Raka melirik kearah pergelangan tangannya melihat jam tangan yang menunjukkan pukul 06.58 yang artinya kurang dua menit lagi bel masuk di sekolahnya berkumandang dan dia masih berada di warung Mbok Yen yang berjarak kurang lebih satu kilometer dari sekolahnya.
Di sini tempat Raka nongkrong bersama jajaran anak-anak dari sekolah lain. Biasanya Raka membawa dua sahabatnya ikut kesini untuk sarapan maupun nongkrong sepulang sekolah, tapi hari ini dua sahabatnya sudah lebih dulu sarapan dirumah.
Raka kembali melirik kearah pergelangannya, sekarang menunjukkan pukul 07.00 tepat! Gawat gimana jika gerbang sekolah sudah ditutup oleh Pak Doyok? Bisa-bisa Raka harus masuk melewati jalan pintas. Raka merogoh saku jaketnya mengambil ponsel membuka salah satu aplikasi dan mengirim pesan di grup.
Katokama
(Kadang Tobat Kadang Maksiat)Raka
Info gerbang masih buka? |Deva
| Gerbang neraka selalu terbuka buat lo.Evan
| Masih.Raka
Emang lo doang van sahabat gue yang normal! |Deva
| Bacot! Cepet masuk, langsung ke kantin.Raka
Jangan bilang lo mau minta traktir lagi.|Otw! |Read 2.
Raka memasukkan ponselnya kembali kedalam saku jaketnya, mengambil satu buah buku di atas meja warung yang ia tempati tadi. Bergegas keluar dari warung dan langsung menyalakan mesin motornya.
Kebiasaan buruk seorang Affandra Raka Praditya ini adalah tidak pernah membawa tas ke sekolah ia menyimpan tasnya di laci untuk jaga-jaga ketika ditanyai guru dan hanya membawa satu buah buku tulis. Raka menyimpan buku paket pelajarannya di laci, perihal alat tulis? Raka cerdik, dia dan dua sahabatnya selalu punya misi sepulang sekolah untuk menelusuri setiap laci di kelasnya bahkan kelas lain untuk mendapatkan bolpoin.
"Mampus udah tutup aja tuh gerbang!" Monolog Raka.
Ia segera mengirim pesan kepada Deva agar bisa dimintai tolong.
Titisan Dajjal
OnlineRaka
Jemput gue di pagar belakang sekarang! |Titisan Dajjal
| Mana sempat keburu bel pelajaran pertama.Raka
Cepet anjir! |Read.
Deva yang sedang menyantap enaknya mie ayam buatan Mbak Ririn akhirnya harus berhenti karena pesan yang dikirim Raka.
"Ayo kebelakang jemput si Rak sepatu!" ajak Deva.
"Ngikut aja dah daripada dibilang enggak setia kawan," jawab Evan pasrah.
"Gak usah drama deh Pan!" ucap Deva.
"Van woi pake V bukan P! Lidah lo sunda banget si!" protes Evan sedikit mengejek.
"Diem lo! Ayo kebelakang!"
"Hmm." Evan mengangguk.
Mereka berdua langsung bergegas lari menuju pagar belakang sekolah alias jalan pintas bagi siswa-siswi yang telat.
Deva dan Evan mencari makhluk itu di sekeliling pagar belakang tapi tidak mendapatinya.
"Woi!" teriak Raka yang sedang berusaha menanjat pagar.
"Lo ngapain Rak sepatu?" tanya Deva.
"Mata lo buta?! Bantuin goblok!" omel Raka.
Deva dan Evan menganggukan kepala
"Oh iya-iya," jawab Deva dan Evan serempak.
Evan mengulurkan tanganya ke Raka.
"Sini," titah Evan.
Raka meraih tangan Evan, melirik kearah Deva yang sedang berdiri menadahkan tangan sambil memejamkan mata.
"Lo ngapain nyet?!" teriak Raka.
"Bantu do'a," ujar Deva sok polos.
Raka berhasil masuk kedalam sekolah dengan bantuan tangan Evan. Jangan lupakan juga bantuan do'a Deva.
"Ayo kantin!" ajak Deva.
"Lo gak liat sekarang jam berapa?" tanya Raka.
Evan menarik lengan Raka melihat kearah jam tangan milik Raka menunjukkan pukul 07.20 gawat!
Evan menelan ludah, "hampir jam setengah delapan."
"Ohh," jawab Deva dengan santainya.
"Woi lah sekarang pelajaran Bu Windy!!" teriak Evan.
"Santuy Pan," ucap Deva sembari memainkan ponselnya.
"Santuy-santuy pala lo!" omel Evan.
"Bu Windy free-class woi baca grup makanya jangan kebanyakan ngomel!" protes Deva.
Evan dan Raka langsung merogoh saku mereka masing-masing mencari benda bernamakan ponsel itu.
"Asekk Bu Windy mah the best teacher banget!" Seru Raka melihat ponselnya.
"Sia-sia gue masuk jurusan IPA kalo gurunya sibuk terus!" protes Evan.
"Lebih sia-sia lagi kalo lo menyia-nyiakan momen ini Pan!" teriak Deva sambil menepuk bahu Evan.
Raka menatap licik dua sahabatnya.
"Kuy!" ajak Raka sambil berjalan mendahului mereka.
"Kemana woi setan!" tanya Deva.
"Neraka," jawab Evan.
"Wah Pan lo mah tau banget kalo si setan tempatnya di neraka!" seru Deva.
"Satu frekuensi sama lo soalnya Dev! " ucap Evan tanpa dosa.
Raka terkekeh mendengar jawaban Evan. Ya, walaupun yang di sebutkan satu frekuensi itu tak lain adalah dirinya sendiri.
Tangan Deva mengepal di depan wajah Evan siap menghantam wajahnya namun menjatuhkan tangannya kembali karena melihat raut wajah kasihan sahabatnya ini.
"Kok gak jadi?" tanya Evan.
"Lo terlalu lemah buat gue tonjok!" seru Deva.
***
"Kantin yuk!" ajak Ara.
"Bentar," ucap Greesa sembari mengambil ponselnya di tas.
"Yah batrenya abis," rengek Greesa sambil berusaha menghidupkan ponselnya.
Ara menyodorkan powerbank. "Nih pake lo nggak bawa charge kan."
Greesa meraih powerbank di tangan Ara, memasukan kabel USB dan menekan tombol power pada ponselnya lalu memasukan ponsel beserta powerbank tersebut ke tas miliknya.
Greesa tersenyum singkat kepada Ara. "Makasih Ara."
"Yaudah ayo ke kantin!" ajak Ara kembali.
"Bentar," ucap Ara.
"Apa lagi, Sa?!" geram Ara kesal.
Greesa membuka kembali tas nya mengambil ponsel dan mencopot softcase belakang ponselnya mengambil selembar uang berwarna biru.
Ara mendengus kesal.
"Hmm kebiasaan lama yang pernah hilang."
"Hehe yaudah ayo," ajak Greesa.
Mereka berjalan ke kantin sembari melihat pemandangan anak cowok kelas lain yang sedang bermain basket dilapangan.
"Sa liat deh ganteng kan dia," ucap Ara sambil menunjuk ke arah cowok yang mengenakan baju olahraga dengan nomor punggung sebelas.
Greesa melirik ke lapangan tanpa mencari cowok yang dimaksud Ara.
"B aja," jawab Greesa seadanya, sambil melanjutkan berjalan meninggalkan Ara.
Ara menarik lengan Greesa.
"Liat dulu ih, Sa!" ucap Ara merengek.
"Yang mana?" Tanya Ara dengan terpaksa.
"Yang nomor sebelas!!"
"Ganteng kan, Sa. Gue suka sama dia dari dulu," ucap Ara kembali.
"Yang nomor sebelas?" Tanya Greesa polos.
"Iya Greesaaaa!!" geram Ara.
"WOI YANG NOMOR SEBELAS, ARA SUKA SAMA LO KATANYA!!" teriak Greesa membuat seluruh anak yang bermain basket berhenti bermain. Menfokuskan pandangannya kepada dua cewek ini.
"CIEEEE!" jawab serempak cowok-cowok yang ada dilapangan.
Mata Ara membelalak sempurna, dengan pipi merahnya.
Greesa kembali melangkahkan kakinya menuju kantin meninggalkan Ara tanpa dosa.
"GREESAAAAAAA!!!" teriak Ara, mengikuti langkahnya.
"Iya, Ara. Nggak usah teriak-teriak," balas Greesa.
"Lo ngapain bilang gitu! Astaga Greesa gue malu banget!" Ara sambil memegang kedua pipinya yang memerah.
"Cuma bilang kebenaran," jawab Greesa polos.
"Ya nggak gitu juga caranya Greesa!" geram Ara.
"Biar dia tau," jawab Greesa dengan raut muka tenang.
"Astaga gue malu banget Greesa mau taruh dimana muka gue kalo ketemu dia?!" Ara mengentak-hentakkan kakinya di lantai.
"Ditempatnya," jawab Greesa seadanya.
"Serah lo! Inget gue bakal bales!" ucap Ara mengancam.
Greesa tertawa kecil.
"Mau beli apa ra?" tanya Greesa.
"Terserah!" ucap Ara masih kesal.
"Disini gak ada menu terserah," jawab Greesa masuk akal.
"Ya maksud gue terserah lo mau beli apa!" balas Ara.
"Mie ayam?" tawar Greesa.
"Iya! Tapi lo harus traktir gue!" seru Ara.
"Lo gak bawa uang saku?" tanya Greesa.
"Bawa si tapi sebagai teman yang baik lo traktir gue," balas Ara sembari nyengir.
"Dan sebagai permintaan maaf lo ke gue," sambung Ara.
"Permintaan maaf apa?" tanya Greesa tanpa dosa.
Ara mengepalkan kedua tangannya kesal. "Terserah lo!" geramnya.
"Yaudah ayo duduk," ajak Greesa.
"Mbak Ririn pesen mie ayam dua ya sama es tehnya juga dua, jangan manis-manis kan Ara udah manis!" teriak Ara.
Mbak Ririn dan Greesa tersenyum singkat.
"Iya Ara yang manis," balas mbak Ririn.
"Jangan lama-lama ini cacingnya udah pada demo," omel Ara kembali.
"Bawel lo, Ra!" teriak salah satu cowok yang baru saja keluar dari dalam warung mbak Ririn.
"Serah gue ngapain lo yang sewot!" balas Ara.
"Ya serah gue dong mau sewot, ngapain lo ikut sewot" jawab Raka.
"Hm," Jawab Ara mengalah.
Raka melirik kearah gadis di sebelah Ara dan berjalan mendekatinya.
"Hei, Sa!" sapa Raka.
"Iya," jawab Greesa.
"Harusnya jawabnya 'Halo' gitu dong, Sa!" ucap Raka mengoreksi.
Greesa mengangguk. "Halo."
"Dih sok kegantengan banget si lo Rak!" omel Ara.
"Emang ganteng," balas Raka.
"Ya iya juga sih!" ucap Ara sembari melirik wajah Raka.
"Eh dua sahabat lo mana, Rak?" tanya Ara.
"DISINI!" teriak Deva dan Evan serempak dari dalam warung mbak Ririn.
Ara mendengus kesal.
"Godain mbak Ririn lagi itu berdua?" tanya Ara.
"Gak, cuma Deva doang," jawab Raka jujur.
"Silahkan Ara dan yang satunya siapa?" tanya mbak Ririn sambil menaruh nampan berisi dua mangkuk mie ayam.
"Greesa," jawab Raka.
"Tehnya mana mbak?" tanya Ara.
"Itu," ucap Mbak Ririn menunjuk kearah Deva yang sedang berjalan membawa dua gelas teh.
"Astaga calon imam yang baik!" seru Ara.
***
Greesa mengambil ponselnya, memesan ojek online untuk pulang ke rumah.
Ia menunggu di depan gerbang sekolah sambil celingukan menunggu abang-abang ojek online.
"Sa!" langgil seseorang sambil menepuk pelan bahu Greesa dari belakang.
Greesa berbalik badan menatap orang tersebut.
"Iya apa?" tanya Greesa malas.
"Nunggu Mama lagi ya?" tanya Raka.
"Nggak," jawab Greesa.
"Terus?" tanya Raka kembali.
"Ojek," jawab Greesa singkat.
Raka mengangguk paham.
Rintik gerimis turun tiba-tiba membuat mereka berdua harus berlari masuk ke pos satpam untuk berteduh.
"Nih pake aja sa," ucap Raka sembari melepas jaket, memberikannya kepada Greesa.
"Gak," tolak Greesa dengan cepat.
"Yaudah gak maksa," balas Raka.
"Sa, pinjem hp lo bentar," ucap Raka.
Greesa mengernyitkan dahinya, "buat apa?"
"Gue jual," goda Raka.
Tanpa menunggu jawaban dari Greesa, Raka tak mengindahkan langsung merebut ponsel yang ada di tangan Greesa. Mengetik nomor telepon entah milik siapa lalu menelfonnya hanya beberapa detik.
Raka mengembalikan ponsel milik Greesa sembari menampilkan senyum liciknya.
"Makasih, Sa!" seru Raka girang.
"Buat?" tanya Greesa heran.
"Neng Greesa ya? " tanya abang ojek yang tiba-tiba muncul.
"Kok tau?" tanya Greesa dengan wajah polosnya.
"Saya ojek online neng, kan tadi pesen."
"Oh iya," jawab Greesa malu.
"Gue duluan sa!" pamit Raka.
"Makasih, Sa. Gue udah dapet nomor lo!" sery Raka sambil berlari keluar dari pos satpam.
Greesa menatap Raka penuh hujat.
"Sialan! Nyebelin!" seru Greesa tak terima.
"Saya nyebelin neng?" tanya abang ojek.
"Bukan!" gertak Greesa.
Hari ini adalah hari yang sangat menyebalkan bagi gadis berwatak dingin tapi berparas manis ini, bagaimana tidak? Untuk ketiga kalinya dia harus pindah sekolah hanya karena urusan pekerjaan ayahnya yang seorang abdi negara. Ya! Tentara."Sial! Tiga kali gue pindah sekolah gimana mau adaptasi kalo pindah-pindah gini?" gumam gadis ini sambil menatap kosong kaca mobilnya."Mama tau kok kamu pasti kesel yang sabar ya, ini sudah menjadi keharusan. Papamu seorang tentara yang harus rela pindah-pindah demi urusan negara," ucap wanita ini sambil memegang pundak kepala putrinya, ia berusaha menenangkan pikiran gadis ini.Suasana dalam mobil pun hening. Gadis itu tidak menjawab omongan Mamanya dia terus memandangi kaca mobilnya memperhatikan setiap kendaraan yang melewati di sebelah mobilnya, hanya ada suara klakson dan kecohan burung di pagi hari. Untung saja jalanan renggang tida
Seperti biasa sambil menunggu guru jam pelajaran pertama datang menuju kelas suasana kelas menjadi sangat ramai seperti pasar Senin. Ada yang menyapu kelas, berjoget tak jelas didepan hp, ber-selfi ria, dan juga ada si terlihat rajin yang sedang menyalin PR teman sebangkunya. Di pojok kelas trouble maker ini berada, jangan lupakan satu makluk lainnya, Evan. Raka duduk di meja sembari bernyanyi dengan nada tinggi membuat sebagian anak menutup telinganya rapat-rapat, sedangkan Deva dan Evan mereka menabuh meja yang Raka duduki, mereka bertiga bak band dadakan yang sedang konser di kelas ini. "Kumenangis membayangkan betapa kejamnyaaa dirimu ..." teriak Raka dengan napas yang tak teratur. "Halah fakboy kok kumenangis-kumenagis sok!" cibir Dirga sambil melirik ke arah Raka. Raka tak mengiraukan omongan Dirga ia malah melanjutkan nyanyiannya, kali ini lebih keras membuat seluruh s
Brukkk! Greesa melemparkan tasnya ke lantai. Menjatuhkan tubuhnya terlentang di kasur sembari menatap kosong langit-langit kamarnya yang dibalut dengan lukisan awan, burung dan matahari. Kamar Greesa terlihat seperti pemandangan di pagi hari terlebih cat kamarnya berwarna biru cerah. "Gimana hari pertama di sekolah baru, Sa?" tanya Devi yang tiba-tiba masuk ke dalam kamarnya. "B aja mah," ucap Greesa. "B aja yg gimana maksudnya? Kamu ini kebiasaan ngasih jawaban buat orang mikir dua kali," protes Devi. "Ya b aja mah, dibilang seneng ya nggak, dibilang gak seneng ya nggak juga, intinya lumayanlah," jelas Greesa. "Oh gitu," ucap devi sambil menyentuh ujung hidung anaknya ini. "Eh, Sa. Cowok tadi siapa namanya? Kok lucu sih dia," lanjut Devi. "Yang mana?" tanya Greesa pura-pura tidak tahu. "Yang tadi ikut nu