Hari ini, saat Ginda dan Marvin sedang duduk bersama, mereka terlihat begitu bahagia. Tawa dan canda pun mengiringi momen mereka. Namun, Dinda yang memperhatikan mereka pun merasa kesal.
Baginya, mereka tampak begitu bahagia di atas penderitaannya sendiri. Dinda merasa bahwa dia harus merebut kebahagiaan yang seharusnya menjadi miliknya.Merasa sedang diperhatikan, Ginda pun menoleh dan melihat Dinda yang sedang terdiam memperhatikan mereka berdua."Dinda, kamu ngapain di situ?" tegur Ginda, membuat Dinda terkejut dan mendongak.Dinda tidak menyadari bahwa Ginda sudah mengetahui keberadaannya. Dalam keheningan hatinya, Dinda merenungi perasaan iri yang memenuhinya.Tanpa menjawab, Dinda bergegas pergi meninggalkan tempat tersebut. Kepergian Dinda membuat Ginda tidak berkedip, memperhatikan Dinda yang semakin menjauh. Sekarang, tubuh Dinda sudah tidak terlihat lagi.Entah apa yang ada dalam pikiran Dinda saat itu. Namun, satSore itu, Ginda mengungkapkan kepada Teddy bahwa ia akan pergi keluar kota untuk sebuah pekerjaan. Dia berpamitan kepada suaminya, Marvin, dengan penuh kasih sayang dan kehangatan. "Mas, aku berangkat ya, mas nanti hati-hati, yang semangat meetingnya dan besok jangan lupa menyusulku," ucap Ginda, memandang Marvin dengan penuh harap. "Kamu juga hati-hati ya, dan jangan khawatir aku pasti akan menyusul kamu," jawab Marvin, tersenyum manis ke arah Ginda. Setelah berbincang cukup lama, seolah-olah mereka akan saling meninggalkan, Ginda pun melangkah pergi. Dia mendekati Teddy, yang sudah menunggu di halaman rumahnya sejak tadi. Marvin melambaikan tangan, mengiringi kepergian Ginda. Setelah Ginda pergi, rumah itu menjadi sepi. Marvin menghela nafas berat, merasakan kehilangan yang mendalam. Dia berjanji dalam hati bahwa dia akan segera menyusul Ginda.Sementara itu, Dinda yang sejak tadi memperhatikan Marvin dari kejauhan, kini mulai melan
Setelah meeting yang melelahkan, akhirnya Marvin dapat menarik nafas lega. Beban hari ini telah terangkat dari bahunya. Dia merasa seolah-olah semua urusannya hari ini telah terselesaikan dengan baik. "Terimakasih, Dinda. Sudah mau membantu saya," ucap Marvin, matanya menatap Dinda dengan penuh penghargaan. Dinda, yang sedang merapikan dokumen-dokumen meeting, menoleh dan tersenyum. "Sama-sama, Marvin. Saya senang bisa membantumu," jawabnya, lalu kembali ke pekerjaannya. Namun, suasana tenang itu segera terganggu oleh suara dering ponsel Marvin. Dia dengan cepat merogoh saku celananya dan mengambil ponselnya. Nama 'Ginda' berkedip di layar ponselnya, membuat senyum tulus muncul di wajah Marvin. "Iya, sayang," ucap Marvin, menjawab panggilan itu. Dinda, yang sedang duduk di sebelah Marvin, seketika merasa kesal. Dia memalingkan wajahnya, merasa tidak nyaman dengan panggilan sayang Marvin kepada Ginda. Dia merasa seolah-olah ada sesuat
Keesokan harinya, seperti janji Marvin yang akan menyusul Dania yang sedang pergi bersama Indra. Dania telah mengirimkan lokasi saat ini kepada Marvin. Dengan cepat, Marvin pun melaju, rasa tak sabar menggema di dalam hatinya. Ia ingin segera bertemu dengan sang istri tercinta. "Tunggu aku, Dania. Aku akan menyusulmu sekarang," gumam Marvin pada diri sendiri. Dengan terus fokus mengemudikannya, Marvin melaju dengan kecepatan sedang, hatinya berbunga-bunga, penuh dengan harapan dan kegembiraan. Namun, tak ada yang bisa meramalkan apa yang akan terjadi selanjutnya. Dalam sekejap, kebahagiaan itu berubah menjadi teror. "Astafirullah, yaampun. Aaaaaaa... "Tanpa diduga, terjadi kecelakaan. Lantaran sebuah truk melaju tanpa kendali membuat Marvin kehilangan keseimbangan, dan mobil pun tergelincir dari jalur dan terjun bebas ke jurang. Semua terjadi begitu cepat, hingga Marvin hampir tidak memiliki waktu untuk bereaksi. Kecelakaan
Sesampainya di lokasi dimana Marvin dikabarkan kecelakaan, Ginda menangis histeris. Ia memanggil-manggil nama Marvin dengan harapan bahwa suaminya akan mendengar dan merespon. "Mas Marvin! Mas Marvin!" teriak Ginda dengan suara parau. Ia berharap bahwa suaminya masih hidup dan dapat mendengar teriakannya. Namun, pemandangan mobil terbakar di depannya itu membuatnya tak dapat berdiri tegak. Tubuhnya seketika lunglai, bagai tak bertulang. Ia merasa seolah-olah semua kekuatannya telah hilang. Melihat kehancuran yang terjadi di hati Ginda, Teddy merasa hatinya juga hancur. Ia tahu betapa mendalam rasa sakit dan kehilangan yang dirasakan Ginda. Teddy berusaha untuk menenangkan Ginda, meski ia tahu bahwa tidak ada kata-kata yang dapat benar-benar menghibur Ginda saat ini. "Ginda, aku tahu ini sangat sulit untukmu. Tapi kamu harus tetap kuat. Marvin pasti ingin kamu kuat," ucap Teddy dengan suara lembut. Teddy mencoba memberikan sedikit ke
Setelah cukup lama dalam keadaan tidak sadarkan diri, kini akhirnya Ginda membuka matanya perlahan, setelah Ia membuka mata, seketika ingatannya kembali teringat akan Marvin yang sampai saat ini masih belum ditemukan. "Mas Marvin mana? Mas Marvin ke mana? "Tanya Ginda histeris pada Teddy yang sejak tadi menunggunya."Ginda, tenanglah! Tim SAR sedang berusaha mencari Marvin. Kamu tidak perlu khawatir dan cemas seperti ini. Yang kamu perlu lakukan sekarang adalah mendoakan Marvin agar baik-baik saja," jawab Teddy sambil memperhatikan wajah Ginda dengan seksama. Ginda menggigit bibirnya, mencoba menahan air mata yang ingin keluar. "Tapi Teddy, kenapa Mas Marvin belum juga ditemukan? Aku sangat khawatir. Apa yang bisa aku lakukan selain menunggu dan berdoa?"Perlahan Teddy pun menghampiri Ginda, menatap wajah Ginda dengan pandangan sayunya. "Aku tahu ini sulit bagimu, Ginda. Tetapi kita harus tetap kuat dan berharap yang terbaik. Saat ini polisi dan
Hari demi hari berlalu, seperti ombak yang tak henti-hentinya menghempas pantai. Ginda, seorang wanita berhati lembut, menatap jendela kamarnya yang menghadap ke jalan raya. Matanya yang semula berbinar, kini tampak sayu. Ia merindukan Marvin, suaminya yang juga belum ditemukan pasca kecelakaan yang telah terjadi. "Mas Marvin, sudah lima bulan kamu pergi, kamu kemana Mas? kenapa belum juga kembali? " gumam Ginda sambil memegang foto mereka berdua. "Aku masih menunggumu disini, Mas. Ibu dan Inggit juga masih menunggumu, meskipun tak ada kabar darimu, aku selalu berharap agar kamu segera kembali." Dalam diam, Ginda berbicara pada Marvin yang tak ada di sana. Dia merindukan suara Marvin, senyumnya, dan kehangatan pelukannya. Setiap hari adalah penantian, dan setiap malam adalah harapan bahwa esok hari Marvin akan kembali. "Apa kamu tahu, Mas?" Ginda berbicara pada foto Marvin, "Aku merindukanmu. Aku merindukan kita. Aku merindukan segal
Sementara, disebuah pelosok desa. Seorang laki yang berwajah mirip seperti Marvin Marcello, namun penampilannya sangat berubah, pakaiannya sangat sederhana dan tinggal di sebuah rumah kecil berdinding papan. Langkah laki laki tersebut keluar dari dalam rumahnya hendak pergi ke suatu tempat untuk bekerja. Ia memakai topi yang terbuat dari bambu dan membawa sebuah cangkul yang berjalan menuju sebuah persawahan.Namun langkahnya terhenti kala seorang wanita memanggilnya. "Mas Damar," pekik wanita berkepang dia itu yang membuat laki laki berwajah wajah Marvin seketika menoleh. "Dik Sri, ada apa?""Mas Damar, mau ke sawah? aku ikut yo, Mas. Biar aku bisa bantuin," ucap wanita bernama Sri itu dengan logat Jawa. "Loh, ngga usah. Aku bisa sendiri kok, nanti kamu malah capek lagi.""Ndak to, Mas. Justru aku takut Mas yang kecapean. Mas kan baru sembuh, ndak boleh terlalu mempeng. yowes yowes ndak usah bany
"Mas Marvin, ternyata bener feeling ku kalau Mas masih hidup, Mas kenapa ngga pulang, Mas? aku kangen, aku mau sekarang kamu pulang, Mas," cerocos Ginda seraya menggoyang goyangkan lengan kekar laki laki berwajah mirip Marvin tersebut. Melihat itu membuat Sri dan Damar sendiri berekspresi bingung, ia tak mengerti dengan apa yang diucapkan wanita berpenampilan elegan ini? Ginda, dengan ekspresi kegirangan, berbicara dengan semangat kepada seorang pria berwajah mirip Marvin. ia terus menggenggam tangan Damar dan menggoyang-goyangkan lengan kekar pria tersebut, seraya mengatakan betapa dia merindukannya. Melihat adegan ini, Sri dan Damar sendiri pun kebingungan. Mereka tidak mengerti apa yang sedang terjadi dan apa yang sedang Ginda bicarakan. Wanita elegan ini tampak berbicara dengan semangat, tetapi kata-katanya terasa asing bagi mereka. "Mas, kamu harus pulang hari ini. Ibu menunggu kamu, dia juga merindukanmu, Mas. Dia mau kamu kembali keruma