"Bu, Intan berangkat kerja dulu ya," ucap Intan berpamitan kepada Ibu Rahma, ibu kandung Intan. "Iya Nak, kamu mau berangkat Nak?" balas Ibu Rahma kepada Intan. "Iya Bu, Intan jalan ya Bu," ucap Intan sambil mencium tangan Ibunya. "Iya Nak, hati-hati ya," balas Ibu Rahma. Pagi itu Intan berangkat bekerja, sudah seminggu Intan bekerja di salah satu Perusahaan besar sebagai cleaning servis. Sementara ke dua Adik laki-laki Intan yang masih duduk di bangku SMP itu sudah berangkat ke sekolah, dan Angga yang juga Adik laki-laki Intan masih bersiap-siap untuk berangkat ke tempat pencucian sepeda motor tempat dia bekerja se hari-hari. Seperti biasa Intan selalu lebih awal datang ke tempat dia bekerja di antara sesama rekan kerjanya. "Pagi Pak." sapa Intan ke bapak satpam yang bertugas shif pagi itu. "Pagi Intan, si rajin dan si gesit" balas Pak Satpam terhadap Intan sambil bercanda. "Iya Pak, kita sama-sama si rajin kok" balas Intan sambil bergurau lalu beranjak masuk ke dalam. Int
"Disini tidak ada hubungannya kaca spion mobilmu dengan keteledoran yang sudah kamu lakukan ini." pekik Intan pada pria angkuh itu kembali. Sebelum pria itu kembali menyerang Intan dengan kata-katanya, Intan kembali mencerca pria tampan yang tidak memiliki sopan santun itu."Dan ingat kamu yang perlu berkaca, agar kamu sadar dengan tingkahmu sendiri, kamu ada kaca mobil sendiri kan? Kalau tidak itu banyak kaca jendela berjejer, kamu berkaca di sana saja, dan tanya dirimu, apa kamu sudah melakukan hal baik belum?" semprot Intan kepada pria tampan tersebut. "Ntah dari hutan mana ini lepas, kenapa bisa masuk ke Perusahaan sebesar ini, siapa yang menerima kamu bekerja di sini?" ketus pria tampan itu kembali kepada Intan dengan wajah geram. "Yang pasti bukan kamu yang menerima aku bekerja di sini" balas Intan. "Mimpi apa aku semalam, pagi-pagi begini sudah bertemu betina satu ini," ucap Pria itu dengan lirih. "Maaf aku bukan betina, tapi aku perempuan, kalau kamu ya jantan." protes I
"Apa-apaan ini, kenapa lantai dibiarkan licin begini, ngapaian saja cleaning servis di kantor ini?." ketus sosok pria yang baru saja terjatuh dengan posisi terduduk itu. Sosok pria tersebut tentu sudah di kenal semua orang yang sedang memperhatikannya, termasuk Tuan Muda Chris. Dia adalah kepala HRD di Perusahaan itu, bahkan dia juga yang menerima Intan bekerja di Perusahaan itu. "Bagus, inilah salah satu kehebatanmu dalam memilih pekerja di Perusahaan ini." sindir Chris sambil bertepuk tangan dan berlahan mendekati sang kepala HRD. "Kamu lihat itu betina di sana, dia itulah contoh pekerja yang kamu terima bekerja di Perusahaan ini." ujar Chris sambil menunjuk ke arah Intan dan tangannya mendekap leher sang kepala HRD. Intan geram melihat Chris yang tidak bersikap sopan kepada Bapak kepala HRD tersebut. "Kenapa kamu tidak punya sopan santun, begitukah sikapmu kepada orang tua?," semprot Intan. "Intan!" Kepala HRD tersebut membentak Intan. "Sebelum kamu berbicara begitu, ada b
Sementara itu, suasana di ruang gedung Perusahaan sudah sangat rame dan banyak pegawai yang lalu lalang untuk melakukan aktivitasnya. Begitu juga salah satu rekan kerja Intan sedang mengeringkan lantai yang basah karena air yang tumpahan dari ember yang tertendang oleh kaki Rain. Banyak yang pura-pura sibuk dengan aktivitas mereka masing-masing, namun mereka secara diam-diam memperhatikan yang sedang terjadi. "Hm, seperti itu caramu meminta maaf, mudah sekali bagimu dengan cara begitu saja kamu minta maaf kepadaku, apa kamu kira aku sama seperti temanmu pemungut sampah jalanan," hina Chris kepada Intan. "Lalu bagaimana caranya saya meminta maaf" tanya Intan kembali kepada Chris. "Dilempar pun kamu dari lantai lima ke lantai bawah ini, tidaklah cukup, yang artinya nyawamu pun tidak ada artinya buatku untuk menebus kesalahanmu ini, kamu camkan itu!" bentak Chris kepada Intan. Sontak semua orang-orang terkejut dan melihat ke arah Intan dan Chris. "Mulai aku di lahirkan Ibuku samp
Bu Rahma yang melihat putrinya diperlakukan seperti itu membuat hatinya seperti dikoyak-koyak. "Intan!" Rintih Ibu Rahma yang melihat putrinya hampir tergeletak di lantai. Bu Rahma langsung menghampiri Intan dan membantu Intan untuk berdiri. "Bu Selvi, saya mohon Bu, beri kami waktu lagi, jangan usir kami apalagi ini sudah malam Bu Selvi" Ibu Rahma kini yang kembali memohon kepada Ibu Selvi. "Tidak! Aku tidak akan beri kalian kesempatan lagi" hentak Ibu Selvi. "Ingat! kalau kalian tidak mau pergi juga dari rumah ini, maka aku akan menyuruh anak buahku mengusir kalian secara paksa, aku akan suruh mereka membuang semua barang-barang kalian ke jalanan sana" kata Ibu Selvi kembali dengan nada mengancam. Sesaat setelah Ibu Selvi melontarkan kata-kata ancamannya itu, ke tiga Adik laki-laki Intan pun datang. Angga Anak ke dua Ibu Rahma itu terperanjat melihat Kakaknya dan juga Ibunya berdiri dengan posisi Ibunya memeluk Intan. Angga melihat Ibu Selvi dengan wajahnya yang terlihat g
"Aku janji kepada Ibu Selvi, aku akan usahakan dapatkan kerjaan, aku akan menyicilnya nanti, aku janji Bu," mohon Intan kembali dengan wajah yang memelas. "Rugi aku kalau masih kasih kalian kesempatan lagi, nanti kamu nyicil tunggakan untuk satu bulan saja udah berapa lama, yang ada malah tunggakan kalian makin tambah, kalau aku sewakan rumah ini keorang lain, maka aku bisa dapat uang sewa dengan rutin, tidak seperti kalian yang kerjanya menunggak terus, jujur selama ini aku udah merasa kesal harus menghadapi orang seperti kalian, makanya daripada aku semakin pusing, lebih baik aku sewakan ini kepada orang lain." cerca Ibu Selvi dengan wajah kesalnya. "Aku mohon Bu, aku janji, aku akan mencari pekerjaan itu secepatnya" Intan masih belum menyerah membujuk Ibu Selvi agar mengurungkan niatnya mengusir keluarganya. "Intan, kamu pikir apa aku dan keluargaku tidak butuh uang? Sampai kapan aku menunggunya? apalagi mencari pekerjaan itu sulit." semprot Bu Selvi kembali. "Bu, aku janji ak
"Intan tidak bermaksud begitu kepada Ibu Selvi, saat ini yang kami bisa lakukan hanya memohon kepada Ibu Selvi," Intan masih terus memohon dengan suaranya yang lirih. Namun Ibu Selvi terus saja menatap Intan dengan tatapan yang sinis. "Aku sudah kasih kalian kesempatan, asalkan kalian mau menyanggupi syarat yang aku berikan, apa kalian masih bilang aku tidak punya perasaan?, atau kalian memang benar-benar mau diusir malam ini juga?" hentak Ibu Selvi dengan mata tertuju kepada Intan. Intan kini terlihat diam dan tidak langsung menanggapi perkataan Ibu Selvi. Begitu juga dengan Ibu Rahma hanya tertunduk dan diam saja, Ibu Rahma tidak berani menanggapi syarat yang diajukan oleh Ibu Selvi. Karena Ibu Selvi kuatir tidak mampu mengatasinya dan Ibu Rahma tidak mau membebani anak-anaknya dikemudian hari. "Aku mohon Bu Selvi, tolong kasihani kami, Intan sudah berjanji kepada Ibu Selvi akan segera mencari pekerjaan, begitu Intan dapat pekerjaan, Intan akan mencicil uang sewa rumah yang s
Ibu Selvi berteriak memanggil kedua anak buahnya yang sedang berdiri diluar rumah kontrakan itu. Dengan sigap kedua anak buah Selvi itu datang menghampiri Ibu Selvi kedalam rumah. "Iya Bu" sahut ke dua anak buah Ibu Selvi pada waktu itu secara bersamaan saat mereka sudah berdiri tepat disamping Ibu Selvi. "Tolong kalian buang barang-barang mereka ini kejalanan sana, mereka tidak mau keluar rumah ini dengan baik-baik, mereka sepertinya menginginkan diusir dengan secara paksa," ucap Ibu Selvi menjelaskan kepada kedua anak buahnya itu. Namun suami Ibu Selvi tampak mengerutkan dahinya, sebenarnya dia tidak sejalan dengan pikiran istrinya itu, namun karena suaminya tidak bekerja dan hanya mengandalkan pendapatan istrinya saja untuk kebutuhan rumah tangga khususnya anak-anak mereka, membuat dirinya tidak bisa bertindak tegas pada istrinya itu. "Ma, apa harus malam ini, apa Mama tidak bisa kasih mereka waktu menunggu sampai besok? ini sudah malam loh Ma" suami Ibu mencoba untuk membuju
"Angga, jangan begitu Nak" tegur Ibu Rahma kepada Angga anaknya itu. "Tuh dengarin kalau orang tuamu kasih tau cara sopan santun ya, jangan jadi orang yang keras kepala" semprot Ibu Selvi kepada Angga sambil menunjuk wajah Angga dengan jari telunjuknya. "Sudahkan Bu, tidak ada yang perlu dibahas lagi?" ujar Angga kepada Ibu Selvi.Sontak Ibu Selvi mengerutkan dahinya dan matanya melotot menatap ke arah wajah Angga. "Dasar! Baru saja dibilangin sudah ngebantah, memang anak tidak tau diri kamu itu" umpat Ibu Selvi kepada Angga dengan nada marah. "Ibu Selvi, maaf atas sikap Angga anakku ya Bu." kata Ibu Rahma meminta maaf kepada Ibu Selvi atas sikap Angga anaknya itu. "Makanya Bu Rahma, anak itu diajarin tata krama dan sopan santun, terutama lebih tau diri lagi," umpat Ibu Selvi kembali kepada Ibu Rahma menyindir sikap Angga yang tidak sopan saat memberikan uang kepadanya. "Baik Bu, aku pasti menasehati anakku nanti, sekali lagi aku mohon maaf ya Bu." kata Ibu Rahma sembari memoho
"Oh jadi akhirnya kamu setuju Intan, tapi ingat ya, bukan berarti segampang hanya mengucapkan dimulut saja, aku beri kamu waktu seminggu lagi untuk mulai mencicil tunggakan sewa rumah ini" kata Ibu Selvi mengingatkan kepada Intan. "Baik Bu, aku janji aku akan berusaha mencicilnya mulai minggu depan" jawab Intan kepada Ibu Selvi. Ibu Selvi tampak mengerutkan dahinya melihat sikap Intan yang enteng saat mengucapkan kata-katanya itu. "Hei Intan! kamu jangan anggap sepele ya, ingat jika kamu tidak sanggup membayar cicilannya minggu depan, tanpa basa-basi lagi, aku akan akan perintahkan anak buahku untuk membuang barang-barang kallian ke jalanan sana, ingat itu!" hentak Ibu Selvi kemudian. "Iya Bu, aku janji Bu, aku tidak akan mengecewakan Ibu Selvi lagi" kata Intan untuk menyakinkan Ibu Selvi. "Okey, aku tagih janjimu minggu depan" kata Ibu Selvi membalas ucapan Intan. "Oh ya, waktuku sudah banyak terbuang sia-sia untuk kalian, Ibu Rahma! sekarang kasih aku uang berapa saja yang ka
Ibu Selvi berteriak memanggil kedua anak buahnya yang sedang berdiri diluar rumah kontrakan itu. Dengan sigap kedua anak buah Selvi itu datang menghampiri Ibu Selvi kedalam rumah. "Iya Bu" sahut ke dua anak buah Ibu Selvi pada waktu itu secara bersamaan saat mereka sudah berdiri tepat disamping Ibu Selvi. "Tolong kalian buang barang-barang mereka ini kejalanan sana, mereka tidak mau keluar rumah ini dengan baik-baik, mereka sepertinya menginginkan diusir dengan secara paksa," ucap Ibu Selvi menjelaskan kepada kedua anak buahnya itu. Namun suami Ibu Selvi tampak mengerutkan dahinya, sebenarnya dia tidak sejalan dengan pikiran istrinya itu, namun karena suaminya tidak bekerja dan hanya mengandalkan pendapatan istrinya saja untuk kebutuhan rumah tangga khususnya anak-anak mereka, membuat dirinya tidak bisa bertindak tegas pada istrinya itu. "Ma, apa harus malam ini, apa Mama tidak bisa kasih mereka waktu menunggu sampai besok? ini sudah malam loh Ma" suami Ibu mencoba untuk membuju
"Intan tidak bermaksud begitu kepada Ibu Selvi, saat ini yang kami bisa lakukan hanya memohon kepada Ibu Selvi," Intan masih terus memohon dengan suaranya yang lirih. Namun Ibu Selvi terus saja menatap Intan dengan tatapan yang sinis. "Aku sudah kasih kalian kesempatan, asalkan kalian mau menyanggupi syarat yang aku berikan, apa kalian masih bilang aku tidak punya perasaan?, atau kalian memang benar-benar mau diusir malam ini juga?" hentak Ibu Selvi dengan mata tertuju kepada Intan. Intan kini terlihat diam dan tidak langsung menanggapi perkataan Ibu Selvi. Begitu juga dengan Ibu Rahma hanya tertunduk dan diam saja, Ibu Rahma tidak berani menanggapi syarat yang diajukan oleh Ibu Selvi. Karena Ibu Selvi kuatir tidak mampu mengatasinya dan Ibu Rahma tidak mau membebani anak-anaknya dikemudian hari. "Aku mohon Bu Selvi, tolong kasihani kami, Intan sudah berjanji kepada Ibu Selvi akan segera mencari pekerjaan, begitu Intan dapat pekerjaan, Intan akan mencicil uang sewa rumah yang s
"Aku janji kepada Ibu Selvi, aku akan usahakan dapatkan kerjaan, aku akan menyicilnya nanti, aku janji Bu," mohon Intan kembali dengan wajah yang memelas. "Rugi aku kalau masih kasih kalian kesempatan lagi, nanti kamu nyicil tunggakan untuk satu bulan saja udah berapa lama, yang ada malah tunggakan kalian makin tambah, kalau aku sewakan rumah ini keorang lain, maka aku bisa dapat uang sewa dengan rutin, tidak seperti kalian yang kerjanya menunggak terus, jujur selama ini aku udah merasa kesal harus menghadapi orang seperti kalian, makanya daripada aku semakin pusing, lebih baik aku sewakan ini kepada orang lain." cerca Ibu Selvi dengan wajah kesalnya. "Aku mohon Bu, aku janji, aku akan mencari pekerjaan itu secepatnya" Intan masih belum menyerah membujuk Ibu Selvi agar mengurungkan niatnya mengusir keluarganya. "Intan, kamu pikir apa aku dan keluargaku tidak butuh uang? Sampai kapan aku menunggunya? apalagi mencari pekerjaan itu sulit." semprot Bu Selvi kembali. "Bu, aku janji ak
Bu Rahma yang melihat putrinya diperlakukan seperti itu membuat hatinya seperti dikoyak-koyak. "Intan!" Rintih Ibu Rahma yang melihat putrinya hampir tergeletak di lantai. Bu Rahma langsung menghampiri Intan dan membantu Intan untuk berdiri. "Bu Selvi, saya mohon Bu, beri kami waktu lagi, jangan usir kami apalagi ini sudah malam Bu Selvi" Ibu Rahma kini yang kembali memohon kepada Ibu Selvi. "Tidak! Aku tidak akan beri kalian kesempatan lagi" hentak Ibu Selvi. "Ingat! kalau kalian tidak mau pergi juga dari rumah ini, maka aku akan menyuruh anak buahku mengusir kalian secara paksa, aku akan suruh mereka membuang semua barang-barang kalian ke jalanan sana" kata Ibu Selvi kembali dengan nada mengancam. Sesaat setelah Ibu Selvi melontarkan kata-kata ancamannya itu, ke tiga Adik laki-laki Intan pun datang. Angga Anak ke dua Ibu Rahma itu terperanjat melihat Kakaknya dan juga Ibunya berdiri dengan posisi Ibunya memeluk Intan. Angga melihat Ibu Selvi dengan wajahnya yang terlihat g
Sementara itu, suasana di ruang gedung Perusahaan sudah sangat rame dan banyak pegawai yang lalu lalang untuk melakukan aktivitasnya. Begitu juga salah satu rekan kerja Intan sedang mengeringkan lantai yang basah karena air yang tumpahan dari ember yang tertendang oleh kaki Rain. Banyak yang pura-pura sibuk dengan aktivitas mereka masing-masing, namun mereka secara diam-diam memperhatikan yang sedang terjadi. "Hm, seperti itu caramu meminta maaf, mudah sekali bagimu dengan cara begitu saja kamu minta maaf kepadaku, apa kamu kira aku sama seperti temanmu pemungut sampah jalanan," hina Chris kepada Intan. "Lalu bagaimana caranya saya meminta maaf" tanya Intan kembali kepada Chris. "Dilempar pun kamu dari lantai lima ke lantai bawah ini, tidaklah cukup, yang artinya nyawamu pun tidak ada artinya buatku untuk menebus kesalahanmu ini, kamu camkan itu!" bentak Chris kepada Intan. Sontak semua orang-orang terkejut dan melihat ke arah Intan dan Chris. "Mulai aku di lahirkan Ibuku samp
"Apa-apaan ini, kenapa lantai dibiarkan licin begini, ngapaian saja cleaning servis di kantor ini?." ketus sosok pria yang baru saja terjatuh dengan posisi terduduk itu. Sosok pria tersebut tentu sudah di kenal semua orang yang sedang memperhatikannya, termasuk Tuan Muda Chris. Dia adalah kepala HRD di Perusahaan itu, bahkan dia juga yang menerima Intan bekerja di Perusahaan itu. "Bagus, inilah salah satu kehebatanmu dalam memilih pekerja di Perusahaan ini." sindir Chris sambil bertepuk tangan dan berlahan mendekati sang kepala HRD. "Kamu lihat itu betina di sana, dia itulah contoh pekerja yang kamu terima bekerja di Perusahaan ini." ujar Chris sambil menunjuk ke arah Intan dan tangannya mendekap leher sang kepala HRD. Intan geram melihat Chris yang tidak bersikap sopan kepada Bapak kepala HRD tersebut. "Kenapa kamu tidak punya sopan santun, begitukah sikapmu kepada orang tua?," semprot Intan. "Intan!" Kepala HRD tersebut membentak Intan. "Sebelum kamu berbicara begitu, ada b
"Disini tidak ada hubungannya kaca spion mobilmu dengan keteledoran yang sudah kamu lakukan ini." pekik Intan pada pria angkuh itu kembali. Sebelum pria itu kembali menyerang Intan dengan kata-katanya, Intan kembali mencerca pria tampan yang tidak memiliki sopan santun itu."Dan ingat kamu yang perlu berkaca, agar kamu sadar dengan tingkahmu sendiri, kamu ada kaca mobil sendiri kan? Kalau tidak itu banyak kaca jendela berjejer, kamu berkaca di sana saja, dan tanya dirimu, apa kamu sudah melakukan hal baik belum?" semprot Intan kepada pria tampan tersebut. "Ntah dari hutan mana ini lepas, kenapa bisa masuk ke Perusahaan sebesar ini, siapa yang menerima kamu bekerja di sini?" ketus pria tampan itu kembali kepada Intan dengan wajah geram. "Yang pasti bukan kamu yang menerima aku bekerja di sini" balas Intan. "Mimpi apa aku semalam, pagi-pagi begini sudah bertemu betina satu ini," ucap Pria itu dengan lirih. "Maaf aku bukan betina, tapi aku perempuan, kalau kamu ya jantan." protes I