Wulan sudah berada jauh di luar kamar Saka. Jantungnya terus berdebar kencang. Dia berjalan mengendap-ngendap sambil menengok ke kiri dan ke kanan. Mirip seperti maling yang takut tertangkap.'Sepi.' gumamnya, sakit merasa lega dan melanjutkan langkah menuruni tangga dengan sangat hati-hati. Matanya tak lepas mengintai sekitar.'Ini rumah tumben kayak kuburan.' Wulan rasa sedikit heran tapi masih celingukan.'Tuhan memang sedang berpihak padaku.' Dia bergumam lagi dalam hati lalu melanjutkan langkah, sampai menggapai pintu.Pelan-pelan Wulan membuka pintu. Mengintip sebentar keluar. Dia melihatnya beberapa penjaga yang tertidur di kursi.'Dasar pemalas. Di suruh jaga malah tidur. Kalau aku jadi Tuan muda, sudah ku pecat kalian.' dalam hati Wulan mengutuk mereka."Bagaimana kalau ada maling masuk?" Dia masih mengumpat para penjaga yang malah asyik terbuai mimpi."Ah iya. Kan malingnya memang sudah ada di dalam. Di dalam kamar Tuan muda. Hihi…” bulan tertawa di dalam hati, sambil memega
"Nona tunggu sebentar di sini." ucap si bapak sopir, menyuruh Wulan menunggu di depan sementara si bapak masuk ke dalam menemui si pemilik kontrakan.Tak butuh waktu lama untuk menunggu, si bapak sudah keluar bersama seorang ibu ibu.Ibu itu memperkenalkan dirinya pada Wulan sebagai pemilik kontrakan tersebut dan mempersilahkannya untuk melihat-lihat dulu di dalam.Wulan mengangguk, dan mengikuti ibu itu setelah membayar taksi dan mengucapkan terima kasih kepada si bapak sopir.Ibu itu dengan ramahnya membawanya masuk dan memperlihatkan kamar kontrakan untuk Wulan.Wulan membelalakkan matanya ketika melihat ruangan yang sangat besar itu. Ranjang tidur yang berukuran besar lengkap dengan lemari dan meja riasnya. Lalu ada kamar mandi dan dapur khususnya. Juga ada sisa ruang yang di taruh sebuah sofa seperti sengaja untuk tempat bersantai."Besar sekali? Ini sudah seperti ngontrak satu rumah." gumamnya lalu menoleh pada Si ibu pemilik kontrakan."Apa tidak ada yang lain, Bu? Yang satu
Mengenai Saka yang menawarkan Wulan untuk belanja, lalu menawarkan Black Card. Saka sudah yakin jika Wulan pasti akan menolaknya, karena yang sebenarnya Wulan inginkan adalah uang cash, untuk apa lagi kalau buat untuk modal hidupnya di luar hidup Saka.Lalu saat Saka menghitung uang dan menaruhnya di laci begitu saja, sebenarnya Saka sengaja melakukannya, berharap agar Wulan melihatnya, lalu sakit hati. Dan menganggapnya pelit. Setelah itu berharap agar Wulan mengambilnya untuk kemudian kabur darinya.Dan semua berjalan lancar sesuai rencana.Bahkan saat Wulan melangkah keluar rumahnya, semua sudah diatur secara rapi oleh mereka. Rumah yang sepi, penjaga yang tertidur dan gerbang yang tidak terkunci.Lalu Taksi? Rumah kontrakan dan ibu pemilik kontrakan? Jelas sudah masuk daftar rencana mereka. Sampai sudut ruangan Wulan berada saat ini, dipasang kamera tersembunyi agar Sakanbisa tetap melihat Wulan.Saka bukan senang melakukan itu, ia juga sebenarnya menyesal melakukan ini semua pad
Saka sudah melangkah keluar dari rumah kontrakan itu.Sekretaris Ang tersenyum tipis saat melihat tangan Tuan mudanya yang terkait erat di jemari Wulan. Apalagi ketika melihat Wulan yang patuh dan yang menurut saja.Lalu, setelah sekretaris Ang berpamitan pada pemilik kontrakan dan mereka bertiga memasuki mobil.Sekretaris Ang duduk sendirian di depan mengendalikan setir. Tidak seperti ketika mereka berangkat, Saka duduk di sisinya.Karena saat ini Saka berada di kursi belakang bersama Wulan.Tidak ada percakapan sedikit pun di dalam mobil yang sudah melaju kencang itu.Wulan terus menundukkan wajahnya. Entah malu, entah menyesal atau saat ini ia merasa sudah putus asa karena tidak bisa lari dari Saka dan harus kembali lagi ke rumah suaminya.Sementara Saka sendiri tidak berhenti menoleh pada Wulan.Hingga mobil mereka telah tiba kembali di depan rumah Saka. Saka segera turun membukakan pintu untuk Wulan. Tetap tanpa suara, Saka lalu membawa Wulan kembali ke kamarnya.***Hari ini Wul
Sama-sama kembali berdiam, sama-sama saling menoleh lalu tersenyum tipis. Sampai suapan suapan Saka selesai. Lalu memberi minum Wulan. Dan membersihkan bibir Wulan dengan sebuah tisu. Terakhir, Saka meneguk habis sisa air minum bekas Wulan.Wulan semakin keheranan, menatap Saka yang menyandarkan kembali punggungnya di sofa. Lalu menoleh, menatap Wulan yang juga masih menatapnya.Kedua mata itu kini bertemu, terdiam cukup lama sampai Saka menarik tubuhnya sendiri untuk duduk tegak dan mendekat pada Wulan."Wulan," panggil Saka, pelan. Hampir tak terdengar. Yang dipanggil tidak menjawab dengan suara, melainkan anggukan samar tanpa mengalihkan matanya."Mulai detik ini, bolehkah aku memberimu apa yang tidak pernah kamu dapatkan dari keluargamu?" tanya Saka."Maksud Tuan muda..""Aku tahu, perjalanan sulitmu di rumah itu. Jadi, ijinkan aku mengganti seluruh apa yang kamu butuhkan yang tidak terpenuhi di sana.""Tuan, ti.. tidak perlu. Saya sudah tidak menginginkan lagi uang. Saya juga sud
"Stop…!" Tiba-tiba Wulan menutup mulutnya dengan tangannya."Aku ingin menciummu, Wulan.. Sedikit saja..!!" Saka cepat menurunkan tangan Wulan. Kedua mata mereka kini beradu. Hembusan nafas Saka terasa menyapu wajah Wulan. Wulan kelabakan. Merasakan hangat nafas Saka. Hangat, lalu perlahan menjadi panas. Semakin panas membuat keringatnya bercucuran dengan jantung yang siap meledak.Tegang..! Keduanya semakin tegang. Bibir Saka siap bergerak.Tok...tok..tok..!!Pintu diketuk. Membuyarkan semua rasa dan pandangan mereka.Saka menoleh ke pintu. Lalu cepat menoleh pada Wulan kembali.Cup..cup..cup…Tiga kali, bibir Saka menyambar bibir Wulan. Cepat secepat kilat.Brak….! Pintu dibuka paksa seseorang. Dan sebelum itu terjadi, Wulan sudah berdiri, berlari masuk ke kamar mandi. Sembunyi..Mengusap bibir na di depan cermin.Menyeka keringat dingin di dahinya.Masih dengan jantung yang belum juga stabil."Tuan muda. Kenapa menciumku??" Wulan rasanya ingin menangis. Tapi hatinya bahagia.Di l
"Wulan." Panggil Saka.Wulan mendongak, lagu dengan ragu-ragu bertanya, "Tuan Muda! Mau menikah lagi?" Dia memberanikan diri untuk menatap Saka."Benar, Wulan. Ini permintaan kakek. Apa kamu setuju?" Jawab Saka tanpa memperhatikan ekspresi wajah Wulan."Mana mungkin saya tidak setuju. Jika itu membuat Tuan muda bahagia. Lakukan saja." Menjawab demikian tapi Wulan tidak bisa menahan diri. Dia akhirnya meneteskan air mata.Saka terkejut melihat bulan menangis dan langsung bertanya, “Kenapa menangis ? Kalau kamu tidak setuju juga tidak apa-apa. Jangan menangis.” tanpa mengerti, Saka mengusap air matanya. Tapi Wulan menepis tangannya dengan kasar."Saya tidak menangis. Berhenti peduli pada saya!!" Wulan berteriak."Lho, Wulan. Kok kamu marah?" Saka tak mengerti."Tidak, Tuan muda. Tidak. Saya tidak mungkin marah. Saya memang tidak akan mungkin pantas menjadi istri Tuan muda. Saya tahu itu. Saya sadar diri. Menikahlah, Tuan muda. Tuan muda boleh kok menikah lima kali juga dengan lima wan
Setelah diam sejenak Saka melanjutkan lagi, “Aku bukan mengajarimu untuk membalas dendam. Tapi kamu harus menunjukkan pada mereka , jika kamu sekarang bahagia. Bahagia dengan perjodohanmu. Kita harus berterima kasih pada mereka. Kamu berterima kasih karena perjodohan itu bisa membuatmu terlepas dari mereka. Aku perlu berterima kasih karena perjodohan itu, bisa membuatku bertemu lagi denganmu yang sudah membuatku sembuh dari sakitku. Bertemu lagi dengan gadis pilihan kakekku. Gadis yang sebenarnya sudah mencuri hatiku.""Setelah kamu siap. Kita berdua akan meminta restu pada ayahmu.""Jika mereka jahat lagi bagaimana, lalu tidak membolehkan saya pergi lagi, bagaimana? Nanti kalau saya di jual lagi oleh ayah?""Aku akan mengantarmu. Setiap kali kamu akan ke sana. Aku akan mengantarmu sendiri, menunggumu sampai kamu selesai di sana. Jangan takut. Jika mereka menyakitimu, tubuhku yang akan menjadi tameng untukmu."Mendengar semua ucapan Saka, Wulan menjadi tenang. Bukan hanya tenang, tapi
"Kamu kenapa?" Sekretaris Ang mendekat."Ah, tidak apa-apa. Kalau begitu kita harus berkemas. Mumpung masih sore."Sekretaris Ang mengangguk.Yuri menarik kopernya."Tidak perlu membawa baju," ucap Sekretaris Ang."Hah! Gantiku bagaimana?" tanya Yuri heran."Sudah ada di sana.""Di sana? Maksudnya di sana di mana? Di rumah Tuan Muda Saka? Aku sudah membawa hampir semua ke sini, Kak.""Apa kamu kira, kita akan pulang ke rumah Tuan Muda?" Sekretaris Ang kini sudah tak berjarak."Lalu? Ke mana? Apa Kak Ang akan membawaku pulang ke rumah Kak Ang? Memang Kak Ang punya rumah?" tanya Yuri. Dia berpikir jika selama ini Sekretaris Ang tidak punya tempat tinggal selain Rumah Tuan Muda Saka. Karena selama ini Yuri tidak pernah melihat Sekretaris Ang pulang ke mana pun selain ke rumah itu.Mau pagi atau malam setelah pulang dari kantor, Sekretaris Ang selalu ada di rumah itu.Sekretaris Ang tergelak mendengar pertanyaan istri kecilnya itu. Mengangkat dagu Yuri dengan telunjuknya."Apa menurutmu,
Kini saatnya Ang dan Yuri menghampiri Saka dan Wulan.Saka dengan antusias menyambut tangan Sekretaris Ang dan memeluk sekretarisnya itu untuk pertama kalinya selama hidupnya."Selamat, Ang! Akhirnya kamu melepas masa lajangmu juga.""Terima kasih, Tuan Muda. Semua ini berkat dukungan Anda juga.""Haha. Kamu harus ingat satu hal, Ang. Meskipun kamu lebih tua dariku, tapi detik ini kamu adalah adik iparku! Jadi kamu harus menghormatiku lebih dari sebelumnya!""Tentu, Tuan Muda. Saya akan mengingatnya selalu." Keduanya pun tertawa setelah melepaskan pelukan.Wulan pun berganti memeluk Yuri."Selamat atas pernikahanmu, Adikku! Bahagia selalu ya?""Kak Wulan!" Yuri memeluk erat Wulan, dan untuk pertama kalinya ia memanggil "kakak" pada Wulan, begitu terdengar hangat di telinga Wulan."Terima kasih, Kak Wulan. Kamu kakak terbaikku!"Keduanya tersenyum bahagia.Kemudian Yuri tak melupakan Jihan."Kamu sudah menjadi seorang istri. Jadi artinya kamu bukan bocil lagi. Kamu tidak boleh merengek
Hanya mereka saja yang berangkat. Tanpa iring-iringan. Tanpa Kakek Brahmana dan Nenek Sulis. Mengingat keadaan Kakeknya yang sudah mulai ringkih dan cepat lelah, Saka sengaja tidak mengizinkan mereka untuk ikut mendampingi Sekretaris Ang. Dan pada akhirnya, Kakek Brahmana dan Nenek Sulis pun setuju saja, menunggu Sekretaris Ang pulang ke rumah dengan membawa istrinya nanti.Mobil pun melaju dengan kecepatan sedang, tidak kencang dan tidak juga lamban. Nampak sekali jika Pak Abu, sang sopir, kali ini mengemudi dengan hati-hati, mengingat jika sedang membawa calon pengantin, dan mobil yang di belakang pun sama.Hingga sampailah mereka di depan rumah keluarga Harmoko.Semua kemudian turun setelah mobil berhenti.Gani Harmoko rupanya sudah siap menyambut mereka sendiri dengan beberapa pria berjas di belakangnya.Lalu mereka saling menunduk untuk saling memberi hormat tanpa berjabat tangan."Tuan Muda, Tuan Sekretaris. Selamat datang!" sapa Gani Harmoko.Mereka membalas sapaan Gani Harmoko
Pagi buta di kediaman keluarga Mahendra terlihat sedikit riuh oleh para pelayan.Mereka tahu, jika pagi ini adalah hari pernikahan Sekretaris Ang dengan Yuri yang akhir-akhir ini sudah mereka ketahui jika Yuri adalah adik Nyonya muda mereka.Mereka bukan sedang berkemas untuk ikut menghadiri acara pernikahan Sekretaris Ang yang akan dilangsungkan di kediaman Gani Harmoko, mereka tidak diperbolehkan ikut selain Bu Asri saja yang diperbolehkan, itu pun untuk mendampingi Wulan. Tapi para pelayan baik pria dan wanita ikut deg deg ser hatinya, entah apa yang sedang mereka rasakan dan lakukan. Yang jelas semua terlihat tidak sabar menunggu turunnya sekretaris Ang dari tangga.Mereka sebenarnya hanya sekedar ingin memberi selamat dan ucapan hati hati untuk calon pengantin , seorang atasan mereka yang mereka kagumi itu. Sang Sekretaris Utama hari ini akan melepas masa lajangnya.Di dalam kamar Sekretaris Ang, pria itu masih berdiri di depan cermin, membetulkan kemeja putih yang sudah ia pakai
"Ini bukan soal keberuntungan, melainkan mungkin sudah takdir. Bukan kah, kalau jodoh tak kan kemana? Mungkin Putri Putri kami memang sudah berjodoh dengan mereka ,Dua pria hebat itu." jawab Tiara.Begitulah, Bahagia dan bangga perasaan Tiara dan juga Gani Harmoko.Saat ini, semua orang mengagumi mereka. Dan makin menghormati mereka. Dua pria hebat sekaligus , menjadi menantu mereka. Siapa yang tidak bangga? Siapa yang tidak kagum? Hampir semua para pengusaha ternama memimpikan memiliki hubungan serius dengan keluarga Brahmana. Yang memiliki seorang putri sangat bermimpi bisa dilirik oleh dua pria hebat itu. Tapi ternyata nasib baik malah berpihak pada keluarga Harmoko.Mereka bukan tidak tahu awal kisah pernikahan Putri pertama keluarga Harmoko dengan Tuan muda dari keluarga Brahmana itu. Semua juga sudah tahu, tapi lagi-lagi saat ini tidak ada yang berani mengungkitnya. Apalagi ketika Saka pernah mengumumkan beberapa kali tentang pernikahannya dengan Wulan di depan beberapa Pengusah
"Ibu sudah menyesal, bahkan sebelum Wulan dan kamu menjemput kami di kontrakan kumuh itu, Ibu sudah bertobat. Dan mungkin Tuhan membalas tobat ibu dengan kebahagiaan yang berlipat lipat ganda. Bayangkan saja Yuri, kehidupan kami jauh lebih baik. Perusahaan Ayahmu semakin baik, nama kami juga kini semakin terhormat. Terlebih setelah banyak yang tau jika kami ini ternyata Mertua dari Tuan muda Saka. Apalagi nanti, di tambah akan menjadi Mertua Sekretaris utama Brahmana group. Sungguh suatu anugerah besar yang kami terima.""Ibu benar. Ibu harus banyak bersyukur ya?""Tentu saja. Kamu tau tidak. Kemarin Ibu dan Jihan bagi bagi sedekah ke seluruh penghuni komplek dan kontrakan bekas kami mengontrak dulu. Uang dari Tuan muda dan calon suamimu sudah habis separuhnya untuk kami sedekahkan. Ibu ingin berbagi kebahagiaan dengan mereka. Ibu pernah merasa sulit sesulit sulit nya ketika berada di sana, makanya ibu ingin sedikit mengurangi kesulitan mereka juga." Tiara bercerita pada Yuri."Syukur
Sekretaris Ang mengangguk, merasa menghangat hatinya. Jika dulu ia sempat berpikir jika keluarga Harmoko adalah keluarga yang tidak baik, dan diakui sekretaris Ang jika ia sempat membenci keluarga ini. Namun setelah Yuri membawanya masuk ke keluarga ini, ternyata berbeda dengan dugaannya.Sebenarnya keluarga ini bisa menjadi keluarga yang hangat. Mungkin begitu lah manusia, saat melakukan kesalahan dan mau menyadarinya, maka kebaikan kebaikan akan menyapanya dan semakin meningkat untuk menyertainya."Baiklah, Tuan Gani. Saya juga minta maaf, jika tidak bisa mengadakan pesta besar untuk pernikahan Putri kalian. Tapi saya berjanji, jika waktu sudah mengijinkan nanti, maka kita akan mengadakan pesta yang meriah." ucap sekretaris Ang."Bukankah kemarin kita sudah sepakat? Jadi jangan dijadikan beban. Yang penting kalian Sah dulu. Dan yang terpenting adalah, harus bahagia." sahut Gani Harmoko.Sekretaris Ang mengangguk, lalu menoleh pada Yuri."Kau tidak apa-apa kan, Sayang..?" sekretaris
Sementara sekretaris Ang tersenyum puas sudah membuat Si Sam itu patah harapan. Ia merasa menang , lalu Segera mengajak Yuri kembali ke mobil setelah mereka menyelesaikan makan nya.Sekretaris Ang melajukan kembali mobilnya. Kali ini Yuri merasa bingung ketika sekretaris Ang berhenti di depan sebuah Rumah yang ternyata kediaman orang tua nya.Lalu Yuri menoleh pada sekretaris Ang saat mereka sudah berada di depan pintu."Kakak??""Aku sengaja mengantarmu pulang ke rumah orang tuamu sebelum mereka menjemput mu.""Kakak? Apa maksudnya??" Entah kenapa, mendengar ucapan Sekretaris Ang Yuri begitu terkejut. Pikiran nya sudah berburuk sangka saja."Kamu harus tinggal bersama mereka." sahut sekretaris Ang."Kakak??" wajah Yuri seketika pucat."Kita tidak akan bertemu untuk beberapa hari kedepan. Kau bisa menungguku kan? Sampai di hari pernikahan kita? Kita akan menikah di rumah orang tuamu ini."Mendadak Yuri menubruk sekretaris Ang. Memeluknya dengan erat."Kau menakutiku Kak?? Ku pikir kau
"Kak Samuel! " Yuri menutup mulutnya sambil menoleh ke arah sekretaris Ang yang sedang berbicara pada seorang pelayan."Yuri, kenapa kaget sekali? Apa kau bersama Tuan sekretaris dingin itu di sini?" tanya Samuel, sambil celingukan."Tentu saja kak Sam, dia kan calon suamiku. Jelas saja dimanapun ada aku pasti ada dia juga. Cepat pergi dari sini kak Sam . Jika tidak , kau tidak akan selamat kali ini." sahut Yuri mendorong tubuh Samuel agar cepat cepat pergi dari sana.Samuel yang tadinya mengira jika Yuri datang sendiri tidak bersama Sekretaris Ang pun segera mengangguk."Eh iya. Aku pergi ya?" Samuel takut juga rupanya.Tapi baru saja Samuel memutar tubuhnya, sebuah tangan kekar menangkap bahunya.Samuel menoleh, "Tuan Sekretaris! Maafkan saya. Saya, saya tidak sengaja bertemu dengan Yuri di sini. Sungguh, saya tidak bermaksud mengganggu nya." dengan wajah pias ketika melihat wajah penuh wibawa itu sudah menatapnya. Begitu juga dengan Yuri yang sama piasnya.Siapa sangka sekretaris A