Samuel tampak benar-benar menyesal dengan tindakannya sebelumnya."Kenapa aku bisa sebodoh ini? Kenapa tidak bertanya dulu? Aduh, terlambat sudah..." gumam Samuel, berjalan lunglai. "Kalau aku dipecat, habis sudah... Aku harus mencari cara agar Sekretaris Ang tidak menendangku keluar."Di dalam ruangannya, Sekretaris Ang sedang duduk berhadapan dengan Yuri. Suasana terasa tegang; Sekretaris Ang masih memandang Yuri dengan tatapan serius yang membuat Yuri tidak berani menatap balik.'Aduh, kenapa ekspresinya menakutkan sekali... Seperti mau menghakimi, saja,' pikir Yuri."Jadi, aku ingin tahu," kata Ang pelan namun tegas. "Kamu datang ke sini untuk bertemu denganku atau... untuk bertemu yang lain?" tanyanya sambil tetap menatap tajam."Anda, Tuan—eh, Sayang," jawab Yuri cepat-cepat, mencoba menghindari kesalahpahaman lebih lanjut.Sekretaris Ang tersenyum tipis, lalu berkata, "Mulai sekarang, panggil aku begitu saja, seperti tadi."Yuri hanya mengangguk sambil tersenyum kecil."Apakah
"Bang Saka yang membuatnya sendiri? Kapan membuatnya? Memang ada waktu?" tanya Wulan lagi.Saka terkekeh sambil mencubit hidung Wulan. “Bukan begitu, yang membuat itu buruh, dan Bang Saka yang mengeluarkan modal dan membayarnya.”"Oh... Wulan paham. Berarti Bang Sakabosnya, begitu ya?""Cakep! Istriku pintar sekarang."Wulan tersenyum dan memeluk Saka."Senangnya, Wulan punya suami seorang bos. Banyak uangnya, jadi Wulan bisa sering-sering shopping dan ke salon. Wulan jadi ingat dulu, mau makan cokelat saja harus tunggu Yuri melempar dulu.""Yuri, anak itu menyayangiku dengan caranya sendiri. Kadang menyelinap tengah malam ke kamarku hanya untuk tidur bersama," tambah Wulan."Sudah, Wulan. Jangan mengungkit masa lalumu lagi. Yuri juga sudah bersama kita, kan? Sekarang saatnya aku akan menyenangkan hidupmu, dengan uangku dan juga hatiku. Kamu tidak boleh bersedih lagi. Wulan boleh membeli apa pun yang Wulan inginkan. Berjanjilah untuk selalu bahagia denganku," Saka mempererat pelukann
Ang meraih tangan Yuri."Kamu tidak akan menyesal jika menikah denganku?"Yuri menggeleng. "Tidak akan. Aku ingin segera. Aku tidak ingin terlalu lama berlama-lama di luar. Aku takut terseret pergaulan yang salah. Jika sudah menikah, aku hanya ingin mengurus rumah tangga dan membangun masa depan dengan Kakak. Tidak ingin banyak permasalahan dan kebingungan seperti yang dihadapi kebanyakan orang dewasa. Kebingungan dalam hubungan dan mencari pasangan. Ujung-ujungnya berganti-ganti pasangan tanpa arah. Lebih baik menikah dini jika saling mengerti. Pasti akan indah dan bahagia," ucap Yuri.Ang terpaku dengan ucapan Yuri. 'Kenapa pemikiran gadis ini begitu dewasa. Aku saja tidak pernah sejauh itu berpikir?'"Yuri. Usia kita jauh berbeda, apa kamu tidak malu?""Kenapa mesti malu?""Kakak, aku tidak akan macam-macam. Jika kita sudah menikah nanti, aku akan di rumah saja menunggumu. Aku tidak akan melirik siapapun. Kakak itu, sudah tampan, baik hati, dan yang terpenting aku mencintaimu. Tapi
Ang menatap punggung itu, lalu mengusap wajahnya.Nampak bibirnya tersenyum getir. "Kamu benar, Tuan Muda. Aku sampai resah begini memikirkan semua ini." Ang beranjak keluar kamar. Entah kenapa langkah kakinya membawanya ke kamar Yuri. Mungkin Ang rindu pada gadis kecil itu. Padahal siang tadi seharian dia bersama Yuri. Sampai sore hingga mereka pulang bersama dari perusahaan.Ang sudah berdiri di depan pintu kamar Yuri dan mengetuk pintu.Saat pintu dibuka sang pemilik kamar, hati Sekretaris Ang kembali berdesir menatap sosok imut yang sedang berdiri menatapnya juga. Gadis kecil berwajah manis itu tersenyum padanya.'Astaga... melihat senyumnya saja aku sudah ingin sekali menerkamnya. Mana mungkin aku bisa tahan jika begini?'"Tuan Ang? Eh, Kakak. Ada apa? Ayo masuk?" tegur Yuri.Sekretaris Ang hanya mengangguk lalu melangkah masuk. Duduk di sisi ranjang milik Yuri. Yuri pun mengikutinya dengan duduk di sebelah pria itu. Pria yang saat ini sudah resmi menjadi kekasihnya. Pria yang ta
Pagi ini benar, mereka telah bersiap untuk pergi ke Perumahan Indah Permai di mana di sana lah keluarga Wulan sekarang tinggal.Saka sudah ada di ruang depan bersama Sekretaris Ang. Nampak kedua pria itu berulang kali menoleh ke arah tangga."Kenapa lama sekali sih?" keluh Saka."Sabar, Tuan muda, begitulah wanita," sahut Sekretaris Ang yang paham jika Saka tidak sabar menunggu kedua kakak beradik yang lama sekali turunnya."Kamu benar, Ang. Hahaha... Wulan-ku sekarang ini sedang lagi senang-senangnya berdandan. Jangankan mau keluar seperti ini, mau tidur saja aku sampai bosan menunggunya," ucap Saka.Ang pun tergelak."Apalagi Yuri. Kelinci kecil itu pasti sedang dempulan, poles sana sini. Haduh... dasar wanita. Apapun bentuknya, berdandan sudah menjadi keharusan yang tidak bisa terlupakan."Kedua pria itu terbahak menertawakan pasangan mereka masing-masing."Tapi Wulan-ku terlihat cantik, bukan? Apalagi jika berdandan," ucap Saka di tengah tawanya."Kelinci kecilku juga semakin mani
Ang tersenyum, kali ini menoleh kembali."Kamu tenang saja, Nona, sebentar lagi kita akan menjadi dekat. Bahkan menjadi keluarga," sahut Ang.'Hah! Apa maksudnya? Menjadi dekat, menjadi keluarga?' Jihan penuh tanda tanya."Tuan, maksud Anda?""Kamu akan segera tahu, Nona."Belum sempat Jihan bertanya lagi, Gani Harmoko sudah berdiri di depan pintu, langsung menghampiri mereka. Melihat kedatangan Gani Harmoko, Sekretaris Ang yang biasanya selalu tenang jika bertemu dengan Gani dalam urusan apa pun, kali ini lain, pria itu langsung berdiri dan mengangguk hormat dengan jantung yang berdegup keras. Antara gugup dan sungkan. Bukan hanya itu, tapi Sekretaris Ang menyambut tangan Gani Harmoko dan menciumnya, membuat baik Jihan maupun Gani sendiri tercengang dengan tingkah Sekretaris Ang yang tak biasa itu."Tuan Sekretaris, apa yang Anda lakukan?" tanya Gani yang juga cepat-cepat menunduk memberi hormat pada pria itu."Maafkan saya, Tuan Gani. Saya hanya ingin memberi hormat kepada mertua Tu
"Ya Tuhan! Seharusnya kami bangga! Tapi tidak. Kami malu, Tuan, kami malu! Pantaskah kami menerima kehormatan yang bertubi-tubi ini?" ucap Tiara, sudah berurai air mata. Gani Harmoko menepuk-nepuk halus punggung Tiara untuk menenangkan istrinya. Ia paham bagaimana perasaan Tiara saat ini. Rasa bersalah masih begitu membekas di hati istrinya itu. Kemudian pria separuh baya ini mulai angkat bicara kembali. "Tuan Sekretaris, mohon maafkan saya jika saya lancang. Tapi sebagai Ayah Yuri, saya wajib bertanya pada Anda. Apa Anda sudah memikirkan risiko yang mungkin akan Anda hadapi jika menikahi Yuri yang masih terlalu muda ini? Dan apakah Anda tidak malu mempunyai istri dari putri seorang orang tua yang hina dan tidak tahu diri seperti kami ini? Orang tua yang pernah menjual anaknya sendiri demi uang. Kami tidak akan pernah melupakan hal paling memalukan itu, Tuan," ucap Gani Harmoko, menatap tegas ke arah Sekretaris Ang. "Tuan Gani Harmoko, saya tidak pernah bisa mengatur hati saya ak
"Kalau begitu, aku akan membantumu, Wulan," seru Yuri, ikut berdiri.Tiara pun berdiri. "Yuri, calon pengantin. Kembali lah duduk. Biar Ibu yang membantu kakakmu Wulan. Kamu duduk manis saja, ya?"Yuri tersipu dengan ucapan ibunya dan kembali duduk di samping Sekretaris Ang yang terus tersenyum padanya.Wulan dan Tiara beranjak ke dapur, dan tak lama kemudian sudah kembali dengan membawa minuman—segelas teh untuk Gani Harmoko dan segelas kopi putih untuk Saka.Kembali mereka terlihat fokus sesaat setelah Gani menyeruput minumannya.Saka kembali menarik napas dan memulai obrolan yang kedua."Ayah dan Ibu, sekali lagi kami ucapkan terima kasih atas penerimaan ini. Dan kami minta maaf jika tidak membawa apa-apa dalam acara lamaran dadakan ini. Kami tidak mempersiapkan apa pun, karena keputusan ini kami ambil semalam. Dan pagi hari ini kami langsung kemari tanpa sempat ke mana-mana dulu.""Tuan muda Saka, apa yang harus dibawa memangnya? Ini saja sudah membuat kami hampir terbang ke awan.
"Kamu kenapa?" Sekretaris Ang mendekat."Ah, tidak apa-apa. Kalau begitu kita harus berkemas. Mumpung masih sore."Sekretaris Ang mengangguk.Yuri menarik kopernya."Tidak perlu membawa baju," ucap Sekretaris Ang."Hah! Gantiku bagaimana?" tanya Yuri heran."Sudah ada di sana.""Di sana? Maksudnya di sana di mana? Di rumah Tuan Muda Saka? Aku sudah membawa hampir semua ke sini, Kak.""Apa kamu kira, kita akan pulang ke rumah Tuan Muda?" Sekretaris Ang kini sudah tak berjarak."Lalu? Ke mana? Apa Kak Ang akan membawaku pulang ke rumah Kak Ang? Memang Kak Ang punya rumah?" tanya Yuri. Dia berpikir jika selama ini Sekretaris Ang tidak punya tempat tinggal selain Rumah Tuan Muda Saka. Karena selama ini Yuri tidak pernah melihat Sekretaris Ang pulang ke mana pun selain ke rumah itu.Mau pagi atau malam setelah pulang dari kantor, Sekretaris Ang selalu ada di rumah itu.Sekretaris Ang tergelak mendengar pertanyaan istri kecilnya itu. Mengangkat dagu Yuri dengan telunjuknya."Apa menurutmu,
Kini saatnya Ang dan Yuri menghampiri Saka dan Wulan.Saka dengan antusias menyambut tangan Sekretaris Ang dan memeluk sekretarisnya itu untuk pertama kalinya selama hidupnya."Selamat, Ang! Akhirnya kamu melepas masa lajangmu juga.""Terima kasih, Tuan Muda. Semua ini berkat dukungan Anda juga.""Haha. Kamu harus ingat satu hal, Ang. Meskipun kamu lebih tua dariku, tapi detik ini kamu adalah adik iparku! Jadi kamu harus menghormatiku lebih dari sebelumnya!""Tentu, Tuan Muda. Saya akan mengingatnya selalu." Keduanya pun tertawa setelah melepaskan pelukan.Wulan pun berganti memeluk Yuri."Selamat atas pernikahanmu, Adikku! Bahagia selalu ya?""Kak Wulan!" Yuri memeluk erat Wulan, dan untuk pertama kalinya ia memanggil "kakak" pada Wulan, begitu terdengar hangat di telinga Wulan."Terima kasih, Kak Wulan. Kamu kakak terbaikku!"Keduanya tersenyum bahagia.Kemudian Yuri tak melupakan Jihan."Kamu sudah menjadi seorang istri. Jadi artinya kamu bukan bocil lagi. Kamu tidak boleh merengek
Hanya mereka saja yang berangkat. Tanpa iring-iringan. Tanpa Kakek Brahmana dan Nenek Sulis. Mengingat keadaan Kakeknya yang sudah mulai ringkih dan cepat lelah, Saka sengaja tidak mengizinkan mereka untuk ikut mendampingi Sekretaris Ang. Dan pada akhirnya, Kakek Brahmana dan Nenek Sulis pun setuju saja, menunggu Sekretaris Ang pulang ke rumah dengan membawa istrinya nanti.Mobil pun melaju dengan kecepatan sedang, tidak kencang dan tidak juga lamban. Nampak sekali jika Pak Abu, sang sopir, kali ini mengemudi dengan hati-hati, mengingat jika sedang membawa calon pengantin, dan mobil yang di belakang pun sama.Hingga sampailah mereka di depan rumah keluarga Harmoko.Semua kemudian turun setelah mobil berhenti.Gani Harmoko rupanya sudah siap menyambut mereka sendiri dengan beberapa pria berjas di belakangnya.Lalu mereka saling menunduk untuk saling memberi hormat tanpa berjabat tangan."Tuan Muda, Tuan Sekretaris. Selamat datang!" sapa Gani Harmoko.Mereka membalas sapaan Gani Harmoko
Pagi buta di kediaman keluarga Mahendra terlihat sedikit riuh oleh para pelayan.Mereka tahu, jika pagi ini adalah hari pernikahan Sekretaris Ang dengan Yuri yang akhir-akhir ini sudah mereka ketahui jika Yuri adalah adik Nyonya muda mereka.Mereka bukan sedang berkemas untuk ikut menghadiri acara pernikahan Sekretaris Ang yang akan dilangsungkan di kediaman Gani Harmoko, mereka tidak diperbolehkan ikut selain Bu Asri saja yang diperbolehkan, itu pun untuk mendampingi Wulan. Tapi para pelayan baik pria dan wanita ikut deg deg ser hatinya, entah apa yang sedang mereka rasakan dan lakukan. Yang jelas semua terlihat tidak sabar menunggu turunnya sekretaris Ang dari tangga.Mereka sebenarnya hanya sekedar ingin memberi selamat dan ucapan hati hati untuk calon pengantin , seorang atasan mereka yang mereka kagumi itu. Sang Sekretaris Utama hari ini akan melepas masa lajangnya.Di dalam kamar Sekretaris Ang, pria itu masih berdiri di depan cermin, membetulkan kemeja putih yang sudah ia pakai
"Ini bukan soal keberuntungan, melainkan mungkin sudah takdir. Bukan kah, kalau jodoh tak kan kemana? Mungkin Putri Putri kami memang sudah berjodoh dengan mereka ,Dua pria hebat itu." jawab Tiara.Begitulah, Bahagia dan bangga perasaan Tiara dan juga Gani Harmoko.Saat ini, semua orang mengagumi mereka. Dan makin menghormati mereka. Dua pria hebat sekaligus , menjadi menantu mereka. Siapa yang tidak bangga? Siapa yang tidak kagum? Hampir semua para pengusaha ternama memimpikan memiliki hubungan serius dengan keluarga Brahmana. Yang memiliki seorang putri sangat bermimpi bisa dilirik oleh dua pria hebat itu. Tapi ternyata nasib baik malah berpihak pada keluarga Harmoko.Mereka bukan tidak tahu awal kisah pernikahan Putri pertama keluarga Harmoko dengan Tuan muda dari keluarga Brahmana itu. Semua juga sudah tahu, tapi lagi-lagi saat ini tidak ada yang berani mengungkitnya. Apalagi ketika Saka pernah mengumumkan beberapa kali tentang pernikahannya dengan Wulan di depan beberapa Pengusah
"Ibu sudah menyesal, bahkan sebelum Wulan dan kamu menjemput kami di kontrakan kumuh itu, Ibu sudah bertobat. Dan mungkin Tuhan membalas tobat ibu dengan kebahagiaan yang berlipat lipat ganda. Bayangkan saja Yuri, kehidupan kami jauh lebih baik. Perusahaan Ayahmu semakin baik, nama kami juga kini semakin terhormat. Terlebih setelah banyak yang tau jika kami ini ternyata Mertua dari Tuan muda Saka. Apalagi nanti, di tambah akan menjadi Mertua Sekretaris utama Brahmana group. Sungguh suatu anugerah besar yang kami terima.""Ibu benar. Ibu harus banyak bersyukur ya?""Tentu saja. Kamu tau tidak. Kemarin Ibu dan Jihan bagi bagi sedekah ke seluruh penghuni komplek dan kontrakan bekas kami mengontrak dulu. Uang dari Tuan muda dan calon suamimu sudah habis separuhnya untuk kami sedekahkan. Ibu ingin berbagi kebahagiaan dengan mereka. Ibu pernah merasa sulit sesulit sulit nya ketika berada di sana, makanya ibu ingin sedikit mengurangi kesulitan mereka juga." Tiara bercerita pada Yuri."Syukur
Sekretaris Ang mengangguk, merasa menghangat hatinya. Jika dulu ia sempat berpikir jika keluarga Harmoko adalah keluarga yang tidak baik, dan diakui sekretaris Ang jika ia sempat membenci keluarga ini. Namun setelah Yuri membawanya masuk ke keluarga ini, ternyata berbeda dengan dugaannya.Sebenarnya keluarga ini bisa menjadi keluarga yang hangat. Mungkin begitu lah manusia, saat melakukan kesalahan dan mau menyadarinya, maka kebaikan kebaikan akan menyapanya dan semakin meningkat untuk menyertainya."Baiklah, Tuan Gani. Saya juga minta maaf, jika tidak bisa mengadakan pesta besar untuk pernikahan Putri kalian. Tapi saya berjanji, jika waktu sudah mengijinkan nanti, maka kita akan mengadakan pesta yang meriah." ucap sekretaris Ang."Bukankah kemarin kita sudah sepakat? Jadi jangan dijadikan beban. Yang penting kalian Sah dulu. Dan yang terpenting adalah, harus bahagia." sahut Gani Harmoko.Sekretaris Ang mengangguk, lalu menoleh pada Yuri."Kau tidak apa-apa kan, Sayang..?" sekretaris
Sementara sekretaris Ang tersenyum puas sudah membuat Si Sam itu patah harapan. Ia merasa menang , lalu Segera mengajak Yuri kembali ke mobil setelah mereka menyelesaikan makan nya.Sekretaris Ang melajukan kembali mobilnya. Kali ini Yuri merasa bingung ketika sekretaris Ang berhenti di depan sebuah Rumah yang ternyata kediaman orang tua nya.Lalu Yuri menoleh pada sekretaris Ang saat mereka sudah berada di depan pintu."Kakak??""Aku sengaja mengantarmu pulang ke rumah orang tuamu sebelum mereka menjemput mu.""Kakak? Apa maksudnya??" Entah kenapa, mendengar ucapan Sekretaris Ang Yuri begitu terkejut. Pikiran nya sudah berburuk sangka saja."Kamu harus tinggal bersama mereka." sahut sekretaris Ang."Kakak??" wajah Yuri seketika pucat."Kita tidak akan bertemu untuk beberapa hari kedepan. Kau bisa menungguku kan? Sampai di hari pernikahan kita? Kita akan menikah di rumah orang tuamu ini."Mendadak Yuri menubruk sekretaris Ang. Memeluknya dengan erat."Kau menakutiku Kak?? Ku pikir kau
"Kak Samuel! " Yuri menutup mulutnya sambil menoleh ke arah sekretaris Ang yang sedang berbicara pada seorang pelayan."Yuri, kenapa kaget sekali? Apa kau bersama Tuan sekretaris dingin itu di sini?" tanya Samuel, sambil celingukan."Tentu saja kak Sam, dia kan calon suamiku. Jelas saja dimanapun ada aku pasti ada dia juga. Cepat pergi dari sini kak Sam . Jika tidak , kau tidak akan selamat kali ini." sahut Yuri mendorong tubuh Samuel agar cepat cepat pergi dari sana.Samuel yang tadinya mengira jika Yuri datang sendiri tidak bersama Sekretaris Ang pun segera mengangguk."Eh iya. Aku pergi ya?" Samuel takut juga rupanya.Tapi baru saja Samuel memutar tubuhnya, sebuah tangan kekar menangkap bahunya.Samuel menoleh, "Tuan Sekretaris! Maafkan saya. Saya, saya tidak sengaja bertemu dengan Yuri di sini. Sungguh, saya tidak bermaksud mengganggu nya." dengan wajah pias ketika melihat wajah penuh wibawa itu sudah menatapnya. Begitu juga dengan Yuri yang sama piasnya.Siapa sangka sekretaris A