Begitu Naomi keluar dari kamar, Vannesa langsung masuk kedalam kamar mandi. Hal pertama yang dilakukannya adalah meloloskan semua pakaian yang melekat dibadannya. Lalu memeriksa seluruh bagian tubuhnya sampai ke bagian intimnya untuk memastikan lebih teliti.
Begitu melihat bagian itu masih utuh dan tidak ada bekas darah sama sekali, Vannesa baru bisa bernafas lega. Ia tidak bisa membayangkan akan kehilangan mahkotanya dalam situasi seperti kemarin. Bagi seorang wanita bangsawan seperti Vannesa, kesucian adalah harta yang paling berharga. Bahkan Ia bisa diusir dan dihapus dari daftar keluarga jika saja ia telah kehilangan kesuciannya sebelum menikah.
Harga dirinya bisa hancur jika mahkotanya hilang sebelum pernikahan, mereka akan dicemooh seumur hidup mereka oleh para anggota keluarga bangsawan lainnya. Sehingga tidak jarang para wanita bangsawan seringkali sudah dijodohkan dengan keluarga bangsawan lainnya. Terlepas apakah mereka saling mencintai atau tidak.
Sek
"Ah putra bungsuku yang datang, Ibu kira siapa? Kenapa tidak mengabari dulu sebelum datang? Paling tidak Ibu akan menyiapkan sesuatu untuk kedatanganmu. Tapi, sekarang Ibu harus buru-buru pergi." Ucap Ibu tiri Awan dengan hangat. Awan menatapnya heran dan bertanya-tanya dalam hati, apa wanita ini masih ibu tirinya? Karena sangat tidak biasa Ibu tirinya itu bersikap begitu hangat terhadapnya. Mengingat kedatangannya pertama kali kerumah ini, Ibunya bahkan jadi yang pertama bersikap sinis terhadapnya. Bahkan semakin sinis lagi, semenjak Ayahnya mengumumkan kalau Awan adalah pewaris utama keluarga. Sejak itu, baik ibu tirinya dan kedua saudara tirinya melihat Awan bagaikan seorang musuh yang harus dilenyapkan. Melihat sikap ibunya yang begitu manis, jelas saja Awan tidak mempercayainya begitu saja. Ada pepatah dikampung halaman Awan yang mengatakan, "Manis jangan langsung ditelan, pahit jangan langsung dimuntahkan". Diusianya yang akan menginjak 22 tahun sebulan lagi, e
Harvard sendiri harus kehilangan dua orang putranya, mereka adalah Jona Lang dan Yuma Lang, anak pertama dan kedua Harvard. Bahkan dengan mengingatnya saja, membuat Harvard kembali bersedih. Meski tidak ada yang perlu disesalinya dari kejadian pahit itu, tapi tetap saja Ia harus mengalami kesedihan yang begitu dalam.Jona dan juga Yuma adalah putra yang begitu dicintainya. Keduanya juga seniman beladiri handal yang diharapkannya akan menjadi pengganti Harvard dimasa depan.Harvard tidak ingin larut dengan perasaan sedihnya, karena itu Ia bertanya dengan serius, "Kenapa tuan muda menanyakan hal ini?"Merasa tidak ada yang perlu ditutupinya dari Harvard. Kalau Awan ingin mengetahui lebih banyak, maka Ia harus jujur dengan situasi yang sedang dan akan dihadapinya, "Putra bungsu keluarga Jati, Vino Jati. Dia menganggu urusanku dalam pembelian gedung tua di daerah Menteng sana. Sejauh yang kuingat, kami tidak pernah memiliki konflik sebelumnya. Cuma karen
"Baiklah, karena tuan muda sudah bertekad seperti itu." Ucap Harvard sambil berlalu ke meja kerjanya.Dari dalam laci meja kerjanya, Harvard mengeluarkan sebuah jurnal dan memberikannya pada Awan, "Didalam ini, saya telah mencatat semua kekuatan penting dalam keluarga Jati. Secara kekuatan dan kekayaan, keluarga Jati berada diperingkat delapan diantara 9 keluarga Naga. Herman Jati memiliki tiga orang anak saat ini, tuan muda sudah tau siapa putra bungsunya! Yang perlu dapat perhatian adalah anak pertama, Lukman Jati. Dari informasi yang saya dapat, Dia juga sudah mewarisi pusaka keluarga mereka, sama seperti tuan muda. Sebaiknya, tuan muda mewaspadainya. Karena meskipun si bungsu Jati sering membuat onar dan masalah dimana-mana, Lukman yang paling protektif terhadap adiknya itu. Dia pastinya, tidak akan membiarkan ada ancaman apapun terhadap sang adik. Karena itu, Vino selalu melenggang bebas dengan segala kelakuannya selama ini.""Berarti tidak masalah jika si putra b
Kalau saja tidak ingat ada janji dengan Elena siang itu, Awan ingin mengulik lebih banyak informasi dari Harvard. Semakin banyak yang Ia tahu dari kepala pelayan keluarganya itu, samakin dalam Ia bisa mengukur kekuatannya sendiri.Akhirnya, Awan pun memutuskan untuk menyudahinya dan Ia berangkat menuju AW Resto untuk bertemu dengan Elena.Saat mobilnya memasuki area parkir AW Resto, semua orang melirik dan menatap kagum kearahnya. Bahkan ketika Ia hendak memarkirkan mobilnya, petugas parkir dengan secara khusus menyediakan tempat untuk parkir mobilnya, seolah Awan adalah tamu paling VIPnya saat itu. Mobil yang dikendarai Awan terlihat begitu mencolok diantara mobil-mobil lainnya, sekilas lihat saja orang sudah paham betapa mahalnya mobil yang dikendarai Awan.Tidak banyak orang yang bisa memiliki mobil seperti itu di Ibu Kota, apalagi negara ini. Jumlahnya bahkan hanya bisa dihitung oleh jari saja, karena itulah mereka yang mengendarainya menda
Elena tidak tau jika orang diluar ruangannya sedang heboh dengan kedatangan seorang pengendara Lamborghini Serra, karena saat itu Ia sedang berada dalam ruang VIP. Belum lagi, saat ini Elena sedang berdebar-debar karena sebentar lagi Ia akan bertemu dengan pria yang selama ini membuatnya begitu penasaran namun belum pernah sekalipun ditemuinya.Bahkan dalam 5 menit terakhir, Elena sudah sepuluh kali melihat penampilannya dalam cermin kecil dalam tasnya. Penampilannya begitu anggun luar biasa, perpaduan terbaik antara gen Ingris dan Jawa. Namun entah kenapa, Ia masih saja merasa kurang dan tidak percaya diri saat ini. Mungkin karena dalam hatinya, Elena menyadari sepenuhnya jika sebentar lagi Ia akan bertemu dengan pria yang begitu spesial dihatinya.Saat itu, pintu ruang VIP terbuka dan seorang pria dengan setelan jas hitam dan rapi masuk ke dalam ruangan.Elena sempat terdiam sesaat, ada keterkejutan dan juga syok diwajahnya.Dia memang
Tugas hari pertama Topan, ternyata hari itu Ia mendapat laporan kalau ada sebuah ruangan VIP yang sudah dipesan atas nama bosnya, Saktiawan Sanjaya. Saat itu, sudah ada seorang wanita yang merupakan tamu bosnya, sudah berada didalam ruangan. Saat pertama kali masuk, Topan pun sempat tertegun sesaat, Ia tidak menyangka jika tamu bosnya begitu cantik. Setahu Topan, Bosnya juga memiliki seorang wakil CEO yang begitu cantik, yang ditolongnya kemarin. Membuat Topan jadi cemburu dengan keberuntungan bosnya yang dikelilingi oleh banyaknya wanita cantik. Ketika mendengar perkenalan Topan, Elena sampai menghela nafas dalam penuh kelegaan, 'Tuh kan benar! tidak mungkin pria ini adalah Awan.' Senyum cantik Elena mulai mengembang kembali. Topan sendiri yang melihat betapa cepatnya perubahan reaksi Elena, hanya tersenyum miris, 'Kenapa nona ini tampak begitu senang? Apa Ia menduga jika gue adalah Bos dan dia senang kalau ternyata gue bukan bos?'
"Nona Elena." Sapa Awan dengan hangat sambil menyalaminya dan selanjutnya duduk dikursi depan Elena.Awan tersenyum kecil ketika melihat Elena masih berdiri didepannya, entah apa yang membuat gadis cantik itu terlihat begitu gugup saat ini. Tapi, Awan yang sekarang cukup berpengalaman dalam menghadapi banyak orang, seiring dengan bertambah luasnya lingkar pertemanannya.Karena itu Ia bersikap sesantai mungkin agar tidak membuat Elena semakin canggung dihadapannya, "Santai saja Elena. Silahkan duduk! Oya, apa anda sudah memesan makanan untuk kita?""Y-ya, Pak Saktiawan.. Saya menunggu anda dan kita bisa memesan makanan bersama." Kata Elena gugup."Hmn, panggil Awan saja. Usia kita tidak jauh berbeda. Lagian sekarang kita sedang tidak dikantor, anggap saja kita sedang merayakan perkenalan kita dan menjadi teman baru."Sebenarnya Awan mau memanggil Elena dengan sebutan 'Mbak' atau 'Kakak' karena usia Elena tiga tahun diatas Awan, tapi mengingat
Begitulah orang yang cerdas, setiap topik ada waktu dan momennya. Begitupun dengan sebuah bisnis, tidak bisa membicarakannya setiap saat, kapanpun ketika seseorang menginginkannya, terlepas sepenting apapun itu.Bagi seorang yang berpengalaman, mereka tidak akan bicara bisnis dimana mereka harusnya sedang bersantai. Dan tidak akan pernah bercanda jika seandainya topik yang mereka bicarakan adalah sesuatu yang penting.Disitulah posisi mereka sekarang, Awan mengutarakan niatnya untuk mendirikan tentang lembaga pengawas independen diperusahaannya dan mengajak Elena untuk bergabung dalam proyek tersebut."Bukankah sudah ada pengawas internal selama ini?""Memang! Tapi tidak ada yang bisa menjamin kenetralan mereka, karena bagaimanapun yang mereka awasi adalah rekan-rekan mereka sendiri nantinya. Akan berbeda cerita jika lembaga pengawas ini bersifat independen, sehingga tidak akan ada kepentingan apapun yang dapat mempengaruhinya. Penilai