tenang aja, udah ada Alisha yang jagain,” jelas Mila. Jonathan bergegas menyelusuri ruangan yang cukup luas itu. Meskipun jawaban Mila masuk akal, namun dia tidak akan tenang jika belum melihat langsung keberadaan kekasihnya. Saat dia berpapasan dengan beberapa teman dekat Alisha, Jo langsung bertanya. “Alisha sama Rachel tadi ke teras balkon sih. Katanya mau nyari udara segar," ujar salah satu teman Alisha. Jonathan segera memacu langkahnya dengan tidak sabar menuju tempat yang ditunjuk oleh teman Alisha tadi. Tangannya sudah mencengkeram handle pintu kaca bersiap untuk membuka. Namun saat pandangannya menangkap sosok lelaki yang tengah berbicara dengan kekasihnya, hati Jonathan kembali memanas. Bukan Alisha yang dia lihat, melainkan pe
“Bae, mau pulang sekarang?” Jonathan balik bertanya. “Jangan dulu pulang, Chel. Lagian acara belum selesai. Tunggulah dulu, sampai kita puas kumpulnya,” celetuk Rio disambut lirikan tajam Mila, mengisyaratkan Rio agar diam, tidak ikut campur. “Kalau lu pengen pulang sekarang gak masalah sih, Chel. Kalian bicara baik-baik ya,” timpal Mila seraya menepuk pundak Rachel dan bergerak menjauh. Menghampiri Rio dan menariknya keluar dari kerumunan. Sebenarnya Rachel ingin segera pergi dari tempat itu. Namun melihat tatapan Alisha dan teman sekelasnya yang lain, seakan menahannya untuk tetap di sini. “Pulangnya nanti aja, bareng sama lain.” Entah sadar atau tidak, saat Rachel menjawab itu. Dengan keberanian yang entah datang dari mana, Rachel meraih tangan Jonathan. “Terus di sisi gue, biar lu gak salah paham lagi!” tegas Rachel seraya mengulas senyum tipis. Bak mendapat angin segar, keresahan Jonathan pun mendadak hilang. Berganti dengan rasa bahagia melihat perubahan sikap Rachel yang
Jonathan hendak melangkah ke bar minuman, untuk mengatakan pada waiters jika minuman yang datang tidak sesuai dengan apa yang dipesan. Namun langkahnya tertahan, kala tangan Rachel mencengkeram erat pergelangan tangannya. “Mau kemana, Bae? Jangan tinggalin gue!” ucap Rachel dengan suara lirih. Sorot matanya menatap pada Jonathan penuh harap agar pemuda itu tidak pergi meninggalkannya barang sekejap pun. Jonathan urung pergi, memutuskan untuk kembali duduk. Kini dirinya tahu apa yang membuat Rachel mendadak berubah. Minuman yang dia pesan adalah minuman soda. Namun yang datang justru long island yang mengandung alkohol. Bagaimana tidak membuat kekasihnya mabuk? “Chel, kita pulang?” “Idih, ngapain sih buru-buru. Masih asyik juga di sini, Bae!” Rachel kembali bergerak mengikuti alunan musik. “Lu mabuk, kita harus pulang!” tegas Jonathan. Dari jarak pandangnya, dia bisa melihat wajah Rachel yang sudah memerah. Rachel tak menyahut, justru bergelayut manja di lengan kekar Jonathan sem
“Auwwwhh.. sakit, Bae!” ucap Jonathan dengan wajah meringis sembari menatap lengannya yang terdapat bekas gigitan Rachel.“Jangan ngomong yang enggak-enggak deh, Jo! Mana ada nenek bilang gitu?” elak Rachel seraya membuang pandangannya agar Jonathan tak melihat wajahnya yang sudah memerah itu.“Masak sih nenek gak bilang gitu? Apa gue salah denger ya?”‘Astaga, nenek! Kenapa sih pakai acara ngomong yang enggak-enggak?’ gerutu Rachel dalam hati.“Jangan mikir yang enggak-enggak deh. Buruan ganti baju!” perintah Rachel seraya mendorong punggung Jonathan menuju kamar mandi.Blam!Rachel sendiri yang menutup pintu kamar mandi. Mengalihkan perhatian Jonathan agar tak lagi membicarakan sesuatu yang bisa memancing hal yang mengancam ketenangannya.Selama Jonathan berada di kamar mandi, Rachel segera menyelesaikan rutinitasnya. Membersihkan wajah dan mengoleskan skincare di wajahnya. Lalu segera berbaring di atas ranjang dengan selimut yang menutup seluruh tubuhnya.Rasa was-was masih menggan
“Uhuukkk.. uhuukkk..!” Jonathan bergegas mengambil air mineral dan memberikannya pada Rachel. Merasa bersalah telah membuat istrinya itu tersedak karena kata-kata yang keluar dari mulutnya. Suara bel pintu terdengar menyentak perhatian Rachel dan Jonathan. Sontak keduanya pun menoleh ke arah pintu. “Ck, siapa sih?! Ganggu aja!” gerutu Jonathan sebelum akhirnya melangkah ke arah pintu. Membuka pintu untuk melihat siapa yang datang. Salah satu staf hotel membawakan koper milik Rachel. “Maaf mengganggu, tuan Jonathan. Kami hanya mengantarkan barang milik nona Rachel,” ucap staf hotel seraya menyerahkan koper itu. Setelah staf hotel pamit pergi, Jonathan segera menutup kembali pintu kamar. Menarik koper ke lemari penyimpanan. Lalu kembali melangkah menuju meja makan. Rachel beranjak dari kursi. Meskipun makanan di piringnya masih tersisa setengah, namun perutnya sudah terasa kenyang. “Mau kemana, Bae? Kok gak dihabisin makanannya?” tanya Jonathan dengan raut bingung. “Gue mau gant
Rachel melangkah mundur kala menyadari langkah Jonathan semakin mendekat. Namun baru beberapa langkah ke belakang, punggungnya sudah membentur dinding membuat langkahnya terhenti di tempat. Pengaruh alkohol itu sudah hilang sejak Rachel bangun tidur tadi. Jadi dalam keadaan sadar seperti ini, akal sehat Rachel kembali bekerja. Rachel menyilangkan kedua tangan di depan dada, sebagai isyarat agar Jonathan jangan mendekat. Namun sepertinya suaminya itu tak memahami maksudnya. Langkah Jonathan semakin mendekat, mengunci tubuh mungil istrinya di antara kedua tangannya yang diletakkan di sisi tubuh Rachel. Lagi dan lagi Rachel dibuat diam tak berkutik. Wajah tampan sang kapten basket yang telah berstatus menjadi suaminya, begitu membuat gadis cupu itu terpesona. Dalam jarak sedekat ini, Rachel bisa merasakan hembusan nafas Jonathan yang beraroma mint. Tatapan Jonathan yang begitu tajam namun ada kelembutan di dalamnya, membuat Rachel semakin hanyut dalam rasa nyaman. Bibir merah Jonath
“Mohon maaf tuan Jonathan, mengganggu waktu istirahat anda. Saya diminta nyonya Debora untuk membawakan sarapan ini,” ucap seorang wanita yang merupakan staf hotel. “Astaga mami! Ngapain sih pakai suruh orang buat bawa sarapan segala. Mengganggu aja!” gerutu Jonathan dengan suara kecil, namun masih bisa didengar oleh staf wanita yang masih berdiri di hadapannya dengan membawa nampan berisi sarapan. “Maaf tuan Jonathan, bolehkah saya masuk untuk menaruh makanan ini?” “Gak perlu, biar aku sendiri yang menaruhnya!” Jonathan meraih paksa nampan itu. “Sekarang pergilah!” perintah Jonathan lalu kembali masuk. Menutup pintu dengan kakinya. Meletakkan nampan di atas meja, kemudian melangkah menuju kamar. Berdiri di sisi ranjang dengan pandangan tertuju pada wanita yang masih tertidur lelap. Jonathan sedikit membungkukkan badan. Tangannya terulur memindahkan helaian rambut yang menutupi wajah cantik Rachel. Garis bibir Jonathan melengkung, membentuk sebuah senyuman. Pagi pertama yang menj
Jonathan kembali memagut bibir manis sang istri. Tangannya bergerak mengusap lembut dada Rachel sebelum memulai permainan inti. Rasa takut yang sempat bersarang di hati Rachel saat melihat milik Jonathan yang panjang dan keras itu, kini perlahan memudar. Desahan tertahan dari bibir Rachel, kembali terdengar. Mengiringi permainan yang akan Jonathan mulai, sesaat lagi. Jonathan mengusap lembut ujung miliknya sebelum mempertemukannya pada milik sang istri. Mata Rachel terpejam, bibirnya terus mengeluarkan suara yang semakin memancing hasrat sang suami. “Can I come in?” Suara Jonathan menyentak kesadaran Rachel. Perlahan mata lentik itu terbuka. Sorot mata Rachel terlihat sayu. Ada rasa ingin, penasaran, juga rasa takut yang bercampur aduk dalam hatinya. Namun sudah kepalang tanggung. Pengaruh alkohol masih menguasai tubuh Rachel dan keinginan Jonathan pun sudah tidak bisa ditahan lagi. Tanpa mendengar dahulu jawaban dari mulut sang istri, Jonathan memasukkan miliknya ke dalam liang
Posisi Rachel kini berada di atas tubuh Jonathan. Kedua kakinya diletakkan di kedua sisi pinggang Jonathan. Posisi yang sama seperti sedang naik kuda. Jonathan menggerakkan kepalanya ke kanan dan ke kiri untuk menghindari ciuman Rachel. Karena dia tahu, jika istrinya itu sedang mabuk. “Astaga, Bae.. mphhhh..” Posisi Jonathan yang terjepit, membuatnya sulit untuk menghindar. Apalagi kedua tangan Rachel kini mencengkeram erat pipinya, hingga membuat Jo tak bisa menghindar lagi. Ciuman yang tak pernah Jonathan rasakan sebelumnya. Jika dalam keadaan sadar, istrinya itu sangatlah pasif. Beda halnya dalam keadaan mabuk, ciuman Rachel terasa begitu liar dan panas. Jo bisa merasakan lidah basah Rachel yang mulai membasahi permukaan bibirnya yang tertutup. Dengan mata terpejam, Jo berusaha mempertahankan diri agar tidak tergoda. Sungguh istrinya ini benar-benar menguji pertahanannya. Haruskah Jo meladeni Rachel dalam keadaannya yang setengah sadar? Jonathan tak ingin dianggap sengaja mema
Jonathan meraih cardlock dari dalam dompet. Membuka pintu kamar dengan perasaan campur aduk. Mengingat kondisi Rachel terakhir kali ditinggal dalam keadaan takut. Mana mungkin dia bisa melakukan keinginan papi untuk membuatkan cucu? “Bae, udah tidur?” Jonathan menutup kembali pintu. Ruangan masih dalam keadaan setengah redup, sama persis dengan yang terakhir kali dia lihat. Dia tak menyadari akan keberadaan Rachel di ruang tamu, hingga melewatinya menuju kamar tidur. Kondisi ranjang yang masih rapi, namun selimut terlihat sedikit berantakan. Jonathan tak menemukan keberadaan istrinya di dalam kamar. Menduga jika istrinya masih mandi atau mungkin melanjutkan acara berendam. Tetapi, bukankah ini sudah terlalu lama? Jonathan menghitung sudah sejam lebih dia meninggalkan Rachel. Mendadak rasa takut bersarang dalam pikiran Jonathan. Takut akan hal buruk terjadi pada istrinya ketika berada di kamar mandi. Bergegas Jonathan melangkah ke kamar mandi guna memastikan. Namun di sana, juga t
Kini tubuh sepasang pengantin baru saling melekat tanpa penghalang. Jonathan telah berhasil membuat Rachel tak berdaya dan tak menyadari jika dirinya kini sudah telanjang. Kesadaran Rachel kembali, ketika dia merasakan sesuatu yang keras menyundul pangkal paha bagian belakang. Perlahan mata lentik itu terbuka, pandangannya langsung tertuju pada wajah Jonathan yang tampak sedikit memerah. Ketika menyadari posisinya telah berubah, bahkan tangan lebar Jonathan mulai menangkup bagian sensitif di dadanya, Rachel pun menjadi panik. Segera meraih pergelangan tangan Jonathan dan berusaha menjauhkan dari tubuhnya. “Mphhhh…” Rachel berusaha berteriak, namun ciuman itu menahan suaranya. Pikiran Jonathan sudah dikuasai oleh hawa nafsu, membuat pemuda itu buta dan tuli akan reaksi sang istri yang mulai menolak. Saat dirasa kekuatannya tak akan mampu melawan tenaga Jonathan, Rachel pun menggigit lidah Jonathan. “Akhhhh..!” desis Jonathan seraya melepaskan pagutan bibirnya. Rasa ngilu pada lida
Kini posisi Jonathan duduk di belakang Rachel tanpa penghalang, membuat tubuh mereka saling bersentuhan. Mata Rachel semakin melebar kala tanpa sengaja Jonathan menyentuh bagian kenyal miliknya di depan dada. “Mpphhhh..” Rachel berusaha berteriak namun tangan lebar Jonathan menutup hampir setengah dari wajahnya. Sontak Rachel berusaha menepis tangan Jonathan dari dadanya. “Please, jangan banyak gerak Bae! Gue..” Ucapan Jonathan terhenti ketika mulai merasakan miliknya yang semakin mengeras. Keinginan Jo untuk menyentuh gadis yang sudah berstatus sebagai istrinya semakin kuat. Namun langkahnya terhalang oleh sikap Rachel yang terlihat jelas menolak. Seakan tak kehabisan akal, Rachel sekuat tenaga menggerakkan siku tangan kanannya ke belakang. Duagh!! Ujung siku Rachel yang runcing tepat mengenai perut Jonathan. Membuat pemuda itu meringis kesakitan dan akhirnya melepaskan tangannya dari mulut Rachel. Tak menyia-nyiakan waktu, Rachel pun berpindah posisi. Duduk di ujung bath-up,