Brukkk!
Greesa melemparkan tasnya ke lantai. Menjatuhkan tubuhnya terlentang di kasur sembari menatap kosong langit-langit kamarnya yang dibalut dengan lukisan awan, burung dan matahari. Kamar Greesa terlihat seperti pemandangan di pagi hari terlebih cat kamarnya berwarna biru cerah.
"Gimana hari pertama di sekolah baru, Sa?" tanya Devi yang tiba-tiba masuk ke dalam kamarnya.
"B aja mah," ucap Greesa.
"B aja yg gimana maksudnya? Kamu ini kebiasaan ngasih jawaban buat orang mikir dua kali," protes Devi.
"Ya b aja mah, dibilang seneng ya nggak, dibilang gak seneng ya nggak juga, intinya lumayanlah," jelas Greesa.
"Oh gitu," ucap devi sambil menyentuh ujung hidung anaknya ini.
"Eh, Sa. Cowok tadi siapa namanya? Kok lucu sih dia," lanjut Devi.
"Yang mana?" tanya Greesa pura-pura tidak tahu.
"Yang tadi ikut nungguin bareng kamu," ucap Devi sedikit geram.
"Lucu darimana? Aneh dia mah!" protes Greesa.
"Aneh darimana? Lucu dia sa!" timpal Devi.
"Serah Mama deh, Sasa mau mandi bye!" ucap Greesa sembari mengambil handuk di rak sebelah kasur tidurnya, berjalan menuju kamar mandi yang ada di kamarnya.
"Siapa, Sa. namanya?" teriak Devi sambil terkekeh melihat sikap kesal anaknya.
"RAKA!" seru Greesa kesal sambil menutup pintu kamar mandinya dengan keras.
Devi berdiri dari tempat tidur, melirik kearah figura, lalu mengambilnya figura itu bergambarkan foto Greesa dan dirinya waktu ulang tahun Greesa yang ke 5 tahun dulu.
"Kamu cepet banget gedenya, Sa." Monolog Devi sambil tersenyum melihat foto lama.
***
"Selamat pagi Mbak Ririn!" seru Deva.
Membuat terkejut penjual mie ayam dikantin sekolah ini."Kamu ini kebiasaan ngagetin orang sukanya!" protes Ririn--Penjual mie ayam berumur sekitar 23 tahunan.
"Saya suka mbak Ririn bukan suka ngagetin" ucap Deva sok gombal.
"Kamu ini bisa aja," balas Ririn.
"Aku juga bisa buat mbak Ririn jatuh cinta!" seru Deva sambil mengedipkan satu matanya genit.
Netra Mbak Ririn penjual mie ayam favorit Deva ini tertuju pada dua cowok namun ia terfokus pada satu cowok yang berjalan lebih dulu dan diikuti satu lainnya dibelakang. Cowok itu berjaket hitam berseragam putih abu-abu dengan kancing terbuka dua di atas.
"Eh ada yayang Raka," seru mbak Ririn.
Raka hanya terkekeh mendengar perkataan mbak Ririn. Ia merasa melas terhadap Deva yang sedari dulu berusaha PDKT dengannya malah dirinya yang dipuja.
"Mbak Ririn mah jahat pisan euy sama aku!" ucap Deva memelas.
(Banget ih!)
"Tenang Dev, gue gak bakal rebut mbak Ririn dari lo secara lo juga belum jelas hubungannya apa, kasian kalau gue rebut ntar beritanya gimana?" ejek Raka.
"Pacar bukan gebetan bukan deket juga kagak," sambung Evan.
Mereka bertiga tertawa bersama mendengar ocehan tak jelas masing-masing yang mem-bully Deva.
"Mbak Ririn sama saya aja ya, Raka mah playboy cap kapak! ejek Deva tak terima.
"Gak papa Dev, Raka ganteng kok!" ucap mbak Ririn.
"Saya setia mbak orangnya! ucap Deva membela diri.
"Iya, Dev. Lo mah setia banget, setia pada kesendirian!" seru Raka meledek.
Ucapan Raka membuat Mbak Ririn dan Evan tertawa hard sementara, Deva merenungi nasib jomblonya.
"Punya temen gak ada yang dukung semua!" seru Deva.
Netra Raka tertuju pada Greesa dan Ara yang sedang berjalan menuju meja kantin mbak Ririn
"Disini paling enak loh mie ayamnya sa," ucap Ara sembari mengajak Greesa duduk disebelahnya.
Greesa menganggukan kepala langsung duduk. Menatap sejenak kearah tiga cowok yang sedang tertawa ria menggoda penjual kantin.
"Mbak Ririn pesen dua ya!" teriak Ara memesan.
"Oke, Ra!" Mbak Ririn mengacungkan jempol kearah Ara.
Raka sadar baru saja Greesa menatap ke arahnya namun ketika Raka menatap balik Greesa segera mengalihkan pandangannya.
"Gue kesana bentar, nyet!" Raka menepuk bahu Evan sambil berjalan menuju meja Greesa.
"Kemana tuh si Rak sepatu?" tanya Deva.
Evan menunjuk kearah meja Greesa dan Ara.
"Oh misi baru," ucap Deva enteng.
"Dia siapa Dev? Geulis pisan," tanya mbak Ririn
(Cantik banget)
"Murid baru. Tapi tenang aja walaupun dia murid baru dan banyak yang muji cantik, Mbak ayang Ririn tetep di hati kok. Aa Deva gak akan kepincut!" seru Deva.
Mbak Ririn tak mengindahkan ia langsung meninggalkan Raka dan Evan, berjalan kedalam warungnya menyalakan kompor memulai memasak untuk hidangan anak-anak yang nanti beli ke kantinnya.
Deva mendengus kesal. "kebiasaan!"
"Selamat pagi Greesa!" sapa Raka mengejutkan dua gadis didepannya ini.
"Lo ngapain si ganggu orang aja sukanya!" omel Ara.
"Baru tau gue ngucapin selamat pagi aja dibilang ganggu," ucap Raka.
"Serah lo buaya!" Ara melayangkan tatapan maut pada Raka.
Raka tak menghiraukan Ara.
"Eh dijawab dong Greesa cantik," ucap Rak.
"Pagi," jawan Greesa mengangkat kedua ujung bibirnya dengan terpaksa.
Greesa berdiri menarik tangan satu tangan Ara.
"Eh mau kemana, Sa?" tanya Ara bingung.
"Kelas," jawab Greesa singkat.
"Tapi mie ayamnya gima---" ucap Ara terpotong.
"Mbak mie ayamnya gak jadi nanti aja Ara kebelet," teriak Greesa berjalan meninggalkan Raka.
"Anjir di tinggal aja gue gak sopan!" protes Raka.
Deva dan Evan lari menuju meja Raka, setelah tertawa melihat Raka diperlakukan seperti itu oleh Greesa. Baru kali ini ada cewek yang tidak tertarik oleh pesona Raka.
"Siipi sih ying gik siki simi gii," ucap Deva nyinyir. Mengingat perkataan Raka minggu lalu.
"Masih ada tuh rak yang gak suka sama ke-playboy-an lo," sambung Evan.
"Mbak Ririn teh manis tiga!" teriak Raka.
"Oke," balas Mbak Ririn
Mbak Ririn membuatkan tiga gelas teh manis, berjalan keluar dari warungnya menuju meja Raka.
"Silahkan Raka," ucap mbak Ririn hangat.
"Pesennya tiga yang dipersilahkan minum cuma Raka. Mbak Ririn mah jahat pisan!" protes Deva.
(Banget)
Mbak Ririn tidak menjawab keluhan dari Deva. Ia langsung berjalan masuk kembali ke warung.
"Heleh! Kebiasaan!" omel Deva kesal.
"Udah gak usah protes minum aja!" gertak Evan.
"Tobat, Rak. Tobat putusin gih pacar-pacar lo,"
ucap Deva sambil mengambil segelas teh manis dihadapannya."Oke, gue juga udah males," jawab Raka enteng.
"Satu buat gue dong, Rak!" seru Deva.
"Lo kira barang apa? Satu buat gue, satu buat gue!" omel Evan.
"Yaelah namanya juga temen berbagi dong. Ya kan, Rak?" ucap Deva.
"Ambil silahkan," jawab Raka malas.
"Gue juga mau satu!" Seru Evan tanpa dosa, mengingat perkataannya barusan yang di ucapkan kepada Deva.
"Bangsat!" ucap serempak Raka dan Deva.
"Hehe berbagi kata si Depa." ucap Evan polos.
***
Seorang pria berseragam batik khas guru SMA ABDI BANGSA sedang melangkah menuju pintu kelas XI MIPA C yang merupakan kelas Raka and the geng dan kelas baru bagi Greesa.
"Selamat Pagi!" sapa pak Gilang--Guru kimia.
"Pagi pak!" jawab kompak semua makhluk kelas ini.
"Oke silahlan keluarkan buku tugas kalian yang belum saya koreksi minggu lalu," ucap pak Gilang.
"Mampus gw belum anjir!" Celetuk Raka
"Lo mah kebiasaan Rak, dikasih waktu satu minggu aja masih belum selesai mana tugasnya cuma dua soal," timpal Deva.
"Emang lo udah?" tanya Raka.
"Belum dong," jawab Deva tanpa dosa.
Mata Raka terbelalak sempurna kearah Deva, sahabat satunya ini memang sebelas dua belas dengan dajjal.
"Buset mau jatuh tuh mata, serem amat liatin orang ganteng kayak gue!" ucap Deva PD.
"Bacot!" gertak Raka.
"Chat Evan sekarang suruh fot---" ucap Raka terpotong.
"Epan! Raka mau pinjem buku lo katanya!" teriak Deva memotong pembicaraan Raka.
Seisi kelas memperhatikan Raka dan Deva tak terkecuali pak Gilang dengan tatapan mengerikannya.
"Raka! Deva! Maju !" teriak pak Gilang.
Raka dan Deva berdebat argumen. Menghiraukan perintah pak Gilang mereka seperti tidak ada takut-takutnya dengan guru mapel kimia yang terkenal killer disekolah ini, sekaligus paling tampan bagi murid dan guru kaum hawa.
"Lo ngapain pake manggil Evan nyet!" protes Raka.
"Kelepasan sorry, gue gak punya kouta buat chat si Epan!" balas Deva tanpa dosa.
Dua tangan mendarat di telinga Raka dan Deva menarik daun telinga mereka.
"Diam kalian! Maju berdiri sepuluh menit didepan papan tulis satu kaki!" seru Pak Gilang.
"Baik pak," jawab Serempak Raka dan Deva masih dengan wajah kesal satu sama lain.
"Jewer kedua telinga kalian juga, karena kalian tadi tidak mendengar perintah saya!" ucap Pak Gilang kembali.
Raka dan Deva mengangguk pasrah. Berjalan menuju depan sebelah papan tulis.
Evan sebagai salah satu teman mereka merasa heran bisa-bisanya dia satu frekuensi sama Raka dan Deva apalagi mereka bersama sudah sejak Sekolah Dasar. Di antara mereka bertiga memang yang normal layaknya manusia cuma Evan, dua lainnya dajjal.
Ara menepuk bahu Evan, "Lo kok bisa-bisanya bersatu sama dua dajjal itu, Van?"
Evan menggedikkan kedua bahunya. "Gue juga gak tau, Ra."
Greesa melirik kebelakang setelah mendengar pembicaraan singkat Ara dan Evan.
"Gue kebelet anterin," pinta Greesa.
"Kuy!" jawab Evan.
"Bukan lo ogeb!" protes Ara.
"Ntar aja deh, Sa. Gue takut ijin sama Pak Gilang apalagi ada anak yang masih di hukum bisa-bisa kita juga kena getahnya," jelas Ara.
"Mau tanggung jawab lo kalo gue ngompol disini?" balas Greesa.
Mata Ara membelalak. "Ya, enggaklah! Yaudah ayo."
Ara dan Greesa berdiri dari bangku menuju meja dipojok depan bersebelahan dengan dua anak yang sedang berdiri mengangkat satu kaki dan menjewer kedua telinga mereka sendiri.
"Pak saya ijin kebelakang ya," ucap Ara.
"Satu-satu!" ucap Pak Gilang yang masih sibuk mengoreksi tugas.
Pak Gilang mendongakkan kepalanya mengarah ke Greesa. Wajah Greesa asing baginya tapi mengingat perbincangannya dengan ketua yayasan tentang murid baru pindahan dari Jakarta kemarin lusa dia sudah paham kalau Greesa ini adalah isi perbincangan mereka.
"Greesa belum tahu letak kamar mandinya pak," jelas Ara.
"Pak saya juga kebelet, ijin kebelakang ya Pak," sambung Raka dengan posisi berdiri satu kaki dan menjewer kedua telinganya.
"Alesan! Tambah sepuluh menit khusus kamu!" seru pak Gilang.
"Gak jadi kebelet pak nanti aja kalau hukumannya udah selesai," ucap Raka.
"Hukumannya tetep nambah," balas pak Gilang.
"Sialan!" batin Raka merutuki.
Mengetahui Raka pasti hanya alasan saja pak Gilang langsung menyemburnya di tambah pula hukumannya.
"Kan ada petunjuknya," balas pak Gilang.
"Yaudah sana, Sa. Sendiri aja gak papa kan?" tanya Ara memastikan.
"It's okey. Gak papa bener kata Pak guru kan ada petunjuknya," ucap Greesa.
Greesa berjalan di ikuti dengan lirikan dari Raka membuatnya risih. Ia mempercepat langkahnya keluar dari kelas.
"Lima menit harus kembali ke kelas!" ucap pak Gilang melihat Greesa masih diujung pintu.
Greesa berbalik badan, "iya pak."
"Cepet amat lima menit belum juga tau letak kamar mandinya jauh apa enggak, sabar, Sa. Anggep aja ujian murid baru!" Monolog Greesa.
Greesa menemukan kamar mandinya dan langsung gercep masuk. Untung saja hanya berjarak tiga kelas, jadi Greesa bisa langsung kembali ke kelas tepat waktu seperti perintah Pak Gilang.
Raka melirik kearah pergelangan tangannya melihat jam tangan yang menunjukkan pukul 06.58 yang artinya kurang dua menit lagi bel masuk di sekolahnya berkumandang dan dia masih berada di warung Mbok Yen yang berjarak kurang lebih satu kilometer dari sekolahnya.Di sini tempat Raka nongkrong bersama jajaran anak-anak dari sekolah lain. Biasanya Raka membawa dua sahabatnya ikut kesini untuk sarapan maupun nongkrong sepulang sekolah, tapi hari ini dua sahabatnya sudah lebih dulu sarapan dirumah.Raka kembali melirik kearah pergelangannya, sekarang menunjukkan pukul 07.00 tepat! Gawat gimana jika gerbang sekolah sudah ditutup oleh Pak Doyok? Bisa-bisa Raka harus masuk melewati jalan pintas. Raka merogoh saku jaketnya mengambil ponsel membuka salah satu aplikasi dan mengirim pesan di grup.Katokama(Ka
Hari ini adalah hari yang sangat menyebalkan bagi gadis berwatak dingin tapi berparas manis ini, bagaimana tidak? Untuk ketiga kalinya dia harus pindah sekolah hanya karena urusan pekerjaan ayahnya yang seorang abdi negara. Ya! Tentara."Sial! Tiga kali gue pindah sekolah gimana mau adaptasi kalo pindah-pindah gini?" gumam gadis ini sambil menatap kosong kaca mobilnya."Mama tau kok kamu pasti kesel yang sabar ya, ini sudah menjadi keharusan. Papamu seorang tentara yang harus rela pindah-pindah demi urusan negara," ucap wanita ini sambil memegang pundak kepala putrinya, ia berusaha menenangkan pikiran gadis ini.Suasana dalam mobil pun hening. Gadis itu tidak menjawab omongan Mamanya dia terus memandangi kaca mobilnya memperhatikan setiap kendaraan yang melewati di sebelah mobilnya, hanya ada suara klakson dan kecohan burung di pagi hari. Untung saja jalanan renggang tida
Seperti biasa sambil menunggu guru jam pelajaran pertama datang menuju kelas suasana kelas menjadi sangat ramai seperti pasar Senin. Ada yang menyapu kelas, berjoget tak jelas didepan hp, ber-selfi ria, dan juga ada si terlihat rajin yang sedang menyalin PR teman sebangkunya. Di pojok kelas trouble maker ini berada, jangan lupakan satu makluk lainnya, Evan. Raka duduk di meja sembari bernyanyi dengan nada tinggi membuat sebagian anak menutup telinganya rapat-rapat, sedangkan Deva dan Evan mereka menabuh meja yang Raka duduki, mereka bertiga bak band dadakan yang sedang konser di kelas ini. "Kumenangis membayangkan betapa kejamnyaaa dirimu ..." teriak Raka dengan napas yang tak teratur. "Halah fakboy kok kumenangis-kumenagis sok!" cibir Dirga sambil melirik ke arah Raka. Raka tak mengiraukan omongan Dirga ia malah melanjutkan nyanyiannya, kali ini lebih keras membuat seluruh s
Raka melirik kearah pergelangan tangannya melihat jam tangan yang menunjukkan pukul 06.58 yang artinya kurang dua menit lagi bel masuk di sekolahnya berkumandang dan dia masih berada di warung Mbok Yen yang berjarak kurang lebih satu kilometer dari sekolahnya.Di sini tempat Raka nongkrong bersama jajaran anak-anak dari sekolah lain. Biasanya Raka membawa dua sahabatnya ikut kesini untuk sarapan maupun nongkrong sepulang sekolah, tapi hari ini dua sahabatnya sudah lebih dulu sarapan dirumah.Raka kembali melirik kearah pergelangannya, sekarang menunjukkan pukul 07.00 tepat! Gawat gimana jika gerbang sekolah sudah ditutup oleh Pak Doyok? Bisa-bisa Raka harus masuk melewati jalan pintas. Raka merogoh saku jaketnya mengambil ponsel membuka salah satu aplikasi dan mengirim pesan di grup.Katokama(Ka
Brukkk! Greesa melemparkan tasnya ke lantai. Menjatuhkan tubuhnya terlentang di kasur sembari menatap kosong langit-langit kamarnya yang dibalut dengan lukisan awan, burung dan matahari. Kamar Greesa terlihat seperti pemandangan di pagi hari terlebih cat kamarnya berwarna biru cerah. "Gimana hari pertama di sekolah baru, Sa?" tanya Devi yang tiba-tiba masuk ke dalam kamarnya. "B aja mah," ucap Greesa. "B aja yg gimana maksudnya? Kamu ini kebiasaan ngasih jawaban buat orang mikir dua kali," protes Devi. "Ya b aja mah, dibilang seneng ya nggak, dibilang gak seneng ya nggak juga, intinya lumayanlah," jelas Greesa. "Oh gitu," ucap devi sambil menyentuh ujung hidung anaknya ini. "Eh, Sa. Cowok tadi siapa namanya? Kok lucu sih dia," lanjut Devi. "Yang mana?" tanya Greesa pura-pura tidak tahu. "Yang tadi ikut nu
Seperti biasa sambil menunggu guru jam pelajaran pertama datang menuju kelas suasana kelas menjadi sangat ramai seperti pasar Senin. Ada yang menyapu kelas, berjoget tak jelas didepan hp, ber-selfi ria, dan juga ada si terlihat rajin yang sedang menyalin PR teman sebangkunya. Di pojok kelas trouble maker ini berada, jangan lupakan satu makluk lainnya, Evan. Raka duduk di meja sembari bernyanyi dengan nada tinggi membuat sebagian anak menutup telinganya rapat-rapat, sedangkan Deva dan Evan mereka menabuh meja yang Raka duduki, mereka bertiga bak band dadakan yang sedang konser di kelas ini. "Kumenangis membayangkan betapa kejamnyaaa dirimu ..." teriak Raka dengan napas yang tak teratur. "Halah fakboy kok kumenangis-kumenagis sok!" cibir Dirga sambil melirik ke arah Raka. Raka tak mengiraukan omongan Dirga ia malah melanjutkan nyanyiannya, kali ini lebih keras membuat seluruh s
Hari ini adalah hari yang sangat menyebalkan bagi gadis berwatak dingin tapi berparas manis ini, bagaimana tidak? Untuk ketiga kalinya dia harus pindah sekolah hanya karena urusan pekerjaan ayahnya yang seorang abdi negara. Ya! Tentara."Sial! Tiga kali gue pindah sekolah gimana mau adaptasi kalo pindah-pindah gini?" gumam gadis ini sambil menatap kosong kaca mobilnya."Mama tau kok kamu pasti kesel yang sabar ya, ini sudah menjadi keharusan. Papamu seorang tentara yang harus rela pindah-pindah demi urusan negara," ucap wanita ini sambil memegang pundak kepala putrinya, ia berusaha menenangkan pikiran gadis ini.Suasana dalam mobil pun hening. Gadis itu tidak menjawab omongan Mamanya dia terus memandangi kaca mobilnya memperhatikan setiap kendaraan yang melewati di sebelah mobilnya, hanya ada suara klakson dan kecohan burung di pagi hari. Untung saja jalanan renggang tida