Erlangga mengakhiri pembahasan tentang Amira secara tiba-tiba karena rasa penasarannya sudah terpuaskan. “Tentang permintaan mamamu, aku tidak dapat mengabulkannya. Memindahkanmu akan melanggar aturan, sama halnya dengan membuat Amira pindah dari gedung itu tidak dapat aku kabulkan walaupun itu permintaan ibu yang melahirkan kekasihku ini.” Dagu Tasya dicolek sangat genit.Namun, saat ini Tasya sedang tidak ingin disentuh oleh Erlangga walaupun bergandengan di tempat umum dengan pria ini tidak akan membuatnya malu sama sekali. Justru semua orang berdecak kagum karena pesona Erlangga yang mematikan. “Jangan menyentuhku.” Kedua alisnya sedikit menukik dengan wajah sedikit dilipat.“Kenapa sih, Sayang ....” Usia Tasya masih sangat muda dibandingkan dirinya yang kini genap berusia tiga puluh tahun. Maka, sedikit banyak Erlangga menirukan gaya bicara dan gaya berpacaran anak seusia Tasya.Tasya melirik ke arah Erlangga walaupun kedua netranya yang indah tidak ingin melakukannya. “Jangan me
Memasak sayuran tidak menghabiskan waktu sama sekali, Amira bisa menyelesaikannya dengan cepat. “Tidak ada apapun lagi selain sayuran. Kenapa Erzhan tidak mau belanja selama aku tidak ada. Ish, apa bujangan memang begitu atau Erzhan tidak pulang kesini?” Tatapannya mengarah pada lantai dua, tetapi tidak ada tanda-tanda pria itu akan turun. “Sayuran kalau tidak langsung dimakan akan layu dan tidak enak.” Udara dibuang malas karena dia harus menyusul tuan rumah.Pintu kamar Erzhan sedikit terbuka hingga Amira ragu, gadis ini diam di sisi pintu. “Aku sudah selesai memasak, sebaiknya kita makan sekarang sebelum sayurannya dingin.”“Ya.” Erzhan segera memberikan jawaban saat tubuhnya setengah telanjang karena barusaja selesai membersihkan diri. Saat ini Amira segera kembali ke lantai bawah untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Maka, saat beberapa detik kemudian saat Erzhan membuka pintu gadis itu sudah tidak terlihat.Meja makan hanya dipenuhi dengan berbagai jenis sayuran, Amir
Amira menyahut sapaan Cindy dengan ceria, “Eh, Kak Cindy ... sudah lama tidak bertemu.” Keduanya saling memberikan pelukan hangat.“Bagaimana kabar kamu? Kakak sangat khawatir, apalagi saat melihat video kamu yang sempat viral.” Cindy memandangi Amira dengan penuh kasih sayang, sedangkan gadis itu hanya terkekeh kegelian.“Ami baik-baik saja kok, Kak. Abaikan saja video itu. Hihi ....” Rasa syukur sangat dalam bersemayam dalam hati Amira karena Cindy yang tidak terikat hubungan kekeluargaan apapun bisa sangat mengkhawatirkannya dan menyayanginya, itu menjadi pengikis rasa sakitnya karena Fatma."Syukurlah kalau kamu tidak apa-apa ....” Senyuman teduh Cindy pada Amira. Kali ini Cindy mengabaikan Erzhan walaupun ada banyak hal yang belum disampaikan pada mantan kekasihnya itu. Suaminya sedang berada di sisinya, jadi mana mungkin dia memperlihatkan sikap insten pada pria yang pernah sangat spesial di hatinya.Bukan hanya Cindy, tetapi Erlangga ikut menyapa Amira dan Erzhan. Saat ini dia
Hanya beberapa menit saja perjalanan yang ditempuh Erzhan hingga akhirnya dari kejauhan dia dapat melihat Amira yang barusaja berdiri dari duduknya, kemudian berlalu setelah berpamitan pada Cakrawala. Saat ini langkah kaki Erzhan segera menyusul, tetapi jarak antara mereka terlalu jauh, si gadis sudah memasuki sebuah angkutan umum. Pria ini hanya bisa meninju udara, sedangkan Cakrawala menyeringai licik dari kejauhan kemudian berlalu menggunakan mobilnya.Lagi, Amira harus kehilangan air matanya yang berhaga. “Seharusnya tadi aku mengaku saja kalau kita cuma pura-pura pacaran, tapi kenapa aku sangat gugup ... sikap papanya Ezhan tidak pernah ramah padaku.” Suaranya tercekik pedih. Saat ini panggilan dari Erzhan segera masuk pada nomornya, tetapi Amira memutuskan mengabaikan si pria. Dia akan kembali ke gedung dan menetap di sana.“Apa yang papa bicarakan dengan Amira, semoga saja papa tidak berbicara kejam.” Saat ini pikiran Erzhan sangat tidak tenang. Hendak mencari si gadis, tetapi
Cakrawala menutup buku tebal yang sejak tadi sedang dipelajarinya. “Ada apa?” sahut santainya seiring menatap sang putra yang berdiri dengan wajah cemas.“Pa, Erzhan mohon restui hubungan Erzhan dengan Amira.” Pria ini masih sangat santun, tetapi kali ini dia sangat memohon.Cakrawala masih memandangi putranya yang datang dengan keadaan seperti ini, tetapi tidak ada iba sama sekali. “Apakah hanya Amira satu-satunya wanita yang tersisa di dunia ini.” Kalimatnya diucapkan dengan sangat santai.Tatapan mata Erzhan segera turun saat mendengar kalimat datar yang dilontarkan ayahnya, kemudian kedua matanya kembali menatap Cakrawala. “Apa yang Papa cari? Kebahagiaan Erzhan atau hanya sekedar takhta?” Kedua bola matanya tidak menggambarkan apapun maka Cakrawala tidak dapat menebak isi pikiran putranya. Segera, kedua matanya memicing.“Apa kamu pikir pantas menanyakan hal semacam itu pada orangtuamu!” Cakrawala merasa tersinggung.“Karena yang Erzhan lihat Papa tidak peduli sama sekali pada ke
Saat ini pikiran Erzhan hanya mengarah pada Amira. “Aku tidak peduli walaupun kehilangan jabatan, tapi aku tidak mau kehilangan Amira,” pengakuannya walaupun dirinya sendiri belum mengerti mengapa perasaan seperti ini bisa bersemayam di hatinya.Riska kembali dihubungi, keduanya membuat janji maka saat ini Erzhan mendengar kalimat yang kemarin diucapkan Amira di hadapan Erzhan hingga dirinya menyimpulkan dengan tegas, “Itu ulah Papa. Papa tidak pernah menyukai Amira!”Riska mendesah prihatin, “Jadi apa yang akan kamu lakukan sekarang? Kamu harus berhasil meyakinkan Amira jika kamu memang tidak ingin kehilangannya.”“Aku akan berusaha!” lugas dan tegasnya.“Tapi bagaimana dengan jabatanmu?” Riska pikir jika hari ini Erzhan sedang sial, pria itu harus berjuang mendapatkan Amira kembali, tetapi takdir harus menambahkan ujian hidup padanya.“Biar saja. Yang penting sekarang Amira.” Erzhan tidak menunjukan ekspresi kehilangan tentang jabatannya. Maka, saat ini Riska sangat mengerti jika Am
“Mama jangan khawatir, pasti papa tidak bersungguh-sungguh marah pada Erzhan, pasti papa cuma kesal sebentar.” Kalimat ini bertujuan supaya ibunya tidak cemas karena dia paling tidak ingin melihat ibunya cemas dan perasaan tidak nyaman lainnya.Maria mendesah, dia dapat menebak jika perselisihan yang dihadapi suami dan anaknya karena pembatalan perjohon, tetapi tentu saja wanita ini tidak ingin keluarganya berlarut-larut dalam hal tidak baik. “Sekarang kamu di mana, Nak? Pulanglah ... kita bicarakan hal ini baik-baik dan cari penyelesaiannya.”“Hari ini Erzhan tidak akan pulang Ma, ada urusan sebentar, mungkin besok Erzhan akan pulang.” Bukan menghindari Cakrawala, pria ini hanya ingin mendinginkan kepala sekaligus mencari solusi atas masalahnya dengan Amira.“Ya sudah, Mama tunggu ya ....” Maria masih menunjukan kesedihannya, hanya saja nada bicaranya tidak bisa mengekspresikan perasaannya karena mungkin Erzhan akan ikut bersedih. Panggilan telah berakhir. Saat ini Maria hanya bisa m
Saat ini Tasya melewati lorong yang dihuni Erzhan. ‘Itu kan ....’ Belum selesai dirinya bergumam di dalam hati, Erzhan berkata.“Jangan katakan pada Amira saya di sini, kira-kira kapan Amira keluar dari kamarnya?”“Saat latihan, tapi aku tidak tahu kapan kak Ami akan berlatih.” Tasya memberikan jawaban seiring menduga-duga. ‘Sepertinya Erzhan tidak ingin kehilangan kakak.’“Baiklah. Jangan katakan saya di sini, saya akan menunggu Amira sampai keluar dari kamar,” ulang Erzhan.“Ya.” Anggukan Tasya seolah dirinya anak patuh dan polos seperti Amira. “Eu-kalau boleh tahu, apa benar hubungan kalian berakhir? Yang aku dengar begitu.” Rasa ragu mengudara, hanya saja rasa penasarannya lebih besar.“Tidak, Amira hanya sedang marah padaku.” Erzhan tidak akan pernah menganggap hubungan palsu mereka berakhir, bahkan dia akan berusaha membuat hubungan palsu ini menjadi nyata.“Begitu ya, kakak tidak pernah macam-macam, kakak juga mudah memaafkan. Aku rasa kalau kamu berjuang sedikit lagi pasti kak
Beberapa hari berlalu, Tasya masih tinggal bersama Cakrawala tetapi dia juga rajin menemui ibunya hingga komunikasi tidak pernah terputus. Hari ini gadis cantik yang semakin bersinar meluncurkan sebuah album, album pertamanya yang akhirnya dapat dinikmati oleh banyak orang. Senyuman merekah hingga menambah aura cantik di wajah Tasya. “Selamat.” Erlangga mengulurkan tangannya seiring memberikan senyuman teduh. Saat ini Tasya tidak memiliki alasan menolak Erlangga karena mereka sedang berada di antara para staf. “Terimakasih.” Dengan berat hati tangannya menjabat tangan kanan Erlangga. “Setelah ini jadwal kamu akan semakin padat. Apa kamu siap?” Masih teduh Erlangga. Raut wajahnya ini adalah raut wajah yang biasa digunakannya saat memiliki hubungan spesial dengan Tasya. “Ya. Saya juga akan berusaha.” Senyuman kecil Tasya yang dibentuk dengan terpaksa. Erlangga melepaskan jabatan tangannya dengan Tasya, tetapi rupanya pria itu meninggalkan secarik kerta yang sengaja diberikannya pad
Maria menemui Amira dengan fashionnya yang anggun dan ayu. “Ami sudah siap dari tadi ..., maaf ya jadi menunggu Mama,” kekeh hangatnya.“Tidak kok, Ami baru turun.” Pun, Amira menunjukan senyuman hangat untuk mertuanya. Jadi, keduanya segera menuju kediaman sanak saudara terdekat yaitu yang hanya berjarak sekitar sepuluh rumah, tetapi Maria memilih menggunakan mobil hingga menantunya dibuat sangat tabu.‘Kalau Ami sih saat menemui teman satu daerah tinggal jalan saja. Kehidupan keluarga Erzhan emang beda sekali sama Ami.’ Udara ditiup dari mulutnya.“Nanti Ami bisa kumpul sama keponakannya Erzhan, ada kok yang usianya hampir sejajar sama Ami,” tutur lembut Maria.“Iya, Ma. Tapi yang mana ya? Saat pernikahan Ami melihat keponakan Erzhan cukup banyak.”Maria terkekeh kegelian dengan singkat. “Mama tahu kok Ami pasti bingung. Memang iya, keponakan Erzhan ada banyak, makannya Mama mengajak Ami ke rumah sanak saudara agar Ami mengenal keluarga kami perlahan.”“Iya, Ma.” Senyuman bahagia Am
Amira kembali ke kediaman mertuanya. Maria segera menyambut hangat nan lembut, “Kamu dari mana saja, Sayang ....” Belaian ditambahkan selayaknya seorang ibu yang merindukan anaknya.“Ami barusaja bertemu Tasya, Ma.” Senyuman santun nan hangat Amira. Namun, ternyata kalimatnya ini membuat perubahan ekspresi pada wajah Maria.“Kenapa harus menemui Tasya, memangnya adik kamu tidak sibuk?” Senyuman hangat Maria berkurang banyak.“Sibuk sih, cuma Tasya menyempatkan waktu untuk menemui Ami,” kekeh hangat Amira tanpa mengatakan pembahasan mereka.Maria mendesah kecil, kemudian berkata lembut walau isi kalimatnya sensitif, “Kalian memang adik dan kakak, tapi kalian berbeda ibu. Maaf ya, bukan maksud Mama membatasi hubungan kalian apalagi ingin memutus hubungan kalian, tapi lebih baik jaga jarak sedikit ....”Amira tersenyum kecil. “Mama Fatma memang pernah jahat sama Ami, tapi Tasya tidak begitu kok Ma, Tasya anak yang baik, Tasya juga sering membela Ami.” Kalimat ini diungkapkan dengan maksu
Hari ini Tasya mengunjungi Amira untuk menceritakan perintah Fatma kemarin. "Kak, mama menyuruh Tasya tinggal bersama papa selama beberapa hari. Mama bilang tunggu kabar dari papa karena papa harus meminta izin pada mamanya Erzhan.""Kamu mau?" tanya Amira untuk mencari tahu isi hati Tasya."Tasya tidak mau ..., Tasya tidak mau tinggal sama mama tiri!" tegasnya walaupun selama ini posisi Amira adalah posisi yang tidak diinginkannya sekarang."Iya sih, lagian kisah hidup kamu beda sama kisah hidup Kakak. Mungkin Kakak masih baik-baik saja karena kisah hidup Kakak masih terbilang lumrah, maka mama bisa menerimanya, sedangkan kamu ...." Amira tidak lantas melanjutkan karena asal-usul kelahiran Tasya bukan untuk dibahas secara panjang lebar. Namun, Tasya tidak keberatan dengan kalimat yang dilontarkan Amira. "Tasya mengerti, Kak. Itu juga yang Tasya pikirkan.""Lebih baik tidak usah sih. Kakak takut mamanya Erzhan memperlakukan kamu tidak baik," ceplos Amira yang sudah merasakan bagaiman
Amira baru saja menemukan Maria saat mencari mertuanya di dapur. “Ami sudah memakainya, tapi sepertinya Mama lebih cocok,” kekehnya saat merendah.“Kamu juga cocok memakainya, kamu sangat cantik,” pujian tulus Maria. Kemudian mengajak menantunya ke ruang keluarga, tempat Cakrawala bersantai.Saat ini senyuman Cakrawala segera mengarah pada Maria. “Mama dari mana saja? Papa menunggu Mama sejak tadi.” Ini bukan hanya senyuman pormalitas karena berkat Amira akhirnya Cakrawala menemukan kembali masalalu indahnya dengan Maria.“Mama di dapur membantu bibi,” jawab lembut Maria yang juga bukan sekedar pormalitas karena dirinya merasa puas saat hati dan pikiran suaminya kembali padanya.Saat ini Amira mengerti situasi karena dirinya juga sudah memiliki pasangan. “Eu-Ami mau menemani Erzhan, kasihan Erzhan sedang bekerja sendiri di kamar, mungkin Erzhan butuh air apapun itu,” pamitnya menggunakan alasan untuk memberikan waktu berdua pada Cakrawala dan Maria yang tampak kembali harmonis.“Iya,
Fatma berjalan cepat meninggalkan gedung entertaint karena terlalu cemas air matanya akan menetes. Tanpa diketahui oleh Erzhan dan Tasya jika wanita ini mendengar semua percakapan mereka walaupun tanpa sengaja. Niatnya adalah mengunjungi Tasya untuk memastikan putrinya tetap aman, tetapi pendengarannya harus disuguhi oleh hal di luar dugaan yang berhasil menyayat hatinya. “Jadi selama ini Tasya mengetahui hal-hal yang aku sembunyikan.” Suaranya terkecik karena rasa sakit, dadanya dipegangi kemudian dengan cepat mengunci diri di dalam rumah.“Sengaja mama menyembunyikannya karena belum saatnya kamu tahu, Sayang ...,” lirih Fatma yang terjatuh ke atas lantai. Cakrawala dihubungi, Fatma menyimpan nomor AB Gruf bukan nomor pria itu. “Saya ingin bicara dengan tuan Cakrawala, sambungkan telepon pada tuan Cakrawala,” ucapnya tidak berbasa-basi.“Maaf Nyonya, saat ini tuan Cakrawala sedang tidak dapat diganggu.”“Saya istrinya. Sambungkan saja!” tegas Fatma yang menambahkan wibawa dalam suara
Hari ini tepat hari ketiga setelah pernikahan, Erzhan sudah kembali memulai aktivitasnya setelah mengambil cuti dari perusahaan, tetapi hal pertama yang dilakukannya saat menginjak AB Gruf adalah mengancam Cakrawala, ayahnya sendiri, “Jika Papa masih berhubungan baik dengan Fatma, jangan harap Papa akan melihat Erzhan dan mama lagi. Kami akan pergi.” Pembawaannya sangat santai.“Apa maksud pembicaraan kamu ini, Nak?” heran Cakrawala karena ternyata bukan hanya Maria, tetapi Erzhan mulai tidak menghormatinya sebagai seorang ayah padahal biasanya putranya sangat patuh dan tidak banyak bicara.“Erzhan tidak ingin punya ibu tiri dan mama tidak ingin dimadu. Erzhan yakin Papa mengerti itu.” Lagi, pembawaannya masih sangat santai.“Jangan membicarakan hal di luar bisnis. Ini perusahaan, bukan tempat bergossip.” Cakrawala berusaha menunjukan wibawa serta kedudukannya dalam keluarga maupun dalam gedung ini karena tidak ingin kehilangan martabat di depan anak dan istrinya.Namun, rupanya kalim
Fatma sedang bersantai di dalam kediamannya. “Aku harus segera mendekatkan Tasya dengan mas Cakra karena Tasya juga ahli waris, Tasya berhak mendapatkan saham AB Gruf!” Niat jahatnya meletup-letup, tetapi Fatma terlalu bingung untuk menyampaikan hal ini pada putrinya, “Tasya sedang memulai kariernya, aku tidak boleh memberikan berita mengejutkan, tapi sampai kapan aku akan menunda?”Sifat serakahnya mengatakan Tasya harus segera mendapatkan harta milik Cakrawala karena Tasya juga darah daging pria itu, tetapi hati nuraninya tidak ingin mengganggu putrinya dengan kabar mengejutkan karena pasti berpengaruh pada kariernya yang barusaja dirintis.“Aku masih harus bersabar sedikit lagi, tapi aku juga tidak bisa hanya diam menunggu. Maria sangat berbahaya, dia bisa membatalkan hak Tasya untuk mendapatkan harta Cakrawala, aku harus mengawasinya sekalian mencegah hal itu terjadi!”Hari kembali berganti, pukul sembilan pagi Erzhan dan Amira sudah didandani selayaknya pengantin daerah. Resepsi
Amira terpaku dengan wajah datar saat isi kepalanya kebingungan, maka selama beberapa saat tidak ada kalimat apapun yang keluar dari mulutnya hingga akhirnya sebuah pertanyaan diutarakan, “Memangnya kamu mau melakukannya sekarang, apa tidak mau menunggu besok?”“Astaga.” Erzhan menepuk dahinya, kemudian menerangkan, berdiri dengan gagah walaupun hanya menggunakan kemeja berdasi, “semua pria akan menjawab iya!”“Oh,” sahut datar Amira seiring mengangguk kecil hingga membuat dahi Erzhan berkerut.“Jadi bagaimana, kamu sudah mengerti kan?” Erzhan masih tidak yakin jika Amira menangkap maksud perkataannya.Amira meninggalkan duduk manisnya, berdiri di hadapan Erzhan dengan jarak pemisah sekitar dua meter. “Ya sudah.” Pun, kalimat ini dikatakan sangat datar.Erzhan memandangi Amira, mencoba mencari kebenaran dalam diri si gadis, apakah sifat polosnya masih mendominasi atau tidak. “Kamu yakin? Jika melakukannya malam ini maka kamu harus membuka semua pakaian di depanku. Terbaring pasrah di