"Siapa tadi itu, Mas?"
"Tetanggaku."
"Mas, apa enggak takut kalau nanti tetangganya bilang sama istri Mas Joko nih?"
"Dia bisa dipercaya kok. Kita kan sehati."
Ana tersenyum simpul penuh makna. Lalu dia menggeser duduknya agar lebih mendekat lagi pada Joko. Joko merasa mulai tidak tenang. Dia pun sedikit menjauh dari Ana.
"Udah hampir satu jam kita di sini. Mending pulang yuk!"
"Boleh. Apa Mas Joko mau antar aku pulang?"
"Jangan, Ana. Enggak enak aku, sama istri. Pasti dia nungguin aku lama."
"Baiklah kalau gitu. Sebenarnya aku juga bawa mobil kok, Mas."
"Kamu asli mana sih?"
Keduanya berjalan menuju cafe yang tak jauh dari taman itu.
"Itu mobilku, Mas."
"Ya sudah. Hati-hati An!"
Tanpa pernah Joko Sangka. Ana menarik lengan Joko dengan kuat. Hingga tubuhnya berbalik menghadap wanita cantik itu. Dengan gerak cepat, Ana mencium pipi Joko mesra. Membuat lelaki berparas manis itu
"Haaahhh?!"Seketika kedua bola mata Ana membulat lebar."Dari mana Mas Joko bisa tau?""Grup para Bapak heboh. Gara-gara si gajah itu.""A-paaaaa ...?! Sekarang juga Mas harus pulang!""Iya, Sayangku. Ini udah dekat rumah kok."Di teras depan. Ana berjalan mondar mandir dengan kedua tangan di pinggang. Dari raut wajahnya terlihat dia cemas. Berulang kali dia mengalihkan pandangannya ke arah jalan."Bilang bentar, tapi kok lama. Sebel tau!"Terdengar suara derap langkah yang berat. Sesosok tubuh subur muncul dari rumah sebelah."Jeng Aan ... Jeng!"Langkah Bu RT terlihat tergopoh-gopoh, memasuki halaman rumah. Ana pun menghampirinya. Dengan raut wajah penuh tanya."A-ada apa ya Bu?""Tadi sore, pembantunya si janda genit itu datang ke rumah saya Jeng.""Kok tumben Yati ke rumah Bu RT?"Kemudian Bu RT menarik lengan Ana agar lebih merapat pada dirinya.
"Ini, badannya Mas Dony?""Katanya Jeng Binti sih. Coba kita lihat ini. Ada yang pakai mirip celana dalam tadi yang diantar sama Yati."Jemari tangan Bu RT bergerak cepat. Lalu dia menemukan sebuah gambar yang sama. Dengan celana dalam tadi."Ini, Jeng Ana!" ujung jarinya menunjuk ke arah gambar itu."I-ini, Bu? Warnanya coklat, ada belalai sama mata, terus ada telinganya juga?""Loh ... loh! Kok Jeng Ana bisa tau?!"Seketika keduanya saling melotot dan berpandangan."A-apa warna nya coklat macan tutul juga Bu RT?""Iya, Jeng. Kok bisa tau?"Bersamaan dengan pertanyaan Bu RT. Tin tin!Suara klakson mobil Joko yang telah berhenti di depan pagar rumah. Seketika keduanya berpaling. Lalu Bu RT menyenggol lengan Ana."Saya pulang dulu, Jeng Ana. Nanti kita lanjut dijaprian aja," bisik Ana."Baik, Bu."Ana dan Bu RT berjalan menuju pagar. Sembari sedikit mengangguk dan ters
"Mas ... Joko?" "Anaaaa ?!" Sontak Ana berbalik melihat pada sang suami. Yang tengah terbengong melihat Ana Dolly, yang tiba-tiba ada di hadapannya. "Mas Joko! Mas ... ngapain sih panggil-panggil?" Sembari memukul lengan Joko. Buru-buru Ana Dolly menutup kaca jendela. Dia tak ingin istri Joko mengetahui wajahnya. "Siapa cewek tadi?" Pertanyaan Ana seketika membuat tenggorokan Joko terasa gatal. "Ehemmm ... hemmmm!" Joko terus berdehem berulang-ulang. Tatap mata Ana terus memandang tajam. Lekat seperti magnet yang mengunci besi tembaga di hadapannya. Lalu dahinya berkerut keras. "Kenapa Mas Joko kok jadi grogi gini?" "Haaa ...?!" "Kenapa ... Mas Joko jadi grogi kayak gini?" Dengan intonasi suara lebih lirih dan melambat penuh penekanan. Sampai dagu Ana mengerut. "Ya, enggak ada grogi aku. Mana ada grogi toh? Kamunya aja yang penuh selidik kayak gitu." "Hemmmm ...." Sembari matany
"Lah, itu Mbak Binti. Saya itu sebenarnya sedang cari celana dalam yang ada belalainya.""Hooooo ...!"Sontak kedua bola mata Binti membulat lebar."Ada matanya juga, sama telinga lebar di kedua sisi. Lalu warna coklat macan tutul. Apa itu Jeng Ana?""Benar sekali Mbak!" sahut Ana semringah. Senyumnya langsung mengembang lebar."Ta-tapi, Jeng?""Kenapa Mbak Binti?"Kali ini, mata Ana yang membulat lebar. Dengan mengernyitkan dahi memandang pada Binti. Sedangkan Joko dan Beny hanya memperhatikan sekilas istru mereka."Ehhh ... anu, Jeng Ana."Sekilas Binti melirik pada suaminya. Dia terlihat gelisah sembari menarik kursi agar lebih mendekat pada Ana. Lalu, dia mengecilkan suaranya."Begini lho Jeng Ana. Saya kan tadi dikasih sama Bu RT, dikira punya Mas Beni. Nyatanya itu bukan milik Mas Beny. Saya mikirnya itu punya Mas ... ehhh--"Sejenak Binti terdiam. Lalu meneruskan kalimatnya."Ehhh ... ng
Buru-buru Binti yang memang cantik, menyurai rambut panjang kecoklatan. Segera jemari tangannya bergerak cepat.{Aku tunggu di cafe seperti biasanya. Tapi aku enggak masuk, temui di halaman parkir!}Pesan itu dengan cepat terkirim ke seseorang.Ting!{Oke, Cantik!}Mendapatkan sebuah balasan dari seseorang. Binti pun segera mengeluarkan mobil dan melaju dengan kecepatan sedang, menuju sebuah cafe. Hanya butuh waktu dua puluh menit. Mobil sudah berbelok memasuki halaman parkir yang cukup luas.Tak lama seorang lelaki tampan turun dari mobilnya. Berjalan mendekati Binti. Wanita cantik menggerakkan sedikit kepalanya. Agar lelaki segera masuk mobil."Dari mana kamu Cantik?""Rumah lah. Nih!"Binti melempar sebuah bungkusan pada lelaki tampan itu."Apa ini?""Buka aja."Dengan cepat gerakan tangannya merogoh kanto kresek yang berwarna hitam. Lalu sang lelai menatap tajam dengan kedua mata terbeliak.
"Mas Dony?""Ehhh, Mas Beny. Sudah datang toh?""Sudah lah dari tadi. Ada apa nih? Kok tumben amat."Tampak pandangan Dony mencuri pandangan ke arah dalam rumah."Mas Dony cari siapa?""Ehhh ... cuman mau kasih bungkusan ini aja, Mas Beny. Kayaknya Mbak Binti salah orang."Seketika Beny mengernyit. Dahinya langsung berkerut-kerut. Sorot matanya nyalang pada Dony yang terlihat salah tingkah."Memangnya itu bungkusan apa, Mas Dony?""Ehhh, saya kurang tau ini, Mas Beny. Ada di pagar saya. Kata Pak Minto tadi dari Mbak Binti makanya saya ke sini.""Ohhh ... gitu. Ya udah Mas. Sini biar aku kasihkan istri saya.""Baik, Mas. Makasih ya."Dony pun pergi meninggalkan rumah Beny dengan perasaan gundah.'Kenapa juga aku kasih ke rumahnya? Bodohnya aku ini! Aaaahhhh ... kamu sih main marah aja!'Langkahnya semakin menjauh dari rumah Beny. Sedangkan Beny yang kesal dan penuh prasangk
"Siapa, Sayang?"Ana menutup pintu rumah dan berjalan menuju Joko yang berada di ruang televisi. Dia menghempaskan bokongnya, di sofa santai."Mbak Binti, Mas. Kembalika ini!" Sambil tangannya terangkat ke atas, membawa G-string gajah. "Ini punya siapa?" Ana tak bisa menyembunyikan rasa senang dalam hati."Katanya dibawa Mas Dony?""Enggak tau Mas. Yang penting udah kembali dan aku enggak perlu keluarin duit lagi." Seraya menyeringai tipis.Ting!Terdengar pesan masuk di ponsel BB Joko.{Makasih atas pertemuannya yang membuat aku semakin terkesan sama kamu Mas. Kapan kita bisa ketemu lagi?}Buru-buru Joko menghapus pesan. Itu. Dari perubahan wajah Joko, Ana melihatnya dengan tatapan yang aneh. Lalu dia merapat pada suaminya."A-ada apa Mas? Kok, kayak lihat hantu e Bu Sapto?"(Baca Kuku Bu Sapto)Joko menggeleng. Buru-buru dia beranjak dan masuk kamar. Semakin membuat Ana memandangnya aneh. Segera Ana memat
"Hallo, Mas Joko.""Waduhhh, kamu ini kenapa sih? Aku udah bilang jangan kirim pesan, apalagi telpon kayak gini. Kalau enggak penting An!" tegas Joko kesal."Aku juga lagi urget Mas Joko," ucap Ana Dolly manja. Suaranya benar-benar bikin merinding siapa saja yang mendengar."Memangnya ada urusan apa yang urgent?""Kangen!""Apa?!" Setengah berteriak suara Joko memekik. "Kamu jangan bilang yang kayak gitu lagi Ana. Apalagai sampai kirim pesan.""Kenapa sih Mas? Apa salah kalau aku kangen beneran.""Ya ... enggak salah. Tapi, kalau istri aku tahu bahaya An!""Ya udah. Kalau gitu Mas Joko wajib telepon aku!""Apa?!" Kembali Joko memekik."Enggak usah pake teriak kenapa sih Mas Joko. Aku enggak budeg."Teringat akan pertemuannya dengan Ana Dolly sewaktu di pos keamanan. Joko langsung mencecarnya dengan banyak pertanyaan."Bukannya tadi itu kamu? Yang lewat di pos