Ini untung saja, Calista ada janji dengan kakak tingkatnya. Kalau tidak, waktu 5 jam mungkin tidak akan pernah cukup untuk Awan bolak balik dari kamar ganti.
"Nah, perfecto." Ucap Calista dengan santainya sambil mengacungkan ibu jarinya tanpa memperdulikan wajah muram Awam.
Saat Awan melihat berapa total uang yang dikeluarkan oleh Calista untuk dua stel pakaiannya, Awan hanya tersenyum kecil sambil geleng-geleng kepala. Bukan masalah nominalnya, tapi melihat itu membuat Ia teringat saat pertama kali diajak Renata untuk shopping dahulu.
Dulu Ia sempat berpikir, harga pakaian semahal itu mending digunakan untuk beli motor daripada beli pakaian.
Tapi sekali lagi, uang hanya masalah angka bagi orang kaya. Nilai segitu tidak akan ada artinya bagi mereka, termasuk Awan yang sekarang. Cuma pikirannya terbawa kenangan ketika terlalu lama mengingat kejadian tersebut, teringat akan Renata kembali membuatnya larut dengan masa lalu
Tidak seperti Calista yang biasanya, dimana Ia bisa bersikap tegas ketika dikampus. Tetapi, kenapa Ia terlihat tidak berdaya sekarang? Memangnya orang seperti apa kakak tingkatnya itu? Sampai Calista tidak berani untuk menolak permintaannya secara tegas."Hmn, mereka itu berasal dari salah satu keluarga terkaya di Negara ini, bahkan Asia." Jawab Calista ragu-ragu. Sepertinya itu yang menjadi beban baginya karena tidak bisa memutuskan dengan mudah penolakannya.Awan langsung terkekeh mendengar jawaban Calista, "Kalau mereka orang terkaya di dunia sekalipun, terus kenapa? Mereka tidak bisa membunuhmu hanya karena kamu menolak dijodohkan dengan kakaknya. Kamu bisa menolak permintaan mereka jika kamu tidak ingin menerimanya."Calista tampak kesal melihat sikap Awan nyang terkesan terlalu menggampangkan persoalannya, "Huft, kamu tidak tahu orang seperti apa mereka." Rungut Calista kesal."Sudah jangan terlalu dipikirkan! Jadi sekarang, kamu ingin
Awan juga baru menyadarinya, karena sebelumnya fokus Awan hanya pada Calista dan tidak sadar kalau wanita yang bersama kakak tingkat Calista itu sedang mengawasi dirinya."Ini siapa?" Tanya Calista ketika melirik wanita yang duduk disebelah Elisa."Maaf sampai lupa memperkenalkan, dia ini Pisces, pengawal pribadiku." Tampak seperti membanggakan pengawal cantiknya itu."Ah, kakak Eli dari dulu masih saja belum berubah. Dulu ketika kuliah saja selalu dikawal oleh pria-pria kekar, aku saja sampai takut ketika bertemu denganmu." Canda Calista teringat masa-masa kuliah mereka dulu."Yah, kamu tahu sendiri. Keluargaku sangat protektif denganku, jadi aku tidak akan dibiarkan kemana-mana jika tanpa pengawal." Keluh Elisa meski terkesan Ia seperti sedang menyombongkan kemampuan keluarganya."Tapi, sekarang cuma Pisces sendiri. Dia jauh lebih tangguh dari pria-pria itu." Lanjutnya sambil tersenyum ringan.Setelah berkata seperti itu, Eli
"Awan, apa itu benar?" Tanya Calista dengan ekspresi serius.Dibanding dengan Elisa, Calista tampak lebih penasaran untuk mengetahui kebenarannya. Ia begitu syok dan tampak begitu berharap jika apa yang diucapkan oleh seniornya itu benar. Ia telah begitu lama penasaran dengan identitas CEO RA Grup, Ia mengidolakan sosok pimpinan misterius itu, bahkan Calista bermimpi untuk menjadi pasangan hidupnya kelak. Jika Awan benar adalah orang yang dicarinya, ternyata betapa dekatnya mereka selama ini dan Calista sama sekali tidak menyadarinya.Mata Calista membulat, seakan setiap detik menunggu Awan bicara dan membenarkan sangkaan Elisa menjadi waktu paling mendebarkan seumur hidupnya. Bahkan lebih mendebarkan dari pengumuman sidang kelulusan Magisternya.Tapi bukannya langsung menjawab pertanyaan dari Calista, Awan justru tertawa terbahak-bahak. Sikapnya jelas membingungkan tiga wanita yang semeja dengannya."Jangan bersikap keterlaluan, nona saya sudah terlalu b
"Iya, benar. Dia masih kuliah, bahkan Awan tidak mendapat beasiswa sama sekali dan murni mengandalkan uang hasil pekerjaannya untuk bisa kuliah." Satu kalimat dari Calista dan itu sudah cukup untuk menyelamatkan Awan sesaat, paling tidak bisa mengaburkan kecurigaan Elisa terhadapnya. Meski Calista sendiri merasa sangat kecewa dan terlanjur berharap jika orang yang dicarinya selama ini adalah Awan.Tapi, kadang kenyataan tidak sesuai dengan harapan."Allis, kamu serius?"Callista mengangguk kecil dan menegaskan kembali apa yang diucapkannya, "Iya, Aku mengajar dikelasnya Awan dan Aku juga sudah membaca profilnya berulang kali.""Berulang kali?" Elisa sampai heran dengan ujung kalimat Calista.Callista sempat gugup, ternyata Ia malah keceplosan mengucapkan apa yang telah dilakukannya. Itu berawal karena pertemuan Callista dengan Awan yang terjadi karena kecelakaan kecil. Lalu berlanjut dengan pertemuan keduanya, dimana mobilnya ru
"Apa yang harus kami buktikan?" Tanya Calista gelisah. Dia sadar mereka hanya menjadi pasangan pura-pura untuk hari ini, bagaimana cara mereka harus membuktikan hubungan mereka? Sementara Calista sendiri belum pernah pacaran sama sekali. Calista pernah menonton drama pasangan kekasih yang sedang berpelukan dan berciuman, tapi tidak mungkin Ia melakukan hal tersebut dengan Awan. Jika itu terjadi, ini akan menjadi lebih dari sekedar sandiwara. "Ciuman. Cium dia! Jika kamu benar-benar mencintainya." "Jangan katakan kalau kalian tidak pernah melakukannya sebelum ini?" "Tentu saja kami pernah melakukannya, kami saling mencintai kok." Sanggah Calista gugup dan itu tidak lepas dari pengamatan Elisa. "Kalau begitu, cium dia! Maka Aku baru bisa mempercayai hubungan kalian berdua." Desak Elisa dengan senyum liciknya. 'Cium? Tuh kan benar, kak Eli pasti akan memaksaku untuk melakukannya. Kalau tidak, Ia akan cur
"Oi-oi sudah! Kalian...""Kalian benar-benar melakukannya? Apa kalian tidak memandang ada kami disini?" Teriak Elisa menghentikan adegan ciuman yang mulai berlangsung panas didepannya.Baik Elisa maupun Pisces yang duduk disebelahnya tampak jengah melihat adegan panas tersebut. Jika Elisa tidak menghentikannya, dua orang didepannya itu bisa saja bertindak lebih jauh tanpa sadar situasi sama sekali.Disisi lain, nafas Calista masih memburu dan wajahnya bahkan masih memerah. Ia tidak sadar jika dirinya telah larut terlalu jauh dalam ciuman panas barusan. Ia langsung menunduk dan melayangkan pandangannya ke arah lain. Berbagai macam pikiran berkecamuk dalam benaknya dan itu membuatnya jadi terdiam tanpa sedikitpun bicara."Jadi... kalian sudah percaya sekarang?" Tanya Awan pada Elisa. Sebuah senyuman yang penuh rasa percaya diri terukir diwajah tampannya.Elisa justru mengipasi wajahnya dengan telapak tangannya sendiri, "Kalian sudah seperti ini, baga
Calista terkejut dan melihat keluar, ternyata Awan yang telah mengetuk pintunya. Ia sampai lupa jika saat itu, Ia masih bersama Awan. Ketika Ia melihat jam di dasboard mobilnya, Calista baru sadar jika Ia telah menangis lebih dari satu jam.'Astaga! Ia telah menunggu diluar selama 1 jam lebih?' Pikir Calista merasa bersalah.Ia hampir saja lupa, kalau Awan datang bersamanya.Calista melihat kekaca spion mobil sebentar, setelah memastikan kalau tidak ada jejak air mata yang tertinggal diwajahnya. Calista pun dengan cepat membukakan pintu, namun Ia masih diam dan tampak belum siap bicara sama sekali."Mau aku yang menyetir?" Tanya Awan pelan menawarkan diri. Ia mencemaskan kondisi Calista, khawatir jika Calista tidak berada dalam kondisi yang stabil untuk berkendara."Tidak usah. Kamu duduk saja. Mau kuantar kekontrakan atau ketempat kerjamu?" Tanya Calista balik dengan suara sedikit serak karena telalu lama menangis.Awan pun tidak berkomenta
Rencana Awan mengalihkan perhatian penguntitnya dengan berhenti didepan AW Autosport berjalan dengan baik. Showroom otomotif itu sendiri merupakan sebuah showroom mobil brand eropa sebelumnya, cuma karena lama tidak bisa bersaing dengan gencarnya pemasaran brand otomotif asal Jepang membuat mereka harus gulung tikar.Setengah tahun sebelumnya, RA Grup melalui RA Investment mengakuisi showroom tersebut dan merubahnya menjadi showroom mobil sport yang tidak terbatas pada satu brand tertentu saja. Tidak hanya sebagai display mobil-mobil sport mewah, showroom ini juga dilengkapi dengan bengkel berstandar insternasional, membuat setiap pelanggan mereka tidak akan kebingungan dengan urusan maintenance serta ketersediaan spare part.Selain itu, citra yang diangkat oleh AW Autosport adalah dengan memulai membangun komunitas pecinta mobil-mobil sport. Mungkin terkesan membuang-buang uang di awalnya, namun lambat laun komunitas ini mulai berkembang dan membentuk banyak komunitas