"Iya, masuk kok. Ini sedang dijalan, Cal."
"Oh, ya sudah. Hati-hati dijalan."
Tutt tutt tuutt
'Assuu, dikecengin lagi.' Rutuk Awan kesal.
Ingin rasanya Ia membanting HPnya saat ini, diputus sambung dalam telpon secara tiba-tiba, sakitnya tuh lebih sakit daripada ditampar sama nenek-nenek perawan ditengah pasar dan dilihatin banyak orang.
Ada satu lagi wanita seperti ini yang menelponnya, bisa jadi hatrick nih.
Benar saja, ada sebuah panggilan lagi menghubunginya. Ketika melihat ID pemanggilnya, Awan bisa sedikit bernafas lega. Untung kali yang menghubunginya batangan bukan donat kentang lagi.
"Ya, ada apa Bang Topan?" Ucap Awan acuh tak acuh.
Ternyata Topan melaporkan perkembangan markas anjing yang sedang mereka bangun. Pembangunan itu sendiri sudah berjalan 70 persen hanya dalam waktu sehari, sebuah progres yang mengesankan. Orang-orang yang dipercayakan Awan dalam membangun markas itu sendiri sangat profesiona
Seorang wanita berusial awal 27an dan berpenampilan anggun namun dengan mata sedikit sipit datang ke rumah sakit JKS dengan seorang pengawal perempuan di belakangnya. Pembawaannya tampak tenang namun terkesan sangat dingin. Pengawal perempuan dibelakangnya memiliki ekspresi jauh lebih dingin, meski memiliki wajah yang cantik namun langkah kakinya terlihat sangat tegap yang menandakan Ia adalah seorang ahli beladiri yang sangat cakap.Keduanya menuju sebuah ruangan VIP yang ada dilantai atas. Saat berada dilantai yang mereka tuju, didepan ruangan sudah berdiri empat orang pengawal yang sedang berjaga dan bertanggung jawab untuk memastikan keamanan seorang pasien didalam ruangan.Keempat pengawal tersebut langsung menunduk hormat begitu si wanita sudah berada didepan mereka, "Pagi nona Elisa." Ucap keempatnya dengan gugup. Mereka bahkan tidak berani mengangkat kepala mereka sebelum si wanita menyuruhnya demikian."Bagaimana kondisi adikku?" Tanya Elisa datar
Seluruh pengawal dibuat bingung, tidak ada diantara mereka yang bisa mengetahui jelas apa yang terjadi sebenarnya. Mereka telah mengerahkan seluruh kekuatan yang mereka miliki untuk membongkar misteri ini, namun hasilnya tetap nihil. Sementara mereka menyimpulkan jika kejadian dini hari itu terjadi akibat pengkhianatan Russel dan 9 orang penjaga lainnya.Mereka mengira, Vino dipaksa untuk ke dermaga untuk mengeksekusinya disana. Namun, apa motif Russel melakukannya? tidak ada yang tahu.Kesimpulan itu sendiri berdasarkan fakta kondisi jasad Russel yang tewas terpotong akibat wakizashi-nya Scorpio. Namun, anehnya Scorpio ikut tewas dini hari tadi bersama dengan Russel dan yang lainnya.Itu semakin membingungkan semua orang, karena dengan kemampuannya tidak mungkin Russel bisa membunuh Scorpio, bahkan dengan dibantu oleh 9 orang bersamanya sekalipun. Kuat dugaan ada pihak lain yang terlibat dini hari tadi dan pihak lain itu juga yang melumpuhkan kedua ten
Setelah bicara beberapa saat dengan Lukman, Elisa langsung keluar dan sekali lagi tidak melihat sedikitpun kondisi adiknya. Sepertinya, tujuan utamanya kesini bukan karena mencemaskan sang adik, melainkan hanya semata karena Ia adalah keluarga utama yang kebetulan berada paling dekat dari Jakarta. Sehingga hanya masalah kewajiban bagi Elisa untuk menyelesaikan masalah ini.Pada kenyataannya, selain Lukman sang kakak sulung, ada Ayahnya yang selama ini selalu memanjakan Vino. Keluarga Jati menganut sistem kekerabatan patrilineal dan itulah alasan kenapa wanita tidak memiliki peranan yang terlalu penting dalam keluarga.Sebelum berlalu, Ia meninggalkan instruksi untuk keempat pengawal yang sedang berjaga, "Kalian selidiki apa saja yang dilakukan Vino selama sebulan terakhir, siapa saja kontaknya, kemana saja dia, termasuk tempat mana saja yang disinggahinya.""Satu jam! Lewat dari itu maka ucapkan selamat tinggal pada keluarga kalian.""Janga
"Gandi Permana? Ada urusan apa Vino dengan pengusaha busuk itu?" Tanya Elisa penasaran.Tentu saja Elisa kenal dengan Gandi, karena ada beberapa bisnis keluarga Jati yang terkait dengan Gandi. Vino tidak pernah terlibat dalam urusan bisnis keluarga Jati, khususnya yang berada di Ibu Kota. Adik bungsunya itu hanya tau bersenang-senang selama ini, jadi Ia ragu jika keterlibatan Vino dengan Gandi adalah urusan bisnis keluarganya.Norman sendiri tidak berani langsung menjawab pertanyaan Elisa, sebagai gantinya Ia memerintahkan anggotanya yang berada diluar ruangan untuk membawa dua orang anak buah Russel kedalam.Keduanya tampak begitu ketakutan, karena saat ini mereka dicurigai sebagai pengkhianat layaknya Russel, pimpinan tim mereka. Tubuh dan wajah keduanya penuh dengan luka lebam, sebelumnya mereka berdua sudah dihajar habis-habisan oleh para pengawal keluarga Jati untuk mendapatkan informasi.Rupanya mereka benar-benar tidak tahu, jika Russ
"Ketenangan akan membuat keputusan yang diambil akan lebih jauh lebih matang." Ucap tetua Elijah menasehati. Dia melihat Elisa tampak berpikir lama ketika menyebut nama Sanjaya, pasti itu menjadi beban pikirannya. Sebagai seorang tetua dalam keluarga Jati, adalah tugasnya untuk membimbing mereka yang masih muda agar semakin matang dan lebih dewasa. Meski Elisa sendiri bukanlah pewaris utama yang kelak menjadi kepala keluarga, namun Ia tetap akan menjadi bagian penting yang tidak terpisahkan dari keluarga utama, seperti Elijah sekarang. "Benar kata Eyang, kita belum tahu titik permasalahannya sampai kita melihatnya secara utuh." Komentar Elisa setelah berpikir sejenak. "Baiklah, kita akan menunggu sampai Vino sadarkan diri dan menanyakan masalah ini padanya. Setelah itu, baru kita akan menentukan apa yang harus kita lakukan." Putus Elisa. Elisa pun kehilangan minat untuk meneruskan pijat refleksinya, karena itu Ia buru-buru berdiri dan merapikan pakaia
"Ahh, akhirnya selesai juga." Ucap salah seorang mahasiwi yang duduk tepat dibangku depan Awan dengan ekspresi tampak lega, Ia seperti habis menahan derita selama 4 jam terakhir. Meskipun cuma ada 3 mata kuliah hari itu namun karena berlangsung penuh dan tanpa jeda membuat mereka jadi tertekan sepanjang waktu. Ini adalah awal pekan, meski cuma ada tiga mata kuliah namun ketiga jadwalnya beriringan dan tanpa jam istirahat sama sekali. "Dasar orkay.. baru segini saja mereka sudah mengeluh, apalagi kalau kuliahnya dibuat full seharian." Gumam Yanuar pelan dari sebelah Awan. "Orkay?" Tanya Awan melirik Yanuar dengan penasaran. "Orang kaya broh." Jawabnya terkekeh namun tidak berani bicara keras, takut mahasiswi didepannya itu mendengar apa yang diucapkannya. Sepertinya, menjadi aiden telah membuat Yanuar tidak berani berbicara lantang dan menyinggung para anak orang kaya yang kuliah disana. "Hehehe kirain apa! Ya, udah yuk istirahat dulu
"Hayoo pada ngomongin apaan?" Tanya seorang wanita mengejutkan Yanuar dan Farhan. Mereka bahkan sudah siap terkena serangan jantung jika suara itu adalah suaranya Calista, beruntung itu bukan. Namun tetap saja, tidak serta merta menghilangkan keterkejutan dalam diri keduanya.Yanuar dan Farhan berbalik, mereka menemukan seorang gadis cantik berpipi chubby sedang tersenyum ringan melihat ke arah mereka. Lalu tanpa minta ijin sama sekali, gadis itu langsung saja berjalan melewati meja mereka dan duduk di sebelah kanan. Meski wajahnya terasa menyegarkan ketika dipandang, tapi karena momennya tidak tepat, Yanuar dan Farhan justru tampak ngeri melihat kecantikannya."Astaga! Hampir copot jantung gue." Ucap Farhan baru bisa melepaskan ketegangan dalam dirinya, wajahnya tampak begitu lega."Asu, gue mau pake jurus menghilang saja rasanya tadi. Lagian kenapa dua bocah nih, kayak orang sakau gitu ekspresinya. Makin nambah ketakutan kita-kita aja." Sela Yanuar ikuta
Beruntung Calista tidak memperpanjang pertanyaannya, atau itu akan benar-benar membuat Yanuar dan Farhan mati muda karena terkena serangan jantung. Mereka berbicara topik umum untuk beberapa saat, lalu Calista sengaja bertanya tentang pendapat mereka tantang materi dan pola mengajarnya sebagai bahan evaluasi baginya. Itulah salah satu kelebihan lain dari seorang Calista, dia tidak segan untuk bertanya pada orang lain, bahkan pada mahasiswanya sendiri tentang pola dan caranya mengajar. Dari situ, Ia bisa mengevaluasi dirinya sendiri untuk berkembang menjadi lebih baik. Awan sendiri pun mencatat salah satu poin positif Calista dalam benaknya. Mau tidak mau, Awan harus mengakui jika Calista bukan seorang dosen yang hanya menang cantik doang tapi juga memiliki banyak hal posisif yang menjadi keunggulannya. "Gina, kamu kok tumbennya bergabung sama mereka-mereka ini?" Tanya Calista saat mereka selesai makan siang. "Hmn, itu bu.. Kebetula