Keenamnya berjalan keluar ruangan bersama-sama dibawah tatapan ketidak percayaan semua orang.
"Cait, tolong cubit tangan gue." Seru Seila seakan masih tidak bisa mempercayai apa yang baru saja dilihatnya.
Hanna yang seterkenal itu, malah memilih pergi dan berkumpul dengan orang-orang biasa. Sehingga, bagaimanapun Seila coba memikirkannya, Ia masih saja tidak dapat mempercayainya dan menganggap itu pastilah mimpi semata. Itulah alasan yang masuk akal baginya, pastilah itu hanya mimpi.
"Awww..." Detik berikutnya, Ia berteriak kesakitan begitu Caitlin ternyata benar mencubit lengannya dan meninggalkan jejak merah disana.
Seila cemberut, namun Ia tidak bisa marah. Ternyata, Ia masih sadar.
"Ba-bagaimana bisa, Diva Hanna memilih pergi bersama orang-orang seperti mereka?" Tanyanya kesal.
Padahal apa kurangnya Seila? Dia populer dan berkelas. Secara karir, antara dirinya dan Hanna, masih berada di jalur yang sama. Bukankah, orang dengan hobi dan ke
"Oi kalian kenapa jadi robot bisu gini?" Ledek Awan sambil tertawa ngakak melihat ketiga temannya yang tampak canggung, bahkan setelah mereka duduk didalam kantin. Ketiganya sesekali mencuri pandang ke arah Hanna, tapi begitu Hanna balik menatap mereka, ketiganya langsung menunduk malu.Awan maklum, ini adalah pengalaman pertama mereka makan dan duduk bareng orang terkenal seperti Hanna, yang namanya sangat terkenal se-Asia. Sekarang, mereka dapat kesempatan makan bareng dan berkumpul dengan Hanna. Perubahan itu begitu mendadak, ketiganya tidak siap secara mental. Keringat dingin mulai membasahi punggung mereka, rasa minder dan tidak percaya diri muncul begitu saja. Sehingga, sedari tadi hanya Awan dan Hanna saja yang sebenarnya benar-benar saling bicara diantara mereka berenam.Hal yang sama juga dialami oleh Melani, dia senang sekaligus minder disaat bersamaan. Selain hanya menatap kagum dan rasa terimakasih karena telah diajak langsung oleh Hanna, Ia masih belum berani bicara sebeb
"Asem, malah aku yang jadi tukang fotonya." Ujar Awan geleng-geleng kepala. Namun, karena hal ini dapat membuat teman-temannya bahagia, Awan dengan senang hati mengabadikan momen mereka bersama Hanna dan memang ekspresi teman-temannya terlihat begitu lepas dan bahkan terkesan norak.Hal itu juga dikomentari oleh mahasiswa lainnya yang duduk tidak jauh dari mereka."Aiden itu memang kaum paling norak sedunia. Apa mereka tidak pernah berfoto dengan artis kali yah? Sampai segitunya." Sinis sekelompok orang yang duduk tidak jauh dari meja mereka."Iya, sikap mereka sangat kampungan. Bahkan ruang makan dijadikan tempat foto seperti ini." Ucap yang lainnya memandang dengan sikap jijik kearah Awan dan kawan-kawannya."Jadi isu tentang Diva Hanna kuliah ditempat kita itu benar yah?""Iya, ternyata Diva Hanna lebih cantik dari aslinya.""Asal gue bisa jalan dengannya sehari saja, gue rela gak dikasih belanja sebulan sama bokap gue.""Tapi, kok Diva Hanna mau-maunya yah berkumul sama kaum aiden
Seperti yang diduga oleh para siniser barusan, seorang petugas kantin berjalan ke arah kelompok Awan saat ini."Maaf mas dan mbak, tolong jangan terlalu ribut dan menganggu kenyamanan pengunjung yang lainnya. Dan selain itu, mejanya tolong dikembalikan lagi, ini melanggar ketentuan makan di kantin kami." Tegur si petugas mencoba bersikap sopan.Teman-teman Gina yang sedang asik berfoto dengan Hanna sebelumnya, merasa terganggu. Dia buru-buru berkata, "Hei mbak, gak lihat apa? Kita makan dalam kelompok besar disini, mejanya hanya bisa memuat 6 orang, bagaimana bisa menampung kami semua?"Jujur, Awan kurang suka dengan sikap arogan yang ditunjukan oleh teman Gina barusan. Karena itu, Ia mengkode Gina untuk menegur temannya. Awan belum kenal dengan teman-teman Gina, untuk menghindari kesalahpahaman, akan lebih baik jika Gina sendiri yang menegur temannya.Sadar arti tatapan Awan, Gina mengingatkan temannya untuk tidak bersikap seperti itu."Yah, gak bisa gitu Gin. Kita disini makan bayar
Awan melambaikan tangannya dengan acuh tak acuh, "Sudah, percaya padaku. Kalau aku bilang akan mentraktir kalian, itu tandanya aku mampu. Santai saja, nikmati makanannya."Setelah diyakinkan Awan seperti itu, barulah Yanuar dan dua temannya berani memilih menu yang menurut mereka cocok. Setelah memilih menu dan makanan mereka datang, mereka bicara sambil menikmati makanan diatas meja.Siapa lagi yang menjadi topik pembicaraan mereka jika bukan Hanna.Mereka begitu penasaran dan senang bisa bicara dengan Hanna yang bersikap rendah hati."Sebentar, kalian semua memanggilku dengan sebutan 'kak', tapi kenapa kalian memanggil kak Awan dengan namanya saja?" Tanya Hanna heran.Gina dan yang lainnya saling menatap satu sama lain, teman Gina disebelahnya berkata, "Bukannya seharusnya begitu? Awan kan satu angkatan sama kita."Ucapannya seperti diaminkan oleh yang lainnya, justru mereka heran mendengar Hanna menanyakan hal itu pada mereka."Loh, kalian tidak tahu?" "Tahu apa?""Alasan kenapa A
Semua orang membulat mulutnya dan kompak menjawab 'O'. Mereka lega, karena antara Awan dan Hanna tidak ada hubungan yang spesial.Namun tidak dengan Gina, Ia sempat terbelalak kaget dan berkata-kata dalam hatinya, 'Tetanggaan? di Bandung? Bukankah pemuda yang ada didalam video Hanna waktu itu adalah cowok tetangganya. Kamar mereka berseberangan dan cowok itu entah kenapa sekilas mirip dengan Awan. Sekarang, Aku bisa yakin sepenuhnya, jika cowok itu adalah Awan.'Memikirkan hal itu, Gina hanya bisa menahan getir dalam dadanya. Awan baru bisa menarik nafas lega begitu mendengar jawaban dari Hanna. Ia sempat khawatir jika Hanna akan bicara tentang hubungan mereka secara terbuka. Namun, detik berikutnya. Awan merasakan sebuah tatapan mengancam dari kejauhan. Inilah yang dikhawatirkannya, ternyata musuhnya telah mulai mengawasi keberadaannya. Andai saja, Hanna berbicara lugas tentang mereka sebelumnya, maka Ia bisa menjadi perhatian musuh. Tentu saja, hal itu dapat mengancam keselamatan
Seorang pemuda bergaya perlente, tampak berjalan terburu menuju arah parkiran kampus. Sekilas, tidak ada yang salah dengan penampilannya. Perawakannya tegap dengan tinggi 170an dengan usia awal 20an.Ia terlihat seperti mahasiswa pada umumnya.Namun, reaksi pemuda tersebut yang berjalan terburu seperti dikejar sesuatu, seakan menunjukkan jika pemuda tersebut sedang berusaha pergi dari sana sejauh mungkin yang dia bisa.Beberapa detik sebelumnya, Ia mengirimkan sebuah pesan pada rekannya yang lain, 'Kita ketahuan, misi gagal, segera pergi.'Tiga kalimat pendek, namun memperlihatkan betapa cemasnya pemuda tersebut. Langkah kakinya yang panjang, mengantar dirinya pergi dengan gerak yang cukup cepat menuju basement kampus yang ada di gedung 3.Itu adalah area parkir motor, suasananya cukup sepi karena masih dalam jam perkuliahan. Si pemuda yang sudah hapal letak motornya, langsung berjalan ke arah pojokan dimana sebuah Yamaha R6 berwarna biru terparkir. Hanya sebentar lagi, begitu Ia ke
Glek. Jantung si pemuda berdegub kencang, Ia tidak menyangka jika musuh benar-benar telah mengetahui tujuannya. Tidak ada cara lain, Ia harus bisa memikirkan sebuah cara agar dapat keluar dari sana secepatnya. Namun, pemuda didepannya, meski bergaya selenge'an. Tapi, dia tidak bisa menganggapnya enteng. Apalagi sikapnya yang acuh tak acuh itu, membuat si pemuda kesulitan untuk berkelit. "Maaf saya tidak mengerti maksud anda. Saya hanya mahasiswa disini. Tidak mungkin saya mata-mata seperti yang anda tuduhkan." Ucap si pemuda, masih coba berkilah. Huo melotot tajam pada si pemuda, Ia berkata dengan dingin, "Sepertinya kamu tidak mengerti apa maksud ucapanku sebelumnya. Baiklah." Huo menarik dua jarinya kedepan, seperti orang sedang menggunakan pistol, dan,,, Bang. "Arghk." 'Mustahil.' Pikir si pemuda ditengah erang kesakitannya. Dia tidak menyangka, jika gerakan barusan ternyata benar-benar mengeluarkan serangan yang cukup mematikan. Sekarang bahu kirinya, berlubang tepat seuku
Peluangnya untuk melarikan diri, hampir mustahil dengan kakinya yang sekarang terluka. Belum lagi, tembakan aneh yang keluar dari jari pria didepannya itu. Dia sama sekali tidak bisa melihat bagaimana tembakan itu dikeluarkan, apalagi coba menghindarinya. Satu-satunya cara agar ia dapat selamat adalah dengan berkompromi dengan musuhnya. "Satu, dua, ti.." Huo mulai tidak sabaran dan mulai menghitung angka untuk melancarkan tembakan berikutnya. Pemuda tersebut keburu menyelanya dan berkata, "Tunggu-tunggu, aku akan bicara, aku akan bicara.." Ucap pemuda tersebut panik, khawatir kalau Huo benar-benar akan menembaknya kembali. Ia mungkin tidak akan sanggup lagi menahan rasa sakit lebih dari ini. "Cepat bicara, gue gak ada waktu banyak nih." Sahut Huo gusar. ""Na-nama saya Julius.." "Eh busyet, siapa yang nanyain nama lu, kampret. Lu gira gue homo? Gue gak butuh nama lu. Cukup jawab, siapa yang nyuruh lu dan apa tujuan lu?" Hardik Huo tidak sabaran. Mata-mata yang bernama Julius te