Hari ini adalah hari yang sangat menyebalkan bagi gadis berwatak dingin tapi berparas manis ini, bagaimana tidak? Untuk ketiga kalinya dia harus pindah sekolah hanya karena urusan pekerjaan ayahnya yang seorang abdi negara. Ya! Tentara.
"Sial! Tiga kali gue pindah sekolah gimana mau adaptasi kalo pindah-pindah gini?" gumam gadis ini sambil menatap kosong kaca mobilnya.
"Mama tau kok kamu pasti kesel yang sabar ya, ini sudah menjadi keharusan. Papamu seorang tentara yang harus rela pindah-pindah demi urusan negara," ucap wanita ini sambil memegang pundak kepala putrinya, ia berusaha menenangkan pikiran gadis ini.
Suasana dalam mobil pun hening. Gadis itu tidak menjawab omongan Mamanya dia terus memandangi kaca mobilnya memperhatikan setiap kendaraan yang melewati di sebelah mobilnya, hanya ada suara klakson dan kecohan burung di pagi hari. Untung saja jalanan renggang tidak seperti pagi biasanya di ibukota berusaha berangkat pagi sekali agar tidak terjebak macet namun kalian pasti tau sendirilah keadaan jalanan pagi ibukota, tempat tinggal gadis ini sebelum ia pindah ke Bandung, sekarang.
Akhirnya sampai pada tujuan yaitu sekolah dengan almamater bertuliskan SMA ABDI BANGSA. Ya, sekolah baru Greesa yang bertempatkan di Bandung ini, setidaknya ada hal yang bisa ia syukuri atas pindahnya ia kesini yaitu udara yang sejuk walaupun matahari sudah terbit dan suasana yang tenang berbeda dengan riuhnya ibukota.
Greesa menyalami Mamanya lalu melangkahkan kakinya keluar dari mobil, "Mama nanti jemput ya, kan Gressa belum kenal sama siapa-siapa jadi gak bisa nebeng," ucap gadis ini seraya tersenyum kecut pada Mamanya, menutupi rasa kesalnya.
"Siap tuan putri!" tegas Devi, sembari hormat ke arah putrinya.
Greesa tidak langsung memasuki sekolah itu, justru terus menatap mobil putih milik Mamanya hingga hilang dari pandangannya, lalu ia membalikkan badan berhenti sejenak menatap almamater bertuliskan SMA ABDI BANGSA. Dari kejauhan ada yang berlari menuju gerbang sekolah, tanpa sengaja seseorang menabrak lengan kirinya. Ia terlihat buru-buru.
"Sorry!" ucapnya sembari menatap beberapa detik ke arah Greesa.
Tanpa rasa bersalah ia berlari masuk ke dalam sekolah tanpa menunggu jawaban dari gadis yang ditabraknya ini.
"Jalan seluas ini kok bisa-bisanya dia nabrak gue? Emang gue kasat mata gitu? Ya Tuhan help me! Ini hari pertama masuk jangan sial-sial amat dong," kata gadis ini meratapi nasibnya yang kurang beruntung di pagi hari, tidak lebih tepatnya disekolah barunya.
Dari kejauhan, di depan kelas tepatnya. Cowok yang menabrak lengan Greesa tadi menatap ke arah gadis ini tatapannya yang penuh rasa ingin tahu tentang siapa Greesa ini.
"Siapa dia? Kenapa gue gak kenal dia? Apa dia murid baru?" Monolog Raka.
***
Upacara bendera hari Senin akan dimulai dalam 5 menit.
Bunyi bel pertanda upacara bendera pun berkumandang di mana para siswa sibuk berlarian ke arah lapangan upacara dan sebagian lagi terlihat sibuk mencari dasi dan topi mereka masing-masing.
Sepasang sorot mata siswa-siswi SMA ABDI BANGSA ini tertuju pada gadis cantik berambut sepinggang dengan kuncir kuda. Ia terlihat sedang merapikan dasi yang terpakai di kerah seragam nya.
"Wihh! Murid baru kah cantik bener," seru Evan sambil menunjukkan jari ke arah gadis itu.
"Lebih tepatnya sasaran baru Raka ini mah!" sahut Deva tak kalah heboh.
Greesa bingung harus baris dimana sekarang, ia lupa tidak menemui ketua yayasan terlebih dahulu untuk menanyai masuk ke kelas apa dan sekarang bukan waktu yang tepat untuk menemuinya. Greesa berniat akan menemui ketua yayasan setelah upacara ini usai.
Sial banget sih! batin Greesa merutuki.
"Hei! Nak kamu murid baru kan tadi ketua yayasan nunggu kamu di ruangannya. Kata beliau mau ngantar kamu ke kelasnya, berhubung kamu tidak kesana tadi mungkin terburu-buru untuk upacara, jadi kamu bisa baris bareng anak-anak XI IPS A dulu ya." sahut Bu Gina melihat wajah Greesa yang asing.
"Eh iya, Buk. Maaf tadi udah ada bel upacara gak sempet," kata Greesa sopan sembari menundukkan kepalanya.
Bu Gina mangut-mangut sembari mengedikkan dagu ke jajaran anak kelas XI IPS A. "Silahkan baris,"
Greesa mengangguk, "iya, Buk."
***
"Woi, tolong nyet!" ucap Raka sambil menjulurkan tangan kanannya ke arah Deva.
"Cailahh, tinggal berdiri sendiri susah apa?!" balas Deva kesal namun tetap meraih tangan Raka.
Raka tak menjawab ocehan Deva, dia langsung berdiri tegap dengan sikap tangan istirahat.
"Hei, Rak. Coba lu liat tuh cewek yang baris paling belakang di pojok kiri kelas 11 IPS A," kata Deva sambil menunjuk ke arah barisan kelas Greesa.
Raka pun langsung mengalihkan pandangannya yang tadinya hanya menatap ke arah tiang bendera sekarang matanya mengikuti arah jari Deva.
Raka terdiam sejenak. Memandangi gadis itu dan sepertinya gadis yang ia lihat ini tidak menyadari kalau Raka sedang memandanginya dengan rasa penasaran.
"Cantik tapi gue gak kenal," ucap Raka lirih.
"Woi nyet! Betah banget kalo liat yang bening dikit!" bentak Deva sambil menepuk kasar pundak kanan Raka.
"Apa si gue dah tobat njir, gue cuma bingung dia siapa?" jawab Raka.
"Apa! Gak salah denger gue? Seorang Affandra Raka Praditya pensiun dari jabatannya sebagai playboy cap kapak!" kata Deva tanpa rasa berdosa.
"Inget noh tujuh pacar lo mau di kemana-in?!" sambung Evan
"Yaelah, Van. Dia kan cuma bacot doang, dari dulu bilang tobat tapi sehari udah dapet puluhan cewek!" ucap Deva enteng.
Raka tak terima di katakan playboy cap kapak oleh Deva, ya walaupun itulah faktanya.
"Mending lo tobat deh, Rak sepatu. Daripada lo dapet karma! Inget karma tak semanis kurma!" seru Deva sadis.
"Ye bacot lo anying, cari pacar sono gih jomblo mulu keburu dipinang sama ajal mampus lo!" timpal Raka tanpa dosa.
"Astagfirullahaladzim, itu mulut pedes banget habis makan berapa kilo boncabe lo hah?!" seru Deva tak terima.
"Hellaww, kalian pada ngapain woi upacara udah hampir mulai!" ucap Evan yang muak mendengar perdebatan mereka.
"Ssttt, rumpi no secret!" seru Raka dan Deva sambil menutup bibir mereka dengan jari telunjuk seolah mengikuti gaya salah satu acara tv show.
Seorang kepala sekolah keluar dari ruangannya menuju mimbar upacara yang tak lain dia akan memimpin upacara ini, suasana pun menjadi hening melihat akan di mulainya ritual hari Senin yang bisa di bilang sedikit membosankan bagi sebagian siswa-siswi.
"Upacara hari Senin siap dimulai!" seru lantang pemimpin upacara.
"Laksanakan!" jawab pembina upacara.
Upacara pun di mulai dengan khikmat seperti biasanya tidak terdengar kegaduhan dari siswa-siswi maupun terdapat masalah speaker mati saat pembina upacara menyampaikan amanatnya.
Suara amanat dari pembina dan tiupan angin menjadi sumber suara di tengah lapangan ini, dedaunan banyak yang berjatuhan dari pohon beringin di pojok lapangan.
"SAKIT BEGO!" teriak salah satu siswa.
Suara teriakan itu terdengar memancing seluruh peserta upacara di tengah lapangan ini untuk mengarahkan matanya pada dua siswa yang kini tertunduk malu karena kesalahannya. Pembina upacara menatap mereka dengan tajam.
"Kalian berdua maju ke depan!" seru pembina upacara.
Sepasang trouble maker ini langsung maju ke depan mematuhi perintah pembina dan berdiri di sebelah mimbar upacara mengikuti jalannya upacara di hadapan seluruh siswa.
Wajah mereka berdua tidak asing bagi semua siswa yang ada di tengah lapangan ini banyak yang mengenal mereka di sekolah ini tapi berbeda dengan Greesa yang sorot matanya kini tertuju pada Raka wajahnya memang tidak asing baginya tapi dia belum mengenalnya. Ya, dia lah sumber suara teriakan tadi dan yang berdiri di sampingnya tak lain adalah Deva.
Itu kan yang nabrak gue di depan tadi, sekarang dia di hukum, apa dia suka membuat masalah dengan orang lain bahkan guru? tanya Greesa dalam hati
Sepasang mata Raka menelusuri setiap barisan kelas di lapangan ini seperti layaknya sedang mencari seseorang. Memang benar dia sedang mencari cewek yang di tabraknya di depan gerbang tadi
Raka pun menemukan gadis itu di pandangannya, mata mereka saling bertemu hanya berseling beberapa detik saja Greesa sudah langsung mengalihkan pandangannya dari Raka seolah dia tak ingin matanya bertatapan dengan cowok itu.
"Upacara telah selesai semua pasukan dibubarkan!" seru pemimpin upacara.
Semua siswa terlihat ramai berhamburam menuju kelasnya masing-masing tak terkecuali dua siswa yang di hukum tadi mereka pun ikut bubar karena hukumannya hanya berdiri di depan sepanjang amanat dari pembina dan selesainya upacara.
Raka berlari menuju gadis itu lalu memperlambat langkah kakinya ia berusaha menyamai langkah gadis itu seolah-olah tak sengaja berada disebelahnya entah apa yang direncanakan Raka pada gadis itu.
Greesa hanya melirik ke arah Raka dia tidak berbicara apapun pada Raka ia terus berjalan sampai langkahnya kini terhenti karena tiba-tiba seseorang berjongkok di hadapanya mengikat tali sepatu milik Greesa yang lepas, Greesa terkejut ia tidak bisa melakukan apa-apa ia hanya menunggu cowok ini selesai mengikat tali sepatunya.
"Woi nyet masuk pak Budi otw kelas tuh!" teriak Deva dari depan kelas.
Raka pun langsung berdiri lantas tersenyum singkat pada Greesa, meninggalkannya begitu saja menuju Deva yang sudah berkacak pinggang di depan kelas. Tanpa menunggu gadis itu membuka suara.
Deva yang melihat Raka dari depan kelas pun heran apa yang dilakukan sahabat playboy cap kapaknya ini pada Greesa, apakah ini termasuk misi untuk PDKTnya? Mungkin.
"Itu anak aneh banget si tiba-tiba benerin tali sepatu gue, apa itu sebagai tanda ucapan maafnya? Maybe," ucap Greesa lirih, sambil mengingat kejadian di depan gerbang sekolah tadi.
Seperti biasa sambil menunggu guru jam pelajaran pertama datang menuju kelas suasana kelas menjadi sangat ramai seperti pasar Senin. Ada yang menyapu kelas, berjoget tak jelas didepan hp, ber-selfi ria, dan juga ada si terlihat rajin yang sedang menyalin PR teman sebangkunya. Di pojok kelas trouble maker ini berada, jangan lupakan satu makluk lainnya, Evan. Raka duduk di meja sembari bernyanyi dengan nada tinggi membuat sebagian anak menutup telinganya rapat-rapat, sedangkan Deva dan Evan mereka menabuh meja yang Raka duduki, mereka bertiga bak band dadakan yang sedang konser di kelas ini. "Kumenangis membayangkan betapa kejamnyaaa dirimu ..." teriak Raka dengan napas yang tak teratur. "Halah fakboy kok kumenangis-kumenagis sok!" cibir Dirga sambil melirik ke arah Raka. Raka tak mengiraukan omongan Dirga ia malah melanjutkan nyanyiannya, kali ini lebih keras membuat seluruh s
Brukkk! Greesa melemparkan tasnya ke lantai. Menjatuhkan tubuhnya terlentang di kasur sembari menatap kosong langit-langit kamarnya yang dibalut dengan lukisan awan, burung dan matahari. Kamar Greesa terlihat seperti pemandangan di pagi hari terlebih cat kamarnya berwarna biru cerah. "Gimana hari pertama di sekolah baru, Sa?" tanya Devi yang tiba-tiba masuk ke dalam kamarnya. "B aja mah," ucap Greesa. "B aja yg gimana maksudnya? Kamu ini kebiasaan ngasih jawaban buat orang mikir dua kali," protes Devi. "Ya b aja mah, dibilang seneng ya nggak, dibilang gak seneng ya nggak juga, intinya lumayanlah," jelas Greesa. "Oh gitu," ucap devi sambil menyentuh ujung hidung anaknya ini. "Eh, Sa. Cowok tadi siapa namanya? Kok lucu sih dia," lanjut Devi. "Yang mana?" tanya Greesa pura-pura tidak tahu. "Yang tadi ikut nu
Raka melirik kearah pergelangan tangannya melihat jam tangan yang menunjukkan pukul 06.58 yang artinya kurang dua menit lagi bel masuk di sekolahnya berkumandang dan dia masih berada di warung Mbok Yen yang berjarak kurang lebih satu kilometer dari sekolahnya.Di sini tempat Raka nongkrong bersama jajaran anak-anak dari sekolah lain. Biasanya Raka membawa dua sahabatnya ikut kesini untuk sarapan maupun nongkrong sepulang sekolah, tapi hari ini dua sahabatnya sudah lebih dulu sarapan dirumah.Raka kembali melirik kearah pergelangannya, sekarang menunjukkan pukul 07.00 tepat! Gawat gimana jika gerbang sekolah sudah ditutup oleh Pak Doyok? Bisa-bisa Raka harus masuk melewati jalan pintas. Raka merogoh saku jaketnya mengambil ponsel membuka salah satu aplikasi dan mengirim pesan di grup.Katokama(Ka
Raka melirik kearah pergelangan tangannya melihat jam tangan yang menunjukkan pukul 06.58 yang artinya kurang dua menit lagi bel masuk di sekolahnya berkumandang dan dia masih berada di warung Mbok Yen yang berjarak kurang lebih satu kilometer dari sekolahnya.Di sini tempat Raka nongkrong bersama jajaran anak-anak dari sekolah lain. Biasanya Raka membawa dua sahabatnya ikut kesini untuk sarapan maupun nongkrong sepulang sekolah, tapi hari ini dua sahabatnya sudah lebih dulu sarapan dirumah.Raka kembali melirik kearah pergelangannya, sekarang menunjukkan pukul 07.00 tepat! Gawat gimana jika gerbang sekolah sudah ditutup oleh Pak Doyok? Bisa-bisa Raka harus masuk melewati jalan pintas. Raka merogoh saku jaketnya mengambil ponsel membuka salah satu aplikasi dan mengirim pesan di grup.Katokama(Ka
Brukkk! Greesa melemparkan tasnya ke lantai. Menjatuhkan tubuhnya terlentang di kasur sembari menatap kosong langit-langit kamarnya yang dibalut dengan lukisan awan, burung dan matahari. Kamar Greesa terlihat seperti pemandangan di pagi hari terlebih cat kamarnya berwarna biru cerah. "Gimana hari pertama di sekolah baru, Sa?" tanya Devi yang tiba-tiba masuk ke dalam kamarnya. "B aja mah," ucap Greesa. "B aja yg gimana maksudnya? Kamu ini kebiasaan ngasih jawaban buat orang mikir dua kali," protes Devi. "Ya b aja mah, dibilang seneng ya nggak, dibilang gak seneng ya nggak juga, intinya lumayanlah," jelas Greesa. "Oh gitu," ucap devi sambil menyentuh ujung hidung anaknya ini. "Eh, Sa. Cowok tadi siapa namanya? Kok lucu sih dia," lanjut Devi. "Yang mana?" tanya Greesa pura-pura tidak tahu. "Yang tadi ikut nu
Seperti biasa sambil menunggu guru jam pelajaran pertama datang menuju kelas suasana kelas menjadi sangat ramai seperti pasar Senin. Ada yang menyapu kelas, berjoget tak jelas didepan hp, ber-selfi ria, dan juga ada si terlihat rajin yang sedang menyalin PR teman sebangkunya. Di pojok kelas trouble maker ini berada, jangan lupakan satu makluk lainnya, Evan. Raka duduk di meja sembari bernyanyi dengan nada tinggi membuat sebagian anak menutup telinganya rapat-rapat, sedangkan Deva dan Evan mereka menabuh meja yang Raka duduki, mereka bertiga bak band dadakan yang sedang konser di kelas ini. "Kumenangis membayangkan betapa kejamnyaaa dirimu ..." teriak Raka dengan napas yang tak teratur. "Halah fakboy kok kumenangis-kumenagis sok!" cibir Dirga sambil melirik ke arah Raka. Raka tak mengiraukan omongan Dirga ia malah melanjutkan nyanyiannya, kali ini lebih keras membuat seluruh s
Hari ini adalah hari yang sangat menyebalkan bagi gadis berwatak dingin tapi berparas manis ini, bagaimana tidak? Untuk ketiga kalinya dia harus pindah sekolah hanya karena urusan pekerjaan ayahnya yang seorang abdi negara. Ya! Tentara."Sial! Tiga kali gue pindah sekolah gimana mau adaptasi kalo pindah-pindah gini?" gumam gadis ini sambil menatap kosong kaca mobilnya."Mama tau kok kamu pasti kesel yang sabar ya, ini sudah menjadi keharusan. Papamu seorang tentara yang harus rela pindah-pindah demi urusan negara," ucap wanita ini sambil memegang pundak kepala putrinya, ia berusaha menenangkan pikiran gadis ini.Suasana dalam mobil pun hening. Gadis itu tidak menjawab omongan Mamanya dia terus memandangi kaca mobilnya memperhatikan setiap kendaraan yang melewati di sebelah mobilnya, hanya ada suara klakson dan kecohan burung di pagi hari. Untung saja jalanan renggang tida